Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

TENTANG
MENANAMKAN KESADARAN KONSTITUSIONAL DALAM
BERBANGSA DAN BERNEGARA

OLEH KELOMPOK 3 :
AYU RAHAYU (1930106002)
DINDA MEIZAR IKHRANI (1930106010)
KRISANDY (1930106022)

DOSEN PEMBIMBING
DRS.ROSFAIRIL.MM

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah swt., karena atas
limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad Shallalu’alaiahi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak
untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul’Menanamkan Kesadaran Konstitusional dalam
Berbangsa dan Bernegara” tepat pada waktunya.

Penulis menyimpulkan bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
Penulis menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas mandiri ini dan bermanfaat bagi
Pembaca pada umumnya

Batusangkar, 10 Oktober 2019


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya
merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan
negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar
(konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi
negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara
yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa
diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi
suatu bangsa. Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya
komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945.

Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya
serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan
terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil
dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi
pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai
dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali
dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang
dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Apa pengertian Konstitusi dan Tata Perundang-Undangan?


3. Apa tujuan dan fungsi konstitusi?
2. Bagaimana sejarah perkembangan konstitusi di Indonesia?
3. Bagaimana proses pembuatan undang-undang?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, adalah :
1. Dapat memahami pengertian dari konstitusi dan tata perundang-undangan
2. Dapat memahami tujuan dan fungsi konstitusi
3. Dapat memahami sejarah perkembanagan konstitusi di Indonesia
4. Dapat memahami proses pembuatan undang-undang
BAB II
PEMBAHASAN

B. PENGERTIAN KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN


1. Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) – constitutie (Bhs. Belanda) –
constituer (Bhs. Perancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa
Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut
makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi
menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan
peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut
ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa
konvensi(Budimansyah D dan Suryadi : 2008).

2. Tata Perundang-Undangan
Sebagaimana dalam penjelasan konstitusi atau UUD 1945 bahwa Indonesia ialah Negara yang
berdasar hukum (rechsstaat). Konsep rechsstaat mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

a) Adanya perlindungan terhadap HAM


b) Adanya pemisah dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin
perlindungan HAM
c) Pemerintah berdasarkan peraturan
d) Adanya peradilan administrasi

Berdasarkan ketetapan MPR No. III Tahun2000 tata urutan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia sebagai berikut :

1) Undang-Undang Dasar 1945


2) Ketetapan MPR
3) Undang-Undang
4) Peraturan pemerintah pengganti undang-undang
5) Peraturan pemerintah
6) Keputusan presiden
7) Peraturan daerah

C. Tujuan dan Fungsi Konstitusional

Secara garis besar, tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan


sewenangwenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah,
menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan (2005), hakikat
tujuan konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme yaitu
pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga
negara maupun setiap penduduk dipihak lain.

Sedangkan fungsi konstitusi adalah sebagai sarana dasar untuk mengawasi proses-proses


kekuasaan atau bisa juga befungsi sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem
politik dan sistemm hukum negara. Karena itu ruang lingkup isi undang-undang dasar sebagai
konstitusi tertulis sebagaimana dinyatakan oleh Struycken memuat tentang:

 a. hasil perjuangan politik bangsa diwaktu yang lampau

 b. tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangs

c. pandangan tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk masa
yang akan datang

d. suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak


dipimpin.

D. Sejarah Perkembangan Konstitusional

Negara indonesia adalah suatu negara yang telah merdeka dan diakui oleh internasional,
sebagaimana kita ketahui bahwa yang dinamakan dengan negara pastilah memiliki atau
menganut suatu aturan hukum yang tertinggi dan aturan ini sering disebut dengan Konstitusi
suatu negara baik berupa aturan hukum tertinggi yang bersifat flaksibel maupun rigid dan aturan
tetinggi ini pastilah berbeda-bedapula antara suatu negara dengan negara lainnya. Begitu juga
dengan indoensia memiliki konstitusi yang Dinamakan Undang-Undang Dasar tahun 1945 atau
disingkat dengan UUD 1945 dan harus kita ketahui sejarah perjalan perkembangan UUD 1945
ini memiliki beberapa tahap dalam mencapai kesempurnaannya. Konstitusi indonesia yang
pertama kali ini harus kita ketahui bahwa merupakan hasil karya pemikir yang berasal dari
negara jepang yaitu  Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yamg merupakan salah satu anggota Badan
Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada masa penjajahan belanda dan
konstitusi pertama ini diberi nama Hukum Dasar. Sebelum proklamasi kemerdekaan indonesia,
bangsa indonesia dibawah kekuasaan pemerintah belantara jepang telah mengenal Hukum Dasar
tersebut namun harus juga kita ketahui bahwa Hukum Dasar tersebut belum sempat digunakan
oleh atau sepenuhnya diterapkan oleh bangsa indonesia.

Sementara itu sejak proklamasi kemerdekaan indonesia hingga dengan saat sekarang
banhsa indonesia telah mengenal lima konstitusi dan ini tidak termasuk Hukum Dasar hasil karya
orang jepang tersebut, antara lain yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS, UUD dekrit Presiden
5 Juli 1959 dan UUD 1945 yang saat ini telah diubah empat kali. Beitu banyak lika-liku
perjalanan konstitusi di negara indonesia dalam menggapai kejayaan sebagaimana yang
diharapkan oleh masyrakat indonesia. Silih berganti kepemimpinan bangsa ini seilih berganti
pula konstitussi negara ini pada saat itu. Tuntutan zaman mempengaruhihal ini dari pemimpin
yang diktator hingga terus berubah menjadi UUD yang demokrasi dan hal inilah yang menjadi
tuntutan masyarakat di era reformasi.

Berikut ini adalah uraian perkembangan perjalanan UUD 1945 tahap demi tahap, yaitu :

a. Konstitusi UUD 1945 (Pertama Pembentukan)

UUD 1945 yang pertama di negara indonesia ini adalah merupakan produk rancangan dari
panitia persiapan kemerdekaan bangsa indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, dan UUD 1945
ini hanya sempat berlaku empat tahun selanjutnya pemerintahan indonesia secara fundamental
harus segera merubah bentuk negara, sistem pemerintahan dan UUD ini karena pemerintah
tersadar bahwa UUD ini terkandung banyak perpolitikan belanda yang ingin menguasai kembali
negara indonesia setelah belantera jepang menyerah kepada sekutu
b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)

Konstitusi RIS adalah sebuah konstitusi yang bersifat sementara, yang dalam waktu
secepat-cepatnya. Konstituante bersama dengan pemerintah akan menetapkan konstitusi baru
menggantikan konstitusi ini. Bentuk negara menurut konstitusi ini adalah negara serikat dan
bentuk pamerintahannya ialah republik (Pasal 1 ayat 1 KRIS). Kedaulatan negara dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 KRIS). Dengan
disahkannya konstitusi RIS maka bergantilah pula bentuk negara kita yaitu menjadi Negara
Republik Indonesia Serikat yaitu pada tanggal 27 Desember 1949. Dan pada saat itu ternyata
salah satu daerah di indonesia yang menjadi negara bagian masih menggunakan konstitusi UUD
1945 yaitu Yogyakarta yang tetap sebagai Negara Republik Indonesia. Dan dengan berlakunya
konstitusi RIS di negara ini bentuk negara telah berubah dari negara kesatuan berubah menjadi
negara federal, sistem negarapun juga ikut berubah yaitu dari sistem presidensial berdasarkan
UUD berubah menjadi Parlementer yaiutu seperti yang diatur dalam Konstitusi RIS.

Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. bentuk pemerintahan
dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian
yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya.Pada tanggal 23 Agustus - 2 September 1949 di Den Haag, Belanda, diadakan
Konferensi Meja Bundar (KMB). Tujuan diadakannya KMB adalah untuk menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dan Belanda secepat-cepatnya, dengan cara yang adil dan
pengakuan kemerdekaan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat
(RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia
sepenuhnya, tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS, selambat-lambatnya pada
tanggal 30 Desember 1949. Dan pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani
piagam pengakuan kedaulatan RIS di Amsterdam, dan mulai saat itulah diberlakukan Konstitusi
RIS.

c.       Konstitusi UUD Sementara 1950.

Perubahan bentuk Negara secara otomatis juga membuat perubahan dalam konstitusinya.
Mulai Pada tanggal 17 Agustus 1950 Konstitusi Indonesia berubah menjadi Undang-Undang
Sementara Republik Indonesia yang selanjutnya kembali dibentuk konstitusi baru yaitu UUD
Sementara tahun 1950.  Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer
yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti,
akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan
kepentingan partai atau golongannya.

d.      Konstitusi UUD 1945  Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli
1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu. Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan
UUD 1945, diantaranya:

1. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA
menjadi Menteri Negara.
2. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
3. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia.
Keberlakuan kembali UUD 1945 mer

3.        Tahap Pembentukan Undang-Undang

a.         Tahap Perencanaan

Dari perspektif perencanaan, pembentukan undang-undang dimulai dari penyusunan Program


Legislasi Nasional. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan salah satu instrument
penting dalam kerangka pembangunan hukum, khususnya dalam konteks pembentukan materi
hukum.

1)        Proses Penyusunan

ProlegnasDalam proses penyusunan Prolegnas, penentuan arah kebijakan dan penyusunan daftar
judul dilakukan pemerintah mapun di DPR RI secara terpisah. Masing-masing, baik pemerintah
maupun DPR, menggalang masukan dari berbagai pihak. Pemerintah meminta dan menerima
masukan dari setiap kementerian dan non-kementerian yang ada di lingkungan pemerintahan.
Sedangkan DPR menggalang masukan dari anggota DPR, fraksi, komisi, DPD dan masyarakat.

2)        Keputusan Prolegnas

Daftar judul RUU yang ada dalam Prolegnas yang merupakan hasil dari pembahasan bersama
antara Pemerintah dan DPR kemudian ditetapkan di Rapat Paripurna DPR untuk kemudian
dimuat dalam keputusan  DPR RI.

3)        Pengajuan RUU diluar Prolegnas

Dalam keadaan tertentu, pemrakarsa RUU (baik itu Pemerintah atau DPR) dapat mengajukan
RUU dari luar daftar Prolegnas.  Rancangan undang-undang (yang diajukan di luar Prolegnas)
terlebih dahulu disepakati oleh Badan Legislasi dan selanjutnya Badan Legislasi melakukan
koordinasi dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-
undangan untuk mendapatkan persetujuan bersama, dan hasilnya dilaporkan dalam rapat
paripurna untuk ditetapkan.

b.        Tahap Penyusunan

Didalam tahap penyusunan UU, proses penyusunanya dilakukan mulai dari perencanaan
rancangan UU berdasarkan daftar prioritas Prolegnas. Selanjutnya penyiapan RUU yang
diajukan oleh Presiden atau DPR. Dalam pengajuan RUU, baik yang berasal dari DPR, Presiden
atau DPD harus disertai Naskah Akademik. UU PPP menjadikan Naskah Akademik sebagai
persyaratan dalam pengajuan sebuah RUU, kecuali terhadap RUU, mengenai:

1)        APBN;

2)        Penetapan Perpu; atau

3)        Pencabutan UU atau pecabutan Perpu; yang cukup disertai dengan keterangan yang
memuat pokok pikiran dan meteri muatan yang diatur.

Kemudian hal penting yang terkait dengan Naskah Akademik adalah sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 44 UU PPP bahwa penyusunan Naskah Akademik yang tercantum dalam
Lampiran 1 UU PPP, sehingga didapatkan formula Naskah Akademik yang sama, baik dari sisi
sistematika, teknis penyusunanya maupun kedalam substansi yang akan diatur.

Untuk memastikan bahwa penyusunan RUU berjalan baik seusuai prosedur dan teknik
penyusunan perundang-undangan, maka diatur ketentuan bahwa setiap RUU yang diajukan
kepada DPR oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau DPD harus dilakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU oleh Badan Legislasi DPR RI.
Demikian halnya terhadap RUU yang diajukan oleh Presiden yang penyiapanya dilakukan oleh
menteri atau pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas
tanggung jawabnya, dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU
oleh Menteri Hukum dan HAM. Ketentuan mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi RUU didalam Pasal 46 dan 47 UU PPP diatur lebih jelas, tersetruktur, dan
masing-masing terintegrasi didalam peraturan DPR maupun Perpres tentang tata cara
mempersiapkan RUU.

c.         Tahap Pembahasan

Ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU PPP menjelaskan bahwa pembahasan RUU dilakukan oleh DPR
bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Hal ini sesuai bunyi Pasal 20 ayat (2) UUD NKRI
Tahun 1945, yakni “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama”. Adapun pelibatan atau keikutsertaan DPD dalam pembahsan
RUU hanya dilakukan apabila RUU yang dibahas berkaitan dengan:

1)        Otonomi daerah;

2)        Hubungan pusat dan daerah;

3)        Pembentukan, pemekaran, penggabungan daerah;

4)        Pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

5)        Perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU dilakukan hanya pada pembicara tingkat I (Satu),
kemudian dalam pembahsan tersebut DPD diwakili oleh alat kelengkapan yang membidangi
materi muatan RUU tersebut.
d.        Tahap Pengesahan

Sesuai ketentuan Pasal 72 PPP bahwa RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden
disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Peresiden untuk disahkan menjadi UU. Penyampaian
RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan bersama. Penentuan tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk
mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan RUU kelembaran resmi
Presdiden sampai dengan penandatangan pengesahan UU oleh Presiden dan penandatanganan
sekaligus pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) oleh Mentri Hukum
dan HAM.

e.         Tahap Pengundangan

Pengundangan peraturan perundang-undangan didalam UU PPP tetap dilakuakan dalam


Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita
Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. Penempatan peraturan perundang-undangan
didalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia hanya
berupa batang tubuh peraturan perundang-undangan an sich. Sementara penjelasan peraturan
perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dimuat dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Demikian pula penjelasan peraturan perundang-
undangan yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dimuat dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia. Untuk melaksanakan pengundangan peraturan perundangan-
undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia.

f.          Tahap Penyebarluasan

Penyebaraluasan Prolegnas, RUU, dan UU merupakan kegiatan untuk memberikan informasi


dan/atau memproleh masukan masyarakat serta para pemangku kepentingan mengenai Prolegnas
dan RUU yang sedang disusun, dibahas, dan yang telah diundangkan agar masyarakat dapat
memberikan masukan atau tanggapan terhadap Prolegnas dan RUU tersebut atau memahami UU
yang telah diundangkan. Kegiatan penyebarluasan tersebut dilakukan melalui media elektroknik
dan/atau media cetak.
Ketentuan pasal 89 UU PPP lebih progresif dalam penyebarluasan, bukan hanya kewenagan
pemerintah semata, melainkan penyebarluasan dilakukan secara bersama oleh DPR dan
pemerintah. Didalam UU ini diatur bahwa penyebarluasan Prolegnas dilakukan bersama oleh
DPR dan pemerintah yang dikordinasikan oleh Badan Legislasi DPR. Penyebarluasan RUU yang
berasal dari DPR dilaksanakan oleh komisi/panitia/badan/Badan Legislasi DPR. Sementara
penyebarluasan RUU yang berasal dari presiden dilaksankan oleh instansi pemrakarsa.

Demikian halnya terkait ketentuan Pasal 90 UU PPP diatur bahwa penyebarluasan UU yang
telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) dilakukan secarara
bersama-sama oleh DPR dan pemerintah. Dalam hal UU yang berkaitan disahkan berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka penyebarluasan UU
tersebut dapat juga dilakukan oleh DPD .
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konstitusi merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah,
pihak yang diperintah(rakyat) dan hubungan diantara keduanya. Tujuan konstitusi adalah
membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah
dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Adapun fungsi konstitusi adalah sebagai
dokumen nasional dan alat membentuk politik dan system hokum negaranya.
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh
warga Negara. Dengan kata lain, Negara yang memilih demokrasi sebagai system
ketatanegaraan, maka konstitusi merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi
di Negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis.

B. SARAN

Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan pentingnya
konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk mempelajari semua hal yang berkaitan dengan
konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam mengatasi setiap masalah dalam kapasitas
kita sebagai warga negara.
DAFTAR PUSTAKA

Budimansyah D dan Suryadi K..2008.PKN dan masyrakat Multikultural, Bandung

Anshari, Endang Saifuddi.1981.Piagam Jakarta 22 juni 1945, Jakarta

Syahuri, Taufiqurrohman.2004.Hukum Konstitusi,Bogor : Galahia

Jamin, M.1992.Pembahasan Unndang-Undang Dasar, Jakarta, Hal. 134

Anda mungkin juga menyukai