Anda di halaman 1dari 53

Bab 9 LANDASAN

PEMERINTAHAN NEGARA

9.1 Pendahuluan
Indonesia adalah negara republik yang mana rakyat berperan
penting dalam keputusan, maka ada kalimat yang tertulis ”Dari
Rakyat, Oleh Rakyat, Dan Untuk Rakyat” yang artinya kekuasaan
yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan
untuk kepentingan rakyat. Maka dari itu terdapat banyak sekali
struktur pemerintahan didalam nya. Tidak hanya itu, Indonesia
sebagai negara kesatuan juga memiliki landasan-landasan dalam
menjalankan pemerintahan negara, yang mana berisi aturan-aturan
atau pedoman bernegara di dalamnya.
Pengertian landasan menurut para ahli yaitu,
”Landasan pemerintahan negara adalah dasar-dasar yang menjadi
pedoman bagi penyelenggaraan pemerintahan negara. Landasan
pemerintahan negara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu landasan
ideal, landasan konstitusional, dan landasan operasional.” (Miriam
Budiardjo, 2007).
”Landasan pemerintahan negara adalah dasar-dasar yang menjadi
pedoman bagi penyelenggaraan pemerintahan negara. Landasan
pemerintahan negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu landasan
politik dan landasan hukum.” (C.F. Strong, 1970)
Pengertian landasan pemerintahan negara secara umum adalah
dasar-dasar yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
pemerintahan di suatu negara.
Namun landasan pemerintahan negara juga sempat di amandemen,
setelah adanya reformasi birokrasi yang terjadi di Indonesia.
Landasan negara dapat diamandemen jika terdapat perubahan-
perubahan yang dianggap perlu untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Perubahan-
perubahan tersebut telah membawa Indonesia ke arah
pemerintahan yang lebih demokratis, adil, dan berpihak kepada
rakyat.
Maka materi yang telah disusun berisi landasan pemerintahan
negara yang ada di Indonesia, dan sudah menjadi pedoman bagi
pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara yang lebih
baik serta bertanggung jawab pada masyarakat. Materi landasan
pemerintah negara ini sangata penting karena pemahaman
terhadap landasan-landasan ini akan membantu kita untuk
memahami dasar-dasar dari penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia.
9.2 Macam-Macam Landasan Pemerintahan Negara
Di Indonesia, landasan pemerintahan negara menggunakan
beberapa landasan dalam menjalankan pemerintahan. Yang mana
setiap landasan memiliki isi yang berbeda-beda, yaitu:
9.2.1 Landasan Idiil
Landasan idiil adalah dasar yang menjadi cita-cita dan tujuan dari
penyelenggaraan pemerintahan. Landasan idiil pemerintahan
Indonesia adalah Pancasila. Pancasila merupakan ideologi bangsa
Indonesia yang menjadi dasar filsafat negara. Dalam Tap MPR
Nomor III/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan
Urutan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa
Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional dan sumber
hukum itu didefinisikan sebagai sumber yang dijadikan bahan
untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditegaskan bahwa
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Pancasila terdiri dari lima sila, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pada setiap sila Pancasila mengandung arti yang menggambarkan


cara bermasyarakat dan bernegara serta pedoman bagi Indonesia
untuk menjalankan pemerintahan yang sesuai dengan Pancasila.
Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 pada sidang PPKI
dan disetujui bahawa Pancasila dicantumkan di Mukadimah
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara yang sah.
Sebelum itu para tokoh seperti Ir. Soekarno, Muhammad Yamin, dan
Soepomo memiliki gagasan rumusan masing-masing dan berbeda.
Gagasan rumusan dari ketiga tokoh tersebut yaitu:
a. Muh. Yamin
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Sosial

b. Soepomo
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan Lahir dan Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat

c. Ir. Soekarno
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Pada Rapat Besar PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Drs. Moh. Hatta
mengusulkan penyempurnaan rumusan Pancasila dalam
Pembukaan UUD 1945. Usulan Hatta untuk menyempurnakan Sila I
dan Sila II diterima secara aklamasi, tetapi Ki Bagoes Hadikoesoemo
mengusulkan penghapusan kata-kata “menurut dasar” dalam
rumusan Sila I dan Sila II.
9.2.2 Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional adalah dasar yang menjadi landasan
hukum dari penyelenggaraan pemerintahan. Landasan
konstitusional pemerintahan Indonesia adalah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
UUD NRI 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur
tentang dasar negara, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan
lain-lain. UUD NRI 1945 sebagai landasan konstitusional
pemerintahan Indonesia memiliki arti bahwa penyelenggaraan
pemerintahan harus berdasarkan pada ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam UUD NRI 1945. UUD NRI 1945 harus
menjadi pedoman dalam menjalankan pemerintahan.
UUD 1945 disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Indonesia menjunjung Konstitusi RIS dimulai pada 27
Desember 1949, keudian beselengan setelah Konstitusi RIS
sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS
1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali diberlakukan UUD
1945. Pada rentang waktuk 1999-2002 UUD mengalami
beberapa kali amandemen yang mana perubahan tersebut
adalah pergantian sistem pemerintahan dari sistem sentralistik
menjadi sistem pemerintahan desentralisasi, pengutan sistem
demokrasi, pengakuan hak asasi manusia, dan pembentukan
lembaga-lembaga baru.
Rincian amandemen UUD 1945 yaitu:
1. Amandemen I (19 Oktober 1999)
Amandemen pertama, yang dilaksanakan pada Sidang Umum
MPR dari 14 hingga 21 Oktober 1999, memiliki fokus utama
dalam membatasi kekuasaan Presiden yang dianggap terlalu
berlebihan.
Dalam amandemen pertama ini, sembilan pasal mengalami
penyempurnaan, termasuk pasal 5, pasal 7, pasal 9, dan pasal
13. Yang lebih penting, amandemen ini mencakup pergeseran
kekuasaan dalam pembentukan undang-undang dari Presiden
ke DPR, serta pembatasan masa jabatan Presiden selama 5
tahun dengan satu kali masa jabatan kembali.

2. Amandemen II (18 Agustus 2000)


Amandemen kedua, yang berlangsung dalam Sidang Tahunan
MPR pada 7 hingga 18 Agustus 2000, membawa perubahan
terkait berbagai aspek, seperti wewenang dan posisi
pemerintah daerah, peran dan fungsi DPR, serta penambahan
mengenai hak asasi manusia. Pasal yang di amandemen
sebanyak 25 pasal

3. Amandemen III (10 November 2001)


Amandemen ketiga berlangsung dalam Sidang Umum MPR dari
1 hingga 9 September 2001. Dalam amandemen ini, terdapat 23
pasal perubahan atau tambahan dan tiga bab tambahan.
Perubahan mendasar melibatkan penegasan bahwa Indonesia
adalah negara demokratis yang berdasarkan hukum
konstitusional, restrukturisasi dan perubahan wewenang MPR,
pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden oleh rakyat,
mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden,
pembentukan Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan umum,
perubahan di Badan Pemeriksa Keuangan, pengaturan
kewenangan dan proses pemilihan hakim agung, serta
pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

4. Amandemen IV (10 Agustus 2002)


Amandemen keempat berlangsung dalam Sidang Umum MPR dari 1
hingga 9 Agustus 2002. Amandemen ini melibatkan 13 pasal, tiga
pasal aturan peralihan, dua pasal tambahan, dan perubahan dua
bab.
Amandemen UUD 1945 adalah salah satu upaya penting untuk
memastikan bahwa konstitusi Indonesia tetap relevan dan dapat
mengakomodasi perubahan zaman. Melalui empat kali amandemen
yang telah dilakukan, konstitusi telah mengalami perubahan yang
signifikan, mencerminkan semangat demokrasi, hak asasi manusia,
dan otonomi daerah.
Landasan konstitusional bagi SANKRI (Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia) adalah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). UUD NRI
1945 merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur tentang
dasar negara, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan lain-lain.
UUD NRI 1945 mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia, termasuk penyelenggaraan SANKRI. Beberapa pasal
dalam UUD NRI 1945 yang menjadi landasan konstitusional bagi
SANKRI adalah:

1. Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa Indonesia


adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
2. Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.
3. Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum.
4. Pasal 18 ayat (1) yang menyatakan bahwa
negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah.
5. Pasal 18 ayat (2) yang menyatakan bahwa
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
adalah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
negara.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
SANKRI merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan
negara Indonesia. SANKRI harus berlandaskan pada ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam UUD NRI 1945. Adapun beberapa
ketentuan dalam UUD NRI 1945 yang secara spesifik mengatur
tentang SANKRI adalah:

1. Pasal 18 ayat (3) yang menyatakan bahwa


pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
mempunyai otonomi seluas-luasnya dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan bahwa otonomi
daerah dilaksanakan berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan.
3. Pasal 18 ayat (5) yang menyatakan bahwa hubungan
antara pemerintah pusat dan daerah provinsi,
kabupaten, dan kota diatur dengan undang-undang.

Pasal-pasal tersebut memberikan kewenangan yang luas kepada


SANKRI dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. SANKRI
dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

9.2.3 Landasan Operasional


Landasan operasional adalah dasar hukum penyelenggaraan suatu
kegiatan dalam negara yang memuat aturannya secara lebih
terperinci. Ini dilakukan agar semua kegiatan penyelenggaraan
negara lebih kuat secara hukum. Landasan operasional terdiri dari:
1. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4286)
2. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421)
3. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2007, tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4700)
5. Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 2015, tentang
Perubahan Kedua atas Undang - Undang Nomor 23
Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679)
Lalu hubungan landasan operasional dengan UU No. 25 Tahun 2004
adalah:
1. UU No. 25/2004 merupakan penjabaran dari landasan
operasional, yaitu Pancasila dan UUD NRI 1945. UU No.
25/2004 mengatur tentang penyelenggaraan
perencanaan pembangunan nasional berdasarkan nilai-
nilai Pancasila dan UUD NRI 1945.
2. UU No. 25/2004 merupakan pedoman bagi
penyelenggaraan SANKRI. SANKRI dalam melaksanakan
perencanaan pembangunan daerah harus mengacu pada
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No.
25/2004.
Berikut adalah beberapa ketentuan dalam UU No. 25/2004 yang
menjadi landasan operasional bagi SANKRI:

a. Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa perencanaan


pembangunan nasional adalah suatu proses yang
sistematis, terpadu, dan berkesinambungan yang dilakukan
oleh semua unsur penyelenggara negara dan masyarakat
dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
b. Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa perencanaan
pembangunan nasional diarahkan untuk mewujudkan
tujuan pembangunan nasional, yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan memantapkan petahanan dan keamanan
nasional.
c. Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa perencanaan
pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan asas-
asas, yaitu:
• Partisipatif, yaitu melibatkan seluruh pemangku
kepentingan dalam proses perencanaan
pembangunan.
• Pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan
yang memenuhi kebutuhan generasi masa kini.
• Keadilan, yaitu pembangunan yang merata dan
berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Efektivitas dan efisiensi, yaitu pembangunan yang
tepat sasaran dan hemat biaya.
• Keterpaduan, yaitu pembangunan yang sinergis dan
saling mendukung antarsektor dan antardaerah.
• Keberlanjutan, yaitu pembangunan yang dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019
(RPJMN 2015-2019) merupakan dokumen perencanaan
pembangunan nasional yang memuat visi, misi, strategi, dan arah
kebijakan pembangunan nasional selama lima tahun. RPJMN 2015-
2019 disusun berdasarkan hasil evaluasi terhadap RPJMN 2010-
2014 dan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi
sosial, ekonomi, politik, dan keamanan nasional. Yang mana
landasan operasional dan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
saling terkait karena dari RPJM Nasional yang ada di peraturan
tersebut merupakan pedoman yang ada di landasan operasional.

9.2.4 Kebijakan Lain


Terdapat pula kebijakan selain landasan diatas yang berupa
kebijakan tertulis dan kebijakan tidak tertulis.
1. Kebijakan Tertulis

Kebijakan tertulis adalah kebijakan yang dituangkan dalam bentuk


peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Kebijakan tertulis menjadi pedoman bagi penyelenggara negara
dalam menjalankan pemerintahan. Beberapa contoh kebijakan
tertulis:
• UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar tertinggi negara yang
mengatur dasar-dasar negara, bentuk negara, sistem
pemerintahan, dan hak-hak asasi manusia.
• Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang mengatur hak-hak asasi manusia yang
dijamin oleh negara.
• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional yang mengatur
sistem perencanaan pembangunan nasional.

2. Kebijakan tidak tertulis

Kebijakan tidak tertulis adalah kebijakan yang tidak


dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
tetapi berlaku secara umum dan mengikat. Kebijakan tidak
tertulis dapat berupa kebiasaan, tradisi, atau adat istiadat.
Kebijakan tidak tertulis juga menjadi pedoman bagi
penyelenggara negara dalam menjalankan pemerintahan.
Beberapa contohnya:

• Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk mengedepankan


musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah.
• Tradisi masyarakat Indonesia untuk menghormati orang
tua.
• Adat istiadat masyarakat Indonesia untuk saling tolong-
menolong antar sesama.
• Pidato kenegaraan

Kebijakan tertulis dan tidak tertulis dari landasan negara saling


melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Kebijakan tertulis
menjadi dasar bagi kebijakan tidak tertulis, dan kebijakan tidak
tertulis menjadi perwujudan dari kebijakan tertulis.
Tabel 9.1: Macam-Macam Landasan Pemerintahan Negara

No Landasan Keterangan
1 Landasan Idiil Pancasila (Semua sila)
2 Landasan Konstitusional • Undang-Undang Dasar 1945
(Mencakup amandemen 1999-2002)
• Pasal 1 ayat 1-3 dan Pasal 18 ayat 1-5
(Landasan konstitusional bagi
SANKRI)

3 Landasan Operasional • UU No. 25 Tahun 2004 tentang


SISRENBANGNAS
• Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019
(RPJMN 2015-2019)
4 Kebijakan Lain:
a. Tertulis Kebijakan yang dituangkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan.

Kebijakan yang tidak dituangkan dalam


b. Tidak tertulis
bentuk peraturan perundang-undangan,
tetapi berlaku secara umum dan mengikat.

Sumber: https://kesbangpol.bantenprov.go.id/Landasan-Hukum
9.3 Faktor-Faktor Lingkungan

Gambar 9.3: Faktor-Faktor Lingkungan Landasan Negara


(Sumber : https://www.slideserve.com/RAMLAGATE14/sis-
powerpoint-ppt-presentation)

Gambar diatas menunjukkan diagram yang menggambarkan faktor-


faktor lingkungan landasan negara. Landasan negara merupakan
pedoman-pedoman atau aturan-aturan dalam menjalankan Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI). Adapun faktor-
faktor lingkungan landasan negara, ada Asta Gatra atau 8 wujud
yaitu:
a. Trigatra (Alamiah)
Aspek ini ada secara alami atau faktor internal dari
negara itu sendiri, yang sudah ada sebelumnya, seperti:
1. Geografi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang
terdiri dari ribuan pulau yang tersebar di
sepanjang garis khatulistiwa. Kondisi geografis
ini memiliki pengaruh yang besar terhadap
pelaksanaan landasan negara. Misalnya, kondisi
geografis yang berupa kepulauan menyebabkan
Indonesia memiliki ragam budaya yang beragam.
Hal ini dapat menjadi tantangan dalam
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Demografi
Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penduduk yang besar. Jumlah penduduk yang
besar ini memiliki pengaruh yang besar terhadap
pelaksanaan landasan negara. Misalnya, jumlah
penduduk yang besar menyebabkan
dibutuhkannya sumber daya yang besar untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Hal ini
dapat menjadi tantangan dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
3. Kekayaan Alam
Indonesia memiliki beragam sumber daya alam
yang melimpah yang sangat mendukung dalam
pembangunan negara. Karena banyaknya sumber
daya alam yang dimiliki Indonesia banyak
investor asing yang tertarik untuk berinvestasi di
Indonesia, karena hasilnya yang menjanjikan.
Dari hal tersebut sangat berguna untuk
hubungan Kerjasama Indonesia dengan negara
lain dan menambah pendapatan negara. Bahkan
Indonesia juga mengekspor berbagai macam
sumber daya alam nya, seperti:
• Kopi (Pasar kopi Indonesia terbesar
adalah Amerika Serikat sebanyak 23%,
kemudian Jepang, Jerman, Italia, dan
Malaysia.)
• Minyak Kelapa Sawit (Selain pasar-pasar
tradisional di Cina, Eropa dan Bangladesh,
pemerintah menetapkan kebijakan buat
menjual produk sawit kepada pasar
nontradisional.)
• Kakao (Biji kakao asli poly diekspor ke
Malaysia, Amerika perkumpulan, serta
Singapura. yang akan terjadi olahan kakao
yg diekspor berupa mentega kakao
sebanyak 114 ribu ton per tahun ke Eropa
serta Amerika perkumpulan. Olahan
lainnya, mirip bubuk kakao, diekspor ke
Asia, Timur Tengah, Rusia, serta Amerika
Latin sebanyak 58 ribu ton per tahun.)
• Karet (Negara target ekspor produksi
karet Indonesia di antaranya adalah
Jepang, Korea Selatan, Vietnam,
Singapura, Brasilia, Jerman, India,
Belanda, Turki, Argentina, Prancis,
Spanyol, Belgia, Italia, Taiwan, Austraila.)
• Hasil Hutan (Negara pembeli yang akan
terjadi hutan Indonesia berupa kayu lapis,
di antaranya Thailand, Singapura, Cina,
Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong.
Sedangkan ekspor kayu mentah banyak
dikirim ke Jepang, Thailand, serta
Singapura.)
• Batu Bara dan Energi Geothermal
b. Panca Gatra (Sosial)
1. Ideologi
Ideologi adalah sistem nilai yang menjadi dasar
bagi suatu bangsa dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Ideologi berfungsi sebagai
pedoman dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
bangsa, maka dibutuhkan landasan negara untuk
bisa menjalankan ideologi agar tetap selaras
dengan tujuan awal.

2. Politik
Indonesia merupakan negara yang menganut
sistem demokrasi. Sistem demokrasi memiliki
pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan
landasan negara. Misalnya, sistem demokrasi
memungkinkan adanya perbedaan pendapat dan
pandangan di masyarakat. Hal ini dapat menjadi
tantangan dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa. Menganut sistem demokrasi
dapat menjadi tantangan dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa. Namun, keadaan
politik ini juga dapat menjadi peluang untuk
mengembangkan partisipasi masyarakat.

3. Ekonomi
Indonesia merupakan negara berkembang.
Kondisi ekonomi yang masih berkembang ini
memiliki pengaruh yang besar terhadap
pelaksanaan landasan negara. Misalnya, kondisi
ekonomi yang masih berkembang menyebabkan
dibutuhkannya upaya yang besar untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini
dapat menjadi tantangan dalam mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ekonomi yang masih berkembang dapat menjadi
tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Namun, keadaan ekonomi ini juga dapat
menjadi peluang untuk mengembangkan
perekonomian.

4. Sosial Budaya
Indonesia memiliki ragam budaya yang beragam.
Ragam budaya ini memiliki pengaruh yang besar
terhadap pelaksanaan landasan negara. Misalnya,
ragam budaya yang beragam dapat menimbulkan
perbedaan pendapat dan pandangan di
masyarakat. Hal ini dapat menjadi tantangan
dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa.

5. Pertahanan Keamanan
Untuk membantu menjaga keutuhan wilayah dan
pengawasan negara dari berbagai ancaman dan
gangguan yang ada. Pembangunan postur
perlindungan dan keamanan Negara Republik
Indonesia perlu memadukan antara sistem
perlindungan dan keamanan nasional. Sistem ini
merupakan suatu upaya mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui penyelenggaraan perlindungan
dan keamanan negara yang berdasarkan undang-
undang dasar, yaitu dengan menetapkan
kebijakan terkait perlindungan dan keamanan
negara untuk melakukan upaya nasional secara
terpadu dan terus-menerus. Upaya yang
dilakukan yaitu dengan melibatkan sejumlah
elemen dan potensi yang ada dan melakukan
pelatihan agar menjadi suatu kekuatan
perlindungan dan keamanan nasional. Untuk
menetapkan kebijakan perlindungan dan
keamanan nasional tersebut tentu saja
melibatkan dimensi-dimensi keamanan terkait
ancaman dan gangguan nasional.

Dari kedua aspek tersebut faktor-faktor lingkungan dapat


mempengaruhi pelaksanaan landasan negara secara positif maupun
negatif. Faktor-faktor lingkungan tersebut perlu dipahami dan
antisipasi oleh seluruh elemen bangsa agar pelaksanaan landasan
negara dapat berjalan dengan baik dan peraturan yang ada dapat
dilakukan seadil-adilnya.
9.4 Perubahan Pada UUD 1945

Tabel 9.4: Perubahan Pada UUD 1945

Sesudah
No Aspek Sebelum Amandemen
Amandemen
1 Pembukaan Ada (4 alinea) Ada (4 alinea)
2 Batang Tubuh

• Jumlah Bab 16 bab 21 bab

• Jumlah Pasal 37 pasal 73 pasal

• Jumlah Ayat 49 ayat 170 ayat

• Jumlah Pasal 2 pasal 3 pasal


Peralihan

• Jumlah Ayat 2 ayat 2 ayat


Tambahan
3 Penjelasan Ada Tidak ada

Sumber:https://nasional.kompas.com/read/2022/02/13/04000061/si
stematika-uud-1945-sebelum-dan-sesudah-amandemen
Pada tabel diatas merupakan aspek-aspek yang ada di dalam
UUD 1945 sebelum dan sesudah di amandemen. Terlihat ditabel
bahwa ada penambahan dan pengurangan pasal maupun ayat,
dan ada pula aspek yang diubah. Perubahan nya meliputi:

1. Untuk struktur UUD 1945 sebelum amandemen terdiri dari


pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan. Tetapi setelah
diamandemen penjelasan dalam strukturnya tidak ada.

2. Terjadi perubahan di batang tubuh UUD 1945, yang mana


adanya penambahan bab, pasal, ayat, pasal peralihan dan
ayat tambahan. Sesuai dengan tabel diatas maka:
a. Sebelum amandemen terdapat 16 bab dan sesudah
amandemen menjadi 21 bab.
a. Sebelum amandemen sejumlah 37 pasal menjadi 73
pasal pada saat sesudah amandemen.
b. Sebelum amandemen terdapat 49 ayat dalam UUD 1945
dan sesudah amandemen menjadi 170 ayat.
c. Sebelum amandemen pasal peralihan hanya terdapat 2
pasal tapi setelah amandemen menjadi 3 pasal.

Itulah perubahan-perubahan aspek yang ada di dalam UUD 1945,


perubahan UUD 1945 menyesuaikan perubahan zaman dan
kebutuhan masyarakat.
9.5 HAL-HAL POKOK DALAM RANGKAIAN
PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 (UUD 1945) telah berlangsung sebanyak empat kali,
yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan tersebut
telah membawa berbagai perubahan mendasar terhadap UUD
1945, baik dalam hal struktur, substansi, maupun prosedur
perubahannya.
Secara umum, hal-hal pokok dalam rangkaian perubahan UUD 1945
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

Perubahan struktur dan kelembagaan


Perubahan struktur dan kelembagaan dalam UUD 1945 meliputi:

1. Perubahan struktur MPR, dari lembaga tertinggi negara


menjadi lembaga perwakilan rakyat.
2. Perubahan struktur DPR, dari lembaga yang dipilih oleh
MPR menjadi lembaga yang dipilih secara langsung oleh
rakyat.
3. Pembentukan DPD, sebagai lembaga perwakilan daerah.
4. Pembentukan Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga
yang berwenang mengadili konstitusionalitas suatu
undang-undang.
5. Pembentukan Komisi Yudisial, sebagai lembaga yang
berwenang mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian hakim agung.
6. Perubahan substansi

Perubahan substansi dalam UUD 1945 meliputi:


1. Penguatan nilai-nilai demokrasi, seperti:
2. Pengakuan kedaulatan rakyat.
3. Pemisahan kekuasaan.
4. Perlindungan hak asasi manusia.
5. Penguatan supremasi hukum.
6. Penguatan peran daerah.
7. Penguatan kedudukan negara kesatuan.
8. Perubahan Struktur dan Kelembagaan

Perubahan struktur dan kelembagaan dalam UUD 1945 merupakan


perubahan yang paling mendasar. Perubahan ini bertujuan untuk
memperkuat demokrasi dan kedaulatan rakyat.

a) Perubahan Struktur MPR


Sebelum perubahan UUD 1945, MPR merupakan lembaga tertinggi
negara yang berwenang menetapkan UUD, mengubah UUD, dan
melantik presiden dan wakil presiden. Setelah perubahan UUD
1945, MPR menjadi lembaga perwakilan rakyat yang berwenang
mengubah UUD, memilih presiden dan wakil presiden, dan
memberhentikan presiden dan wakil presiden.
b) Perubahan Struktur DPR
Sebelum perubahan UUD 1945, DPR merupakan lembaga yang
dipilih oleh MPR. Setelah perubahan UUD 1945, DPR merupakan
lembaga yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Perubahan ini
bertujuan untuk meningkatkan legitimasi dan representasi DPR.

c) Pembentukan DPD
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang dibentuk untuk
merepresentasikan kepentingan daerah di tingkat nasional. DPD
dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah pemilihannya.

d) Pembentukan Mahkamah Konstitusi


Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang berwenang
mengadili konstitusionalitas suatu undang-undang. Mahkamah
Konstitusi dibentuk untuk menjaga agar undang-undang yang
dibuat oleh DPR tidak bertentangan dengan UUD 1945.

e) Pembentukan Komisi Yudisial


Komisi Yudisial merupakan lembaga yang berwenang mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian hakim agung. Komisi Yudisial
dibentuk untuk menjaga agar hakim agung yang diangkat dan
diberhentikan memenuhi syarat dan bebas dari intervensi politik.

f) Perubahan Substansi

Perubahan substansi dalam UUD 1945 bertujuan untuk


memperkuat nilai-nilai demokrasi, supremasi hukum, dan
kedudukan negara kesatuan.

g) Penguatan Nilai-nilai Demokrasi


Perubahan UUD 1945 telah memperkuat nilai-nilai demokrasi,
seperti kedaulatan rakyat, pemisahan kekuasaan, dan perlindungan
hak asasi manusia.

h) Penguatan Supremasi Hukum


Perubahan UUD 1945 telah memperkuat supremasi hukum, yaitu
supremasi hukum yang bersumber dari UUD 1945. Supremasi
hukum ini diwujudkan dalam berbagai ketentuan, seperti
pembatasan kekuasaan negara, jaminan hak asasi manusia, dan
independensi lembaga-lembaga negara.

i) Penguatan Peran Daerah


Perubahan UUD 1945 telah memperkuat peran daerah, yaitu
dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah. Otonomi
luas ini diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri sesuai dengan kepentingan daerah dan
masyarakatnya.

j) Penguatan Kedudukan Negara Kesatuan


Perubahan UUD 1945 telah memperkuat kedudukan negara
kesatuan, yaitu dengan menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik. Negara kesatuan ini
diwujudkan dalam berbagai ketentuan, seperti kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

9.5.1 Tuntutan Reformasi


Tuntutan Reformasi adalah tuntutan yang disuarakan oleh
masyarakat Indonesia pada tahun 1998, yang berujung pada
tumbangnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden
Soeharto. Tuntutan Reformasi ini meliputi berbagai aspek, mulai
dari politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga hukum.
Secara garis besar, Tuntutan Reformasi dapat dibagi menjadi enam
poin utama, yaitu:

a) Penegakan supremasi hukum


Tuntutan ini menuntut agar hukum ditegakkan secara adil dan
tanpa pandang bulu, termasuk terhadap pejabat negara.

b) Pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)


Tuntutan ini menuntut agar KKN diberantas secara menyeluruh,
sehingga tidak ada lagi pejabat negara yang terlibat dalam korupsi,
kolusi, dan nepotisme.

c) Pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya


Tuntutan ini menuntut agar mantan Presiden Soeharto dan
kroninya diadili atas berbagai pelanggaran yang mereka lakukan
selama berkuasa.

d) Amandemen konstitusi
Tuntutan ini menuntut agar Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) diamandemen untuk
menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan
masyarakat.

e) Pencabutan dwifungsi ABRI


Tuntutan ini menuntut agar ABRI (sekarang TNI) dibebaskan dari
fungsinya sebagai kekuatan politik, sehingga tidak lagi dapat ikut
campur dalam urusan pemerintahan.

f) Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya


Tuntutan ini menuntut agar daerah diberikan otonomi yang seluas-
luasnya, sehingga dapat mengurus diri sendiri secara mandiri.

Dari enam poin utama tersebut, beberapa tuntutan Reformasi telah


berhasil dipenuhi, seperti amandemen UUD 1945, pencabutan
dwifungsi ABRI, dan pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.
Namun, beberapa tuntutan lainnya masih belum sepenuhnya
terpenuhi, seperti penegakan supremasi hukum, pemberantasan
KKN, dan pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya.
Tuntutan ini bertujuan untuk mewujudkan negara hukum yang
berkeadilan. Supremasi hukum berarti bahwa hukumlah yang
tertinggi dan harus ditegakkan, tidak ada yang boleh berada di atas
hukum, termasuk presiden dan pejabat negara lainnya.
9.5.2 Sebelum Undang Undang Dasar 1945 di
Amandemen

Berikut adalah pasal 1-37 UUD 1945 sebelum amandemen, yang


dibagi berdasarkan bab dan ayat:
Bab I: Pembukaan
Pasal 1
• Alinea 1: Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.
• Alinea 2: Merdeka berarti tidak terjajah, tidak ditindas, dan tidak
diperbudak.
• Alinea 3: Untuk mencapai kemerdekaan itu, maka penjajahan
diatas dunia harus dihapuskan, karena penjajahan bertentangan
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
• Alinea 4: Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.
Pasal 2
• Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.
Bab II: Kewarganegaraan
Pasal 3
• Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
Pasal 4
• Ketentuan mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang.
Bab III: Pemerintahan Negara
Pasal 5
• Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 6
• Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota-anggota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum.
Pasal 7
• Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali
dalam lima tahun di ibu kota negara.
Pasal 8
• Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar.
• Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan Wakil
Presiden.
• Majelis Permusyawaratan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan memberikan amnesti dan grasi.
• Majelis Permusyawaratan Rakyat mengatur hal-hal lain yang
diperlukan bagi kelancaran tugasnya.
Pasal 9
• Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan suara yang terbanyak.
Pasal 10
• Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan.
Pasal 11
• Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Pasal 12
• Presiden mengangkat duta dan konsul.
Pasal 13
• Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian, dan
mengadakan perjanjian dengan negara lain.
Pasal 14
• Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung.
Pasal 15
• Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya,
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 16
• Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang.
Pasal 17
• Dewan Perwakilan Rakyat terdiri atas anggota-anggota yang dipilih
oleh rakyat dalam pemilihan umum.
Pasal 18
• Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun.
Pasal 19
• Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi legislatif, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan.
Pasal 20
• Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan
undang-undang.
Pasal 21
• Rancangan undang-undang yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat bersama Presiden menjadi undang-undang.
Pasal 22
• Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang yang belum ada undang-undangnya.
Pasal 23
• Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak untuk menyatakan
pendapat.
Pasal 24
• Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak untuk memilih dan
memberhentikan presiden dan wakil presiden.
Pasal 25
• Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket,
dan hak menyatakan pendapat.
Pasal 26
• Dewan Perwakilan Daerah terdiri atas anggota-anggota yang
dipilih dari setiap provinsi dengan sistem proporsional.
Pasal 27
• Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun.
Pasal 28
• Dewan Perwakilan Daerah mempunyai fungsi legislatif, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan
Pasal 29
• Ayat (1) Negara Indonesia ialah negara yang berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa.
• Ayat (2) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
Pasal 30
• Ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.
• Ayat (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung.
Pasal 31
• Ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
• Ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya.
• Ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan,
keterampilan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 32
• Ayat (1) Kebudayaan bangsa Indonesia adalah kebudayaan yang
berakar pada kepribadian bangsa dan dibanggakan oleh bangsa.
• Ayat (2) Kebudayaan bangsa Indonesia dikembangkan dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang berakar pada kepribadian
bangsa dan menyerap unsur-unsur baru yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Pasal 33
• Ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan.
• Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
• Ayat (3) Perekonomian nasional yang berasaskan demokrasi
ekonomi, diselenggarakan dengan cara yang berkeadilan.
Pasal 34
• Ayat (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara.
• Ayat (2) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Pasal 35
• Ayat (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk beragama, hak
untuk bertempat tinggal dan menetap, hak untuk berkebangsaan,
hak untuk berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak untuk
memperoleh pendidikan, hak untuk bekerja dan mendapat
imbalan yang adil dan layak, hak untuk beristirahat dan mendapat
waktu luang, hak untuk berserikat, hak untuk berkumpul dan
mengeluarkan pendapat, hak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi, hak untuk turut serta dalam pemerintahan,
hak untuk memajukan kesejahteraan umum, dan
Pasal 36
• Ayat (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
• Ayat (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 37
• Ayat (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
• Ayat (2) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar
diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
• Ayat (3) Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul
perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar harus disetujui oleh
sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu dari jumlah
anggota yang hadir dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.
• Ayat (4) Perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar tidak boleh
mengurangi semangat kekeluargaan dan gotong royong yang
merupakan ciri khas bangsa Indonesia.
UUD 1945 sebelum amandemen memiliki beberapa ciri khas, yaitu:
a) Kekuasaan negara tertinggi berada di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Hal ini berarti bahwa
MPR memiliki kewenangan untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar, memilih presiden dan
wakil presiden, serta menyatakan perang dan perdamaian.
b) Presiden memiliki kekuasaan yang besar. Presiden
merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan
sekaligus. Presiden memiliki kekuasaan untuk
mengeluarkan peraturan pemerintah, mengangkat dan
memberhentikan menteri, dan memegang kekuasaan
tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara.
c) Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) tidak kuat. DPR memiliki fungsi
legislatif, anggaran, dan pengawasan. DPD memiliki fungsi
perwakilan daerah dan pertimbangan. Namun, kedua
lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan yang
signifikan dalam proses pengambilan keputusan politik.
d) Hak asasi manusia (HAM) belum sepenuhnya dijamin. UUD
1945 sebelum amandemen hanya mengatur secara umum
tentang HAM. Ketentuan-ketentuan tentang HAM lebih
banyak diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, UUD 1945 sebelum amandemen
dapat dikatakan sebagai konstitusi yang bersifat sentralistik dan
otoriter. Kekuasaan negara terpusat di tangan MPR dan presiden,
sedangkan kedudukan DPR dan DPD tidak kuat. HAM juga belum
sepenuhnya dijamin.
Amandemen UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999, 2000,
2001, dan 2002 telah mengubah beberapa ciri khas tersebut.
Amandemen UUD 1945 telah memperkuat kedaulatan rakyat,
mempertegas sistem presidensial, membatasi kekuasaan presiden,
meningkatkan peran DPR, serta memperkuat jaminan HAM.

9.5.3 Dasar pemikiran perubahan Undang Undang


Dasar 1945
Ada beberapa dasar pemikiran yang mendorong dilakukannya
perubahan terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945:
1. Kekuasaan yang Terlalu Terpusat:
• Keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai
lembaga tertinggi negara yang memegang wewenang luas,
termasuk memilih presiden dan wakil presiden serta mengubah
UUD, dipandang kurang demokratis karena kekuasaan terlalu
terpusat.
2. Kekuasaan Presiden yang Besar:
• Kewenangan presiden yang luas, termasuk memegang kekuasaan
tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,
serta memegang jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan,
dikhawatirkan rawan disalahgunakan dan memunculkan potensi
otoritarianisme.
3. Lemahnya Peran DPR dan DPD:
• Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang hanya memiliki fungsi legislatif,
anggaran, dan pengawasan, serta tidak memiliki wewenang
signifikan dalam pembuatan keputusan politik, dipandang tidak
mencerminkan kedaulatan rakyat.
4. Hak Asasi Manusia (HAM) yang Kurang Terjamin:
• UUD 1945 sebelum amandemen dinilai belum cukup menjamin
HAM secara optimal, sehingga perlu diperkuat dan diperluas
jangkauannya.
5. Adaptasi terhadap Perkembangan Zaman:
• Dunia mengalami perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang
dinamis. UUD 1945 perlu disesuaikan agar tetap relevan dan
mampu menjawab tantangan era globalisasi.
6. Ketidaksesuaian dengan Reformasi:
• Gerakan reformasi 1998 menuntut demokratisasi dan perbaikan
tata pemerintahan. Melakukan amandemen terhadap UUD 1945
dilihat sebagai langkah konkret untuk mewujudkan cita-cita
reformasi.
7. Keinginan Penguatan Lembaga-Lembaga Negara Independen:
• Penambahan lembaga independen seperti Mahkamah Konstitusi
dan Komisi Pemilihan Umum dipandang perlu untuk memperkuat
checks and balances dan menegakkan supremasi hukum.
Secara umum, dasar pemikiran perubahan UUD 1945 bertujuan
untuk:
• Penguatan kedaulatan rakyat:
• Pemisahan kekuasaan yang lebih tegas:
• Pembatasan kekuasaan presiden:
• Peningkatan peran DPR dan DPD:
• Penguatan jaminan HAM:
• Pembentukan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab:
• Penyesuaian dengan perkembangan zaman dan kebutuhan bangsa:
Melalui beberapa kali amandemen, UUD 1945 diharapkan menjadi
konstitusi yang lebih demokratis, modern, dan sesuai dengan
dinamika dunia dan tantangan yang dihadapi Indonesia.
9.5.4 Tujuan perubahan Undang Undang Dasar 1945
Tujuan perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dapat
dirumuskan sebagai berikut:
• Penguatan kedaulatan rakyat:
UUD 1945 sebelum amandemen menempatkan MPR sebagai
lembaga tertinggi negara yang memiliki wewenang luas, termasuk
memilih presiden dan wakil presiden serta mengubah UUD.
Amandemen UUD 1945 telah mengubah ketentuan tersebut dengan
menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar."
• Pemisahan kekuasaan yang lebih tegas:
UUD 1945 sebelum amandemen tidak secara tegas mengatur
tentang pemisahan kekuasaan. Hal ini dikhawatirkan dapat
menimbulkan konsentrasi kekuasaan di tangan satu lembaga atau
orang. Amandemen UUD 1945 telah memperkuat prinsip
pemisahan kekuasaan dengan mengubah ketentuan-ketentuan
yang ada.
• Pembatasan kekuasaan presiden:
UUD 1945 sebelum amandemen memberikan kewenangan yang
luas kepada presiden, termasuk memegang kekuasaan tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, serta
memegang jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan.
Amandemen UUD 1945 telah membatasi kekuasaan presiden
dengan mengubah ketentuan-ketentuan yang ada.
• Peningkatan peran DPR dan DPD:
UUD 1945 sebelum amandemen memberikan kedudukan yang
tidak kuat kepada DPR dan DPD. Hal ini dikhawatirkan dapat
menghambat proses demokrasi. Amandemen UUD 1945 telah
meningkatkan peran DPR dan DPD dengan mengubah ketentuan-
ketentuan yang ada.
• Penguatan jaminan HAM:
UUD 1945 sebelum amandemen hanya mengatur secara umum
tentang HAM. Ketentuan-ketentuan tentang HAM lebih banyak
diatur dalam undang-undang. Amandemen UUD 1945 telah
memperkuat jaminan HAM dengan mengubah ketentuan-ketentuan
yang ada.
• Pembentukan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab:
UUD 1945 sebelum amandemen memberikan kewenangan yang
terbatas kepada daerah. Amandemen UUD 1945 telah memberikan
kewenangan yang lebih luas kepada daerah dengan membentuk
lembaga-lembaga baru di daerah, seperti Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dan Gubernur.
• Penyesuaian dengan perkembangan zaman dan kebutuhan bangsa:
UUD 1945 merupakan konstitusi yang telah berusia lebih dari 70
tahun. Dalam kurun waktu tersebut, dunia telah mengalami
perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang dinamis. Amandemen
UUD 1945 dilakukan untuk menyesuaikan UUD 1945 dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan bangsa.
Secara umum, tujuan perubahan UUD 1945 adalah untuk
menjadikan UUD 1945 sebagai konstitusi yang lebih demokratis,
modern, dan sesuai dengan dinamika dunia dan tantangan yang
dihadapi Indonesia.
9.5.5 Dasar Yudiris
Pasal 3 UUD 1945
Dasar yudiris Pasal 3 UUD 1945 adalah teori kedaulatan rakyat.
Pasal 3 UUD 1945 menyatakan bahwa "Kekuasaan tertinggi Negara
Kesatuan Republik Indonesia berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar." Teori kedaulatan
rakyat adalah teori yang menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi
berada di tangan rakyat. Rakyat memiliki hak untuk menentukan
dan mengubah bentuk pemerintahannya, serta memilih dan
mengawasi para penguasanya. Pasal 3 UUD 1945 merupakan
penjabaran dari teori kedaulatan rakyat. Pasal ini menegaskan
bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti bahwa
rakyat memiliki hak untuk menentukan dan mengubah bentuk
pemerintahannya, serta memilih dan mengawasi para penguasanya
melalui Undang-Undang Dasar. Dalam praktiknya, dasar yudiris
Pasal 3 UUD 1945 dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu:
• Pemilihan umum langsung. Pemilihan umum langsung merupakan
salah satu bentuk pelaksanaan kedaulatan rakyat. Melalui
pemilihan umum langsung, rakyat memiliki hak untuk memilih dan
menentukan para wakilnya di parlemen, serta memilih presiden
dan wakil presiden.
• Kewenangan DPR. DPR memiliki kewenangan untuk mengawasi
jalannya pemerintahan. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat
memiliki hak untuk mengawasi para penguasanya.
• Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi
memiliki kewenangan untuk mengadili undang-undang yang
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Hal ini menunjukkan
bahwa rakyat memiliki hak untuk melindungi kedaulatan dan hak-
haknya.
Secara umum, dasar yudiris Pasal 3 UUD 1945 adalah teori
kedaulatan rakyat. Teori ini menegaskan bahwa kedaulatan
tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.
Pasal 37 UUD 1945
Dasar yudiris Pasal 37 UUD 1945 adalah teori perubahan konstitusi.
Pasal 37 UUD 1945 mengatur tentang tata cara perubahan Undang-
Undang Dasar. Teori perubahan konstitusi adalah teori yang
membahas tentang bagaimana cara mengubah konstitusi. Teori ini
membahas tentang syarat-syarat, prosedur, dan mekanisme
perubahan konstitusi. Pasal 37 UUD 1945 merupakan penjabaran
dari teori perubahan konstitusi. Pasal ini mengatur tentang syarat-
syarat, prosedur, dan mekanisme perubahan Undang-Undang
Dasar. Berikut adalah dasar yudiris Pasal 37 UUD 1945:
• Prinsip kedaulatan rakyat. Prinsip kedaulatan rakyat menegaskan
bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyat
memiliki hak untuk mengubah konstitusi.
• Prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi menegaskan bahwa rakyat
memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan,
termasuk dalam proses perubahan konstitusi.
• Prinsip supremasi hukum. Prinsip supremasi hukum
menegaskan bahwa hukum memiliki kedudukan tertinggi dalam
tatanan hukum. Perubahan konstitusi harus dilakukan sesuai
dengan hukum.
Dalam praktiknya, dasar yudiris Pasal 37 UUD 1945 dapat dilihat
dari beberapa hal, yaitu:
• Pemilihan umum. Pemilihan umum merupakan sarana untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat. Melalui pemilihan umum, rakyat
memiliki hak untuk memilih dan menentukan wakil-wakilnya di
parlemen. Para wakil rakyat inilah yang kemudian memiliki
kewenangan untuk mengubah konstitusi.
• Kewenangan MPR. MPR memiliki kewenangan untuk mengubah
konstitusi. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat memiliki hak untuk
mengubah konstitusi melalui lembaga yang dipilih oleh rakyat.
• Proses perubahan konstitusi. Proses perubahan konstitusi harus
dilakukan secara demokratis dan sesuai dengan hukum. Hal ini
menunjukkan bahwa perubahan konstitusi harus menghormati
kedaulatan rakyat dan supremasi hukum.
Secara umum, dasar yudiris Pasal 37 UUD 1945 adalah teori
perubahan konstitusi yang didasarkan pada prinsip kedaulatan
rakyat, demokrasi, dan supremasi hukum.
9.5.6 Kesepakatan Dasar
Kesepakatan dasar dalam rangkaian perubahan UUD Negara
Republik Indonesia (NKRI) adalah lima hal yang menjadi landasan
dan pedoman dalam proses perubahan UUD NKRI. Kesepakatan
dasar ini dirumuskan oleh MPR pada Sidang Umum MPR tahun
1999. Kelima kesepakatan dasar tersebut adalah:
1. Tidak mengubah Pembukaan UUD NKRI. Pembukaan UUD NKRI
merupakan bagian dari konstitusi yang memiliki kedudukan
tertinggi dalam tatanan hukum Indonesia. Pembukaan UUD NKRI
merupakan pernyataan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk
negara yang telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. NKRI
merupakan bentuk negara yang mampu mewujudkan persatuan
dan kesatuan bangsa.
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial. Sistem
pemerintahan presidensial merupakan sistem pemerintahan yang
dianut oleh Indonesia. Sistem pemerintahan presidensial memiliki
kelebihan dalam hal efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan
pemerintahan.
4. Penjelasan UUD NKRI yang memuat hal-hal normatif, dimasukkan
ke dalam pasal-pasal. Penjelasan UUD NKRI yang memuat hal-hal
normatif perlu dimasukkan ke dalam pasal-pasal UUD NKRI. Hal ini
untuk menghindari terjadinya perbedaan interpretasi terhadap
norma-norma yang terkandung dalam UUD NKRI.
5. Melakukan perubahan dengan cara adendum. Perubahan UUD
NKRI dilakukan dengan cara adendum. Cara adendum dipilih
untuk menghindari terjadinya dualisme konstitusi.
Kesepakatan dasar tersebut telah menjadi landasan dan pedoman
dalam proses perubahan UUD NKRI. Perubahan UUD NKRI yang
telah dilakukan telah berhasil memperkuat kedaulatan rakyat,
membatasi kekuasaan presiden, meningkatkan peran DPR dan DPD,
serta memperkuat jaminan HAM.
9.5.7 Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
1. Sidang Umum MPR pada tanggal 14-21 Oktober
1999
Sidang ini merupakan salah satu momen kunci
dalam sejarah politik Indonesia pasca jatuhnya
rezim Orde Baru. Sidang ini menjadi tonggak
penting dalam proses reformasi yang sedang
berlangsung di Indonesia. Pada sidang tersebut,
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai
Presiden Indonesia yang keempat dengan
dukungan dari koalisi besar partai-partai politik
yang mendukung reformasi. Pemilihan Gus Dur
sebagai Presiden adalah yang pertama kali
terjadi melalui mekanisme MPR setelah masa
Orde Baru yang berkuasa selama puluhan tahun
di bawah Soeharto.Selama sidang ini, terjadi
beberapa perubahan penting pada UUD 1945.
Beberapa amendemen konstitusi dilakukan,
seperti menghilangkan kewenangan dwifungsi
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
yang sebelumnya memiliki peran politik yang
signifikan. Selain itu, sidang ini juga menguatkan
asas kedaulatan rakyat, memberikan batasan
masa jabatan Presiden menjadi dua periode,
serta memberikan lebih banyak kewenangan
kepada daerah otonom. Sidang Umum MPR pada
tahun 1999 sangat penting karena menandai
perubahan besar dalam sistem politik Indonesia,
menempatkan fondasi untuk transisi menuju
demokrasi yang lebih inklusif dan menegaskan
komitmen terhadap reformasi politik, sosial, dan
konstitusional.
2. Sidang Tahunan MPR pada tanggal 7-18 Agustus
2000
Sidang tahunan MPR adalah salah satu acara
penting dalam agenda politik Indonesia pada
masa itu. Sidang ini terjadi setelah terpilihnya
Abdurrahman Wahid sebagai Presiden pada
tahun sebelumnya. Pada Sidang Tahunan MPR
tahun 2000, terdapat evaluasi terhadap kinerja
pemerintahan Presiden Wahid dalam satu tahun
masa jabatannya. Sidang tersebut juga mengulas
situasi politik dan ekonomi negara serta
beberapa isu penting dalam pemerintahan.
Namun, salah satu poin kritis dari Sidang
Tahunan MPR tahun 2000 adalah ketidakpuasan
banyak anggota MPR terhadap kinerja Presiden
Wahid. Hal ini mengarah pada proses yang
akhirnya menyebabkan pemakzulan
(impeachment) terhadap Presiden Wahid pada
tahun 2001. Sidang Tahunan MPR 2000 menjadi
awal dari perpecahan di antara anggota MPR
terkait penilaian terhadap kinerja Presiden
Wahid. Hal ini menjadi salah satu aspek penting
dalam dinamika politik Indonesia pada masa itu.
3. Sidang Tahunan MPR pada tanggal 1-9 November
2001 merupakan momen krusial dalam politik
Indonesia pasca-pemakzulan Presiden
Abdurrahman Wahid pada tahun sebelumnya.
Sidang ini merupakan bagian dari proses politik
yang mengarah pada penggantian presiden
setelah pemakzulan Wahid.
4. Sidang Tahunan MPR pada tahun 2001
Pada tahun 2001 diselenggarakan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden baru. Megawati
Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden
Indonesia yang kelima, menggantikan Gus Dur.
Sidang ini menandai perubahan kepemimpinan
dan arah politik yang signifikan di Indonesia.
Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai
Presiden pertama wanita di Indonesia dan
periode kepemimpinannya memulai babak baru
dalam politik Indonesia pasca-reformasi. Sidang
Tahunan MPR 2001 memberikan gambaran
tentang transisi kekuasaan yang penting dalam
dinamika politik Indonesia pada saat itu.
5. Sidang Tahunan MPR pada tanggal 1-11 Agustus
2002
Sidang tahunan ini terjadi pemilihan pada
Presiden dan Wakil Presiden yang diadakan
untuk periode kedua pasca-reformasi di
Indonesia. Megawati Soekarnoputri, yang
sebelumnya terpilih pada Sidang Tahunan MPR
2001, dipilih kembali sebagai Presiden,
sementara Hamzah Haz menjadi Wakil Presiden.
Sidang Tahunan MPR 2002 menegaskan
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dan
menandai lanjutan dari kepemimpinannya yang
dimulai setelah pemilihan presiden sebelumnya.
Sidang tersebut juga membahas berbagai isu
penting yang berkaitan dengan situasi politik,
ekonomi, dan sosial di Indonesia. Perubahan dan
kebijakan-kebijakan penting juga dibahas serta
dievaluasi untuk memastikan kelangsungan
pembangunan dan stabilitas di Indonesia.Sidang
Tahunan MPR 2002 memperkuat posisi politik
Megawati sebagai Presiden dan menandai
kelanjutan dari periode pemerintahannya setelah
dipilih kembali oleh MPR pada tahun
sebelumnya.
9.5.8 Hasil perubahan UUD 1945 sesudah
amandemen

UUD 1945 sebelum amandemen menempatkan MPR sebagai


lembaga tertinggi negara yang memiliki wewenang luas, termasuk
memilih presiden dan wakil presiden serta mengubah UUD.
Amandemen UUD 1945 telah mengubah ketentuan tersebut dengan
menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa
"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar."
• Pemisahan kekuasaan yang lebih tegas:
UUD 1945 sebelum amandemen tidak secara tegas mengatur
tentang pemisahan kekuasaan. Hal ini dikhawatirkan dapat
menimbulkan konsentrasi kekuasaan di tangan satu lembaga atau
orang. Amandemen UUD 1945 telah memperkuat prinsip
pemisahan kekuasaan dengan mengubah ketentuan-ketentuan
yang ada.
• Pembatasan kekuasaan presiden:
UUD 1945 sebelum amandemen memberikan kewenangan yang
luas kepada presiden, termasuk memegang kekuasaan tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, serta
memegang jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan.
Amandemen UUD 1945 telah membatasi kekuasaan presiden
dengan mengubah ketentuan-ketentuan yang ada.
• Peningkatan peran DPR dan DPD:
UUD 1945 sebelum amandemen memberikan kedudukan yang
tidak kuat kepada DPR dan DPD. Hal ini dikhawatirkan dapat
menghambat proses demokrasi. Amandemen UUD 1945 telah
meningkatkan peran DPR dan DPD dengan mengubah ketentuan-
ketentuan yang ada.
• Penguatan jaminan HAM:
UUD 1945 sebelum amandemen hanya mengatur secara umum
tentang HAM. Ketentuan-ketentuan tentang HAM lebih banyak
diatur dalam undang-undang. Amandemen UUD 1945 telah
memperkuat jaminan HAM dengan mengubah ketentuan-ketentuan
yang ada.
• Pembentukan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab:
UUD 1945 sebelum amandemen memberikan kewenangan yang
terbatas kepada daerah. Amandemen UUD 1945 telah memberikan
kewenangan yang lebih luas kepada daerah dengan membentuk
lembaga-lembaga baru di daerah, seperti Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dan Gubernur.
• Penyesuaian dengan perkembangan zaman dan kebutuhan bangsa:
UUD 1945 merupakan konstitusi yang telah berusia lebih dari 70
tahun. Dalam kurun waktu tersebut, dunia telah mengalami
perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang dinamis. Amandemen
UUD 1945 dilakukan untuk menyesuaikan UUD 1945 dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan bangsa.
Secara umum, tujuan perubahan UUD 1945 adalah untuk
menjadikan UUD 1945 sebagai konstitusi yang lebih demokratis,
modern, dan sesuai dengan dinamika dunia dan tantangan yang
dihadapi Indonesia.
9.6 DASAR PERUBAHAN PADA UUD 1945
UUD 45 PRA PASAL 3

Pasal 3 UUD 1945 pra-amandemen berbunyi sebagai berikut:

Presiden ialah pemegang kekuasaan pemerintah negara yang


tertinggi.

Pasal ini mengatur tentang kedudukan presiden dalam sistem


pemerintahan Indonesia. Presiden merupakan pemegang
kekuasaan pemerintah negara yang tertinggi. Hal ini berarti
bahwa presiden memiliki kekuasaan tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara.

UUD 45 PRA PASAL 37

Pasal 37 UUD 1945 pra-amandemen berbunyi sebagai berikut:

1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat


diajukan oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang


Dewan Perwakilan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

Pasal ini mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945.


Pasal ini menyatakan bahwa untuk mengubah UUD 1945,
diperlukan persetujuan minimal 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat. Perbandingan UUD 45 PRA dan
PASCA PASAL 3 dan 37. Berikut adalah tabel perbandingan
UUD 45 pra dan pasca pasal 3 dan 37:

Tabel 9.5: Perbandingan Pada UUD 1945 PRA Dan Pasca

Aspek UUD 1945 (PRA) UUD 1945 (PASCA)

Pasal 3 Presiden ialah pemegang Presiden memegang


kekuasaan pemerintah kekuasaan pemerintahan
negara yang tertinggi. menurut Undang-Undang
Dasar.

Perubahan Diajukan oleh sekurang- Diajukan oleh sekurang-


pasal-pasal UUD kurangnya 2/3 dari kurangnya 1/3 dari
jumlah anggota Dewan jumlah anggota Majelis
Perwakilan Rakyat. Permusyawaratan
Rakyat.

Persetujuan Disetujui oleh sekurang- Disetujui oleh sekurang-


perubahan UUD kurangnya 2/3 dari kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Dewan jumlah anggota Majelis
Perwakilan Rakyat yang Permusyawaratan
hadir. Rakyat yang hadir.
9.7 UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN

(Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan


oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan peri- kemanusiaan dan peri - keadilan
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaan
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksana kan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

9.8 BENTUK NEGARA DAN KEDAULATAN

Bentuk negara adalah susunan organisasi negara yang


menunjukkan hubungan antara lembaga-lembaga negara
dalam negara tersebut. Bentuk negara Indonesia adalah negara
kesatuan. Negara kesatuan adalah negara yang memiliki satu
pemerintahan pusat yang berdaulat dan tidak terbagi-bagi
menjadi bagian-bagian yang bersifat negara. Negara kesatuan
memiliki kelebihan dalam hal:

• Kepastian hukum. Hukum yang berlaku di seluruh wilayah negara


adalah sama.
• Efisiensi. Pemerintah pusat dapat mengambil keputusan dengan
cepat dan efektif.
• Stabilitas. Pemerintah pusat dapat menjaga stabilitas nasional.

Kedaulatan Negara

Kedaulatan negara adalah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh


negara. Kedaulatan negara merupakan kekuasaan yang tidak
terbatas dan tidak dapat diganggu gugat oleh kekuasaan lain.

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa:

Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut


Undang-Undang Dasar.
Pasal ini mengatur tentang kedaulatan negara Indonesia.
Kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat. Hal ini berarti
bahwa rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara
Indonesia.

Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.


Hal ini berarti bahwa kedaulatan rakyat harus dilaksanakan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.

Penerapan kedaulatan rakyat

Kedaulatan rakyat dapat diterapkan dalam berbagai bentuk, antara


lain:

• Pemilihan umum. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk


pelaksanaan kedaulatan rakyat. Melalui pemilihan umum, rakyat
memiliki hak untuk memilih dan menentukan para wakilnya di
parlemen, serta memilih presiden dan wakil presiden.
• artisipasi politik. Partisipasi politik merupakan bentuk lain dari
pelaksanaan kedaulatan rakyat. Melalui partisipasi politik, rakyat
dapat turut serta dalam proses pemerintahan, misalnya dengan
menyampaikan pendapat, kritik, dan saran kepada pemerintah.
• Penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan bentuk
pelaksanaan kedaulatan rakyat. Melalui penegakan hukum, rakyat
dapat melindungi hak-haknya dan mewujudkan keadilan sosial.
Daftar Pustaka

A.M, H. S. (2011, Januari 1). Pancasila dan UUD 45 Dalam Paradigma


Reformasi. Retrieved from lib.lppmunasman:
https://lib.lppmunasman.ac.id/index.php?p=show_detail&id
=459
Admin. (2014, Agustus 8). Ketetapan Nomor 1/PHPU-PRESS/XII/2014.
Retrieved from Mahkamah Konstitusi RI:
https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan
/putusan_sidang_2038_KET%20TENTANG%20PEMBUKAA
N%20KOTAK%20SUARA.%20koreksi.%20telah%20ucap-
%20wmActionWiz.pdf
Admin. (2021, November 22). CONTOH KEGIATAN EKSPOR
INDONESIA KE NEGARA LAIN. Retrieved Januari 8, 2024,
from manajemen.uma:
https://manajemen.uma.ac.id/2021/11/contoh-kegiatan-
ekspor-indonesia-ke-negara-lain/
Humas. (2022, Agustus 22). Penerapan Nilai-Nilai Pancasila ke dalam
Peraturan Perundang-Undangan. Retrieved Januari 8, 2024, from
setkab: https://setkab.go.id/penerapan-nilai-nilai-pancasila-
ke-dalam-peraturan-perundang-undangan/
Kesbangpol, A. (2018, Maret 23). Landasan Hukum. Retrieved Januari 8,
2024, from Kesbangpol Provinsi Banten:
https://kesbangpol.bantenprov.go.id/Landasan-Hukum
luk.staff.ugm. (2023). Retrieved from tap_mpr_III_2000.PDF:
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/TAP-III-MPR-2000.pdf
Nailufar, I. H. (2022, Februari 13). Sistematika UUD 1945 Sebelum dan
Sesudah Amandemen. Retrieved Januari 8, 2024, from
Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/13/04000061/si
stematika-uud-1945-sebelum-dan-sesudah-amandemen
Nugroho, C. A. (2022). PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS
PENGGANTI TERHADAP AKTA-AKTA DIBUATNYA
YANG MERUGIKAN PIHAK KETIGA. JURNAL HUKUM
DAN DINAMIKA MASYARAKAT, 50-67.
Raditya, A. d. (2018, Maret 27). Pengaruh Aspek Pertahanan Dan Keamanan
Negara Terhadap Ketahanan Nasional (Studi Di Yonarmed 1/Roket).
Retrieved Januari 8, 2024, from repository.ub:
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/8971/
Ranadireksa, H. (2009). Bedah Konstitusi Lewat Gambar:Dinamika
Konstitusi Indonesia. Bandung: Fokus Media. Retrieved from
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kepulauan Riau.
Sari, A. M. (2023, Oktober 27). Amandemen UUD 1945: Pengertian,
Tujuan, dan Hasil Amandemen. Retrieved Januari 8, 2024, from
fahum.umsu: https://fahum.umsu.ac.id/amandemen-uud-
1945-pengertian-tujuan-dan-hasil-amandemen/
Sari, A. M. (2023, November 21). Sejarah Pancasila. Retrieved Jnuari 6,
2024, from fahum.umsu: https://fahum.umsu.ac.id/sejarah-
pancasila/
Sari, A. M. (2023, Agustus 8). Tokoh yang Mengusulkan Rumusan Dasar
Negara. Retrieved Januari 6, 2024, from fahum.umsu:
https://fahum.umsu.ac.id/tokoh-yang-mengusulkan-
rumusan-dasar-negara/
Suparto, S. (2017). Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 Dan UU No. 17
Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD & DPRD (MD3) Sebagai
Upaya DPD Untuk Mengembalikan Kewenangan
Konstitusionalnya. journal.uir, 01-110.
Syah, T. (2014, Juni 10). Karya Tulis-Taufiqurrohman 01.pdf. Retrieved
Januari 8, 2024, from Komisi Yudisial:
https://pkh.komisiyudisial.go.id/files/Karya%20Tulis-
Taufiqurrohman%2001.pdf
PROFIL PENULIS

KARTIKA REVALINA PM
Mahasiswa
Penulis lahir di Pelalawan, 2 November 2004. Penulis adalah
mahasiswa aktif yang sedang menempuh studi semester 3 pada
Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik , Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Memiliki pengalaman
dalam berorganisasi sebagai anggota aktif dalam Dewan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
MARGARETHA YHEZANA D
Mahasiswa
Penulis lahir di Karanganyar, 28 Maret 2003. Penulis adalah
mahasiswa aktif yang sedang menempuh studi semester 3 pada
Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik , Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Memiliki pengalaman
dalam berorganisasi sebagai anggota aktif dalam Unit Kegiatan
Mahasiswa Wirausaha.

Anda mungkin juga menyukai