Anda di halaman 1dari 19

PERUMUSAN

PANCASILA
SEBAGAI DASAR
NEGARA
X DKV C
KELOMPOK
KAMI

Devi Nurmayanti Lulu Maritsa Najwa Auliya Najmi Diya Uzzahra Rizka Muryani
1. POKOK PIKIRAN DALAM
BPUPK
a. Nilai nilai Pancasila dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia

Keberadaan Negara Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang


panjang. Nenek moyang Indonesia pada masa praaksara mengalami proses
perkembangan kehidupan sosial. Melalui perkembangan ini, kita juga dapat
melihat bagaimana! nenek moyang bangsa Indonesia telah menghayati nilai
religius, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan.
Nilai nilai tersebut juga dihayati pada masa kerajaan kerajaan di Nusantara. Kerajaan
kerajaan tersebut pernah mengalami masa kejayaan. Kejayaan kerajaan kerajaan ini
tentu saja tidak terlepas dari kekayaan sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia.
Kekayaan alam ini pulalah yang menarik bangsa bangsa asing untuk menjajah
Indonesia. Bangsa bangsa itu, antara lain bangsa Belanda dan Jepang. Penjajahan ini
tentu saja membuat rakyat Indonesia menderita. Penderitaan tersebut menimbulkan
perlawanan dari bangsa Indonesia.
b. Pembentukan BPUPK

Pada 7 September 1944, dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai)
yang ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Kuniaki Koiso mengumumkan sikap
pemerintah Jepang, yaitu daerah di Hindia Timur (Indonesia) akan diperkenankan
merdeka. Untuk membuktikan kesungguhannya, pada 27 April 1945, Letnan Jenderal
Kumakici Harada sebagai panglima tentara Jepang di Jawa mengumumkan
dibentuknya Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, disingkat BPUPK).
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) diresmikan pada tanggal
28 Mei 1945. Peresmian badan ini dilakukan di Gedung Chuo Sangi In, Jalan Pejambon,
Jakarta. Pada peresmian ini, dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomaru dan
pengibaran bendera Sang Merah Putih.

BPUPK diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil R.P. Suroso (saat itu
menjabat sebagai residen di Kedu, Jawa Tengah).
Anggota BPUPK berjumlah 60 orang, diantaranya terdapat juga wakil dari golongan
masyarakat Tionghoa, Arab, peranakan Belanda, serta 7 orang lainnya sebagai anggota
istimewa dari Jepang.
c. Pokok-pokok pikiran dalam BPUPK

1) Pandangan Muhammad Yamin


Muhammad Yamin memulai pernyataan mengenai dasar Negara Indonesia pada hari pertama
persidangan. Ia memulai pidato dengan kata-kata berikut (Poesponegoro, 2010).

"...kewajiban yang terpikul di atas kepala dan kedua bahu kita, ialah suatu kewajiban yang
sangat teristimewa. Kewajiban untuk ikut menyelidiki bahan-bahan yang akan menjadi dasar
dan susunan negara yang akan terbentuk dalam suasana kemerdekaan..."

Selanjutnya, Muhammad Yamin menyatakan lima "asas dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia", sebagai berikut.
a) Perikebangsaan
b) Perikemanusiaan
c) Peri ketuhanan
d) Peri kerakyatan
e) Kesejahteraan Rakyat
2) Pandangan Soepomo

Prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori integralistik, yang menyatakan bahwa


masyarakat dan penguasa negara merupakan satu kesatuan utuh yang didukung oleh rasa
kekeluargaan serta kebersamaan. Menurutnya, teori integralistik lebih menitikberatkan
kepentingan golongan daripada kepentingan individu. Pada tanggal 31 Mei 1945,
Supomo menyampaikan lima asas yang mendasari Negara Indonesia yang integralistik,
sebagai berikut.
a) Persatuan
b) Kekeluargaan
c) Keseimbangan lahir dan batin
d) Musyawarah
e) Keadilan Rakyat
3) Pandangan Ir. Soekarno

Di awal pidatonya, Soekarno menegaskan dasar negara adalah philosofische grondslag atau
fondasi, filsafat, atau pikiran yang sedalam- dalamnya yang menjadi dasar untuk mendirikan
Negara Indonesia. Menurutnya, fondasi atau dasar mendirikan Negara Indonesia adalah
sebagai berikut.
a) Kebangsaan Indonesia
b) Internasionalisme atau perikemanusiaan
c) Mufakat atau demokrasi
d) Kesejahteraan Sosial
e) Ketuhanan yang Maha Esa
2. PIAGAM JAKARTA DAN
PEMBUKAAN UUD 1945
a. Panitia delapan
Di akhir masa persidangan pertama, Ketua BPUPK membentuk panitia kecil yang
berjumlah delapan orang. Panitia kecil ini disebut juga dengan Panitia Delapan.
Anggota Panitia Delapan ini terdiri dari golongan kebangsaan dan golongan
keagamaan. Tugas Panitia Delapan adalah memeriksa dan mengklasifikasikan
usul-usul, baik lisan maupun tulisan, untuk dibahas pada masa sidang BPUPK
yang kedua (10-17 Juli 1945).
b. Panitia Sembilan dan Piagam Jakarta

Panitia Sembilan bertugas menyusun rancangan pembukaan undang-undang dasar


Negara Republik Indonesia yang memuat dasar negara. Panitia Sembilan mengadakan
rapat di rumah Soekarno pada malam hari tanggal 22 Juni 1945. Pada rapat ini, mereka
berhasil merumuskan rancangan pembukaan undang-undang dasar. Rancangan ini diberi
nama "Mukadimah" oleh Soekarno, "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" oleh
Muhammad Yamin, dan "Gentlemen's Agreement" oleh Sukiman Wirjosandjojo.
Hasil rumusan Piagam Jakarta kemudian disampaikan dalam sidang BPUPK yang kedua.
Sidang ini berlangsung pada tanggal 10-17 Juli 1945. Setelah dibentuk, panitia mulai
melaksanakan sidang pada 10 Juli 1945. Secara umum, tiga hal yang dikerjakan oleh panitia
tersebut adalah pernyataan kemerdekaan, preambule atau pembukaan, dan undang-undang
dasar.Untuk sementara, para tokoh memusatkan perhatian pada agenda- agenda yang lain.
Pada 16 Juli 1945, BPUPK menyetujui undang-undang dasar negara, dengan isi: sebagai
berikut.

1. Pernyataan Indonesia merdeka


2. Pembukaan yang memuat Pancasila secara lengkap
3. Batang tubuh UUD negara yang tersusun atas pasal pasal
c. PPKI dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945

Pada 7 Agustus 1945, Komando Tertinggi Jepang, Marsekal Terauchi mengumumkan


pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi
Inkai sebagai penerus BPUPK.
Pembentukan panitia ini bertujuan "mempercepat semua upaya persiapan terakhir bagi
pembentukan sebuah pemerintahan Indonesia merdeka". Pembentukan PPKI terjadi
pada saat posisi Jepang dalam Perang Pasifik semakin terpuruk dengan dijatuhkannya
bom atom di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus dan di Nagasaki pada tanggal 8 Agustus
1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melakukan sidang yang pertama.
Pada sidang pertama itu pula PPKI menyetujui naskah "Piagam Jakarta" sebagai
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dengan diikuti perubahan sebagai berikut.

a. Kata "Mukadimah" diubah menjadi "Pembukaan".

b. Alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 pada anak kalimat yang berbunyi
"Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah
menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

c. Alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 pada anak kalimat yang berbunyi
"Menurut kemanusiaan yang adil dan beradab" diubah menjadi "Kemanusiaan yang adil dan
beradab".
TOKOH PENTING
Tokoh penting di balik perubahan ini adalah Mohammad Hatta. Setelah mendengar keberatan tokoh-
tokoh Kristen dari wilayah Indonesia Timur atas kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" pada Piagam Jakarta, Mohammad Hatta segera mendekati
tokoh-tokoh Islam untuk bersedia mengubah rumusan kalimat tersebut. Kebesaran hati tokoh-tokoh
Islam untuk menjaga keutuhan bangsa menghasilkan kesepakatan untuk menghapus tujuh kata dalam
Piagam Jakarta tersebut dan menggantikannya dengan kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa"
sebagaimana yang dapat kita temukan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai