Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SOSIOLOGI

“ Kearifan Lokal di D.I Yogyakarta “

OLEH :

GEBRINA RIZKIKA

KELAS : 12 IPS 3

MATA PELAJARAN : SOSIOLOGI

SMA NEGERI 2 PEKANBARU

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan nikmat,
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Kearifan
Lokal di D.I Yogyakarta” dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi tugas pada mata pelajaran Sosiologi.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru bagi
para pembaca dan tentunya bagi penulis juga. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu, kritik dan saran yang membangun
penulis nantikan untuk menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta dalam
pembuatan makalah ini, serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 30 Januari 2023


Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................6
1.3 TUJUAN..................................................................................................................................6
BAB II................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN..................................................................................................................................8
1. Mata Pencarian........................................................................................................................8
2. Religi ( Agama ).........................................................................................................................9
3. Bahasa....................................................................................................................................10
4. Sistem Teknologi....................................................................................................................12
5. Sistem Pengetahuan..............................................................................................................12
6. Sistem Organisasi Sosial.........................................................................................................13
7. Kesenian.................................................................................................................................15
BAB III.............................................................................................................................................17
PENUTUP........................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................17
3.2 Saran....................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari
1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas
Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram
dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak
Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja
atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono
Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong,


Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun,
Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto,
Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan
Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam
kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta
(Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut
Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat
suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan
namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan,
Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk
didirikan Kraton.
Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan
Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan
tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi
dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai
peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah
Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan
Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi
Tanggal 7 Oktober 1756

Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan
Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu
kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi
menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri
Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur
Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan
amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan
Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. 
Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan
bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri
Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja
Komite Nasional

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi
bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan
Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta
belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai
bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja
atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I
menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan
Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan
Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.  Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh
mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa
Yogyakarta dan statusnya belum dilepas.  Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian
Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya


juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada
waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang.  DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk
pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor
1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala
Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.  Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY
merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan
sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara
pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.  Sedangkan Kotamadya Yogyakarta
merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah
Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di


daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan
otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab.  Sesuai UU ini maka sebutan untuk
Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk
pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta
sebagai Kepala Daerahnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka menimbulkan pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa itu kearifan lokal?

2. Apa saja mata pencaharian, religi, bahasa, sistem teknologi, sistem pengetahuan, sistem
organisasi sosial dan kesenian yang ada di provinsi DI Yogyakarta?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu kearifan lokal.

2. Untuk mengidentifikasi mata pencaharian, religi, bahasa, sistem teknologi, sistem


pengetahuan, sistem organisasi sosial dan kesenian yang ada di provinsi DI Yogyakarta.
BAB II

PEMBAHASAN

Kearifan lokal merupakan warisan leluhur turun temurun mengandung nilai-nilai positif dan
nilai-nilai spritual untuk dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku (pattern of
action). Kearifan lokal adalah pandangan hidup suatu masyarakat di wilayah tertentu mengenai
lingkungan alam tempat mereka tinggal. Pandangan hidup ini biasanya adalah pandangan hidup
yang sudah berurat akar menjadi kepercayaan orang-orang di wilayah tersebut selama puluhan
bahkan ratusan tahun. Untuk mempertahankan kearifan lokal tersebut, para orang tua dari
generasi sebelumnya, dan lebih tua akan mewariskannya kepada anak-anak mereka dan begitu
seterusnya. Mengingat kearifan lokal adalah pemikiran yang sudah lama dan berusia puluhan
tahun, maka kearifan lokal yang ada pada suatu daerah jadi begitu melekat dan sulit untuk
dipisahkan dari masyarakat yang hidup di wilayah tersebut.

Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah yang kaya akan kebudayaan yang diwariskan
secara turun temurun. Berbagai tradisi yang menyangkut pada segala aspek kehidupan masih
terpelihara dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai macam kepercayaan lama juga merupakan
bagian dari warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam bentuk tradisi, ritual,
ataupun upacara adat. Meskipun dalam pelaksanaannya telah banyak dipengaruhi oleh segala
bentuk modernitas dan peranan agama.

1. Mata Pencarian
Mata pencaharian masyarakat di Yogyakarta adalah bercocok tanam, berdagang, kerajinan
(kerajinan perak, kerajinan wayang kulit, dan kerajinan anyaman), dan wisata. Yogyakarta lebih
terkenal sebagai daerah pariwisata, karena mempunyai banyak peninggalan budaya. Selain itu
Yogyakarta juga terkenal sebagai kota pendidikan. Karena itu sebagian masyarakat kota
mempunyai usaha rumah kost yang disewa oleh mahasiswa yang berasal dari Yogyakarta atau
dari daerah lain.

2. Religi ( Agama )

Dahulu masyarakat Jawa dan Yogyakarta meyakini Aninisme sebagai keyakinan yang mereka
anut. Setelah masuk saudagar dari Cina dan Persia, maka masuklah berbagai macam agama ke
Yogyakarta bersamaan dengan masuknya saudagar itu. Diantaranya Hindu, Islam dan Kristen.
Sekarang ini sebagian besar yakni 92% masyarakat Yogyakarta memeluk agama Islam, Kristen
5%, Hindu dan Budha 3%.
Sebagai kota pelajar sekaligus kota budaya tentu saja banyak hal yang terekam disini. Berbagai
latar belakang masyarakat berkumpul di Yogyakarta. Baik dari segi agama dan kebudayaan
tentu saja sangat beragam. Dapat kita lihat beberapa tempat ibadah dari berbagai agama ada
dikota ini. Baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, maupun keyakinan lainnya dapat hidup
berdampingan. Dapat kita lihat pula bagaimana akulturasi agama dan budaya tercermin dari
salah satu situs budayanya, yaitu di Candi Prambanan. Sebagai sebuah candi Hindu ternyata
Candi Prambanan dapat berdiri bersama Candi Sewu yang merupakan candi dengan identitas
Agama Budha. Hal ini semakin menekankan bahwa solidaritas antar agama dan budaya telah
ada sejak zaman kerajaan berlangsung.

Pada kenyataannya agama tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Karena agama dapat
tersampaikan pada manusia atas dasar kebudayaan. Di Yogyakarta dapat kita lihat bagaimana
budaya lokalnya sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur agama. Upacara sekaten misalnya,
merupakan upacara untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu juga kita
kenal adanya upacara labuhan yang merupakan wujud penghormatan kepada dewa laut yang
dibarengi juga dengan mitos masyarakat sekitar laut selatan. Dari kedua contoh tersebut jelas
tergambar bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan. Sekaten dengan ritual
keislamannya dan labuhan dengan ritual animisme dan

dinamismenya. Namun yang harus digarisbawahi dari hal tersebut adalah bahwa upacara-
upacara tersebut tidak hanya mengikutsertakan umat agama yang bersangkutan melainkan
juga dilaksanakan oleh umat lainnya. Sebab upacara tersebut telah menjadi milik masyarakat
Yogyakarta termasuk para pendatang dari luar kota yang telah bermukim di Yogyakarta.
Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai salah satu kebudayaan yang selalu dilestarikan.
Disinilah letak keindahan Yogyakarta, ditengah keberagaman yang ada ternyata tetap dapat
menjaga kesatuan dan membina hubungan yang aman dan damai.

3. Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat Jogja adalah bahasa jawa. Berdasarkan tingkat tuturnya,
bahasa jawa dapat di bagi menjadi tiga, yaitu :

1. Bahasa jawa ngoko (kasar)


Yaitu bahasa yang digunakan untuk orang yang sudah akrab atau status sosialnya sederajat.
Bahasa ini mencerminkan tidak memiliki rasa segan atau berjarak dengan lawan bicara.

2. Bahasa jawa madya (biasa)


Yaitu bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lawan bicara yang mempunyai
status sosial yang lebih rendah yang menunjukan sikap sopan dan segan.

3. Bahasa jawa krama (halus)


Yaitu bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang belum akrab dan status
sosialnya lebih tinggi yang menandakan rasa segan dan santun terhadap lawan bicara.
 

Ngoko Madya Krama Arti

Aku Kulo Dalem Saya

Adus Adus Siram Mandi

Masyarakat Yogyakarta biasanya menyingkat kata, atau menambahkan kalimat dan


menambahkan prefiks di depan kata yang diucapkan, seperti berikut:

Besuk = mBesuk

Ganti = ngGanti

Jotos = nJotos

Pepatah Masyarakat Jogja


Pepatah yang sering diucapkan oleh orang tua kepada anaknya di Jogja adalah :
Mikul Dhuwur Mendhem Jero artinya anak itu harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
ayah ibu. Ucapan ini sering diucapkan ketika anak-anaknya akan pergi merantau dan senantiasa
menjaga nama baik keluarga.
Selain itu pepatah yang sering di ucapkan adalah Alon-alon asal klakon yang berarti harus
berhati-hati dan jangan terburu-buru dalam melakukan sesuatu.
 

Larangan-larangan (pantangan)
Larangan atau pantangan dalam budaya jawa Jogja disebut Gugon tuhon. Gugon tuhon adalah
perkataan atau dongeng yang dipercaya mempunyai daya atau kekuatan. Contohnya seperti,
jangan sekali-sekali duduk di tengah pintu, duduk di atas lumpang atau alu, makan dengan
piring tersangga tangan. Jika dilaksanakan akan menjadi mangsa Bethara Kala.
 

4. Sistem Teknologi
perkembangan teknologi di Yogyakarta, Yogyakarta adalah kota yang dijuluki kota pelajar di
Indonesia. Dengan luas yang hanya 46km2, Kota Yogyakarta sangat dipenuhi kalangan
mahasiswa maupun pelajar, dimana setiap tahunnya hampir 100.000 mahasiswa yang hadir
yang terbagi di setiap perguruan tinggi dijogja. Dengan selalu meningkatnya warga pendatang
baik itu mahasiswa, maka warga kota Yogyakarta sangat berpeluang untuk membuka usaha
baik itu usaha kuliner maupun UMKM atau UKM lainnya. Disetiap tahunnya UMKM maupun
UKM di Yogyakarta sangat bertumbuh pesat tetapi untuk teknologi belum banyak
menggunakan sesuai standar usaha.
Untuk itu dengan kemajuan UMKM di Yogyakarta, masyarakat yg melakukan usaha di
Yogyakarta juga harus mengimbangi dgn berkembangnya teknologi. Yogyakarta memiliki
banyak perusahaan dibidang yg berkecimpung di teknologi, salah satunya adalah PT MADANI
TECHNOLOGY JOGJA. PT MADANI TECHNOLOGY JOGJA bergerak dibidang mekanik yaitu
memproduksi mesin-mesin, perusahaan ini memfasilitasi atau  mengenalkan suatu produk
untuk masyarakat yg berwirausaha guna meningkatkan kualitas produk. Dimana perusahaan ini
membuat banyak berbagai produk untuk dapat meningkatkan kualitas produk usaha, salah
satunya adalah mesin es putar dimana digunakan untuk membuat es krim dan masih banyak
lagi.

Adanya PT MADANI TECHNOLOGY JOGJA, perusahaan ini juga banyak berpengaruh atau turut
andil berkembangnya teknologi di kota Yogyakarta. Karena untuk mengolah bahan baku
menjadi bahan jadi menjadi sangat berkualitas. Adapun visi yang ada di PT MADANI
TECHNOLOGY JOGJA untuk mengembangkan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan
pengelolaan sampah dan pengembangan UKM. Dari visi yang telah dijelaskan, sangat berkaitan
dengan lingkungan kota Yogyakarta yang sangat berkembang baik dari UMKM maupun UKM
yang ada. 

PT MADANI TECHNOLOGY JOGJA sangat memprioritaskan kebutuhan konsumen atau


permintaan konsumen sehingga perusahaan yang sejatinya bergerak disektor manufaktur ini
sangat mempriortaskan pelayanan konsumen. Dalam hal ini PT MADANI TECHNOLOGY JOGJA
sudah bekerjasama untuk riset dalam menjalankan usaha ini yaitu diantaranya UGM, Dikti, dan
Pemda setempat.

5. Sistem Pengetahuan
Sistem Unsur ini termasuk penting jika tidak adanya pengetahuan yang memadai maka budaya
tersebut tidak akan tercipta apalagi berkembang pengetahuan sangat berguna untuk memicu
timbulnya ide - ide yang baru dan kreatif sehingga budaya tersebut dapat dipertahankan .
Sistem pengetahuan masyarakat di Yogyakarta sudah sangat bagus . Pengetahuan
masyarakatnya sudal sangat modern . Namun sistem pemikiran masyarakatnya tentu sangat
beragam ( setiap orang tidak mempunyai pengetahuan yang sama ) .

6. Sistem Organisasi Sosial


Organisasi sosial secara mendasar tersusun dari kata organisasi dan sosial. Kata organisasi
merujuk pada makna sebagai persataun, perkumpulan individu- individu yang saling
berinteraksi dalam lingkup kelompok. Organisasi ini dapat diimplementiskan dalam beragam
wujud dengan tingkatan dari yang kecil hingga yang kompleks, mulai dari himpunan atau
kelompok pelajar, organisasi kemahasiswaan, partai politik, hingga terbentuknya negara juga
merupakan wujud nyata dari sebuah organisasi.
Secara mendasar, organisasi sosial terbentuk dari jaringan sosial terkait pola perilaku serta
hubungan antar individu maupun kelompok dalam lingkungan sosial. Organisasi sosial adalah
sekumpulan ikatan sosial yang sengaja dibentuk oleh masyarakat, dengan menjalankan fungsi
sebagai sarana penciptaan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan negara di berbagai
bidang.

Organisasi sosial merupakan salah satu aspek kajian penting dalam sosiologi organisasi. Definisi
maupun makna yang beragam dari berbagai perspektif mengenai organisasi sosial menjadi
konsep dasar dalam bidang studi Sosiologi, terminologi atau pengistilahan organisasi sosial
seringkali digunakan dalam konteks yang beragam.

Dalam kehidupan sehari-hari orang Jogja, istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang
didalam kelompok kerabatnya adalah sebagai berikut :

 Menyebut orang tua laki-laki dengan Bapak atau Rama


 Menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung
 Menyebut kakak laki-laki dengan Kamas, Mas, Kakang Mas, Kakang, Kang
 Menyebut kakak perempuan dengan Mbak Yu, Mbak, Yu
 Menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik, Le
 Menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Ndhuk, Dhenok
 Menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pak Dhe, Siwa, Uwa
 Menyebut kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Bu Dhe, Mbok Dhe, Siwa
 Menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Pak Lik, Pak Cilik
 Menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik, Mbok Cilik
 Menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah,
Simbah, Kakek, Pak Tua.
 Menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah
Buyut..
 Menyebut orang tua laki-laki/perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu dengan Mbah
Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah.
Di Yogyakarta tata cara sopan santun pergaulan seperti diatas berlaku diantara kelompok
kerabat. Bagi orang muda adalah keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik
laki-laki maupun perempuan dengan istilah tersebut diatas, karena orang yang lebih tua
dianggap merupakan pembimbing, pelindung, atau penasehat kaum muda. Melanggar semua
perintah dan nasihat kaum tua dapat menimbulkan sengsara yang disebut dengan kuwalat.

Sistem perkawinan
Dalam adat masyarakat Jawa dikenal adanya ngarang wulu. Perkawinan ngarang wulu adalah
suatu perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah satu adik dari almarhum
istrinya.Ketika isteri dari suami meninggal dunia, maka suami boleh menikahi adik isterinya
tersebut.

Perceraian
Pada saat terjadi perceraian, harta pribadi (barang bektan/gawan) suami atau istri tetap
menjadi milik masing-masing, sedangkan harta bersama (gono-gini) yang diperoleh pada saat
masih ada ikatan perkawinan dibagi dalam perbandingan dua bagian untuk suami dan satu
bagian untuk istri. Harta warisan karena kematian, diterima oleh anak jika mempunyai anak dan
jika tanpa anak maka harta kembali kepada orang tua dan saudara dekatnya dan harta bersama
dibagi menurut perbandingan 2 : 1. Seorang janda tidak berhak atas harta kekayaan pribadi
suaminya.
 
 

Sistem Kematian
Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara Brobosan.
Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada
orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan
di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota
keluarga yang paling tua.
Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut:

 Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah
upacara doa kematian selesai.
 Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan
berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan
searah jarum jam.
 Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama;
anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang masih hidup kepada
orang tua dan leluhur mereka.

Sambatan
Sambatan merupakan kegiatan gotong royong yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jogja.
Sambatan biasanya dilakukan pada saat membangun rumah atau hajatan. pembuatan rumah
dilakukan oleh semua penduduk dusun tersebut dari berbagai usia bagi kepala keluarga yang
sedang bermaksud membangun atau memperbaiki rumah.

Orang Jawa terkenal sebagai sukubangsa yang pekerja keras, sopan dan halus. Tetapi mereka
juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon
berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keharmonisan atau keserasian dan
menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila
terjadi perbedaan pendapat.
Selain itu juga berkembang prasangka masyarakat umum terhadap suku Jawa (Yogyakarta
khususnya) bahwa orang jawa pelit dan suka mencari muka dengan menggunakan
penampilannya yang polos dan logat bahasanya yang lembut.

7. Kesenian
Kesenian merupakan unsur dari kebudayaan, kebudayaan merupakan ungkapan dari kreatifitas manusia
yang memiliki nilai keluhuran dan keindahan. Kesenian tradisional merupakan sebagai pertunjukan yang
selalu dilestarikan oleh masyarakat disekitar atau masyarakat pendukungnya, sehingga kesenian
tradisional itu tumbuh dan berkembang.
Di kota Yogyakarta sudah banyak memiliki gedung pertunjukan seni. Gedung pertunjukan seni di
Yogyakarta bermacam – macam jenisnya dan beberapa gedung pertunjukan seni tersebut memiliki
kegunaan untuk pertunjukan seni tertentu seperti : teater, musik, dan lain – lain. Gedung – gedung
teater di Yogyakarta biasanya dikelola oleh pemerintah, sekolah atau universitas, atau organisasi
perkumpulan seniman.

Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Budaya dengan berbagai jenis kesenian yang istimewa.
Kesenian ini masih lestari karena masyarakat Yogyakarta masih memegang erat warisan leluhur.
Salah satu kesenian yang terkenal adalah tari tradisional Yogyakarta yang khas dengan gerak,
iringan, dan kostumnya. Tari Tradisional Yogyakarta tidak hanya berkembang sebagai tarian
sakral di lingkungan keraton, namun juga ada yang berfungsi sebagai seni pertunjukan yang
penuh makna.
Selain tarian Yogyakarta masih punya banyak pertunjukan kesenian budaya, berikut beberapa
contohnya :

1. Jazz Mben Senen

Jazz Mben Senen. Maksudnya, pertunjukan musik jaz setiap Senin. Bisa kamu saksikan di
Bentara Budaya Yogyakarta di Jalan Suroto, Kotabaru. Pertunjukkannya dimulai jam 8 malam.
Gratis. Kalau ingin memberi sumbangan sukarela, silakan.

Jazz Mben Senen bermula dari komunitas Jogja Jazz Club. Pada 1999, komunitas itu rutin
menggelar festival Jazz Gayeng setahun sekali. Pada 2007, Jazz Gayeng berubah menjadi Jazz on
the Street.

Berbeda dengan Jazz Gayeng, Jazz on the Street tampil seminggu sekali di boulevard Universitas
Gadjah Mada (UGM). Pada 2009, Jogja Jazz Club akhirnya mendapat tempat di Bentara Budaya
Yogyakarta sebagai lokasi tetap tiap kali mereka tampil.

2. Wayang Kulit

Generasi milenial mungkin akan bosan ketika menonton pertunjukan wayang kulit. Tapi, gak
ada salahnya kamu sesekali datang menontonnya. Di mana? Di Museum Sonobudoyo, Jalan
Pangurakan, Ngupasan. Kapan digelar? Senin—Sabtu. HTM-nya? Rp20.000.

Durasinya hanya 2 jam, jam 8—10 malam. Terbilang singkat untuk ukuran pertunjukan wayang
kulit, karena biasanya digelar semalam suntuk. Museum Sonobudoyo memangkasnya menjadi
hanya 2 jam supaya penonton tidak bosan dan mengantuk.

Ada atau tidak penonton, pertunjukan wayang kulit di Museum Sonobudoyo tetap berjalan.
Ngomong-ngomong soal wayang, tahukah kamu, pada November 2003, UNESCO menetapkan
wayang sebagai warisan dunia, lho.

3. Ketoprak

Jawa Timur punya ludruk, Yogyakarta dan Jawa Tengah punya ketoprak. Bukan, bukan ketoprak
makanan khas Jakarta itu. Ketoprak di sini adalah seni pertunjukan tradisional yang mirip
wayang orang.
Ada kisah yang dimainkan dalam setiap pertunjukan ketoprak. Kisah yang ditampilkan pada
pertunjukan ketoprak di Yogyakarta ialah tentang Kerajaan Mataram, kerajaan Islam di Jawa.
Dulu, Yogyakarta adalah salah satu bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram.

Para pemain ketoprak mengenakan kostum tradisional Jawa. Ada iringan gamelan dan lantunan
tembang dari para sinden. Di mana bisa menonton ketoprak? Kamu bisa datang ke auditorium
radio Repubik Indonesia (RRI) di Jalan Affandi, Mrican. Pertunjukan digelar setiap Rabu pukul
19.30. Gratis.

Selain di auditorium RRI, kamu juga bisa menonton ketoprak di Taman Budaya Yogyakarta (TBY)
di Jalan Sri Wedani. TBY biasa menggelar pentas ketoprak pada saat berlangsungnya Pasar
Kangen, event budaya tahunan di Yogyakarta.

4. Sendratari Sugriwa Subali

Pertunjukan sendratari Sugriwa Subali bisa kamu saksikan di pelataran Gua Kiskendo di Jalan
Raya Kaligesing, Kulon Progo. Pertunjukannya digelar setiap bulan.

Sendratari adalah drama tanpa dialog yang dikemas dalam bentuk tarian tradisional. Sendratari
Sugriwa Subali berkisah tentang kakak beradik Sugriwa dan Subali yang diperintah untuk
menyelamatkan Dewi Tara, namun pada akhirnya keduanya bertengkar.

Alkisah, Mahishasura ingin mempersunting Dewi Tara. Bersama dua prajuritnya, Jatasura dan
Lembu Sura, Mahishasura menjemput Dewi Tara di kayangan dan membawanya ke Gua
Kiskendo, tempat tinggal Mahishasura.

Para dewa lantas mengutus prajurit kera mereka, Sugriwa dan Subali untuk menyelamatkan
Dewi Tara. Subali bertugas menyelamatkan Dewi Tara, sedangkan Sugriwa berjaga di luar.
Singkat cerita, Dewi Tara berhasil diselamatkan. Namun, karena kesalahpahaman, Sugriwa dan
Subali akhirnya bertengkar.

Kamu dijamin terkesan saat menonton sendratari Sugriwa Subali.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah adanya pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kearifan lokal adalah pandangan hidup suatu masyarakat di wilayah tertentu mengenai
lingkungan alam tempat mereka tinggal dan juga menjadi pandangan hidup yang biasanya
adalah pandangan hidup yang sudah berakar menjadi kepercayaan orangorang di wilayah
tersebut selama puluhan bahkan ratusan tahun. Untuk mempertahankan kearifan lokal
tersebut, para orang tua dari generasi sebelumnya, dan lebih tua akan mewariskannya kepada
anak-anak mereka dan begitu seterusnya.

2. Yogyakarta adalah kota yang dijuluki kota pelajar di Indonesia. Dengan luas yang hanya
46km2.

3. Organisasi sosial adalah sekumpulan ikatan sosial yang sengaja dibentuk oleh masyarakat,
dengan menjalankan fungsi sebagai sarana penciptaan partisipasi aktif masyarakat dalam
pembangunan negara di berbagai bidang.

4. Kesenian tradisional merupakan sebagai pertunjukan yang selalu dilestarikan oleh


masyarakat disekitar atau masyarakat pendukungnya, sehingga kesenian tradisional itu tumbuh
dan berkembang.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan masih
banyak terdapat kesalahan dan juga kekurangan informasi yang akurat dalam penulisan
makalah ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Fajry Detry Akbar. ( 2010 ) . Perkembangan teknologi di Yogyakarta. Diakses pada 30 Januari
2023 dari https://www.kompasiana.com/fajridetryakbar8465/5dc8d203d54
1df71600a80b2/perkembangan-teknologi-di-yogyakarta

Uli Rizky. ( 2013 ) . Agama dalam perspektif budaya di Yogyakarta . Diakses pada 30 Januari
2023 dari https://www.kompasiana.com/ulirizky/550d32afa333112d1b2e3a8a/agama-dalam-
perspektif-budaya-di-yogyakarta

Angel Sari. ( 2017 ) . Organisasi anak muda Yogyakarta . Diakses pada 30 Januari 2023 dari
https://www.kompasiana.com/angelsari/5bc6e40d12ae944ef9465333/10-organisasi-anak-
muda-yogyakarta-yang-wajib-kamu-ikuti

Izzy Rizki. ( 2018 ). Masyarakat Yogyakarta . Diakses pada 30 Januari 2023 dari
https://www.slideshare.net/izzyrizkigumilar/cultural-universal-pada-masyarakat-yogyakarta

Warta Jogja. ( 2014 ). Penggunaan teknologi di kota Jogja. Diakses pada 30 Januari 2023 dari
https://warta.jogjakota.go.id/detail/index/17442

Mister Aladin. ( 2015 ). Pertunjukan kesenian di Jogja . Diakses pada 30 Januari 2023 dari
https://www.misteraladin.com/blog/5-pertunjukan-kesenian-di-yogyakarta/

Anda mungkin juga menyukai