Anda di halaman 1dari 4

PRINSIP NKRI,OTONOMI SELUAS LUASNYA,OTONOMI KHUSUS,

DAERAH ISTIMEWA DAN PEMRINTAHAN SENDIRI

BEBERAPA CATATAN ATAS RUU PEMERINTAHAN ACEH

OLEH A MUKTHIE FADJAR

(HAKIM KONSTITUSI)

PENDAHULUAN

Saat ini di DPR RI sedang dibahas rancangan UU pemerintahan Aceh (RUU PA) usulan
pemerintah (Depdagri) sebagai hasil revisi draft RUU yang diajukan oleh DPRD NAD. Di
ajukannya RUU PA tersebut adalah untuk menindak lanjuti salah satu butir mou RI GAM 15
Agustus 2005 DI Helsinki finlandia.

Meskipun kaliat pemerintahan aceh adalah pemerintahan sendiri yang diusulkan oleh
DPRD Aceh telah dihilangkan dalam draft depdagri dan diganti dengan kalimat Aceh adalah
daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyrakat hukum yang bersifat istimewa, namun
kehawatiran akan bayangan baying kea rah fedralisme atau bahkan pemisahan aceh dari NKRI
rupanya tetap menghantui berbagai kalangan.

Makala ini bermaksud mengkritisi RUU PA dimaksud dalam perspektig konstitusi


dengan focus pemerintahan pada kondep NKRI dengan otonom seluas luasnya, kaitannya
dengan otonomi khusus daerah istimewa,dan gagasan pemerintahan sendiri serta masalah
federalisme yangn khawatirkan.

Bentuk Negara Kesatuan dan Bnetuk Negara Federal

Para pendiri Negara telah sepakat mendisain Indonesia dalam bentuk Negara kesatuan
yang kemudian dituangkan dalam konstitusi [pasal 1 ayat 1 UUD 1945 bahkan bentuk Negara
kesatuan tersebut oleh pasal 37 ayat 5 UUD 1945 perubahan ke empat telah dinyatakan
bersifat final, dalam arti tidak dilakuakan perubahan. Memang pada waktu perdebatan di forum
pada penyidik usaha usaha persipan kemerdekaan insonesia (BPUPKI) sempat ditawarkan
oleh soekarno, apakah negara indonesia yang mau didirikan akan berbentuk kesatuan
(einheidsstat), eenheidsstat, negara serikat/federal (bonstat) atau kasirikat negara
negara/konfederasi (statenbond),namun pilihan telah dijatuhkan pada bentuk pada Negara
kesatua dalam perjalan sejarah ketatat negaraan RI, pernah mengalami perubahan kebentuk
Negara federal yaitu menjadi republic Indonesia serikat antara 27 Desember 1949 – 17 Agustus
1950 tetapi kemudian kembali kebentuk Negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950 hingga
sekarang.
Dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 sebelum perubahan dinyatakan bahwa oleh
karnya Negara Indonesia itu suatu eenheistaat maka Indonesia tidak akan mempunyai aerah di
dalam lingkungannya yang bersifat staat juga mungkin para pendiri Negara melihat bahwa di
Negara Negara yang berbentuk kesatuan daerah daerah bagiannya tidak diebut Negara bagian
(states), sedang di negara negara yang berbentuk federal daerah daerah bagiannya lazim
disebut Negara bagian tetapi kenyataannya banyak Negara federal yang daerah daerahnya
yang dinamankan provinsi seperti halnya india dan kanada.

Pembedaan bentuk bentuk Negara dalam bentuk Negara kesatuan dan bentuk Negara
federal terutama berkaitan dengan cara pembagian kekuasaan/kewenangan secara
fertikal/territorial, yaitu pembagaian kekuasaan/kewenangan antar opemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pada Negara yang berbentuk kesatuan, lazimnya kekuasaan/kewenangan
pemerintah daerah ditentukan oleh pemerintah pusat secara limitatif/definitive, sisanya
(residunya) yang lebih banyak berada ditangan pemerintah pusat. Sedangkan pada Negara
yang berbentuk federal, lazimnya kekuasaan/kewenangan pemerintah pusat yang ditentukan
secra limitative/depinitif, sisanya (residunya) yang lebih bayak vberada ditangan pemerintah
daerah. Sudah barang tentu masih indicator pembeda lainnya antara bentuk Negara kesatuan
dan bentuk Negara federal seperti :

1. Maslah kedaulatan dinegara kesatuan seluruh kedaulatan baik keluar maupun


kedalam berada pada pemrintah pusat daerah tidak memiliki kedaulatan sedang pada Negara
federal kedaulatan keluar berada di tanagan pemrintah pusat daerah memiliki kedaulatan
kedalam

2. Masalah konstitusi Negara konstitusi tunggal, sedsng Negara federal berkonstitusi


jamak dengan supermasi pada konstitusi federal

3. Negara kesatuan memiliki ikatan integrasi yang lebih kokoh ketimbang Negara federal
dll. Maupun memang tidak ada keseragaman baik di anatara Negara Negara yang berbentuk
kesatuan maupun di antara Negara Negara federal

NKRI: otonomi seluas-luasnya, otonomi khusus, dan daerah istimewa

Konsep NKRI sejak semula tidak dimaksudkan bersifat sentralistis bagaimana tersirat
dalam ketentuan pasal 18 UUD 1945 (baik asli maupun sesudah perubahan Kedua), yang
berarti kita menganut bentuk Negara kesatuan dengan asas Disentraliasi dan dekonsentrasi,
serta tugas pembantuan, atau dengan kata lain kita menganut asas otonomi pada
pemerintahan daerah.

Dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia, otonomi yang diberikan kepada


daerah itu memang mengalami pasang surut, pernah dengan formula “otonoi yang nyata dan
bertanggung jawab (UU NO. 5 Tahun 1974)”, “ otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab
(UU No. 22 thn 1999)”, “dan otonomi seluas-luasnya [pasal 18 ayat 7 (5) UUD 1945 jo. UUD
No. 32 thn 2004]. UUD 1945 sebelum perubahan, dalam pasal 18 beserta penjelasannya
ditegaskan penghormatan Negara atas hak-hak asal usul daerah yang bersifat istimewa,
sedangkan setelah perubahan UUD 1945, dalam pasal 18b ayat (1) dinyatakan : “ Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerinah daerah yang bersifat khususatau bersifat
istimewa,sedangkan setelah perubahan UUD 1945, dalam 18b ayat (1) dinyatakan : “Negara
mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang undang”.

Pasal 18 ayat (5) UDD 1945 menyatakan “pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang undang detentukan sebagai
urusan Pemerintahan Pusat”. Sedangkan Pasal 18A ayat (1) UUd 1945 menyatakan
“Hubungan wewenang antara pemerintahan daerah provinsi,kabupaten, dan kota, atau antara
provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang undang dengan memperhatikan
kekuasaan dan keragaman daerah”. Undang undang organik yang menjabarkan kedua
ketentuan diatas saat ini adalah UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
dalam Pasal 10 ayat (3)nya menentukan secara limitatif/definitif urusan pemerintahan yang
menjadi urusan Pemerintah pusat (sic istilah urusan dan kewenangan bias diperdebatkan) yang
meliputi a) politik luar negeri, b) pertahanan, c) keamanan ,d) yustisi, moneter dan fiscal
nasional ; dan f) agama.

Menyimak cara pembagian kekuasaan/wewenang atau urusan (dalam urusan


seharusnya juga melekat kekuasaan/wewenang) yang dilakukan UU No.32 Tahun 2004 yang
sama dengan yang dilakukan UU No.22 Tahun 1999 yang digantikannya, menunjukkanbahwa
cara tersebut bernuansa atau mengikuti pola Negara federal, yaitu kewenangan/kekuasaan
/urusan pemerintah pusat yang secara limitative/definitif ditentukan, sedangkan residunya yang
banyak menjadi urusan/kekuasaan/kewenangan daerah.

Dengan demikian, dapat dikatakn, bahwa “meskipun secara formal Negara Republik
Indonesia berbentuk kesatuan (NKRI), tetapi dengan otonomi seluas-luasnya dan cara
pembagian wewenang/kekuasaan/urusan seperti ketentuan UU No.32 Tahun 2004,
sesungguhnya telas bernuansa federal”. Terlebih lagi jika kekuasaan dan keistimewaan daerah
diterapkan dengan sungguh-sungguh, yang berarti berbagai undang-undang yang mengatur
kekuasaan dan keistimewaan daerah merupakan lex specialis dari otonomi seluas-luasnya dari
pemerintahan daerah pada umumnya di Indonesia yang merupakan lex generalis, maka
niscaya nuansa fedralis tersebut akan lebih terasa.

Berikut beberapa contoh lex specialis daerah-daerah yang mendapatkan status daerah
istimewa dan otonomi khusus di Indonesia yang dengan sendirinya berbeda dengan daerah
daerah lainnya yang juga berotonomi seluas-luuasnya (lex generalis) dalam NKRi :

1. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), berdasarkan UU No.3 Tahun 1950 jo.UU No.19 tahun
1950 tentang pembentukan daerah Istimewa Yogyakarta, keistimewaannya bersifat historis,
sosiologis, dan kultural, dengan keratin Yogyakarta dan Pakualaman sebagai sentralnya,
sehingga Sultan Yogya dan Sri Paku Alam selalu menjadi kepala Daerah dan wakil kepala
Daerah DIY. Bahkan DIY sudah menyiapkan Naskah Akademik dan draft RUU otonomi
Pemerintahan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1950
jo. UU No.19 Tahun 1950, yang intinya menhendaki agar keistimewaan DIY lebih dipertegas,
termasuk minta otonomi agar diletakkan pada tingkat provinsi, karena seluruh wilayah DIY
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan sultan Yogya dan Sri Paku Alam
sebagai perekat-nya.

2. Daerah Istimewa Aceh (Di Aceh) berdasarkan UU No.44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang sifat Keistimewaannya
merupakan “pengakuan dari bangsa Indonesia yang hakiki masyarakat yang tetap dipelihara
secara turun menurun sebagai landasan spiritual,moral, dan kemanisaan”, yang meliputi a)
penyelenggaraan kehidupan beragama; b) peneyelenggaraan kehidupan adat; c)
penyelnggaraan pendididikan,dan d)nperan ulama dalam penetapan kebijakan Daerah(Pasal
3). Keistimewaan Aceh ini kemudian ditambah dengan pemberian status otonomi khusus
berdasarkan UU No.18 Tahun 2001 Tentang Pemberian Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (selanjutnya disingkat NAD) yang
khususnya otonomi pada tingkat provinsi yang kabupaten/Sagoe dan kota/Banda adalah
daerah otonom dalam Provinsi NAD, mencakup masalah keuangan (Bab IV), lambing daerah
(Bab V), lembaga legislatif dan produknya yang bernama Qanun yang merupakan Peraturan
Daerah (Bab VI), lembaga pemelihara adat (Bab VII), badan eksekutif (Bab VIII), Mahkamah
Syariah dan syariat Islam (Bab XII), dan lain-lain.

3. Provinsi Papua yang mendapatkan otonomi khusus berdasarkan UU No.21 Tahun 2001
tentang otonomi Khusus Bagi provinsi Papua yang mempunyai latar belakang integrasi bansa
(agar tak melepaskan diri dari NKRI?) dengan kekuasaan otonomi khusus pada provinsi,
masalah SDA, legislative, eksekutif,yudikatif (dimungkinkan ada perdailan adat), perlindungan
dan wadah aspirasi penduduk asli Papua (MRP, ekonomi/keuangan, partai politik local, dll-nya,

4. Derah khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) berdasarkan UU No.34 Tahun 1999 tentang
pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, yang diberi
status daerah khusus karena kedudukannya sebagai ibukota Negara RI dengan kekuasaannya
otonomi pada provinsi, maka kabupaten dan kota madya di DKI Jakarta hanya merupakan

Anda mungkin juga menyukai