Disusun oleh :
5. M. Rayhan (26)
PENDAHULUAN
Ilmu merupakan hasil pemikiran manusia yang diperoleh dari pengalamannya. Ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat metodis, sistematis, dan logis.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segala sesuatu yang kita ketahui. Cara
mendapatkan pengetahuan dapat melalui berbagai kesempatan, baik yang disengaja maupun
tidak disengaja dan secara spontan.
Jadi, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode keilmuan, yakni diperoleh
dengan menggunakan cara kerja yang rinci, sistematis, dan logis. Pengetahuan yang merupakan
ilmu memiliki syarat dan ciri-ciri, antara lain memiliki objek, memiliki tujuan dan metode,
bersifat empiris, rasional, dan objektif.
Sementara Schon mengartikan teknologi adalah suatu cara dan suatu proses untuk
membuat sesuatu yang dapat mengembangkan keterampilan manusia. Dalam kaitan ini
teknologi merupakan kekuatan otonom yang mampu mengubah kehidupan manusia. Akan
tetapi, teknologi juga dapat menambah dan memperbanyak kemampuan dan
kekuasaan/kekuatan manusia. Jadi, dengan teknologi manusia dapat dipengaruhi/dikuasai oleh
teknologi. Ciri-ciri teknologi antara lain rasionalisasi, tidak alami (artificial) dan otomatis
universal.
Iptek sendiri selalu berkembang mengikuti masa seiring perkembangan manusia itu
sendiri. Perkembangan iptek yang sangat cepat memberikan manfaat yang luar biasa bagi
manusia, salah satunya dapat dilihat dalam bidang pertahanan dan keamanan, dimana iptek
dapat menunjang kemampuan pertahanan dan keamanan nasional. Penelitian difokuskan pada
peningkatan ketahanan bangsa untuk masa kini, daya tangkal dewasa ini, dan masa mendatang.
Akan tetapi perkembangan Iptek yang tidak terkontrol dapat menjadikan masyarakat
terbawa arus modernisasi. Akibatnya masyarakat terjadi perubahan besar-besar sampai
menghilangkan kebudayaan aslinya dan juga menghasilkan manusia yang memiliki sifat
konsumtif dan bermental “instant”.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Masing-masing negara di dunia tidak terkecuali Indonesia pati memiliki sejarah yang panjang atas
perebutan kemerdekaan bangsa Indonesia, dan melalui perdebatan panjang para the founding fathers
republik ini, maka bersepakatlah Negara Kesatuan (unitaris) adalah keputusan final dari bentuk Negara
Indonesia.
Walaupun di awal-awal menjelang kemerdekaan, perdebatan yang begitu banyak menguras energi
saat itu adalah perdebatan tentang dasar negara Indonesia (philosofiche grondslag) dan bentuk negara.
Terdapat dua kelompok pandangan dalam sidang BPUPKI yang berbeda pandangan, yaitu kelompok
nasionalis Islam yang menghendaki Indonesia berdasarkan Agama (Islam). Sedangkan kelompok yang
kedua dari kalangan nasionalis sekuler, yang menghendaki dasar negara Indonesia harus ada pemisahan
antara hubungan agama dan negara. Kedua kelompok tersebut saling mempertahankan pendapatnya
masing-masing, sehingga menemui jalan buntu.
Akibatnya saling bersingkuh anatar apanitia kecil yang beranggotakan sembilan orang atau dikenal
dengan sebutan (Panitia 9).1 Tepatnya pada tanggal 22 Juni 1945, kedua kelompok tersebut mencapai
sebuah kesepakatan dalam bentuk kompromis, atau meminjam istilah Mahfud MD mencapai modus
vivendi2 (kesepakatan luhur) dari kedua pihak. Adapun hasil dari kesepakatan kedua pihak terangkum ke
dalam sebuah piagam yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta (Jakarta Charter).3 Berawal
dari perdebatan dasar negara hingga perumusan bentuk negara yang kemudian menjadi rumusan dalam
UUD nantinya.
Perubahan pembukaan UUD dan batang tubuh UUD hasil kerja BPUPKI ini oleh PPKI
mencerminkan kuatnya perdebatan mengenai paham yang berkembang di tubuh panitia itu, yakni
golongan kebangsaan atau nasionalis sekuler dan golongan Islam atau golongan nasionalis religius.
UUD 1945 yang disahkan PPKI tersebut terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh, dimana Batang
Tubuh terdiri dari 16 Bab, dan 37 Pasal, empat pasal Aturan
Peralihan, dan dua ayat Aturan Tambahan. Dalam sejarah keberlakuan UUD 1945 ternyata tidak
berlangsung lama. Belum lagi mencapai usia lima tahun UUD ini diganti dengan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS) yang berlaku sejak tanggal 27 Desember 1949. Pergantian UUD terjadi karena
terjadinya perubahan bentuk negara, dari negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945,
diganti dengan negara Indonesia Serikat yang berdasarkan konstitusi RIS. Hal itu diakibatkan oleh situasi
dan kondisi politik serta militer di tanah air. Akhirnya terbitlah Undang-undang Federal No. 7 tahun 1950
1
Adapun kesimbilan panitia itu adalah Soekarno, Hatta, Wachid Hasyim, A. Maramis,
Abikusno Tjokrosujoso, A Kahar Mudzakir, H. Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Moh. Yamin.
2
Mahfud MD, Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta,
UII Press, 1993) hlm. 44
3
Dan selanjutnya terdapat perubahan dalam Piagam Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam
sidang BPUPKI yang diusulkan oleh Hatta. perubahan Piagam Jakarta diantaranya; 1. “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”. Menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. 2.
Pasal 6 batang tubuh UUD yang semula berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam”
diganti “Presiden ialah orang Indonesia asli”. 3. Pasal 28 batang tubuh UUD yang semula berbunyi “ Negara
berdasarkan asas ke-tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti
menjadi “negara berdasarkan Ke-tuhanan Yang Maha Esa”. Pasal ini menjadi pasal 29 UUD nantinya.
pada tanggal 15 Agustus 1950. Yang isinya adalah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan
memberlakukan UUDS 1950 yang merupakan hasil perubahan dari konstitusi RIS.4
Sedangkan perdebatan mengenai bentuk negara Indonesia, Soekarno dan Hatta berselisih paham
mengenai bentuk Negara Indonesia. Soekarno mati-matian mempertahankan konsep bentuk negara
kesatuan sebagai kelanjutan dari Nusantara yang pernah berjaya dimasa silam. Sedangkan Hatta pada
dasarnya memilih Indonesia sebagai negara federal saja, karena dengan alasan mempertimbangkan
kondisi geografis, budaya, entis, dan bangsa yang berbeda, sehingga pilihan yang tepat menurut Hatta
adalah bentuk negera federal. Berbeda dengan Soepmo yang lebih bersepakat dengan konsep negara
integral, karena menurutnya bentuk negara integralistik merupakan bentuk negara yang paling ideal dan
sesuai dengan kondisi kebangsaan Indonesia.
Adapun konsep dan gagasan tentang terbentuknya negara kesatuan sendiri jauh sebelum
kemerdekaan Indonesia. Hal demikian itu pernah dikemukakan Yamin.
Dasar unitarisme sejak Kongres Indonesia Muda (Sumpah Pemuda) 28 Oktober 1928
membuang dasar federalisme dan kebusukan rasa kepulauan atau kedaerahan
(insularisme, provincialisme) dan menanam kesatuan Indonesia atas dasar persatuan
bangsa, daerah tanah air dan bahasa di bawah lindungan satu bendera Merah-Putih.5
Kongres Pemuda yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober itu merupakan gagasan awal tentang
cita-cita negara kesatuan. Diantaranya hasil dari kongres tersebut yang kemudian dikenal dengan
sebutan “Sumpah Pemuda” yang berisikan komitmen berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa
satu Indonesia. Dengan demikian komitmen persatuan di dalam negara kesatuan merupakan bagian dari
resultante politik para pendiri republik ini. walaupun sejatinya ada beberapa kalangan berpendapat yang
membedakan makna “kesatuan” dan “persatuan”.
Jika mengacu pada teori–teori modern, maka bentuk negara terdapat dua bentuk, yaitu bentuk
negara kesatuan (unitarisme) dan bentuk negara serikat (federal). Negara kesatuan ialah, suatu negara
yang merdeka dan berdulat, dan seluruh negara yang berkuasa hanya ada satu pemerintah (pusat) yang
mengatur seluruh daerah. Negara kesatuan pada umumnya menggunakan dua sistem pemerintahan, ada
kalanya menggunakan sistem sentralisasi dan ada pula yang menggunakan sistem desentralisasi. Sistem
4
Negara bagian pada waktu itu diantaranya; Negara Indonesia Timur (1946), Negara Sumantera
Timur (1947), Negara Pasundan (1948), Negara Sumantera Selatan (1948), Negara Jawa Timur (1948) dan
Negara Madura (1948).
5
M. Yamin. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 1951) hlm. 81
desentralisasi, merupakan pilihan asas yang tepat bagi negara kesatuan, dibandingkan asas otonomi.6
Sedangkan Indonesia sendiri adalah negara kesatuan dengan menganut sistem desentralisasi.
Mengenai termenologi “kesatuan” dalam negara kesatuan. Dalam hal ini diungkapkan oleh Jimly
Asshiddiqie. Bahwa istilah keatuan yang bersifat persatuan itu harus dikembalikan kepada bunyi
rumusan sila ketiga dalam Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia”, bukan “Kesatuan Indonesia”. Karena
menurut Jimly, persatuan istilah filsafat dan prinsip bernegara, sedangkan kesatuan adalah istilah
bentuk negara yang bersifat teknis. Bentuk negara keatuan telah termaktub dalam UUD 1945 Pasal 1
ayat (1). “ Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Negara kesatuan
merupakan konsepsi tentang bentuk negara, dan republik adalah konsepsi mengenai bentuk
pemerintahan yang dipilih dalam rangka UUD 1945.
Berbeda dengan pendapat Jimly. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mempunyai pendapat yang
berbeda mengenai istilah “bentuk” negara kesatuan. Ia berpendapat, istilah “bentuk” ada kalanya
digunakan sebagai kesatuan atau federasi, dan ada kalanya juga digunakan sebgai istilah republik.
Seharusnya istilah “bentuk” digunakan dan ditujukan kepada pengertian republik.
Sedangkan istilah “susunan” lebih tepatnya digunakan dalam pengertian negara kesatuan atau
federasi. Sehingga akan mendapatkan pengistilahan bentuk negara adalah republik, sedangkan susunan
negaranya adalah negara kesatuan atau federasi. Pendapat ini didasarkan kepada penyebutan bentuk di
dalam UUD 1945, UUD RIS, dan UUD Sementara 1950, serta dalam Mukadimahnya.
Apabila dilihat dalam UUD 1945 Pasal I ayat (1), bahwa Indonesia ialah Negara Kesatuan yang
berbentuk Republik. Sedangkan prinsip negara kesatuan ialah, bahwa yang memegang tampuk
kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara ialah pemerintahan pusat tanpa adanya suatu
delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Dalam negara kesatuan terdapat
asas bahwa seganap urusan-urusan negara tidak dibagi antara pemerintah pusat (centarl government)
dan pemerintah lokal (local government), sehingga urusan –urusan negara dalam negara-negara
kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan (eenheid) dan pemegang kekuasaan tertinggi di negara
tersebut ialah pemerintah pusat.7
6
Ni’matul Huda, Berkayuh Diantara Bentuk Negara Kesatuan Dan Federal,
Jurnal Konstitusi PSHK UII, Vol.1.No.01. Hlm. 60
7
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta, Grafindo Persada, 2005) hlm. 92
8
Ibid., Hlm. 93
Sedangkan menurut C.S.T. Kansil, negara kesatuan merupakan negara yang merdeka dan berdaulat
dimana di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh
daerah. Negara kesatuan dapat pula berbentuk negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, dimana
segala sesuatu dalam negara tersebut langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, dan
daerah-daerah tinggal melaksanakannya. Kemudian yang kedua, negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi, dimana kepada daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus urusan rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan swantara.9
Sedangkan perbedaan negara kesatuan dan federal dapat dilihat dari derajat desentralisasinya.10
Dalam negara kesatuan desentralisasi debagikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan rumah tangganya sendiri, dan terdapat fungsi pengawasan dari pemerintahan di atasnya
(pemerintah pusat). adanya fungsi pengawasan inilah yang menjadi hubungan pemerintah pusat dan
daerah dalam rangka negara kesatuan.
Lain halnya pendapat Sri Soemantri, adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
daerah-daerah otonom bukanlah ditetapkan dalam konstitusinya, akan tetapi karena masalah itu adalah
merupakan hakikat daripada negara kesatuan.11 Sedangkan Mariam Budiarjo menegaskan perbedaan
negara federal dan kesatuan yang terdesentralisasi hanya bersifat nisbi.12 Ia menambahkan perbedaan
kecenderunganatau perbedaan perjalanan arah antara otonomi dan federal menjadi satu titik temu
persamaan antara sistem negara kesatuan berotonomi dengan sistem negara federal. Dengan demikian
dapat disimpulkan, sepanjang otonomi dapat dijalankan secara wajar dan luas, maka perbedaan negara
kesatuan yang berotonomi dengan Negara federal menjadi suatu perbedaan gradual belaka.13 Sementara
itu, mengenai pilihan negara kesatuan merupakan sikap ambisius para pendiri bangsa ketimbang negara
federal yang dianggap sebagai bentuk perpecah belahan bangsa. Menurut Gaffar Karim87, pilihan negara
kesatuan pada intinya hanya visible dalam sebuah masyarakat yang memiliki character gemeinschaft
relatif tunggal. Pilihan negara kesatuan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang didominasi oleh
pemerintah pusat, adalah salah satu alasan untuk tetap menjaga negara kesatuan dan integritas
bangsa.88 Jika pertimbangannya adalah demikian, maka tidaklah mutlak bahwa prinsip negara kesatuan
secara keseluruhan terkendalikan oleh pemerintah (pusat). Akan tetapi syarat dari negara kesatuan
haruslah berdaulat, dan tidak ada lembaga atau pemerintahan lain yang berdaulat di atas kedaulatan
pemerintah (pusat).
9
C.S.T. Kansil, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia, cetakan kedua, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1985) hlm. 71-72
10
Hans Kalsen, General Theory of Law and State, diterjemahankan oleh Raisul Muttaqien, Teori
Umum Tentang Hukum dan Negara (Bandung, Nusa Media, 2014) cet.14. hlm 448
11
Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antara Hukum Tata Negara, (Jakarta, Rajawali Press)
hlm. 52.
12
Mariam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Cet.XIII, (Gramedia Pustaka
Umum, Jakarta, 1992) hlm.273
13
Ibid. Hlm. 274
Oleh karena itu, Strong berbendapat, ada dua ciri yang terdapat dalam negara kesatuan. first,
the supremacy of the centrla parliament . second, the absence of subsidiary sovereign bodies. Adanya
supremasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan tidak adanya badan-badan lain yang berdaulat.89
Dengan demikian yang menjadi hakikat dari negara kesatuan ialah bahwa kedaulatan-kedaulatannya
tidak terbagi, atau dengan kata lain kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi, karena konstitusi negara
kesatuan tidak mengakui badan badan legislatif lain selain dari badan legislatif pusat.
Menurut pendapat Mariam Budiardjo, bahwa negara kesatuan itu merupakan bentuk negara
dimana ikatan serta integrasi paling kokoh.14
Unitarisme menghendaki satu negara yang bersatu atas dasar kesatuan. Negara
kesatuan membuang federalisme, dan dijalankan dengan secara otonomi di
daerah-daerah, kareana untuk kepentingan daerah maka untuk pembagian kekuasaan
dan kemerdekaan harus pula dijalankan secara adil menurut keharusan administrasi
dan kepentingan.15
Pilihan Indonesia menjadi negara kesatuan, didasarkan bukan hanya sekedar kepentingan atau sikap
politik, melainkan juga didasarkan atas komitmen persatuan dan keadilan. Sikap Indonesia memilih
bentuk negara kesatuan sepertinya menjadi konsep pilihan sebelum kemerdekaan Indonesia. Jika
melihat dari pandangan Yamin di atas, maka negara kasatuan lebih tepatnya menggunakan asas otonomi
bagi daerah-daerah otonom di bawahnya. Pemberian otonomi dalam rangka pembagian kekuasaan
(distribution of power) kepada daerah untuk menjalankan dan mempertimbangkan kesejahteraan
masyarakat secara adil. Semakin jauh akses masyarakat dengan pemerintahannya, maka semakin tidak
merata program pemerintah. Sehingga akan terlihat tampak kesenjangan sosial masing-masing daerah.
14
Mariam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, Gramedia, 2008)
hlm. 269-270
15
M. Yamin. Proklamasi dan Konstitusi Republik.... Op.Cit., hlm. 81
16
Mariam Budiardjo, Dasar Pengenalan IPTEK, (Jakarta, Gramedia, 2009)
hlm. 4-6
Teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup lebih
nyaman, makmur dan sejahtera. Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi, meskipun
Istilah teknologi berasal dari techne atau cara dan logos atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi
dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian IPTEK menurutnya adalah cara melakukan sesuatu
Sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh,
IPTEK ini pada dasarnya mencakup semua alat, mesin, peralatan, perlengkapan, senjata, perumahan,
pakaian, transportasi dan komunikasi perangkat, dan juga keterampilan, yang akan memungkinkan kita
Teknologi sebagai cara praktis untuk menggambarkan bagaimana kita semua sebagai manusia membuat
IPTEK berarti sebagai keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi
Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja
Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembamngkan dan digunakan
5. Kast & Rosenweig
IPTEK menurut mereka, teknologi adalah seni memanfaatkan pengetahuan ilmiah. "Technology is the art
6. Naisbit (2002)
Menurut Naisbit, pengertian IPTEK mengutip pemahaman tentang teknologi dari Random House
Dictionary. Dinyatakan bahwa teknologi sebagai obyek serta benda-benda. Selain itu menjadi bahan dan
7. Miarso (2007)
IPTEK atau teknologi adalah suatu bentuk proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses yang berjalan
ini bisa menggunakan atau menghasilkan produk tertentu. Produk yang tak terpisah dari produk lain
Hal itu juga menyatakan bahwa teknologi merupakan bagian integral dari yang terkandung dalam sistem
tertentu.
Teknologi sebagai cara praktis untuk menggambarkan bagaimana kita sebagai manusia membuat hal-hal
di suatu tempat.
9. Rogers (1994)
Teknologi adalah desain langkah-langkah penting untuk meminimalkan keraguan tentang hubungan
Teknologi merupakan sarana untuk memecahkan masalah mendasar dari peradaban manusia. Tanpa
penggunaan teknologi, akan menyebabkan banyak masalah serta tidak dapat menyelesaikan dengan baik
dan sempurna.
Penggunaan kata teknologi dasarnya mengacu pada ilmu yang meneliti sistem kerja di bidang teknik,
serta mengacu pula pada ilmu yang digunakan di pabrik-pabrik atau industri.
IPTEK merupakan kumpulan alat, aturan dan prosedur adalah penerapan pengetahuan ilmiah untuk
IPTEK adalah karakteristik dari keberadaan kemuliaan manusia, di mana ia membuktikan bahwa manusia
tidak bisa hidup hanya untuk makan, tetapi membutuhkan lebih dari itu.
Selanjutnya dinyatakan oleh Toynbee, bahwa teknologi dapat mengaktifkan konstituen non-materi dari
Teknologi adalah pemimpin secara keseluruhan dan memiliki metode rasional – karakteristik khas
IPTEK adalah suatu ilmu pengetahuan dan perkembangan dalam sebuah industri
Merriam menyatakan bahwa IPTEK adalah sebuah aplikasi atau implementasi ilmu pengetahuan praktis.
Tekonologi adalah metode bersistem untuk merencanakan, menggunakan, dan menilai seluruh kegiatan
pengajaran dan pembelajaran dengan memperhatikan, baik sumber teknis maupun manusia dan
interaksi antara keduanya, sehingga mendapatkan bentuk pendidikan yang lebih efektif.
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang yang dibutuhkan untuk kelangsungan
hidup dan kenyamanan hidup manusia. Lebih lanjut disebutkan bahwa teknologi merupakan sebuah
entitas, benda maupun bukan benda yang diciptakan secara terpad melalui proses penciptaan dan kreasi
17
Ni’matul Huda, Pengaruh IPTEK Terhdap Kehidupan Masyarakat Indonesia, (Jakarta,
Grafindo Persada, 2000) hlm. 81
Pada abad ke-20, rekayasa teknologi yang dikembangkan oleh manusia terus mengalami
kemajuan bahkan menuju kesempurnaan. Pada abad ini ditemukan beberapa alat yang sangat
menunjang pada perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, seperti munculnya televisi, komputer,
telepon dan sebagainya. Selain itu, perkembangan teknologi transportasi juga semakin menunjukkan
bahwa dunia ini tanpa batas. Alat-alat transportasi seperti mobil, kapal laut dan pesawat udara
seakan-akan membuat jarak antardaerah bahkan antarnegara sekalipun semakin pendek dan bisa
ditempuh hanya dengan hitungan jam paling lama hitungan hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kemajuan IPTEK sedang dinikmati oleh seluruh masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia.
Kemajuan IPTEK memberikan dampak positif dan negatif. Masyarakat Indonesia harus selektif dalam
menikmati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat sesuai dengan konsep NKRI yang
Pancasila telah dijadikan dasar nilai bagi pengembangan IPTEK demi kesejahteraan hidup
masyarakat Indonesia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya masyarakat Indonesia harus
didasarkan pada nilai moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pada dasarnya sila-sila
pada Pancasila merupakan sumber nilai, kerangka pikir, dan dasar moralitas bagi pengembangan IPTEK.
Sehingga, sila-sila dalam Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pengembangan IPTEK.
Berikut adalah penjabaran sila-sila Pancasila yang dijadikan sebagai pedoman dalam
pengembangan IPTEK yang dikemukakan oleh Kaelan (2000). Pertama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
mengimplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, perimbangan antara rasional dengan irrasional,
antara akal, rasa, dan kehendak. Berdasarkan sila pertama ini, IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang
ditemukan,dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan tujuannya dan akibatnya,apakah
merugikan manusia dengan sekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan pelestarian. Sila
pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan sebagai bagian
yang sistematik dari alam yang diolahnya.Kedua, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan
dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK haruslah secara beradab. IPTEK
adalah bagian dari proses budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu, pembangunan
IPTEK harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia IPTEK harus dapat
diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia, bukan menjadikan manusia sebagai
makhluk yang angkuh dan sombong akibat dari penggunaan IPTEK.
Ketiga, Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan IPTEK, dengan IPTEK persatuan dan kesatuan
bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah di berbagai
daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan IPTEK. Oleh karenaitu, IPTEK harus dapat
dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat
dikembangkan dalam hubungan masyarakatIndonesia dengan masyarakat internasional.Keempat, Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mendasari
pengembangan IPTEK secara demokratis. Hal ini berarti bahwa setiap ilmuwan haruslah memiliki
kebebasan untuk mengembangkan IPTEK. Selain itu, dalam pengembangan IPTEK setiap ilmuwan juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka artinya
terbuka untuk dikritik, dikaji ulangmaupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.Kelima, Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemajuan IPTEK harus dapat menjaga keseimbangan
keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat
bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
Dampak negatif yang timbul dari kemajuan iptek dalam aspek ini antara lain :
1. Menimbulkan tindakan anarkis dari masyarakat yang dapat mengganggu stabilitas nasional,
ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Peran masyarakat dalam menjaga keamanan, ketertiban dan kedaulatan negara semakin
berkurang.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau Undang-undang nomor 11
tahun 2008 adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau
teknologi informasi secara umum. Undang-Undang ini, mengatur hukum dan berlaku untuk
semua warga negara Indonesia baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah
hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar
wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Salah satunya adalah
keberadaan UU ITE dalam perkembangan IPTEK di bidang pertahanan dan keamanan yaitu
seperti kebijakan pertahanan dan keamanan dalam pertahanan siber (cyber security).
Keamanan Siber dapat berupa salah satu bentuk dari Pertahanan Siber. Di lain pihak, Pertahanan
Siber dapat berupa pertahanan aktif maupun pertahanan pasif. Pertahanan pasif yang dimaksud
dapat tercakup dalam ruang lingkup Keamanan Siber.
Keamanan Siber maupun Pertahanan Siber dapat diselenggarakan oleh individu, kolektif maupun
negara. Masing-masing ruang lingkupnya dapat berbeda. Keamanan Siber dan Pertahanan Siber
yang diselenggarakan oleh negara dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan, integritas, dan
ketersediaan informasi penting bagi negara, keamanan nasional, maupun menjaga Sistem
Elektronik yang strategis atau kritis bagi kelangsungan pelayanan publik atau kelangsungan
negara.
Pihak swasta maupun pribadi memiliki kepentingan untuk membangun keamanan dan
mempertahankan informasi dan sistem elektroniknya untuk menjaga informasi dan sistem
elektroniknya sesuai dengan kepentingannya masing-masing.
B. UU 11/2008 dan PP 82/2012 sebagai Dasar Keamanan Siber dan Pertahanan Siber Semesta
UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik
merupakan pondasi membangun Keamanan Siber dan Pertahanan Siber nasional secara organik.
Secara organik maksudnya keamanan dan pertahanan nasional dibangun oleh Penyelenggara
Sistem Elektronik secara semesta dan berkesinambungan.
Karena Pertahanan Siber untuk kepentingan perang (war) memerlukan pendekatan yang
berbeda. Dalam keadaan perang, seluruh sumber daya digunakan untuk mempertahankan
Sistem Elektronik khususnya yang strategis dan meredam serangan siber dan menyerang untuk
melumpuhkan serangan. Dalam kondisi perang, Tentara Nasional harus lebih berperan aktif.
BAB 3
PENUTUP
Pada dasarnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak
perubahan terhadap pola hidup masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
membantu manusia dalam melakukan berbagai pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Namun,
apabila kita lalai dalam memanfaatkan Iptek itu sendiri maka akan merusak dan berdampak negatif pada
dirinya maupun masyarakat.
Oleh karena itu pengaruh iptek dapat berdampak positif, bahkan negative. Semua tergantuk dari
kemampuan individu dalam menilai dampak yang akan ditimbulkan pada dirinya maupun masyarakat.
Jika seseorang dapat mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sebaik-baiknya, niscaya
penggunaan iptek akan sangat membantu setiap sendi kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, K, (2021, Agustus 12). Pengertian IPTEK Menurut Para Ahli, Beserta Pahami Peran
https://www.merdeka.com/trending/pengertian-iptek-menurut-para-ahli-beserta-pahamiperan-amp-ma
nfaat-perkembangannya-kln.html?page=1
Choirul Anwar, I. (2021, Juli 28). Mengenal Bentuk dan Prinsip Kedaulatan NKRI Menurut
http://repositori.kemdikbud.go.id/20570/1/Kelas%20XII_PPKn_KD%203.3.pdf
https://binus.ac.id/character-building/pancasila/pancasila-dan-perkembanganiptek/
https://bpip.go.id/bpip/berita/1035/516/perkembangan-iptek-berkaitandengan-nilai-nilai-pancasila.htm
l
https://kominfo.go.id/content/detail/2467/kominfo-sosialisasikan-soal-cyber-crimes-dalamuu-ite/0/soro
tan_media
https://thidiweb.com/undang-undang-ite/
https://www.kompasiana.com/andrewchristian/5c03f34c43322f66a05c9f37/dampak-positifdan-negatif-
teknologi-terhadap-4-aspek-ekonomi-sosial-budaya-danpolitik?page=2&page_images=1
https://sariawang.wordpress.com/2017/05/01/ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-iptek/
https://makalah-xyz.blogspot.com/2020/02/pengaruh-kemajuan-iptek-terhadap-nkri.html
https://www.slideshare.net/RadityoAbraham/makalah-perkembangan-iptek-di-indonesia
http://repository.lppm.unila.ac.id/13309/1/SEMNAS%20PENDIDIKAN%20FKIP%20UNILA%
202019%20Hermi%20Yanzi.pdf
Aptika Kominfo . (2016, maret 26)
https://aptika.kominfo.go.id/2016/03/kebijakan-keamanan-dan-pertahanan-siber/