Anda di halaman 1dari 32

Tugas Bela Negara dan Widya Mwat Yasa

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL : MASA KEMERDEKAAN

Kelas : TI-A

Kelompok : 8

Nama/Nim : 1. Aisyah Shinta Bilqis / 122230024

2. Bernadetta Elvina Putri Purnomo/122230008

3. Raditya Putra P / 122230012

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

2023
1. Persiapan Kemerdekaan

Setelah semakin tertekan dalam perang melawan Sekutu (Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, Belanda,
dan negara-negara sekutu lainnya), Jepang berkomitmen untuk memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia. Pada tanggal 29 April 1945, yang bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, mereka
mengumumkan “kemerdekaan tanpa syarat” bagi Indonesia. Dalam upaya untuk memenangkan simpati
rakyat Indonesia, Jepang membentuk Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) atau Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai. Susunan BPUPKI adalah sebagai berikut:

(1) Ketua (Kaicoo): Dr. KRT, Radjiman Widyodiningrat

(2) Ketua muda: R.P. Soeroso

(3) Anggota: Enampuluh (60) orang anggota biasa dari bangsa Indonesia (tidak termasuk ketua dan
ketua muda) yang berasal dari pulau Jawa, Sumatra, Maluku, Sulawesi dan beberapa orang
peranakan Eropa, Cina dan Arab.

A. Sejarah BPUPKI

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah sebuah badan
yang berperan penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. BPUPKI didirikan oleh
pemerintah Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, yang saat
itu dikenal sebagai Hindia Belanda. Badan ini dibentuk sebagai bagian dari upaya Jepang untuk
mempertahankan pengaruh mereka di Indonesia saat mereka kehilangan kendali atas wilayah-wilayah
sekitarnya dalam Perang Dunia II. BPUPKI sendiri memiliki tugas yaitu

1. Penyelidikan dan Persiapan Kemerdekaan

BPUPKI dibentuk dengan tujuan untuk melakukan penyelidikan dan persiapan dalam rangka
mendapatkan pendapat dan usulan rakyat Indonesia terkait perumusan kemerdekaan. Badan ini bertugas
untuk menggali aspirasi masyarakat Indonesia dan merumuskan dasar-dasar negara yang akan menjadi
dasar kemerdekaan Indonesia.

2. Merumuskan Dasar Negara

Salah satu tugas utama BPUPKI adalah merumuskan dasar negara dan konstitusi bagi Indonesia yang
merdeka. BPUPKI melakukan pembahasan dan perumusan berbagai aspek negara, seperti bentuk

1
pemerintahan, hak asasi manusia, sistem ekonomi, dan hubungan dengan negara lain. Hasil dari
perumusan ini kemudian menjadi dasar bagi Konstitusi Republik Indonesia.

3. Pembahasan dan Diskusi

BPUPKI mengadakan berbagai sidang dan forum diskusi di mana para anggota BPUPKI berdiskusi,
berdebat, dan membahas berbagai isu yang terkait dengan kemerdekaan dan perumusan dasar negara.
Diskusi ini melibatkan berbagai pemikir, tokoh nasional, dan perwakilan daerah untuk memastikan
keterwakilan yang luas dalam merumuskan dasar negara.

4. Penyusunan Naskah Konstitusi

Berdasarkan hasil sidang dan diskusi, BPUPKI bertugas untuk menyusun naskah konstitusi yang
mencerminkan pandangan dan aspirasi rakyat Indonesia. Naskah konstitusi ini menjadi landasan untuk
menyusun konstitusi final Indonesia.

5. Menyelidiki situasi politik dan sosial

BPUPKI bertugas untuk melakukan penyelidikan terhadap situasi politik dan sosial di Indonesia pada
masa itu. Mereka menganalisis kondisi politik, ekonomi, sosial, dan keamanan yang meliputi aspek-
aspek seperti pendudukan Jepang, pengaruh Belanda, perjuangan kemerdekaan, dan aspirasi rakyat
Indonesia.

6. Merumuskan tujuan dan cita-cita kemerdekaan

BPUPKI memiliki tugas untuk merumuskan tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Mereka
membahas dan mendiskusikan visi, prinsip, dan nilai-nilai yang ingin dicapai dalam proses perjuangan
kemerdekaan serta dalam membangun negara Indonesia yang baru.

7. Konsultasi dengan berbagai pihak

BPUPKI juga melibatkan konsultasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk tokoh nasional,
pemimpin masyarakat, organisasi politik, dan agama. Konsultasi ini dilakukan untuk mendapatkan
masukan, pendapat, dan aspirasi yang lebih luas dari berbagai lapisan masyarakat dalam merumuskan
dasar negara.

2
Salah satu momen penting dalam sejarah BPUPKI adalah penyelenggaraan Sidang Pertama
BPUPKI pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945 di Jakarta. Sidang ini melibatkan para tokoh Indonesia
yang kemudian menjadi pahlawan nasional seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lainnya. Dalam
sidang tersebut, muncul wacana-wacana awal tentang kemerdekaan Indonesia, yang kemudian menjadi
dasar bagi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Selama Sidang Kedua BPUPKI yang berlangsung pada tanggal 10 hingga 17 Juli 1945,
konsepkonsep penting mengenai bentuk negara Indonesia dan Pancasila diperdebatkan, dan penyelidikan
ini menjadi landasan bagi konstitusi Indonesia yang kemudian diadopsi. Pada 19 Agustus 1945, BPUPKI
berganti nama menjadi “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI) yang kemudian memainkan
peran utama dalam menyelenggarakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun hasil sidang pertama
dan kedua sebagai berikut :

B. Sidang BPUPKI ke-1

Sidang pertama BPUPKI dilaksanakan selama empat hari, tokoh-tokoh yang tampil berpidato untuk
menyampaikan usulan adalah :

a. Moehammad Yamin (29 Mei 1945)


Dalam pidatonya Moehammad Yamin mengusulkan dasar negara Indonesia sebagai berikut :
1) Peri Kebangsaan;
2) Peri Kemanusiaan;
3) Peri Ketuhanan;
4) Peri Kerakyatan (Permusyawaratan, Perwakilan, dan Kebijaksanaan) 5) Kesejahteraan
Rakyat.

b. Soepomo (31 Mei 1945) menyampaikan tiga usulan calon Dasar Negara yang terdiri dari:
i) Teori negara perseorangan (individualis), sebagaimana diajarkan oleh Tahunomas Hobbes (abad
17), JJ.Rousseau (abad 18), Herbert Spencer (abad 19), HJ. Laski (abad 20).Menurut paham ini, negara
adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh individu (contract
social); ii) Paham negara kelas (class theory). Teori ini sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engel dan
Lenin. Negara adalah alat dari suatu golongan untuk menindas golongan lain. Negara kapitalis adalah

3
alat dari kaum borjuis. Oleh karena itu kaum Marxis menganjurkan untuk meraih kekuasaan agar kaum
buruh dapat ganti menindas kaum borjuis; iii). Paham negara integralistik yang diajarkan oleh Spinoza,

Adam Muller Hegel (abad 18 dan 19). Menurut paham inI negara bukanlah untuk menjamin
perseorangan atau golongan tapi menjamin kepentingan masyarakat sebagai suatu persatuan. Negara
adalah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, bagian atau anggotanya saling berhubungan
erat dengan lainnya dan merupakan kesatuan organik.

1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan batin
4) Musyawarah
5) Keadilan rakyat

Pada kesempatan ini, Mr. Soepomo walaupun dalam usulannya ada lima rancangan usulan, namun
kelima usulan tersebut belum diberikan nama.
c. Ir. Soekarno mengusulkan Dasar Negara yang terdiri dari lima prinsip yang rumusannya
sebagai berikut:
1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2) Internasionalisme (peri kemanusiaan)
3) Mufakat (demokrasi)
4) Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan yang berkebudayaan).

C. Sidang BPUPKI ke-2 (10-17 Juli 1945)

Sidang BPUPKI kedua memiliki agenda membahas rancangan UUD termasuk mengenai
pembukaan (preambule). Sidang kedua BPUPKI menetapkan pembentukan tiga panitia, yaitu panitia
hukum dasar, panitia masalah ekonomi, dan panitia masalah bela negara. Sidang dilakukan pada 11 Juli
1945. Panitia hukum dasar yang ditugaskan membahas masalah rancangan UUD 1945 membentuk
panitia kecil yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Supomo.
4
Pada 14 Juli 1945, Ir. Soekarno selaku ketua panitia hukum dasar melaporkan hasil panitia kecil
yang isinya sebagai berikut :

a) Pernyataan Indonesia merdeka.

b) Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).

c) Batang tubuh yang kemudian disebut undang-undang dasar.

Rancangan pernyataan Indonesia merdeka diambil dari tiga kalimat awal alinea pertama
rancangan pembukaan UUD. Sedangkan rancangan pembukaan UUD diambil dari Piagam Jakarta.
Akhirnya hasil kerja panitia hukum dasar yang dilaporkan dalam sidang BPUPKI diterima. Dengan
demikian, BPUPKI telah menghasilkan pembukaan UUD, batang tubuh, aturan tambahan, dan aturan
peralihan. Intinya sidang BPUPKI meminta secara bulat hasil kerja panitia.

Setelah sidang kedua, BPUPKI berhasil menyusun rancangan undang-undang dasar. BPUPKI
dianggap telah selesai melaksanakan tugas. Selanjutnya pada 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan oleh
pemerintah Jepang. Sebagai gantinya pemerintah Jepang (Jenderal Terauchi) menyetujui pembentukan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai. Tugas PPKI ialah
melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada
bangsa Indonesia.

2. Masa Awal Kemerdekaaan

a. Proklamasi 17 Agustus 1945

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, kesempatan itu dimanfaatkan secara optimal oleh
pejuang kemerdekaan Indonesia. Pagi pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta,
pada hari Jumat Legi jam 10 pagi WIB (jam 11.30 waktu Jepang), Bung Karno beserta Bung Hatta dengan
penuh khidmat membacakan naskah proklamasi.

5
Gambar. TeksProklamasi

Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah sebuah deklarasi yang menyatakan kemerdekaan
dan pembebasan dari penjajahan oleh bangsa atau negara asing. Proklamasi ini tidak hanya diumumkan
kepada rakyat Indonesia, tetapi juga kepada seluruh dunia dan semua bangsa di bumi ini, untuk
memberitahu bahwa Indonesia telah mencapai kemerdekaan, yang merupakan puncak dari perjuangan
revolusi.

Selain itu, proklamasi ini juga mengumumkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara baru
yang memiliki kedudukan yang sama dengan negara-negara lain, dengan tatanan kenegaraannya yang
harus dihormati oleh negara-negara lain di dunia.

Umumnya proklamasi kemerdekaan bagi suatu bangsa dimaksudkan untuk: (1) melepaskan diri
dari belenggu penjajahan bangsa lain; (2) dapat hidup sederajat dengan bangsa-bangsa lain yang telah
merdeka dalam pergaulan antar bangsa di dunia internasional; (3) mencapai tujuan nasional bangsa,
seperti tujuan nasional yaitu :

a) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

b) Memajukan kesejahteraan umum;

c) Mencerdaskan kehidupan bangsa;

6
d) Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.

Makna proklamasi dirasakan sangat mendalam oleh warga Indonesia, yang disertai dengan
kebahagiaan yang meluap. Teriakan "Merdeka!" terdengar di seluruh penjuru negeri, dan semua media
nasional melaporkan peristiwa ini. Proklamasi memiliki dua dimensi makna, yakni arti kemerdekaan
Indonesia dalam skala internasional dan makna proklamasi bagi rakyat serta bangsa Indonesia. Beberapa
aspek makna proklamasi bagi masyarakat Indonesia tersebut diuraikan di bawah ini.

(1) Makna Proklamasi, sebagai Puncak Perjuangan Bangsa Indonesia

Proklamasi kemerdekaan merupakan penutup dari semua usaha yang telah dilakukan. Ini bukan
sekadar prestasi dari tokoh-tokoh pendiri bangsa, melainkan pencapaian seluruh masyarakat Indonesia.
Ini adalah puncak perjuangan, tetapi tidak berarti bahwa perjuangan berakhir di sana. Perjuangan
berikutnya adalah untuk menjaga dan memajukan kemerdekaan, yang jauh lebih kompleks daripada
sebelumnya. Tujuan pembangunan nasional menjadi panduan dalam langkah-langkah kebijakan
pemerintah dalam upaya mengisi kemerdekaan ini.

(2) Makna Proklamasi sebagai Pernyataan De Facto

De jure merujuk pada dasar hukum, sementara de facto merujuk pada kenyataan. Dalam konteks
proklamasi kemerdekaan, proklamasi dianggap sebagai pernyataan de facto karena sesuai dengan
kenyataan bahwa proklamasi telah diumumkan di seluruh wilayah Indonesia dan dunia. Fakta ini nyata
dan terbukti, terdokumentasi dalam siaran radio pada saat itu, dicatat oleh berbagai media massa dalam
masyarakat demokrasi Indonesia dan dunia, bahkan didukung oleh foto-foto yang ada.

(3) Makna Proklamasi Adalah Menaikkan Martabat Bangsa (Makna Secara Kultural)

Proklamasi secara kultural telah meningkatkan martabat Bangsa Indonesia dengan mengubahnya
dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka. Peningkatan martabat ini terjadi karena pada
masa itu, bangsa yang dijajah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Mereka memiliki lebih banyak
kewajiban daripada hak yang dapat mereka klaim, bahkan hak-hak dasar hampir tidak tersedia dalam
berbagai aspek kehidupan. Melalui proklamasi, Bangsa Indonesia mendapatkan posisi yang setara
dengan bangsa-bangsa lain di dunia, yang sedikit demi sedikit menghapuskan stigma sebagai warga
negara kelas dua.

7
(4) Makna Proklamasi sebagai Awal Perjuangan Baru

Proklamasi mengindikasikan awal dari fase perjuangan yang baru, menandai penyelesaian
perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Selanjutnya, perjuangan yang berbeda dimulai, yaitu perjuangan
untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mencapai tujuan pembangunan nasional. Perjuangan
ini akan terus dihadapkan pada berbagai cobaan dan tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Tantangan-tantangan yang tidak dapat diatasi dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Perjuangan ini juga melibatkan upaya integrasi nasional, yaitu usaha untuk
menyatukan beragam keragaman yang ada dalam masyarakat.

(5) Makna Proklamasi Sebagai Tonggak Sejarah

Proklamasi adalah tonggak sejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Ia merupakan
fondasi yang mengilhami masyarakat untuk memiliki kepribadian yang kuat, serta mendorong mereka
untuk menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Seperti sebuah bangunan abadi yang tidak
tergerus oleh waktu atau tergoyahkan oleh ujian yang muncul. Proklamasi, sebagai tonggak sejarah, dapat
diibaratkan sebagai tiang utama. Tiang ini harus dikelilingi oleh penyangga yang kuat, seperti kesatuan
dan persatuan yang timbul dari semangat Bhinneka Tunggal Ika. Semua ini akan didukung oleh
kekuatankekuatan lain dalam bangsa Indonesia, termasuk jumlah penduduk yang besar, keberagaman
budaya, dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua ini menjadi modal dasar dalam upaya
pembangunan nasional.

(6) Makna Proklamasi Sebagai Lahirnya Sebuah Negara Indonesia

Sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia
dikuasai oleh Belanda dan disebut sebagai Hindia Belanda. Istilah “Indonesia” pada saat itu biasanya
merujuk kepada penduduk pribumi tanpa mengacu pada suatu negara.

Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 menandai kelahiran negara Indonesia.
Itu diikuti oleh deklarasi dan pembentukan unsur-unsur negara yang kemudian berkembang dengan
waktu. Hal ini mencakup pembentukan konstitusi, pemerintahan yang mandiri, dan penetapan wilayah
negara yang jelas. Proses ini memastikan bahwa Indonesia menjadi sebuah negara yang merdeka dengan
pemerintahan sendiri, tidak lagi tunduk pada campur tangan bangsa lain.

8
(7) Makna Proklamasi Sebagai Titik Tolak Amanat Penderitaan Rakyat

Masa penjajahan di Indonesia selama periode kolonial Belanda dan bahkan saat pendudukan
Jepang membawa banyak penderitaan kepada seluruh rakyat Indonesia. Rakyat mengalami kesulitan
ekonomi, kelaparan, dan kesulitan mendapatkan pakaian yang layak. Penjajahan Jepang, meskipun
awalnya diharapkan sebagai pembebasan, juga membawa penderitaan yang lebih besar.

Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik tolak yang mengakhiri
amanat penderitaan rakyat. Ini adalah momen yang membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan,
mengakhiri penderitaan yang serupa dengan masa penjajahan sebelumnya. Pemerintahan yang muncul
setelah proklamasi bertanggung jawab dalam menjalankan tugas untuk mengelola negara dan
memastikan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.

(8) Makna Proklamasi Sebagai Akhir Penjajahan di Indonesia

Dalam pembukaan UUD 1945, dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan
oleh karena itu, penjajahan di seluruh dunia harus dihapuskan karena bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan. Pernyataan ini menegaskan bahwa Indonesia menolak segala bentuk
penjajahan. Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 memang merupakan puncak
perjuangan untuk mengakhiri penjajahan di Indonesia. Ini adalah langkah penting yang mengakhiri
penindasan yang berlangsung selama bertahun-tahun dan memberikan kedaulatan kepada rakyat
Indonesia.

(9) Makna Proklamasi dari Aspek Hukum

Menggarisbawahi aspek penting dari makna proklamasi dari sudut pandang hukum. Proklamasi
kemerdekaan pada tahun 1945 merupakan titik awal bagi konstitusi dan hukum di Indonesia. Meskipun
beberapa hukum mungkin berasal dari penjajahan Belanda, mereka telah disesuaikan dengan realitas dan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Yang paling penting, hukum tersebut dirancang untuk menghindari
diskriminasi dan menegaskan prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

Proses peradilan di Indonesia berlaku bagi semua warga negara tanpa memandang jenis kelamin,
ras, suku, agama, warna kulit, atau perbedaan lainnya. Prinsip ini mencakup hukum pidana dan perdata.
Ini adalah dasar bagi kepastian hukum dan keadilan, meskipun hak dan hukum itu sendiri mungkin

9
berbedabeda. Tidak ada individu yang dikecualikan dari sistem hukum, sehingga prinsip tersebut
menjadikan hukum adil bagi semua.

(10) Makna Proklamasi Ditinjau dari Aspek Sosiologis

Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak hanya tentang kemerdekaan fisik dari penjajahan, tetapi
juga mengenai pembebasan hati dan nurani rakyat. Ini adalah aspek yang sangat penting dan seringkali
sulit dimengerti oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Setelah berabad-abad hidup di bawah penjajahan, pengaruhnya dapat berakar dalam budaya dan
pikiran masyarakat. Ini menciptakan rasa rendah diri, perasaan bahwa bangsa Indonesia belum setara
dengan bangsa lain, dan bahkan kebanggaan terhadap produk luar negeri. Membebaskan diri dari
penjajahan dalam hal ini juga berarti mengatasi kerentanan sosiologis ini dan membangkitkan semangat
persamaan derajat dengan bangsa-bangsa lain. Poklamasi adalah langkah pertama yang kuat dalam
perjalanan ini, tetapi proses pembebasan sosiologis ini memerlukan waktu dan upaya kolektif yang
berkelanjutan untuk mencapai visi kemerdekaan yang sejati.

(11) Makna Proklamasi Ditinjau dari Aspek Politis

Dari perspektif politis, proklamasi memiliki makna yang sangat penting. Dengan pengumuman
proklamasi oleh dua tokoh bangsa atas nama Bangsa Indonesia, ini menandakan bahwa secara politis
Indonesia telah mendapatkan pemerintahan sendiri. Ini memberikan Indonesia kedudukan yang setara di
dunia dengan negara-negara tetangga dan lainnya yang sudah merdeka.

Proklamasi juga mengungkapkan prinsip kemandirian politik, bahwa Indonesia memiliki hak
untuk menentukan nasibnya sendiri. Negara lain hanya dapat memberikan bantuan jika diminta oleh
pemerintah Indonesia, dan bantuan ini harus bersifat non-intervensionis, tidak mengikat, sehingga
Indonesia tidak akan jatuh ke dalam bentuk penjajahan baru. Ini adalah salah satu aspek politis yang
sangat penting dari makna proklamasi kemerdekaan Indonesia..

(12) Makna Proklamasi Secara Spiritual

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat agamis yang memiliki iman yang kuat dan
keyakinan dalam takdir. Dalam sudut pandang spiritual, proklamasi kemerdekaan dipandang sebagai
hasil dari rahmat Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan bahwa kemerdekaan diperoleh berkat rahmat
Tuhan memainkan peran penting dalam identitas spiritual bangsa Indonesia. Ini juga menunjukkan bahwa
Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun masyarakat Indonesia sangat
10
beragam dari segi kepercayaan agama, keyakinan akan adanya Tuhan umumnya menjadi aspek yang
mencirikan banyak lapisan masyarakat di Indonesia. Paham ateisme mungkin tidak banyak dianut dalam
masyarakat yang sangat beragam secara keagamaan.

(13) Makna Proklamasi Sebagai Kesempatan Untuk Maju

Proklamasi kemerdekaan Indonesia membuka peluang luas bagi seluruh rakyat Indonesia untuk
berkembang di berbagai bidang. Sebelumnya, masyarakat Indonesia mengalami diskriminasi dan
pembatasan dalam upaya untuk maju. Proklamasi mengakhiri era itu dan memberikan rakyat Indonesia
kendali atas nasib mereka sendiri. Sekarang, kemajuan bangsa ini bergantung pada usaha anak-anak
bangsa. Semua warga memiliki peluang yang sama untuk maju, tidak ada lagi diskriminasi.

Salah satu contohnya adalah pendidikan. Pada masa penjajahan, hanya orang kulit putih yang
memiliki akses ke pendidikan tinggi, sementara mayoritas rakyat Indonesia terbatas dalam pendidikan.
Setelah proklamasi, semua warga memiliki hak yang sama untuk pendidikan yang lebih tinggi. Ini
berlaku di berbagai bidang, termasuk ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kebijakan publik di
berbagai bidang, seperti pendidikan, masyarakat, dan ekonomi, dibuat oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan umum. Peluang yang terbuka lebar ini merupakan salah satu hasil penting
dari proklamasi kemerdekaan Indonesia.

(14) Makna Proklamasi Sebagai Pedoman Untuk Menjalin Hubungan Internasional

Proklamasi kemerdekaan Indonesia memungkinkan negara ini untuk membangun hubungan


internasional dengan negara-negara tetangga, negara-negara di seluruh dunia, dan organisasi
internasional lainnya. Pengakuan kemerdekaan oleh negara lain menjadi landasan untuk kerja sama di
berbagai bidang yang telah disepakati. Indonesia mengadopsi prinsip politik bebas aktif dalam hubungan
internasional, yang berarti negara ini tidak memihak pada salah satu blok selama Perang Dingin. Dengan
pendekatan ini, Indonesia menjadi anggota PBB, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA),
memainkan peran penting dalam Gerakan Non-Blok, dan menjalin berbagai kerja sama bilateral.
Hubungan internasional yang dibangun dengan prinsip ini dapat memberikan manfaat saling kepada
negara-negara yang terlibat.

(15) Makna Proklamasi adalah Kedaulatan Negara Indonesia

Makna terakhir dari proklamasi adalah kedaulatan negara Indonesia, yang mencakup
pemerintahan sendiri, kemerdekaan dari ikatan dengan negara lain, memiliki hukum sendiri, dan
11
penentuan nasib sendiri. Kedaulatan ini sangat penting, mengingat banyak negara di dunia yang
meskipun merdeka masih terikat dengan negara penjajah, seperti negara-negara persemakmuran Inggris.

Kedaulatan negara Indonesia diperjuangkan dengan semangat proklamasi, dan ini mendorong
upaya untuk menjaga integritas dan sikap yang mempertahankan NKRI dari generasi ke generasi. Hal ini
penting agar semua pihak merasa sebagai bagian dari NKRI, dan semua wilayah tetap bersatu selamanya.
Contoh integrasi nasional harus terus dijaga, dimulai dari tingkat keluarga. Ini adalah komitmen untuk
menjaga kedaulatan Indonesia.

b. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Setelah diproklamirkan kemerdekaan RI, maka tahap selanjutnya yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia adalah memindahkan kekuasaan dan membentuk pemerintahan Indonesia.

Sejarah PPKI dimulai saat kekalahan Jepang dalam Perang pasifik yang sudah mulai terlihat jelas.
Pada 7 September 1944, perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso mengumumkan bahwa
Indonesia akan diberikan kemerdekaan jika Jepang mencapai kemenangan dalam perang Asia Timur
Raya. Jepang mengharapkan, dengan memberikan kesempatan kemerdekaan, tentara sekutu akan
disambut oleh negara Indonesia sebagai penyerbu negara mereka. Akhirnya pada tanggal 1 maret 1945
Jendral Kumakichi harada, pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa mengumumkan
pembentukan badan khusus untuk menyelidiki usaha-usaha dalam mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia yang bernama BPUPKI.

Pada hari ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito, tanggal 29 April 1945, BPUPKI diresmikan.
DR. KRT Radjiman Wedyodiningrat ditunjuk sebagai ketua BPUPKI yang didampingi oleh Raden Pandji
Soeroso dan Ichibangase Yosio sebagai wakil ketua. Pada saat itu Raden Pandji Soeroso juga diangkat
sebagai kepala kantor tata Usaha BPUPKI yang dibantu oleh Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar
Pringgodigdo. BPUPKI beranggotakan 67 orang. Tujuh anggota dari BPUPKI adalah anggota istimewa,
mereka adalah perwakilan dari pendudukan militer Jepang. Namun, ketujuh anggota tersebut tidak
memiliki hak suara, hanya jadi pengamat saja..

PPKI sendiri diberikan tugas untuk meresmikan pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang
Dasar 1945. Selain itu, PPKI juga diberikan tugas untuk melanjutkan hasil kerja BPUPKI seperti
memindahkan kekuasaan dari pihak pemerintah Jepang kepada pemerintah Indonesia dan juga bertugas
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan ketatanegaraan Indonesia yang baru. PPKI
12
diresmikan pada tanggal 9 Agustus 1945 oleh Jendral terauchi di Kota Ho CHi Minh, Vietnam dengan
mendatangkan tiga tokoh dari Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan DR. KRT Radjiman
Wedyodiningrat. Daftar anggota PPKI dan struktur organisasinya :

Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang. Anggota PPKI terdiri dari berbagai suku di
Indonesia, ada 12 orang etnis Jawa, 3 orang etnis Sumatera, 2 orang etnis Sulawesi, 1 orang etnis Maluku,
1 orang etnis Tionghoa, 1 orang etnis Kalimantan dan 1 orang etnis Nusa tenggara. Pada awalnya
golongan muda tidak suka pada PPKI karena mereka menganggap PPKI adalah badan yang dibentuk
pemerintah Jepang yang sudah pasti mendukung Jepang. Namun, PPKI adalah badan yang dibentuk
untuk mempersiapkan kemerdekaan. Untuk mewujudkan kemerdekaan itu tentunya diperlukan persiapan
yang matang.

Berikut adalah susunan keanggotaan PPKI:

1. Ir. Soekarno – ketua


2. Drs. Moh. Hatta – wakil ketua
3. prof. Mr. Dr. Soepomo – anggota
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat – anggota
5. KRT Radjiman Wedyodiningrat- anggota
6. R. P. Soeroso – anggota
7. Soetardjo Kartohadikoesoemo – anggota
8. Kiai Abdoel Wachid Hasjim – anggota
9. Ki Bagus Hadikusumo – anggota
10. Otto Iskandardinata – anggota
11. Abdoel Kadir – anggota
12. Pangeran Soerjohamidjojo – anggota
13. Pangeran Poerbojo – anggota
14. Dr. Mohammad Amir – anggota
15. Mr. Abdul Abbas – anggota
16. Teuku Mohammad Hasan – anggota
17. Dr. GSSJ Ratulangi – anggota
13
18. Andi Pangerang – anggota
19. A.A. Hamidan – anggota
20. I Goesti Ketoet Poedja – anggota
21. Mr. Johannes Latuharhary – anggota
22. Drs. Yap Tjwan Bing – anggota

Namun selanjutnya, tanpa sepengetahuan dari pihak Jepang, anggota PPKI bertambah 6 orang
yaitu:

1. Achmad Soebardjo – penasihat


2. Sajoeti Melik – anggota
3. Ki Hadjar Dewantara – anggota
4. R.A.A. Wiranatakoesoema – anggota
5. Kasman Singodimedjo – anggota
6. Iwa Koesoemasoemantri – anggota

PPKI memiliki tugas yang sama dengan BPUPKI, yaitu tugas-tugas yang berkaitan dengan
kemerdekaan Indonesia. Berikut adalah beberapa tugas-tugas PPKI:

1. Menyusun dan mengesahkan konstitusi

Menurut Soekarno, kemerdekaan harus dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu bentuk deklarasi dan
proklamasi. Proklamasi adalah pernyataan kemerdekaan yang sangat singkat. Proklamasi
dilaksanakan dengan mengumumkan kepada masyarakat dunia bahwa sebuah negara telah lahir dan
merdeka serta berdaulat. Sedangkan deklarasi adalah pernyataan proklamasi yang diiringi dengan
konstitusi. Konstitusi Indonesia sendiri adalah Undang-Undang Dasar 1945. UUD 1945 ini berhasil
ditetapkan menjadi konstitusi negara Indonesia dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Konstitusi adalah norma hukum yang berada di bawah dasar negara. Konstitusi adalah sebuah hukum
negara yang menggambarkan sistem ketatanegaraan dari negara tersebut. UUD 1945 ini tentunya
mengalami sejarah yang panjang dan berliku-liku untuk dapat diterima sebagai landasan hukum di
Indonesia.
14
2. Menyusun dan mengesahkan dasar negara

Dasar negara merupakan komponen penting bagi suatu negara. Dasar negara umumnya tercantum
di dalam konstitusi. Dasar negara akan dijadikan pedoman pemerintahan dalam suatu negara untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab. Bagi masyarakat suatu negara dasar negara dijadikan sebagai
pandangan hidup atau pedoman yang sesuai dengan kepribadian bangsa tersebut.

Dasar negara Indonesia yang dimaksud adalah Pancasila. Pancasila tercantum di dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Di
dalam UUD yang disahkan tersebut ada pancasila yang merupakan revisi dari Piagam Jakarta.
Rumusan Pancasila tersebut terdapat pada alinea keempat pada Pembukaan UUD 1945. Buku
Undang Undang Dasar Negara Ri Tahun 1945 Dengan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 ini
memuat UUD 1945, Amandemen I-IV beserta penjelasannya, dan masih banyak lagi yang dapat
Grameds dapatkan.

c. Hasil Sidang PPKI Pertama

PPKI melaksanakan sidang pertama tanggal 18 Agustus 1945. jam 11.30. di Gedung Pejomban
(d.h. Gedung Tyuuoo Sang-In Jakarta) dengan acara suatau pengesahan Pembukuaan UUD yang di
pimpin oleh Ir. Soekarno dan sebagai wakilnya Drs. M. Hatta, yang dibantu oleh para anggota.
Socpomo. Radjiman, Socroso Soctarjo, Wahid Hasjim, Ki. Bagus Hadikusumo. Abdul Kadir. Oto
Iskandar. Surjhamidjojo. Purubojo, Yap Tiwan Bing. Latuharhary, Dr. Amir, Abd Abbas, M. Hassan,
Hamadhani, Ratulangi, Andipangeran, ditambah lagi dengan 7 anggota. Gusti Ketut Pudja,
Wiranatakusuma, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman, Sajuti, Kusuma Sumantri, dan Subardjo.

Rapat dimulai pukul 09.30, akan tetapi sampai dengan pukul 11.00 lebih rapat belum juga
dimulai, pada akhirnya rapat dimulai dari pukul 11.30-12.34 yang membicarakan tentang susunan
pemerintahan, rapat dibuka lagi pukul 12.46- 13.50. Rapat kembali dibuka pukul 03.00-01.50 dan sidang
dilanjutkan lagi pukul 15.15-16.12 yang membahas tentang pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden
serta membentukan Komite Nasional Indonesia Pusat. Hasil sidang PPKI 18 Agustus 1945

15
a. Mengesahkan UUD 1945

Keputusan pertama PPKI adalah mengesahkan Konstitusi Negara sebagai undang-undang dasar. PPKI
menyetujui UUD 1945, sementara rancangan awal UUD 1945 telah disusun oleh BPUPKI sebelumnya.
Selain itu, Piagam Jakarta direvisi dengan mengganti kalimat ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.

b. Menetapkan Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden

Pada sidang PPKI pertama yang berikutnya, mereka memilih dan menunjuk presiden dan wakil
presiden Indonesia. Berdasarkan usulan Otto Iskandardinata yang diterima dengan dukungan seluruh
hadirin, Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden Indonesia yang pertama, dengan Drs. Mohammad Hatta
sebagai wakil presidennya.

c. Membentuk Komite Nasional

Sidang PPKI juga memutuskan untuk mendirikan Komite Nasional Indonesia (KNI). KNI dibentuk
dengan tujuan sementara, yaitu membantu Presiden dalam menjalankan tugas-tugasnya sebelum MPR
dan DPR terbentuk. PPKI menunjuk Mr. Kasman Singodimejo sebagai ketua KNI pertama, dan ia
dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945. Tugas utama KNI adalah mendukung kepresidenan dengan peran
legislatif, bukan hanya sebagai penasihat.

Hasil Sidang PPKI 19 Agustus 1945

Berikut merupakan beberapa keputusan dan hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 atau
hasil sidang PPKI yang kedua.

1.Membentuk pemerintah daerah yang terdiri dari delapan provinsi

Hasil dari sidang PPKI kedua termasuk pembentukan pemerintah daerah. Indonesia dibagi
menjadi delapan provinsi, dan tiap provinsi dipimpin oleh seorang gubernur sebagai kepala daerah.
Berikut merupakan delapan provinsi beserta nama gurbernurnya :
NO Provinsi Nama Gurbernur

16
1 Sumatra Teuku Mohammad Hassan

2 Jawa Tengah Sutarjo Kartohadikusumo

3 Jawa Barat R. Panji Suroso

4 Jawa Timur R. A. Suryi

5 Sunda Kecil I Gusti Ketut Puja Suroso

6 Kalimatan Id. Pangeran Mohammad Nor

7 Sulawesi Mr. J. Ratulangi

8 Maluku Dr G. S. S. J. Latuharhary

2.Membentuk komite nasional daerah

Setelah melakukan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi, langkah selanjutnya
adalah pembentukan komite nasional di tingkat daerah di setiap provinsi tersebut. Ini termasuk provinsi
Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

3.Membentuk 12 Kementerian dan empat Menteri Negara

Hasil sidang kedua PPKI berikutnya adalah pembentukan 12 kementrian kabinet di tiap
departemen serta empat menteri negara non-departemen. Berikut merupakan nama-nama menteri dan
departemen yang dipimpin pada kabinet Republik Indonesia yang pertama.
No Nama Menteri Departemen

1. R. A. A. Wiranata Kusumah Departemen Dalam Negeri

2. Mr. Achmad Soebardjo Departemen Luar Negeri

17
3. Prof. Dr. Mr Soepomo Departemen Kehakiman

4. Ki Hajar Dewantara Departemen Pengajaran

5. Abikusno Tjokrosujoso Departemen Pekerjaan Umum

6. Abikusno Tjokrosujoso Departemen Perhubungan

7. A A Maramis Departemen Keuangan

8. Ir. Surachman Tjokroadisurjo Departemen Kemakmuran

9. Dr. Buntaran Martoatmojo Departemen Kesehatan

10. Mr. Iwa Kusuma Sumantri Departemen Sosial

11. Soeprijadi Departemen Keamanan Rakyat

12. Mr. Amir Syarifudin Departemen Penerangan

13. Wachid Hasjim non-departemen

14. Dr. M. Amir non-departemen

15. Mr. R. M. Sartono non-departemen

16. R. Otto Iskandardinata non-departemen

Usai sidang PPKI kedua, dilakukan rapat kecil yang menghasilkan keputusan untuk segera
membentuk Tentara Rakyat Indonesia. Atas usulan Adam Malik, pembentukan pasukan tentara nasional
ini berasal dari tentara Heiho dan PETA.Selain itu anggota Kepolisian dimasukkan dalam Departemen
Dalam Negeri.

18
Keputusan ini merupakan hasil pemikiran dari Otto Iskandardinata. Setelah itu, Otto
Iskandardinata, Abdul Kadir, dan Kasman Singodimerjo dipilih untuk mengawasi persiapan
pembentukan Tentara Kebangsaan dan Kepolisian Negara. Pemerintah Indonesia saat itu berusaha secara
berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan Tentara Kebangsaan. Namun, ada tantangan dalam
bentuk banyaknya kelompok perlawanan rakyat yang dapat mengganggu upaya mempertahankan
kemerdekaan, termasuk:

a. Tentang daerah propinsi,dengan pembagian yaitu Jawa Barat,Jawa Tengah,


JawaTimur,Sumatera,Borneo,Sulawesi,Maluku,Sunda Kecil.

b. Untuk sementara kedudukan Kooti dan sebagainya diteruskan seperti sekarang

c..Untuk sementara waktu kedudukan kota dan Gementee diteruskan seperti sekarang

Hasil Sidang PPKI 22 Agustus 1945

Pada sidang ketiga PPKI, mereka membahas rencana tahunan terkait dengan “Badan Penolong
Keluarga Korban Perang.” Hasil dari sidang ini terdiri dari delapan pasal, salah satunya adalah pasal
kedua yang mengamanatkan pembentukan sebuah badan yang dikenal dengan nama Badan Keamanan
Rakyat (BKR). Ini adalah salah satu hasil utama yang dihasilkan dari sidang ketiga PPKI.

1. Menetapkan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)

Pada sidang pertama, diputuskan untuk membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), namun
KNIP resmi terbentuk pada sidang ketiga. KNIP terdiri dari 137 anggota yang mewakili berbagai
golongan muda dan masyarakat. Kasman Singodimerjo ditunjuk sebagai ketua KNIP, sementara terdapat
tiga wakil ketua, yaitu M. Sutarjo sebagai wakil ketua pertama, Latuharhary sebagai wakil ketua kedua,
dan Adam Malik sebagai wakil ketua ketiga. Ini adalah langkah penting dalam pembentukan struktur
pemerintahan Indonesia pada saat itu.

2. Membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI)

Hasil dari sidang PPKI ketiga mencakup pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin
oleh Ir. Soekarno. Awalnya, pembentukan PNI dimaksudkan untuk menjadi satu-satunya partai di
Indonesia dengan tujuan utama menciptakan negara Republik Indonesia yang berdaulat, adil, dan

19
makmur berlandaskan kedaulatan rakyat. Namun, rencana untuk menjadikan PNI sebagai partai tunggal
ditolak, dan pada akhir Agustus 1945, rencana ini dibatalkan. Sejak itu, gagasan tentang hanya ada satu
partai di Indonesia tidak pernah muncul kembali.

3.Badan Keamanan Rakyat (BKR)

Hasil sidang PPKI memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan dan
keberlangsungan Republik Indonesia. Mereka menciptakan landasan penting untuk berbagai aspek
pemerintahan, termasuk pembentukan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat
(BKR). Sejarah ini memegang peranan utama dalam perkembangan dan kedaulatan Indonesia hingga
saat ini.

d. Pendidikan Indonesia

Pada awal kemerdekaan tahun 1945-1950, pendidikan di Indonesia mengalami tantangan yang
besar. Bangsa Indonesia menghadapi banyak kesulitan yang mencakup perubahan, tidak hanya dalam
pemerintahan tetapi juga dalam sektor pendidikan. Pendidikan nasional memiliki tujuan untuk
membentuk warga negara yang memiliki nilai-nilai sosial, demokratis, dan tanggung jawab, serta siap
untuk berkontribusi kepada negara. Setelah masa penjajahan, pendidikan sangat menekankan
perkembangan semangat patriotisme.

Praktik pendidikan pada masa kolonial mencerminkan adanya diskriminasi antara anak-anak
pejabat dan anak-anak rakyat biasa. Kesempatan pendidikan yang luas cenderung hanya diberikan kepada
anak-anak dari lapisan atas. Pada kenyataannya, pendidikan pada masa itu sebagian besar bertujuan untuk
memenuhi kepentingan penjajah dalam menjalankan kolonialisme, termasuk eksploitasi sumber daya dan
kekayaan alam Indonesia.

Sistem pendidikan pada masa penjajahan Belanda membedakan antara pendidikan untuk
penduduk pribumi. Selama masa pendudukan Jepang, meskipun berlangsung dalam waktu singkat,
memiliki dampak signifikan pada dunia pendidikan Indonesia. Ini karena sistem pendidikan Jepang
menyatukan pendidikan tanpa membedakan orang asing. Sistem pendidikan nasional ini kemudian
berlanjut setelah kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda. Pemerintah Indonesia berusaha
menerapkan pendidikan nasional yang berakar pada budaya bangsa sendiri (Haryanah, 2004)

20
Pendidikan nasional memiliki tujuan utama, yaitu menciptakan warga negara yang memiliki sifat
sosial, demokratis, bertanggung jawab, dan siap berkontribusi bagi negara (Noor, 2018). Setelah masa
penjajahan, praktek pendidikan menitikberatkan pada pengembangan rasa patriotisme. Namun, praktek
pendidikan selalu dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, termasuk lingkungan sosial, politik, dan ekonomi.
Pada masa tersebut, lingkungan politik sangat memengaruhi praktek pendidikan (Saputra, 2008).

Upaya yang dilakukan untuk membangkitkan patriotisme dan nasionalisme terkadang berlebihan
dan dapat memengaruhi kualitas pendidikan itu sendiri. Meskipun pendidikan pada awal kemerdekaan
menghadapi berbagai kesulitan, tetapi berhasil menghasilkan produk hukum tentang pendidikan, seperti
Undang-undang Pendidikan Nomor 4 tahun 1950. Ini merupakan produk hukum pendidikan nasional
pertama yang memberikan kerangka konsep dan sistem pendidikan nasional (Fadli, & Kumalasari, 2019).

Penting untuk dicatat bahwa perubahan tersebut mencakup berbagai aspek, termasuk landasan filosofi
pendidikan, tujuan pendidikan, sistem pendidikan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada seluruh
masyarakat Indonesia. Hal ini dilakukan agar semua lapisan masyarakat Indonesia memiliki kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia.

Pancasila, yang diakui sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi landasan utama dalam pendidikan Indonesia.
Meskipun ada beberapa perubahan dalam Undang-Undang Dasar selama periode 1945-1950 dan
19501966, namun falsafah negara dalam bentuk Pancasila tetap tidak berubah. Inilah yang membuat
Pancasila tetap menjadi landasan utama dalam pendidikan Indonesia (Gunawan, 1995: 31-32).

Pada masa itu, dibentuk badan pembantu Presiden yang disebut KNIP, yang bertanggung jawab untuk
merumuskan bentuk dan implementasi pendidikan nasional. Hasil kerja KNIP pada tanggal 29 Desember
1945 kemudian diserahkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Upaya
pembaharuan pendidikan dan pengajaran meliputi pembentukan masyarakat baru, penguatan persatuan,
dan pengembangan metode pembelajaran di sekolah-sekolah (Fadli, & Kumalasari, 2019).

Pendekatan ini menegaskan bahwa pelaksanaan pendidikan di Indonesia pada masa awal
kemerdekaan didasarkan pada landasan falsafah Pancasila dan Konstitusi dalam bentuk Undang-Undang
Dasar 1945. Pasal 31 UUD 1945 menggarisbawahi hak setiap warga negara untuk mendapatkan
pendidikan, sementara pemerintah bertugas mengatur sistem pendidikan nasional melalui
21
UndangUndang. Dasar negara ini digunakan oleh Pemerintah Orde Lama untuk merancang dan
menerapkan sistem pendidikan nasional.

3. Masa Setelah Kemerdekaan

Dari sudut ilmu hukum (secara yuridis), proklamasi merupakan momen di mana tertib hukum
kolonial tidak berlaku lagi, dan tertib hukum nasional mulai berlaku. Dalam konteks politik dan ideologis,
proklamasi juga mengandung makna bahwa bangsa Indonesia telah membebaskan diri dari penjajahan
bangsa asing dan memperoleh kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri dalam pembentukan Republik
Indonesia.

Untuk menghadapi propaganda Belanda di tingkat internasional, pemerintah Republik Indonesia


mengeluarkan tiga maklumat yaitu :

1. Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar biasa dari presiden
sebelum masa waktunya (seharusnya berlaku 6 bulan). Kemudian maklumat tersebut memberikan
kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada KNIP

2.Maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945,tentang pembentukan partai politik yang


sebanyakbanyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi
adalah multi-partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia barat menilai bahwa negara
proklamasi sebagai negara demokratis

3.Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang intinya maklumat ini mengubah sistem kabinet
presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.

Maklumat-maklumat tersebut tentu memili suatu tujuan yang pasti yaitu :

1. Memperkenalkan kepada dunia bahwa Republik Indonesia telah merdeka dan eksis sebagai negara
yang berdaulat.

2. Menegaskan tekad Republik Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya.

3. Memberikan pemahaman kepada komunitas internasional tentang dasar-dasar kemerdekaan Indonesia


serta tujuan perjuangan kemerdekaan.

22
Maklumat-maklumat tersebut memainkan peran penting dalam memperkuat posisi Republik
Indonesia di mata dunia pada saat itu. Berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia bisa dianggap sebagai suatu taktik politis yang diambil untuk menjaga
konsistensi dengan deklarasi proklamasi dan pembukaan UUD 1945. Pada saat itu, RIS merupakan upaya
untuk mengakomodasi berbagai kepentingan daerah otonom dalam satu kesatuan yang lebih besar,
dengan tetap memegang prinsip dasar negara persatuan dan kesatuan sebagaimana tercantum dalam
alinea IV pembukaan UUD 1945, yang menyatakan bahwa Pemerintahan negara ini melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.

RIS bertujuan untuk mencapai persatuan melalui cara yang lebih fleksibel, namun akhirnya RIS
berakhir dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini menunjukkan
kompleksitas politik dan dinamika yang ada pada saat itu dalam usaha mencapai kemerdekaan dan
pembentukan negara Indonesia.

Pemilu tahun 1955 di Indonesia memang tidak memenuhi harapan dan mengakibatkan
ketidakstabilan dalam berbagai aspek, seperti politik, ekonomi, sosial, dan pertahanan keamanan.
Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini termasuk:

• Peningkatan kekuasaan modal besar: Peran besar modal besar dalam perekonomian Indonesia
semakin kuat, yang dapat mengarah pada ketidaksetaraan ekonomi dan masalah sosial.

• Perubahan kabinet yang sering terjadi: Seringnya pergantian kabinet membuat pemerintah
kesulitan dalam mengarahkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan, terutama dalam bidang
ekonomi.

• liberal berdasarkan UUDS 1950: Sistem politik yang berdasarkan UUDS 1950 menyebabkan
kerapnya pergantian kabinet, yang mengakibatkan ketidakstabilan dalam pemerintahan.

• Representasi politik yang tidak memadai: Pemilu tahun 1955 tidak mampu mencerminkan secara
tepat perimbangan kekuatan politik yang ada dalam masyarakat, sehingga DPR tidak mewakili dengan
baik keragaman dan aspirasi rakyat.

23
• Kegagalan Badan Konstituante: Badan Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang tetap
bagi negara RI mengalami kegagalan, yang menyulitkan dalam penyusunan landasan konstitusi yang
kokoh.

Faktor-faktor ini bersama-sama berkontribusi pada ketidakstabilan yang terjadi pasca-Pemilu


tahun 1955, yang memerlukan upaya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dan membangun
fondasi yang lebih stabil bagi negara Indonesia.

Dekrit Presiden

Dekrit Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959 menjadi salah satu puncak bagi
Presiden Soekarno dalam mencapai dominasi politik, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Meskipun sebelumnya dia telah melakukan inisiatif seperti Konferensi Asia Afrika, namun dampaknya
belum begitu besar. Kestabilan politik yang ada membuat Presiden Soekarno semakin percaya diri dalam
mengambil kebijakan, baik dalam negeri maupun luar negeri, terutama setelah dikeluarkannya Dekrit
tersebut yang kemudian mengenalkan konsep Demokrasi Terpimpin. Walaupun pada saat itu Indonesia
menjadi negara yang patut diperhitungkan, namun tetap menjadi sasaran perhatian kekuatan
multinasional yang berusaha untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno. Mulai dari saat dikeluarkannya
Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno semakin mengukuhkan dirinya sebagai pemimpin revolusi
yang besar, menjadi presiden seumur hidup, dan dianggap sebagai ancaman oleh Amerika Serikat dan
sekutunya karena hubungannya yang semakin dekat dengan PKI pada masa itu.

Soekarno memandang Komunisme sebagai salah satu alat dalam perjalanan revolusi itu sendiri.
Menurutnya, tanpa keberadaan Komunisme, konsep NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis),
yang telah menjadi cita-cita Soekarno sejak muda, tidak dapat diwujudkan di Indonesia untuk mendukung
revolusi dan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera). Namun, pendekatan ini membawa dampak serius,
seperti penguatan PKI dan organisasi-organisasi di bawahnya. Hal ini mendorong militer sebagai inisiator
dan pendukung Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Selain itu, kalangan santri juga menjadi
tidak puas dengan tindakan PKI dalam menjalankan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yang
mengusulkan pembagian tanah yang merata, yang dikenal sebagai reforma agraria. Reforma agraria
menjadi fokus utama dalam kontroversi politik yang tajam saat itu.

Konflik pertama dimulai ketika PKI mendukung, dan dalam beberapa kasus bahkan memimpin,
petani dalam proses pembagian tanah tanpa izin atau pengetahuan dari komite reforma agraria. Hal ini
24
menyebabkan konflik dengan pemilik tanah, yang sebagian besar adalah Kiai-Kiai desa dari kelompok
NU. PKI melakukan tindakan tersebut sebagai bagian dari perjuangan kelas. Selain itu, sering terjadi
bentrokan antara militer dan PKI karena tugas utama militer adalah menjaga keamanan wilayah,
sedangkan PKI sering terlibat dalam aksi-aksi yang merusak ketertiban, yang semakin memperburuk
konflik antara PKI dan militer.

Situasi yang semakin tegang antara tentara dan PKI memang semakin memanas pada tahun 1965.
Banyak orang merasa frustrasi karena kondisi ekonomi yang memburuk dan kegagalan konfrontasi, yang
mengakibatkan kemiskinan di kalangan angkatan bersenjata yang lebih rendah, tingkat korupsi yang
meningkat, konflik “penyerobotan tanah oleh PKI,” dan perselisihan yang semakin parah antara sayap
kanan militer yang lebih berkuasa dan organisasi-organisasi politik di pihak kiri. Puncaknya adalah
peristiwa berdarah G30S pada Oktober 1965.

Slogan-slogan Soekarno tidak berhasil menggerakkan semangat para tentara untuk membasmi
PKI hingga akarnya. Pembantaian terjadi di berbagai tempat, dari Sumatera hingga Sulawesi dan wilayah
timur lainnya. Jumlah korban yang terbunuh dalam pembantaian besar-besaran tersebut tidak jelas,
dengan berbagai perkiraan yang sangat bervariasi, mulai dari ribuan hingga jutaan jiwa.

Pertanyaan tentang apakah peristiwa ini akan terjadi jika Presiden Soekarno tidak mengeluarkan
Dekritnya pada 5 Juli 1959 adalah pertanyaan yang kompleks. Sejumlah faktor, seperti perjalanan sejarah
Indonesia dalam perundingan dengan Belanda, perubahan bentuk pemerintahan, perjalanan Demokrasi
Liberal, Pemilu 1955, sidang konstituante, dan pembubaran konstituante, semuanya berkontribusi pada
dinamika politik yang mengarah pada peristiwa-peristiwa tersebut. Analisis lebih mendalam melalui
fakta-fakta yang ditemukan dapat membantu memahami apakah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah
keputusan politik yang salah dari Presiden Soekarno atau bukan.

Untuk memahami lebih dalam tentang hal ini, berikut merupakan Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yaitu:

(1).Membubarkan Konstituante

Dekrit Presiden tahun 1959 bermula dari kegagalan Badan Konstituante dalam merumuskan
UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956,
namun hingga tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara itu,

25
masyarakat semakin kuat dalam pendapat untuk kembali ke UUD 1945. Presiden Soekarno merespon hal
ini dengan menyampaikan pesan di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959, yang menganjurkan
untuk kembali ke UUD ’45.

Kegagalan Konstituante dalam melaksanakan tugasnya dan serangkaian peristiwa politik dan
keamanan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa mencapai puncaknya pada bulan Juni 1959.
Akhirnya, demi keselamatan negara berdasarkan hukum keadaan bahaya bagi negara (staatsnoodrecht),
pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang
diumumkan secara resmi di Istana Merdeka. Berikut ini teks Dekret Presiden (ejaan sesuai aslinya):

26
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan karena beberapa alasan yang jelas yaitu :

a. Konstituante dalam merumuskan UUD mengakibatkan ketidakstabilan hukum di Indonesia, yang dapat
membawa negara ke ambang kehancuran karena kurangnya landasan hukum yang kuat.

b.Situasi politik yang semakin memburuk dan kacau di negara ini.

c. terhadap stabilitas nasional yang disebabkan oleh konflik antar partai politik.

d.Banyaknya partai politik dalam parlemen dengan pendapat yang berbeda, yang sering kali
menggunakan metode yang kontroversial untuk mencapai tujuan partainya.

e. upaya untuk mengadopsi UUD yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, sedangkan UUDS
1950 dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak cocok.

f.Terjadinya pemberontakan yang berpotensi memicu gerakan separatisme.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah ini dan mengembalikan
stabilitas di Indonesia pada saat itu.

(2) Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya kembali UUDS tahun 1950

Pada Sidang Konstituante 1959, situasi politik yang tidak stabil ditandai oleh perselisihan antara
berbagai partai politik yang berusaha memajukan kepentingan masing-masing. Hal ini menyebabkan
kegagalan untuk merumuskan UUD baru. Akibatnya, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya adalah mengembalikan UUD 1945 sebagai
undangundang dasar yang berlaku, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku
saat itu. Tindakan ini diambil untuk mengatasi kebuntuan dalam proses pembuatan UUD baru dan untuk
menjaga stabilitas dalam pemerintahan pada waktu itu.

Era 1950-1959 adalah periode di mana Presiden Soekarno memerintah dengan menggunakan
Konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Selama periode ini, yang
berlangsung dari 17 Agustus 1950 hingga 6 Juli 1959, diterapkan sistem Demokrasi Parlementer yang
sering disebut sebagai Demokrasi Liberal, dengan UUDS 1950 sebagai landasan hukumnya.
Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, sementara Presiden berperan sebagai simbol negara.

27
Namun, sistem Demokrasi Liberal ini ternyata membawa dampak yang tidak menguntungkan
terhadap stabilitas politik. Terjadi berbagai konflik, termasuk konflik ideologis, konflik antara kelompok
dan daerah, serta konflik kepentingan antar partai politik. Situasi politik yang tidak stabil selama periode
ini akhirnya memuncak pada dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, yang
mengembalikan UUD 1945 sebagai undang-undang dasar dan menggantikan UUDS 1950.

Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950, gejolak politik yang kuat menyebabkan
ketidakstabilan dalam pemerintahan, yang tercermin dalam seringnya pergantian kabinet. Selama periode
1950 hingga 1959, terjadi tujuh kali pergantian kabinet sebagai berikut:

1. Kabinet Natsir (1950 – 1951)

2. Kabinet Sukiman Suwirjo (1951 – 1952)

3. Kabinet Wilopo (1952 – 1953)

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953 – 1955)

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (1955 – 1956)

6. Kabinet Ali Satroamidjojo II (1956 – 1957)

7. Kabinet Djuanda (1957 – 1959)

Pergantian kabinet yang sering ini mencerminkan situasi politik yang penuh ketegangan dan
perselisihan pada saat itu, yang akhirnya berujung pada perubahan besar dalam sistem pemerintahan
Indonesia dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

Hingga pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berdampak
signifikan pada sistem pemerintahan Indonesia. Dekrit tersebut mengakhiri masa berlakunya Undang
Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) dan mengembalikan Undang Undang Dasar 1945 (UUD
1945) sebagai dasar hukum negara. Selain itu, dekrit tersebut juga mengganti sistem kabinet parlementer
dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Dalam sistem ini, keputusan dan pemikiran sentralized pada
Presiden, yang memiliki peran yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan politik. Ini adalah

28
perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan Indonesia yang membawa dampak besar pada politik
dan kebijakan negara dalam tahun-tahun berikutnya.

Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan


Agung Sementara (DPAS) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Pembentukan MPRS

Sebelum ada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tetap sesuai dengan UUD 1945,
Presiden Soekarno membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Anggota
MPRS terdiri dari berbagai golongan, yaitu:

• 261 orang anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

• 94 orang anggota Utusan Daerah, yang mewakili berbagai daerah di Indonesia.

• 200 orang anggota Wakil Golongan, yang mewakili berbagai golongan dalam masyarakat.

Susunan pimpinan MPRS adalah sebagai berikut: a

.Ketua : Chaerul Saleh.

b. Wakil Ketua : Mr. Ali Sastroamidjojo.

c. Wakil Ketua : K.H. Idham Khalid.

d. Wakil Ketua : D.N. Aidit.

e. Wakil Ketua : Kolonel Wiluyo Puspoyudo.

Penyimpangan terhadap UUD 1945 terjadi dalam proses penunjukan anggota MPRS yang
dilakukan langsung oleh Presiden Soekarno, sementara UUD 1945 sebenarnya mengamanatkan bahwa
anggota MPRS harus dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Syarat untuk menjadi anggota MPRS pada saat itu adalah sebagai berikut:

1. Setuju kembali ke UUD 1945


29
2. Setia kepada perjuangan Republic Indonesia

3. Setuju kepada Manifesto Politik.

MPRS memiliki peran yang penting dalam sistem politik Indonesia pada masa itu. Beberapa
kebijakan penting yang dikeluarkan oleh MPRS antara lain:

1. Penetapan manifesto politik sebagai Garis-garis Besar Pembangunan Nasional Berencana (GBHN):
MPRS mengesahkan manifesto politik sebagai panduan untuk pembangunan nasional.

2. GBHN tahap 1 (1961-1969): MPRS merumuskan GBHN untuk periode tertentu, yang menjadi
pedoman bagi pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

3. Presiden Soekarno sebagai Presiden seumur hidup: MPRS memberikan mandat kepada Presiden
Soekarno untuk memimpin Indonesia seumur hidup, yang dikenal sebagai konsep Demokrasi Terpimpin.

Semua kebijakan ini memiliki dampak besar pada jalannya politik dan pemerintahan Indonesia
pada masa itu.

Pembentukan DPAS

DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) yang dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No. 3 Tahun 1959. Dalam konteks sejarah Indonesia, DPAS merupakan lembaga yang memiliki peran
dalam memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.

Namun, pembentukan DPAS menimbulkan beberapa masalah karena prosedur pembentukannya


yang tidak sesuai. DPAS seharusnya dibentuk dengan proses yang lebih demokratis dan transparan, yang
melibatkan lebih banyak pihak daripada hanya Presiden sebagai inisiator dan kepala lembaga. Hal ini
mencerminkan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi dalam pembentukan lembaga-lembaga
pemerintahan.

30
Daftar Pustaka

Dachi, M. A. (2022, Agustus 05). Ini Usulan Dasar Negara dari Soekarno, Soepomo, dan Muh Yamin di
SIdang BPUPKI.

Dangu, A. S., Sumarjiana, I. K. L., & Anto, R. (2022). Sejarah Pendidikan Indonesia Awal
Kemerdekaan Tahun 1945-1950. Jurnal Inovasi Penelitian, 3(2), 4717-4722.

Rangkuti, M. (2023, Agustus 26). BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) dan Tugasnya.

Setialaksana, N. (2017). Peranan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia


(BPUPKI) 1945 Dalam Proses Menuju Kemerdekaan Indonesia. Jurnal Artefak, 4(2),
109-118.

31

Anda mungkin juga menyukai