Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KONSEP NKRI DAN WARGA NEGARA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan


Dosen Pengampu : Dr. H.Sudiro, M.M.

Disusun oleh :
Aurellia Ziararkhis Nafreeza (224110405101)
Dasilva Hanifa Hanum (224110405102)
Desi Stiawati (214110401061)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap negara di dunia ini memiliki bentuk negara, tidak terkecuali
Indonesia. Berawal dari sejarah yang panjang atas perebutan kemerdekaan
bangsa Indonesia, melalui perdebatan panjang yang akhirnya sepakat dengan
Negara Kesatuan (unitaris) sebagai bentuk Negara Indonesia.
Negara Kesatuan sendiri ialah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat,
dan yang berkuasa hanya satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh
daerah. Pada umumnya Negara Kesatuan menggunakan dua sistem
pemerintahan, adakalanya menggunakan sistem sentralisasi maupun sistem
desentralisasi. Indonesia sendiri menggunakan sistem desentralisasi.
Didalam makalah tersebut akan membahas mengenai pemahaman terkait
konsep hubungan Negara Republik Indonesia dengan warga Negara. Dimana
dalam Negara kesatuan, sistem desentralisasi dibagikan kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri, sedangkan
fungsi pengawasan sebagai tugas pemerintah pusat. Adanya fungsi pengawasan
inilah yang menjadi hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka
Negara kesatuan. Pilihan Negara kesatuan dengan penyelenggaraan
pemerintahan yang didominasi oleh pemerintah pusat, merupakan salah satu
alas an untuk tetap menjaga Negara kesatuan dan integritas bangsa Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)


Masing masing negara di dunia memiliki bentuk negara termasuk indonesia.
Mulai dari sejarah yang panjang atas perebutan kemerdekaan dan melalui perdebatan
yang panjang maka bangsa indonesia bersepakatlah dengan Negara Kesatuan
(unitaris) sebagai keputusan akhir dari bentuk Negara indonesia.
Dalam proses perdebatan diawal awal kemerdekaan terdapat dua kelompok
pandangan dalam sidang BPKUPKI yaitu, kelompok nasionalis islam yang
menghendaki indonesia berdasarkan agama (islam) dan kelompok kedua dari
kalangan nasionalis sekuler,yang menghendaki dasar negara indonesia harus
memiliki pemisah antar hubungan agama dan negara. Kedua kelompok tersebut
mempertahankan dan memperkuat pendapatnya masing masing, sehingga diambil lah
jalan tengah antar keduanya dengan dibentuknya panitia kecil yang beranggotakan
sembilan orang atau sering dikenal juga dengan panitia 9..1
Pada tanggal 22 juni 1945 kedua kelompok diatas bersepakat dalam bentuk
kompromis,adapun hasil dari kesepakatan kedua kelompok itu di tuangkan dalam
sebuah piagam yang dikenal dengan sebutan piagam jakarta( jakarta charter).
Berawal dari perdebatan dasar negara ,perumusan dasar negara hingga nantinya akan
menjadi perumusan dalam UUD.
Adanya perubahan pembukaan UUD dan batang tubuh UUD antara hasil
kerja BPUPKI dan PPKI memunculkan kuatnya perdebatan mengenai paham yang
berkembang ditubuh panitia itu ,yaitu golongan kebangsaan atau nasionalis sekuler
dan golongan islam atau nasionalis religious.
Adapun konsep dan gagasan tentang terbentuknya negara kesatuan sebelum
kemerdekaan Indonesia, yang dikemukakan oleh Yamin

1
(Adapun kesembilam panitia itu adalah soekarno hatta,wachid
Hasyim,a.maramis,abikusno tjokrosujoso, a kahar mudzakir, h.agus salim,ahmad
soebarjo,moh.yamin.)

2
”Dasar unitarisme sejak Kongres Indonesia Muda (Sumpah Pemuda) 28 Oktober
1928 membuang dasar federalisme dan kebusukan rasa kepulauan atau
kedaerahan (insularisme, provincialisme) dan menanam kesatuan Indonesia atas
dasar persatuan bangsa, daerah tanah air dan bahasa di bawah lindungan satu
bendera Merah-Putih”..2

Jika mengacu pada teori teori modern ,bentuk negara terdapat dua bentuk,
yaitu bentuk negara kesatuan (unitarisme) dan bentuk negara serikat (federal).
Negara kesatuan ialah suatu negara yang merdeka dan berdaulat,seluruh negara yang
berkuasa dalam negara kesatuan hanya pada satu pemerintahan (pusat) yang
mengatur seluruh daerah yang terdapat dalam negara tersebut.

Negara kesatuan pada umumnya menggunakan dua sistem pemerintahan,


menggunakan sistem sentralisasi dan menggunakan sistem desentralisasi. Sistem
desentralisasi, merupakan pilihan asas yang tepat bagi negara kesatuan,
dibandingkan asas otonomi. Sedangkan Indonesia sendiri adalah negara kesatuan
dengan menganut sistem desentralisasi.

2
m. yamin.proklamasi dan konstitusi republic Indonesia,
(Jakarta,djambatan.1951)hlm.81

3
mbangan evaluasi kurikulum, metode evaluasi kurikulum, dan cara evaluasi
kurikulum.3

B. SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Negara Kesatuan


Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah provensi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”..
Dalam penjelasan Pasal 18 Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah
Provinsi dan daerah Provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil
Kemudian ayat 2 menegaskan “Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Pemerintahan daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) dijalankan dengan asas otonomi, dimana kewenangan mengatur dan
mengurus pemerintahan sendiri secara mandiri adalah kewenangan pemerintah
setempat.
UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan
otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab
kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR RI Nomor
XV/MPR1998 Tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Perubahan tahap kedua UUD 1945 yaitu perubahan Pasal 18 tentang
pemerintahan daerah pernah diungkapkan Bagir Manan yaitu:
1) Prinsip pemberian dan pengakuan otonomi luas kepala daerah
2) Daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri segala urusan rumah
tangga daerah dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan UUD 1945
dan berbagai kebijaksanaan nasional.
3) Hak daerah untuk memperoleh manfaat sebesar- besarnya atas segala
potensi dan kekayaan yang ada di daerahnya masing-masing.

3
Hamdi, Evaluasi Kurikulum Pendidikan,2020, Intizam: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam,Vol.4 No.1

4
4) Segala bentuk eksploitasi kekayaan Negara (rakyat) yang ada didaerah
atas nama pusat, harus diikuti dengan ketentuan pembagian hasil antara
pusat dan daerah.(98)
Untuk menjalankan dan menyelenggarakan pemerintahan pusat dan
daerah, pemerintah berpedoman kepada beberapa asas, yaitu (99)
1. Asas Keahlian yaitu dilihat pada susunan pemerintahan pusat.
2. Asas Kedaerahan. Banyaknya kepentingan-kepentingan
pemerintahan pusat sehingga pemerintahan tidak dapat
mengurus kepentingan-kepentingan itu dengan baik, tanpa
berpegang pada asas kedaerahan dalam melakukan
pemerintahan.
Selain asas otonomi, pemerintahan daerah dijalankan berdasarkanasas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan (delegasi). Asas
dekonsentrasi. Merupakan asas yang menyatakan pelimpahan wewenang
dari pemerintahan pusat atau kepala wilayah atau yang lebih tinggi kepada
pejabat- pejabatnya di daerah.

Untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi perlu adanya aturan yang


mengatur hubungan pemerintah pusat dan daerah yang meliputi hubungan
pengawasan, hubungan kewenangan, dan hubungan keuangan beserta seterusnya.

C. SISTEM PEMERINTAHAN DESA

5
Pemerintahan Orde Baru. Suatu hal yang paling memungkinkan untuk
megubah wajah Indonesia baru adalah dengan mereformasi konstitusi dengan
melakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan empat tahap. Tahapan
yang ke dua memprioritaskan dalam penataan pemerintahan di daerah. Hal
demikian itu tampak pada Pasal 18 yang awalnya hanya terdiri satu Pasal dan
ayatsaja, kini terdapat penambahan Pasal 18 (A,B) berikut dengan penambahan
ayat-ayatnya.

Landasan konstitusional daerah dan desa untuk menjalankan


pemerintahannya harus diimbangi dengan peraturan perundang-undangan dalam
ranah pelaksanaan teknisnya. Sehingga beberapa bulan setelah reformasi lahirlah
Undang-undang No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, dengan
demikian secara otomatis menonaktifkan atau tidak berlakunya lagi Undang-
undang sebelumnya, yakni UU No.5 Tahun 1974, Tentang Pemerintahan Daerah,
dan UU No.5 Tahun 1979, Tentang Desa. Di masa Orde Baru daerah dan desa
tidak menjadi satu sistem pemerintahan, akan tetapi daerah dan desa menjadi
kewenangan pemerintahan nasional secara mutlak yang bercorak sentralisasi.

Sedangkan desa berkedudukan wilayah terendah di bawah kecamatan.


Setelah reformasi keberadaan desa dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diakui
secara konstitusional dalam Pasal 18B, yang menyatakan:

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat


hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Menurut Pasal tersebut desa masuk sebagai kesatuan masyarakat hukum


adat. Keberadaan desa yang masih eksis sebagai kesatuan masyarakat hukum adat,
dan beserta hak-hak tradisionalnya di akui konstitusi. Dalam konstitusi UUD
1945, pengaturan tentang otonomi desa, cukup hanya berhenti di daerah.

Desa menunjukkan sebuah entitas kewilayahan yang memiliki sistem


pemerintahan sendiri. Asal kata desa adalah “deshi” yang merupakan bahasa

6
sansekerta yang berarti tanah kelahiran ataupun tanah tumpah darah. Dalam
makna ini, desa diartikan asli atau orgin. Pengertian selanjutnya jika “desa”
diartikan ke dalam bahasa Indonesia, maka desa beratikan wilayah hukum di jawa.

121 Desa berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai


kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem
pemerintahan sendiri di luar kota.122

Menurut H.A.W. Widjaja, Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum


yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa.
Sedangkan landasan pemikiran dalam pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan
masyarakat.

124 Sedangkan menurut Hanif Nurcholis, memberikan pengertian tentang


Desa adalah suatu wilayah yang ditingali oleh sejumlah orang yang saling
mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadat yang relatif sama, dan
mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya.

125 Dengan demikian Desa merupakan sekumpulan masyarakat hukum


yang menempati di suatu wilayah tertentu yang memilik sistem pemerintahan
untuk mengatur, dan mengurus rumah tangganya sendiri secara mandiri dan
partisipatif. Sedangkan Desa sendiri diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum
semenjak pada masa kolonial.

Ketika dimasa Orde Baru, terdapat UU No. 5 Tahun 1979 yang mengatur
Tentang Desa, dan lima tahun sebelumnya terdapat UU No.5 Tahun 1974 Tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah. pengaturan desa dalam Undang-undang
yang lahir di masa Orde Baru bercorak penyeragaman bentuk desa dan nama, atau
penyeragaman organisasi pemerintahan desa, dan pemerintahan nasional yang
bersfat sentralistik.Pengintegrasian desa ke dalam struktur pemerintahan nasional
menempatkannya sebagai rantai terbawah dari sistem berokrasi pemerintahan
yang sentralistik.

7
Hal ini menjadikan desa sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat
dan subsistem dari negara, sehingga kedudukan desa sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang otonom dan otonomi asli semakin pudar dan terkikis dari jati diri
desa sebenarnya.136 Tidak hanya dalam penyeragaman sistem desa saja yang
terdapat dalam UU No.5/79, akan tetapi menurut Mashuri Maschab137 terdapat
beberapa perubahan. Diantaranya,

1. Pertama, organisasi pemerintahan yang terendah dipisahkan antara yang


bersifat administratif yaitu kelurahan, dengan desa yang bersifat otonom.
2. Pejabat dan pegawai organisasi pemerintahan yang terendah dipegang oleh
pegawai negeri.
3. Penghapusan lembaga perwakilan masyarakat desa. Keempat. Pengukuhan
kepala desa sebagai pusat kekuasaan di desa.

Penasehan dan badan pertimbangan desa hanyalah bersifat formalitas, dan


kekuasan sentral di desat terpusat pada kepala desa. Ketika memasuki era
Reformasi, sejalan dengan reformasi konstitusi dengan perubahan UUD 1945
1999-2002, format desa berubah tidak seperti Undang-undang sebelumnya. Dalam
kurun 19 tahun lamanya, dan pada akhirnya lahirlah UU No.22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. kedudukan Desa tidak lagi di atur oleh
pemerintahan nasional, melainkan desa menjadi bagian dari pemerintahan daerah.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang terbentuknya Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan suatu bentuk
Negara yang terdiri atas wilayah yang sangat luas dan tersebar dengan
bermacam perbedaan yang memiliki tujuan dasar menjadi bangsa yang merdeka,
bersatu, berdaulat dan menjunjung keadilan bagi setiap warganya.
. Sistem Negara kesatuan membawa terciptanya aturan yang sama untuk
seluruh warga negaranya, baik di setiap daerah atau desa yang ada di negara
tersebut. Dengan demikian, hukum hukum yang ditegakkan lebih adiluntuk
semua pihak. Aturan yang sama juga dapat meningkatkan persatuan dan
kesatuan di antara warga negara.
. Ada banyak evaluasi yang berkaitan dengan tangga penilaian kurikulum,
namun secara populer mereka merangkum, antara lain, terutama: merancang,
menyiapkan, mengumpulkan data, menganalisis, membuat kesimpulan,
menghasilkan rekomendasi, dan memanfaatkan efek penilaian. demikian pula,
ada taktik untuk evaluasi kurikulum, bersama dengan metode ideal klinis dan
kesempurnaan humanistik.
B. Saran
Oleh karena itu, makalah ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi para pembaca. penulis mohon maaf jika ada kesalahan
yang dilakukan selama pendidikan makalah ini, karena penulis tidak lepas dari
panggilan yang salah. Oleh karena itu, penulis hanya berharap agar setiap pihak,
khususnya para akademisi, dapat memberikan lebih banyak saran dan kritik untuk
perbaikan makalah ini. penulis berharap bahwa itu adalah finishing yang tepat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, S. a. (2017 ). Manajemen Kurikulum . Medan : Perdana Publishing .


Fitrotul, E. (2020). Evaluasi Kurikulum Pendidikan. Jurnal Tawadhu, 5, 219.
Hamdi, M. M.(2020). Evaluasi Kurikulum Pendidikan. Intizam: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam,vol.4, No.1
Muhammad. (2002 ). Akutansi Lembaga Keuangan . Jakarta : Jakarta Tazkia
Institut.
Muhammad. (2002). Manajemen Bank Syariah . Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.
Zainal Arifin.(2012).Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung:
Remajarosdakarya,klm.263

10

Anda mungkin juga menyukai