Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

UU KhususDaerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus


selain diatur dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah diberlakukan pula ketentuan
khusus yang diatur dalam undang-undang lain.

Daerah Istimewa Yogyakarta belum memiliki UU yang mengatur ketentuan khusus


sebagaimana dimaksud. Pengakuan KeistimewaanPengakuan keistimewaan Daerah Istimewa
Aceh didasarkan pada perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia yang menempatkan
Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan
karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang
tinggi. Ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang
berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh
menjadi salah satu daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan
kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengapa daerah tersebut menjadi daerah istimewa ?
2. Bagaimana sejarah singkat bisa menjadi daerah istimewa?
3. Bagaimana ciri-ciri daerah istimewa?
4. Bagaimana kebijakan yang mengatur daerah tersebut sehingga menjadi daerah
istimewa?
1.3 Tujuan
1. Agar para siswa dapat memahami tentang daerah istimewa
2. Agar para siswa dapat mengetahui sejarah singkat bisa menjadi daerah istimewa
3. Agar para siswa dapat memahami tentang ciri-ciri daerah istimewa
4. Agar para siswa dapat memahami tentang kebijakan yang mengatur daerah tersebut

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Daerah Istimewa


Pengakuan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Surakarta
didasarkan pada hak asal-usul kedua wilayah sebagai penerus Kerajaan Mataram, peranannya
dalam sejarah perjuangan nasional, serta balas jasa Presiden Soekarno atas pengakuan raja-
raja tersebut yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari Republik Indonesia.
Gubernur Daerah Istimewa Surakarta yang pertama adalah Sri Susuhunan Pakubuwana XII
dan wakil gubernur Sri Mangkunegara VIII, sedangkan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta yang pertama adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan wakilnya adalah
KGPAA Paku Alam VIII, masing-masing gubernur dan wakil gubernur memiliki masa
jabatan seumur hidup. Namun karena terjadi revolusi sosial yang didalangi oleh Tan Malaka
untuk menentang berkuasanya kekuatan aristokrasi dan feodalisme di Daerah Istimewa
Surakarta, maka semenjak 16 Juni 1946 DIS dihapuskan dan diganti dengan status
Karesidenan yang dipimpin oleh seorang residen
2.2 Sejarah Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua
di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia.
Daerah setingkat provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini
merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan
juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status
sebagai “Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state” dalam pemerintahan penjajahan
mulai dari VOC, Hindia Prancis (Republik Bataav Belanda-Prancis), India Timur/EIC
(Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan
Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut
sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini
membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan
mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan
tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak

2
Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah
daerah bukan lagi sebagai sebuah negara.
1. Sambutan Proklamasi di Yogyakarta (18/19-08-1945)
Tanggal 18 atau 19 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) dan Sri
Paduka Paku Alam VIII (PA VIII) mengirimkan ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta
atas kemerdekaan Indonesia dan atas terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil
Presiden Indonesia.
2. Sidang PPKI Membahas Daerah Istimewa (19-08-1945)
Ketua Panitia Kecil PPKI untuk Perancang Susunan Daerah dan Kementerian
Negara, Oto Iskandardinata, dalam sidang itu menanggapi bahwa soal Kooti memang
sangat sulit dipecahkan sehingga Panitia Kecil PPKI tersebut tidak membahasnya lebih
lanjut dan menyerahkannya kepada beleid Presiden. Akhirnya dengan
dukungan Mohammad Hatta, Suroso, Suryohamijoyo, dan Soepomo,
kedudukan Kooti ditetapkan status quo sampai dengan terbentuknya Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah. Pada hari itu juga Soekarno mengeluarkan piagam
penetapan kedudukan bagi kedua penguasa tahta Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten
Paku Alaman. Piagam tersebut baru diserahkan pada 6 September 1945 setelah sikap
resmi dari para penguasa monarki dikeluarkan
3. UU Pemerintahan Daerah 1948 (1948-1949)
Pada tanggal 1 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Yogyakarta
dibentuk dengan merombak keanggotaan Yogyakarta Kooti Hookookai. Pada hari yang
sama juga dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Usai terbentuknya KNID dan
BKR, Sultan HB IX mengadakan pembicaraan dengan Sri Paduka PA VIII dan Ki Hajar
Dewantoro serta tokoh lainnya. Setelah mengetahui sikap rakyat Yogyakarta terhadap
Proklamasi, barulah Sultan HB IX mengeluarkan dekret kerajaan yang dikenal
dengan Amanat 5 September 1945 . Isi dekret tersebut adalah integrasi monarki
Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekret dengan isi yang serupa juga
dikeluarkan oleh Sri Paduka PA VIII pada hari yang sama
4. Pemerintahan dan wilayah kerajaan di Yogyakarta (1945-1946)
Pada saat berintegrasi wilayah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta meliputi:
a. Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,

3
b. Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,
c. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,
d. Kabupaten Gunung Kidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,
e. Kabupaten Kulon Progo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.

Sedang wilayah kekuasaan Kadipten Paku Alaman meliputi:

a. Kabupaten Kota Paku Alaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,


b. Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Mereka juga mengepalai birokrasi kerajaan yang disebut dengan Abdi Dalem Keprajan.
Birokrasi kerajaan inilah yang akan menjadi tulang punggung utama Kabupaten dan
Kota di DIY sampai tahun 1950.
5. Penyelenggaraan Pemerintahan Sementara (1945-1946)
Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan
wakil ketua S. Joyodiningrat dan Ki Bagus Hadikusumo, sehari sesudahnya Sultan HB
IX dan Sri Paduka PA VIII mengeluarkan dekret kerajaan bersama (dikenal
dengan Amanat 30 Oktober 1945 ) yang isinya menyerahkan kekuasaan Legislatif pada
BP KNI Daerah Yogyakarta. Mulai saat itu pula kedua penguasa kerajaan di Jawa
bagian selatan memulai persatuan kembali kedua kerajaan yang telah terpisah selama
lebih dari 100 tahun. Sejak saat itu dekret kerajaan tidak dikeluarkan sendiri-sendiri oleh
masing-masing penguasa monarki melainkan bersama-sama dalam satu dekret. Selain
itu dekret tidak hanya ditandatangani oleh kedua penguasa monarki, melainkan juga oleh
ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta yang dirangkap oleh Ketua KNI Daerah
Yogyakarta sebagai wakil dari seluruh rakyat Yogyakarta
6. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (1946-1948)
Maklumat No. 18 tersebut menetapkan bahwa kekuasaan legislatif dipegang
oleh DPRD (Dewan Daerah, Dewan Kota, Dewan Kabupaten, dan Dewan Kalurahan)
sesuai dengan tingkatan pemerintahan masing-masing. Kekuasaan eksekutif dipangku
secara bersama-sama oleh Dewan Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah (Sultan HB IX
dan Sri Paduka PA VIII, Bupati Kota Kasultanan dan Bupati Kota, Bupati Pamong Praja

4
Kabupaten) sesuai dengan tingkatannya. Pemerintahan yang dianut adalah collegial
bestuur atau direktorium karena badan eksekutif tidak berada di tangan satu orang
melainkan banyak orang. Alasan yang digunakan waktu itu adalah untuk persatuan dan
menampung kepentingan dari berbagai pihak. Dewan Pemerintah ini dipilih dari dan
oleh DPRD serta bertanggung jawab kepada DPRD. Namun demikian kedua raja tidak
bertanggung jawab kepada DPRD, melainkan pada Presiden
Maklumat ini kemudian menjadi haluan jalannya Pemerintahan Daerah di Yogyakarta
sampai ditetapkannya UU yang mengatur DIY. DPRD-DPRD dan Dewan Pemerintah
segera dibentuk pada tiap tingkatan pemerintahan. Parlemen lokal tersebut bersama-
sama Dewan Pemerintah pada masing-masing tingkatan menjalankan pemerintahan.
Namun demikian otonomi belum diserahkan sepenuhnya ke tingkat kabupaten dan kota.
2.3 Ciri-ciri Daerah Istimewa
Fakta Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
1. Satu-satunya daerah istimewa yang masih ada, yang mendapat sifat istimewa sejak
dibentuk dengan undang-undang.
2. Satu-satunya daerah istimewa yang memiliki hak asal usul yang masih bertahan
(sejak 1945; pada saat UU Keistimewaan DIY disahkan pada 31 Agustus 2012, DIY
berusia 67 tahun 1 minggu 5 hari).
3. Satu-satunya daerah istimewa yang dibentuk oleh negara bagian Republik Indonesia.
4. Daerah istimewa yang undang-undang khususnya diajukan paling awal namun
mendapat persetujuan paling akhir (Tahun 1946 dan 2001 diajukan oleh Yogyakarta
tetapi tidak dibahas. Tahun 2007 diajukan oleh pemerintah. Tahun 2010 diajukan
kembali oleh pemerintah. Disetujui pada 2012)

Pasca penerbitan UU 13/2012, keistimewaan DIY meliputi:

a. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil
Gubernur
b. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY
c. kebudayaan
d. pertanahan; dan
e. tata ruang

5
f. Keistimewaan dalam bidang tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan
wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur antara lain syarat khusus bagi calon
gubernur DIY adalah Sultan Hamengkubuwana yang bertahta, dan wakil gubernur
adalah Adipati Paku Alam yang bertahta. Gubernur dan Wakil Gubernur memiliki
kedudukan, tugas, dan wewenang sebagaimana Gubernur dan Wakil Gubernur
lainnya, ditambah dengan penyelenggaran urusan – urusan keistimewaan.
g. Keistimewaan dalam bidang kelembagaan Pemerintah Daerah DIY yaitu penataan
dan penetapan kelembagaan, dengan Perdais, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip
responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan
bentuk dan susunan pemerintahan asli
h. Keistimewaan dalam bidang kebudayaan yaitu memelihara dan mengembangkan
hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat
istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY, yang
diatur dengan perdais.
i. Keistimewaan dalam bidang pertanahan yaitu Kasultanan dan Kadipaten berwenang
mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk
sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan
masyarakat.
j. Keistimewaan dalam bidang tata ruang yaitu kewenangan Kasultanan dan Kadipaten
dalam tata ruang pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah
Kadipaten.
2.4 Kebijakan yang Mengatur Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Adanya Regulasi Yang Mendukung Investasi Asing dalam Pergub No. 58 Tahun
2008 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Badan dan Unit Pelaksana pada Badan
Kerjasama Dan Penanaman Modal Badan dan Unit Pelaksana Teknis pada Badan
Kerjasama dan Penanaman Modal, bertugas untuk melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah dalam bidang kerjasama dan menanaman modal.
Bidang penanaman modal ini sangat memerlukan penanganan serius yang harus
dimiliki demi mewujudkan apa yang telah diamanatkan dalam konstitusi.

6
2. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009–
2013 Adanya peraturan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD Daerah Istimewa Yogyakarta
yang ditetapkan pada tahun 2009, menjadi salah satu dasar konstitusi atau pedoman
bagi pemerintah daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bidang ekonomi
khususnya investasi asing. Dengan salah satu misi yang menitik beratkan pada bidang
ekonomi menjadikan pemerintah di tingkat daerah berusaha untuk lebih
meningkatkan potensi-potensi ekonomi yang ada.
3. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2013 Pemberian
Insentif Dan Kemudahan Penanaman Modal Pemberian insentif merupakan dukungan
pemerintah terhadap penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan
penanaman modal, Sedangkan kemudahan dimaksud adalah peran pemerintah dalam
menciptakan infrastruktur yang baik guna mendukung itu. Selain itu, yang terpenting
dari adanya peraturan tentang pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal
adalah meningkatkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong meningkatnya investasi,
mendorong pengembangan kawasan industri dan lainnya.
“Meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi melalui promosi kemudahan
prosedur dan fasilitas pendukung”

7
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1. Pengakuan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Surakarta
didasarkan pada hak asal-usul kedua wilayah sebagai penerus Kerajaan Mataram,
peranannya dalam sejarah perjuangan nasional, serta balas jasa Presiden Soekarno atas
pengakuan raja-raja tersebut yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari
Republik Indonesia
2. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua
di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian
Indonesia. Daerah setingkat provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi
khusus.
3. Satu-satunya daerah istimewa yang masih ada, yang mendapat sifat istimewa sejak
dibentuk dengan undang-undang.
1.2 Saran
1. Agar dapat menjadi tambahan referensi bacaan tentang Daerah Istimewa Di Indonesia

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Selosoemardjan, ed. (1962). Social Changes in Jogjakarta. New York: Cornell


University Press.
2. A. Ariobimo Nusantara, ed. (1999). Sri Sultan Hamengku Buwono X: meneguhkan tahta
untuk rakyat. Jakarta: Grasindo. ISBN 979-669-570-7.
3. P.J. Suwarno (1994). Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan
Yogyakarta 1942-1974: sebuah tinjauan historis. Yogyakarta: Kanisius. ISBN 979-497-
123-5.
4. Saafroedin Bahar et. al., ed. (1993). Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19
Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta: Sekretariat Negara RI. ISBN 979-8300-00-9.
5. Soedarisman Poerwokoeoemo (1984). Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
6. Heru Wahyukismoyo (2004). Keistimewaan jogja vs Demokratisasi. Bayu Indra Grafika,
Yogyakarta. ISBN 979-8680-73-X.
7. Heru Wahyukismoyo (2008). Merajut Kembali Pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono
IX. Dharmakaryadhika Publisher, Yogyakarta. ISBN 978-979-18850-0-3
8. UUD 1945 pertama (sebelum perubahan) dan UUD 1945 kedua (setelah perubahan)
9. Peraturan Perundang-undangan tentang Pembentukan DIY Beserta Kabupaten dan Kota
dalam Lingkungannya (UU 3/1950; UU 15/1950; UU 16/1950; UU 19/1950; PP 31/1950;
PP 32/1950; UU 18/1951; UU Drt 5/1957; UU 14/1958).
10. Peraturan Perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah (UU 22/1948; UU 1/1957;
PenPres 6/1959; UU 18/1965; UU 5/1974; UU 22/1999; dan UU 32/2004).

Anda mungkin juga menyukai