Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara kesatuan yang tersusun dari pemerintahan pusat


dan daerah, yang secara spesifik diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan Undang-undang. Pasca reformasi 1998, melalui perubahan
UUD 1945, kewenangan pemerintah pusat dan daerah mengalami perubahan
yang begitu signifikan. Demikian itu terlihat dalam sistem ketatanegaraan dari
sentralisasi menuju arah desentralisasi. Menurut Ari Dwipayana,1 ada dua hal
yang menarik dalam proses transisi politik di Indonesia di awal-awal
reformasi. Pertama, tujuan arah politik Indonesia berubah dari otoritarian
menuju arah yang demokratis. Kedua, pemerintahan dan arah pembangaunan
lokal dan nasional dari sentralistik berubah menjadi desentralisasi. Dengan
demikian proses reformasi mewujudkan dua format baru dalam perkembangan
hukum tatanegara, hubungan politik dan pemerintahan yang otoritarian-
sentralistik melahirkan demokrasi desentralistik.

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding


fatherstelah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara. Cita desentralisasi ini
senantiasa menjadi bagian dalam praktek pemerintahan Negara sejak
berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS, UUDS 1950
sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit
Presiden 5 juli 1959.2

1
AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro Eko, “Membangun Good Governance Di Desa”
(Yogyakarta: IRE Press, 2003) hal. 1

1
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita
desentralisasi senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia,
sekalipun dari satu periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan
dalam intensitasnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian otonomi daerah?
2.  Bagaimana sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia?
3. Apa sajakah dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah?
4. Apa tujuan dan prinsip otonomi daerah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk
memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua
mahasiswa pada umumnya mampu memahami bagaimana otonomi daerah.

2
Marzuki, M. Laica, 2007. “Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI – Jurnal Konstitusi Vol. 4
Nomor 1 Maret 2007″, Jakarta : Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI., Hal. 32

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti


sendiri dannamos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian
otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri.3

Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”.


Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi
daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan
daerah maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk
melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar
dan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.

Dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah


adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu
Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip
Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu
pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya
terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang diserahkan oleh
pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial
(sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang berbeda.

3
Marzuki, M. Laica, 2007. “Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI – Jurnal Konstitusi Vol. 4
Nomor 1 Maret 2007″, Jakarta : Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

3
             Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan
oleh para pakar. Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah
otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Sejarah Perkembangan

Dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia


(terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai
dengan dinamika sistem pemerintahan di Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam
memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain,
adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and
balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk
melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar
1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik
terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik,
hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini
dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia
pada masa orde baru dan pada masa reformasi.
1. Masa Orde Baru (1966-1998)
Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI
pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan
perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada
kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk
mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang
kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’
terhadap sistem pemerintahan Orde Lama.

4
Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah
kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang
dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka
tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi
pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di
Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus
PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59).
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5
tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut
pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan
Negara Republik Indonesia pada era Orde baru, antara lain sebagai berikut :
1) Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di
dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan
tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum.
2) Sistem Pemerintahan Presidensiil
Sistem pemerintahan pada orde baru adalah presidensiil karena kepala negara
sekaligus sebagai kepala pemerintah dan menteri-menteri bertanggung jawab
kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan, kedudukan presiden terlalu kuat.
Presiden mengendalikan peranan paling kuat dalam pemerintahan.
3) Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini
memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh
ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang
merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-
undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. Diadakan tata urutan terhadap
peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pada TAP MPRS No.
XX/MPRS/1966 urutannya adalah sebagai berikut :
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU

5
4. Peraturan Pemerintah
5. Kepres
6. Peraturan pelaksana lainnya, misalnya Keputusan Menteri, Instruksi
Menteri, Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah. (Erman
Muchjidin,1986:70-71).

4) Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.


Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1. Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3. Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil
presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden
harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan
oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab
kepada Majelis. Presiden adalah “mandataris” dari Majelis yang berkewajiban
menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
5) Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut
UUD
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada
di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi
juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang
berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
6) Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah sejajar. Dalam hal pembentukan
undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan
dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak
tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti dalam
kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
7) Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara.
Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kapada DPR dan kedudukannya
tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri
merupakan pembantu presiden.

6
8) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan
berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab
kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR
karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah
anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR
untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden,
apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan
tarcela.
9) Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada 3 partai,
yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Secara faktual hanya ada 1 partai yang memegang
kendali yaitu partai Golkar dibawah pimpinan Presiden Soeharto.

2. Masa Reformasi (1998-sekarang)


Munculnya Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru tahun
1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan
semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan
pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran
yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei
1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar
dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan
diri dari jabatannya.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai
tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi". Masih
adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada
masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde
Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi
sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan
Pertama UUD 1945

7
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas
Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik
Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1. Negara Indonesia adalah negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara
yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka,
menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan
kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal
dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2
pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal
24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
2. Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945)
berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan
wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas
kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi
penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak
dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap
lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada
yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu
perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah
kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-
undang dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan
dan wewenangnya dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu kedaulatan

8
rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan
wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat
melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya
melalui pemilihan umum.

Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan


sebanyak dua kali, yaitu :
 Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
 Menurut UU No. 10 Tahun 2004:
1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
3. Sistem Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan
mempertegas sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab
kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam
pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan
dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana
yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai
wewenang dan tugas sebagai berikut :
Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

9
Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD.
1. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut
UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden
adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi
Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan
BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri untuk masa
jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 (2001)
presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu
paket.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara
(Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B),
maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih
relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan
sistem presidensial.
6. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan
diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya
diatur dalam undang-undang (Pasal 17).

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.


Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR
berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3).
Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan
menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan
pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
8. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai.4

4
Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.

10
C. Dasar Hukum dan Landasan Teori
1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita
bahas.Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa
peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1)      Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2)     Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang
pemerintahan daerah.
3)     Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber
keuangan negara.

Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya


juga menulis apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu
otonomi daerah harus bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan
pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan
daerah otonom lainnya.
2.      Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi
daerah .
a.        Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di
sini.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
 Asas tertib penyelenggara Negara
     Asas Kepentingan umum
 Asas Kepastian Hukum 
 Asas keterbukaan
   Asas Profesionalitas
 Asas efisiensi
  Asas proporsionalitas
 Asas efektifitas
    Asas akuntabilitas
b.       Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan
rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu

11
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan
sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-
sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk
lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh
program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan
umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat
daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif
peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan
sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-
sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan lokal.

c. Sentralisasi
   

Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk


penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya
dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an
terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang
ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan
tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap
masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini,
pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik
adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan,
yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme
membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi
ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di

12
Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri
sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab
kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan
sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama,
kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran
pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan
dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan.
Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran
yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi
masyarakat.5

Tujuan dan Prinsip

1)      Tujuan Otonomi Daerah


            Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu
sistem Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan
Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal
ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi Daerah. Hal ini
disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing
memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis
(keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa),
tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan
kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai
dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya masing-masing, dengan catatan
tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya
pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.
      Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat
mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat

5
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.

13
peraturan  bagi wilayahnya. Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya
dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari
otonomi daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat
dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai
berikut :6
a)  Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat
yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan
melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b)  Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.
c)      Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan
agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d)     Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat
turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
            Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari
diri sendiri. Para pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang
diembannya merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dan
dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki kewajiban untuk
berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah. Untuk
mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin
dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari
banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta kerjasama dari
berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.
2)      Prinsip Otonomi Daerah
        Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman
dalam pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32
Tahun 2004) :

14
a)      Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintah diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam
Undang-undang ini. Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.
b)      Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata
dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang
dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan
jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun
yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.

Manfaat Otonomi Daerah


  Adapun manfaat Otonomi Daerah yaitu :
1. Pelaksanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan Masyarakat di
Daerahyang bersifat heterogen.
2. Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat
terstruktur daripemerintah pusat.
3. Perumusan kebijaksanaan dari pemerintah akan lebih realistik.
4. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya "penetrasi" yang lebih baik
dariPemerintah Pusat bagi Daerah-Daerah yang terpencil atau sangat jauh
daripusat, di mana seringkali rencana pemerintah tidak dipahami oleh
masyarakatsetempat atau dihambat oleh elite lokal, dan di mana dukungan
terhadapprogram pemerintah sangat terbatas.

15
5. Representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik,
etnis, keagamaan didalam perencanaan pembangunan yang kemudian
dapat memperluas kesamaandalam mengalokasikan sumber daya dan
investasi pemerintah.
6. Peluang bagi pemerintahan serta lembaga privat dan masyarakat di
Daerahuntuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial.
7. Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di Pusat dengan tidak lagi
pejabat puncak di Pusat menjalankan tugas rutin karena hal itu dapat
diserahkan kepada pejabat Daerah.
8. Dapat menyediakan struktur di mana berbagai departemen di pusat dapat
dikoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat Daerah dan sejumlah
NGOsdi berbagai Daerah. Propinsi, Kabupaten, dan Kota dapat
menyediakan basis wilayah koordinasi bagi program pemerintah.
9. Struktur pemerintahan yang didesentralisasikan diperlukan guna
melembagakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan
implementasi program.
10. Dapat meningkatkan pengawasan atas berbagai aktivitas yang dilakukan
oleh elite lokal, yang seringkali tidak simpatik dengan program
pembangunan nasional dan tidak sensitif terhadap kebutuhan kalangan
miskin di pedesaan.
11. Administrasi pemerintahan menjadi mudah disesuaikan, inovatif, dan
kreatif. Kalau mereka berhasil maka dapat dicontoh oleh Daerah yang
lainnya.
12. Memungkinkan pemimpin di Daerah menetapkan pelayanan dan fasilitas
secara efektif, mengintegrasikan daerah-daerah yang terisolasi, memonitor
dan melakukan evaluasi implementasi proyek pembangunan dengan lebih
baik daripada yang dilakukan oleh pejabat di Pusat.
13. Memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan
memberikanpeluang kepada berbagai kelompok masyarakat di Daerah
untuk berpartisipasisecara langsung dalam pembuatan kebijaksanaan,

16
sehingga dengan demikian meningkatkan kepentingan mereka di dalam
memelihara sistem politik.
14. Meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan biaya
yang lebih rendah, karena hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah
Pusat karena sudah diserahkan kepada Daerah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.

Undang-Undang Dasar RI 1945 Hasil Amandemen Pertama-Keempat

18

Anda mungkin juga menyukai