Anda di halaman 1dari 84

HUBUNGAN PIAGAM JAKARTA DENGAN PANCASILA

A. Proses lahirnya konsep-konsep Pancasila dan UUD 1945


Beberapa bangsa di Asia yang tadinya dijajah Jepang memperoleh kemerdekaan,
seperti Birma dan Philipina sedangkan Indonesia baru diberi janji kemerdekaan di kelak
kemudian hari.
Dalam hugungan janji Kemerdekaan

tersebut maka

pemimpin-pemimpin

pergerakan Nasional Indonesia diberikan keluasan bergerak yang bermuara kepada lahirnya
Badan Penyidik Persiapan Kemerdekaan (Dokuritdu Jumbi Cosakai) pada tanggal 28 Mei
1945.
Pada tanggal 29 Mei 1945 panitia tersebut membuka sidangnya yang pertama. Pada
sidang pertama itulah Mr. Moh. Yamin mengemukakan pokok-pokok pikiran sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia yanag merdeka dikelak kemudian hari sebagai berikut :
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat
Perlu dikemukakan bahwa lima asas Dasar Negara yang dikemukakan oleh Mr. Moh.
Yamin terdapat perbedaan dengan yang dimukakan secara lisan dan yang tertulis, baik
perumusan kata-katanya maupun sistematikanya. Di dalam pembukaan dari Rancangan UUD
itu tercantum perumusan lima asas dasar Negara sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
3) Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dengan fakta secara lisan/pidato dan tertulis dari beliau itu meyakinkan kepada kita, bahwa
Pancasila tidaklah lahir pada tanggal 1 Juni 1945, karena pada tanggal 29 Mei 1945 itu Mr.
Moh. Yamin telah mengucapkan pidato dan menyampaikan usulan Rancangan UUD Negara
Republik Indonesia yang berisi lima asas dasar negara.
Selanjutnya pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Soepomo dalam sidang itu berpendapat
sebagai berikut :

a. Negara Indonesia Merdeka yang hendak didirikan itu hendaknya merupakan Negara Nasional
yang bersatu dalam arti totalitas. Maksudnya ialah Negara Indonesia Merdeka itu nanti tidak
akan mempersatukan diri dengan golonaan yang terbesar, tetapi yang akan mengatasi segala
golongan, baik golongan yang besar maupun golongan yang kecil.
b. Setiap warganegara dianjurkan takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat kepada
Tuhan. Sehubungan dengan pokok pikiran itu beliau mengusulkan bahwa di dalam negara
Nasional yang bersatu, urusan agama akan terpisah dengan urusan negara, yang dengan
sendirinya urusan agama akan diserahkan kepada golongan-golongan agarna yang
bersangkutan.
c. Mengenai kerakyatan, beliau mengusulkan dibentuknya sist_em Badan Permusyawaratan
dalam susunan Pemerintahan Negara Indonesia. Oleh karena itu Kepala Negara haruslah
selalu berhubungan erat dengan Badan Permusyawaratan tersebut untuk senantiasa
mengetahui dan merasakan keadilan dan cita-cita rakyat.
d. Dalam lapangan ekonomi beliau mengusulkan agar sistem perekonornian negara berdasarkan
asas kekeluargaan, yaitu sistem tolong menolong dan sistem koperasi. Asas ini merupakan
sifat dari masyarakat Timur termasuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itu haruslah
dipelihara sebaik-baiknya.
e. Dalam hubungan antar bangsa beliau mengusulkan supaya Negara Indonesia bersifat Negara
Asia Timur Raya sebagai anggota daripada kekeluargaan Asia Timur Raya.
Dengan pokok pokok pikiran Prof. DR. Soepomo itu, kita dapat merasakan adanya satu jiwa
5 hal untuk dasar negara Indonesia Merdeka, meskipun tidak diuraikan secara terperinci
sebagaimana yang diucapkan oleh Mr. Moh. Yammin.
Pada tanggal 1 Juni 1945, hari terakhir masa sidang pertama BPUPKI, Soekarno
menyampaikan pidato tentang dasar negara. Pidato ini kemudian amat terkenal dengan
sebutan Pidato Lahirnya Pancasila. Di dalam pidato ini, Soekarno menawarkan agar
Indonesia Merdeka bukan negara agama dan bukan pula negara sekuler, tetapi negara yang
berdasarkan Pancasila. Pancasila seperti yang diusulkan oleh Soekarno dirumuskan menurut
urutan sebagai berikut :
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Jika perumusan dan sistematika yang dikemukakan/diusulkan oleh Ir. Soekarno itu
kita bandingkan dengan Pancasila yang sekarang, nyata sekali bahwa perumusan dan
sistimatika Ir. Soekarno itu lain dari perumusan dan sistematika Pancasila yang sekarang[1].
Sesudah sidang I BPUPKI, berlangsung pertemuan di luar sidang. Pertemuan itu
dilakukan oleh para anggota BPUPKI yang tinggal di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.
Pertermuan itu dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan antara golongan nasionalis dan
Islam. Dalam pertemuan itu, diupayakan kompromi antara kedua belah pihak mengenai
rumusan dasar negara bagi negara Indonesia merdeka.
Pada kesempatan itu sebuah panitia, yang kemudian dikenal dengan sebutan Panitia
Sembilan, dibentuk untuk merumuskan kesepakatan antara kedua belah pihak. Panitia itu
beranggotakan sembilan tokoh nasional yang juga tokoh-tokoh BPUPKI, yaitu Soekarno,
Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Subardjo, A.A. Maramis, Abdul Kahar Moezakhir,
Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, dan K.H. Agus Salim.
Setelah mengadakan pembahasan, panitia ini berhasil menetapkan Rancangan
Pembukaan UUD yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Di dalam rancangan
itu termuat rumusan kompromi antara pihak Islam dengan pihak kebangsaan tentang
hubungan antara negara dan agama. Rumusan itu berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Karena itu, Pancasila dalam Piagam
Jakarta dirumuskan demikian:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Ketika BPUPKI memasuki sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai 17 Juli 1945,
Soekarno selaku ketua Panitia Sembilan melaporkan isi Piagam Jakarta sebagai usul
Pembukaan UUD kepada sidang BPUPKI.
Ketua BPUPKI kemudian membentuk Panitia Perancang UUD, diketuai oleh
Soekarno. Pada 11 Juli 1945, Panitia membicarakan rancangan Pembukaan UUD. Lalu,
Ketua membentuk Panitia Kecil beranggotakan 7 orang diketuai oleh Soepomo untuk
membentuk rancangan UUD. Hasil kerja Panitia Kecil ini dibicarakan pada 13 Juli 1945 dan
diterima oleh Panitia Perancang UUD.
Pada 14 Juli 1945 sidang pleno BPUPKI membicarakan rancangan Pembukaan UUD
itu dan menerimanya dengan sedikit perubahan. Pada 15 Juli 1945, dibicarakan rancangan

UUD. Setelah Soekarno dan Soepomo memberikan penjelasan umum dan penjelasan pasal
demi pasal, masing-masing anggota memberikan tanggapan.
Pada 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),
terdiri atas 21 orang. Tugas PPKI adalah melaksanakan kemerdekaan Indonesia dan
mengambil langkah-langkah yang perlu untuk membentuk suatu negara. Soekarno ditunjuk
sebagai Ketua dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Ketua.
Pada 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan mengambil beberapa keputusan penting,
yaitu:
Mengesahkan Pembukaan UUD;
Mengesahkan UUD;
Memilih Presiden dan Wakil Presiden;
Menetapkan bahwa untuk sementara waktu Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite
Nasional.
Di antara kesepakatan mengenai perubahan-perubahan yang dilakukan, terdapat satu,
perubahan penting, yaitu mengenai rumusan sila yang pertama Piagam Jakarta. Anak kalimat
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya disepakati untuk
dihilangkan. Karena itu, sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dihilangkannya anak kalimat dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya itu disetujui oleh semua anggota PPKI. Itu dilakukan berdasarkan
pertimbangan bahwa di dalam suatu pernyataan pokok mengenai seluruh bangsa sebaiknya
tidak ditempatkan suatu hal yang hanya mengenai sebagian rakyat Indonesia, sekalipun
bagian yang terbesar. Pencoretan anak kalimat itu adalah untuk menjaga persatuan ban~sa
clan keutuhan seluruh wilayah Indonesia.
Lalu, Pancasila ditetapkan dalam Pembukaan UUD sebagai dasar negara Republik
Indonesia, seperti berikut:
... maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia,
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil clan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus
1945 pada hakikatnya adalah pencetusan daripada segala perasaan-perasaan yang sedalam-

dalamnya yang terpendam dalam kalbu sanubari rakyat Indonesia sejak berabad-abad
lamanya. Dengan Proklamasi kemerdekaan itu melukiskan prihal Falsafah hidup / pandangan
hidup, rahasia hidup dan tujuan hidup kita sebagai bangsa.
Proklamasi kemerdekaan itu adalah pernyataan kemerdekaan (Proclamation of
independence) dan sebagai pemberitahuan kepada kita dan dunia, bahwa status / eksistensi
kita telah berubah dari eksistensi dijajah menjadi suatu bangsa yang merdeka. Dan juga
sebagai sumber kekuatan dan tekat perjuangan kita dalam melahirkan serta membangkitkan
kembali kepribadian bangsa Indonesia. Dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia merupakan titk puncak daripada perjuangan bangsa Indonesia yang didorong oleh
amanat penderitaan rakyat dan di jiwai Pancasila pada taraf tertinggi, yang selama berabadabad dijajah, telah berhasil melepaskan dirinya dari ikatan belenggu penjajahan, sekaligus
membangun suatu perubahan yaitu Negara Republik Indonesia yang bebas merdeka, untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Demikianlah Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan perwujudan dan penjelmaan
dari nilai-nilai Pancasila yang dapat dibaca dengan jelas pada pembukaan UUD 1945
disamping tercantum rumusan Pancasila secara lengkap, juga tercermin isi nilai-nilai
Pancasila. Isi itu dapa dilihat pada tiap-tiap alinea dan dari pokok-pokok pikiran yang
terkandung di dalam pembukaan UUD 1945 adalah uraian terperinci dari Proklamasi 17
Agustus 1945.[2]
B. Hubungan antara Panacasila, UUD 1945 dan Proklamasi 17 Agustus 1945
Adapun hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, meliputi hubungan secara
formal dan secara material.
a. Hubungan Secara Formal, bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah
seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945; bahwa Pembukaan UUD 1945
berkedudukan dan berfungsi selain sebagai Mukadimah UUD 1945 juga sebagai suatu yang
bereksistensi sendiri karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila tidak tergantung
pada batang tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya; bahwa Pancasila sebagai inti
Pembukaan UUD 1945 dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat
diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara RI.
b. Hubungan Secara Material, yaitu proses perumusan Pancasila: sidang BPUPKI membahas
dasar filsafat Pancasila, baru kemudian membahas Pembukaan UUD 1945; sidang berikutnya
tersusun Piagam Jakarta sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Merujuk kepada sejarah tentang urut-urutan penyusunan antara Pancasila dengan
Pembukaan UUD 1945, penyusun melihat bahwa para pendiri Negara menganggap penting

perumusan dasar Negara untuk dibahas karena memang suatu Negara yang akan dibentuk
harus memiliki dulu dasar ideologi Negara. Pada saat itu sudah ada ideologi komunis dan
liberal. Dan bangsa Indonesia menginginkan dasar Negara sesuai pandangan hidup bangsa
Indonesia sendiri. Dasar Negara tersebut mendapatkan suatu legalitasnya dalam Piagam
Jakarta yang kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945. Dengan masuknya rumusan
Pancasila dalam Pembukaan UUD, maka Pancasila menjadi inti dari Pembukaan UUD 1945
dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 menjadi kuat, apalagi dari Penjelasan UUD 1945
dikatakan kalau Pembukaan itu memiliki empat pokok pikiran dan ternyata keempat pokok
pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 itu tiada lain adalah Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa
Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara
formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar negara
(Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam empat
pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama
hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Barulah dari
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam banyak peraturan
perundang-undangan lainnya, seperti misalnya ketetapan MPR, undang-undang, peraturan
pemerintah dan lain sebagainya. Jadi selain tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4,
Pancasila terangkum dalam empat pokok pikiran Pembukaan UUD 1945.
Jika mencermati Pembukaan UUD 1945, masing-masing alenia mengandung pula
cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi UndangUndang Dasar. Alenia pertama menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan
adalah hak asasi segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Alenia kedua
menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dan penuh penderitaan
yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alenia ketiga menegaskan
pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
memberikan dorongan spiritual kepada segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan
cita-cita luhurnya sehingga rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Terakhir alenia
keempat menggambarkan visi bangsa Indonesia mengenai bangunan kenegaraan yang hendak
dibentuk dan diselenggarakan dalam rangka melembagakan keseluruhan cita-cita bangsa

untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam wadah Negara Indonesia. Dalam
alenia keempat inilah disebutkan tujuan negara dan dasar negara.
Keseluruhan Pembukaan UUD 1945 yang berisi latar belakang kemerdekaan,
pandangan hidup, tujuan negara, dan dasar negara dalam bentuk pokok-pokok pikiran
sebagaimana telah diuraikan tersebut-lah yang dalam bahasa Soekarno disebut sebagai
Philosofische grondslag atau dasar negara secara umum. Jelas bahwa Pembukaan UUD 1945
sebagai ideologi bangsa tidak hanya berisi Pancasila. Dalam ilmu politik, Pembukaan UUD
1945 tersebut dapat disebut sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Seperti telah disinggung di muka bahwa di samping Undang-Undang dasar, masih ada
hukum dasar yang tidak tertulis yang juga merupakan sumber hukum, yang menurut
penjelasan UUD 1945 merupakan aturan-auran dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelengaraan negara, meskipun tidak tertulis. Inilah yang dimaksudkan dengan
konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan sebagai pelengkap atau pengisi kekosongan yang
timbul dari praktek kenegaraan, karena aturan tersebut tidak terdapat dalam Undang-Undang
dasar.
UUD 1945 yang hanya terdiri dari 37 pasal ditambah dengan Empat pasal Aturan
Peralihan dan dua ayat aturan Tambahan, maka UUD 1945 termasuk singkat dan bersifat
supel atau fleksibal. Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan,
Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari
1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan
Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.

Aturan Peralihan
Pasal I
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan
pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.
Pasal II
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III
Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.

Pasal IV
Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan
Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.
Aturan Tambahan
1. Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden
Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar ini.
2. Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu
bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.
Hubungan Proclamation of independence dengan Declaration of independence
digambarkannya bahwa Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada
seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka. Sedangkan
Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada
beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.
Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk
mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui
tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang
hidup dalam kalbu rakyat kita.
Bila kita hubungkan antara inti isi pengertian Pembukaan dengan Proklamasi 17
Agustus 1945 maka kedua-duanya memiliki hubungan azasi (prinsip) yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.
Proklamasi 17 Agustus 1945 memuat dua hal pokok :
1. Pernyataan pertama proklamasi dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan pada alinea
pertama, kedua, dan ketiga.
2. Pernyataan kedua proklamasi dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan pada alinea keempat.
Selain itu pernyataan pemindahan kekuasaan kemudian diatur dalam Aturan Peralihan
UUD 1945. [3]
Oleh karena itu, wajar kalau Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia karena terlekat pada proklamasi 17
Agustus 1945, sehingga tidak bisa dirubah baik secara formal maupun material. Adapun
kedudukan hakiki Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah

1. Pembukaaan Undang-Undang Dasar memiliki kedudukan hakiki sebagai pernyataan


kemerdekaan yang terperinci.
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung dasar, rangka dan suasana bagi negara
dan tertib hukum Indonesia.
3. Pembukaan UUD 1945 mengandung adanya pengakuan terhadap hukum kodrat, hukum Tuhan
dan adanya hukum etis atau hukum moral.
C. Proses Proklamasi dan Pengesahan UUD 1945
a. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Secara kronologis detik-detik Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah sebagai
berikut :
1. 15 Agustus 1945 : Pemerintah Jepang menyerah tanpa syarat (unconditional surender) kepada
sekutu. Hal ini diumumkan Tenno Heika melalui radio. Kejadian ini mengakibatkan
Pemerintah Jepang tidak dapat meneruskan usahanya mengenai kemerdekaan Indonesia. Soal
terus atau tidaknya diserahkan kepada para pemimpin Bangsa Indonesia.
2. 16 Agustus 1945
1). Jam 06.00 (Tokyo) atau 04.30 waktu Jawa Jepang atau 04.00 WIB
a. Pengamanan Ir Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
b. Maksud pengamanan yang dilakukan oleh golongan Pemuda yang terdiri dari Sukarni dibantu
Winoto Danu Asmoro, Abdurrahman dan Yusuf Kunto adalah untuk menjauhkan In Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh dan siasat Jepang.
2). Jam 19.30 (Tokyo) atau 18.00 waktu Jawa Jepang atau 17.30 WIB.
a. Rombongan terdiri dari Mr. A. Subarjo, Sudiro (Mbah) dan Yusuf Kunto tiba di
Rengasdengklok.
b. Maksud kedatangan mereka adalah untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. hatta
kembali-ke Jakarta.
3). Jam 01.00 (Tokyo) keesokan hari atau 23.30 waktu Jawa Zaman Jepang atau 23. WIB.
a. Rombongan yang membawa In Soekarno dan Drs. Moh Hatta tiba di Jakarta. Drs. Moh. Hatta
singgah di rumahnya sebentar di Jl. Diponegoro 57. Kemudian menuju rumah Laksamana
Muda Tadashi Maeda di Jl. Imam Bonjol 1.
b. Di tempat ini pemuka-pemuka Indonesia berkumpul untuk menyusun teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
c. Teks versi terakhir Proklamasi yang telah diketik ditanda tangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Moh Hatta.

3. 17 Agustus 1945 (jam 12.00 Tokyo atau 10.30 waktu Jawa zaman Jepang atau 10.00 WIB :
Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur 56, Jalannya upacara:
a. Ir. Soekarno tampil kemuka micropon satu-satunya untuk membacakan teks Proklamasi
Kemerdekaan.
c. Pengibaran bendera merah putih dilakukan oleh Cudanco Latief Hendraningrat dengan diiringi
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh para hadirin.[4]
Untuk mewujudkan tujuan Proklamasi Kemerdekaan maka pada tanggal 18 Agustus 1945
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bersidang untuk mengesahkan :
a. Pembukaan UUD 1945; dan
b. UUD 1945; serta
c. Memilih Presiden dam Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Dengan kata lain, cita-cita dan inti isi jiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
(Pancasila) dituangkan ke dalam Pembuakaan dan UUD 1945.[5]
b. Pengesahan UUD 1945
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik
Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya suatu
negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera
mengadakan sidang.
Dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945 itu, PPKI yang telah disempurnakan antara
lain tekah mengesahkan Undang-undang dasar negara yang kini terkenal dengan sebutan
UUD 1945.[6]
Tanggal 18 Agustus 1945 sidang PPKI dimulai jam 11.30. Acara dari sidang pleno ini ialah
Untuk membahas naskah rancangan Hukum Dasar dan mengesahkan Undang-undang Dasar
atas Kemerdekaan yang telah diucapkan dalam Proklamasi sehari sebelumnya.
Hasil yang dicapai :
a. Mengesahkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan jalan :
(1) Meneatapkan Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan sebagai pembukaan dari Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia.
(2) Menetapkan Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima BPUPK pada tanggal 17 Juli 1945
setelah mengalami beberapa perubahan sebagai Undang-undang Dasar Republik Indonesia.
b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
c. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah Darurat.[7]

Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia didahului dengan pengesahan Pembukaan


UUD Negara Republik Indonesia. Pengesahan Pembukan UUD Negara Republik Indonesia
ini dipimpin oleh Ketua PPKI dan sidang Pleno Ir. Soekarno.
D. Terjadinya Proklamasi dan UUD 1945
Dengan hubungan erat golongan tua dari kaum pergerakan Indonesia dengan pihak
pemerintah pendudukan Jepang oleh pemuda yang tidak disukai, dan ingin agar segera
kemerdekaan Indonesia segera di Proklamasikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dua orang
pemimin pergerakan Indonesia yang paling terkemuka pada zaman jepang adalah Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Karena itulah semua golongan sepakat bahwa kemerdekaan
Indonesia yang telah dirancang sejak lama itu, oleh berbagai golongan dalam kalangan
pergerakan Nasional tidak dapat diumumkan tanpa mengikut sertakan mereka berdua.
Karena sifat radikal dan pandangan Politik dari golongan pemuda menemui kesulitan
dalam mengajak bung Karno dan Bung Hatta mengikuti garis politik mereka untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Untuk keluar dari kesulitan tersebut maka
politisi muda demham bekerja sama pihak PETA (Pembela Tanah Air) menugaskan Shodanco
Singgih Umar Bachsan Suheryana, Affan (Letnan I), Subeno dan Sucipto sudah
dipersiapkan rapih jauh sebelumnya. Bahkan Bendera Sang Saka Merah Putih telah
dikibarkan pada tanggal 16 Agustus 1945 di markas PETA di Rengasdengklok atas perintah
Shodanco Affan, Pada hari itu tercapailah kata sepakat antara Mr. Achmad Soebardjo sebagai
salah seorang tokoh golongan tua dengan wakil-wakil golongan pemuda untuk
mengembalikan Soekarno-Hatta ke Jakarta.
Persetujuan para pemuda itu diberikan atas dasar jaminan yang diberikan oleh
Achmad Soebardjo, bahwa keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi sudah
akan disiarkan ke seluruh dunia. Berdasarkan persetujuan itulah menjelang tengah malam
tanggal 1 6 Agustus 1945 itu juga Soekarno-Hatta dikembalikan ke Jakarta dengan
perantaraan Mr. Soebardjo langsung menuju ke rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Rumah Laksamana Jepang itu dianggap tempat yang aman dari penindakan Angkatan Darat
Jepang yang menjadi penguasa di daerah Jawa (Dada Zaman pendudukan Jepang Sumatera
dan Jawa diperintah oleh pernerintah militer Angkatan Darat atau Rikugun, sedang wilayah
Indonesia selebihnya diperintah oleh Angkatan Laut atau Kaigun).
Laksamana Maeda adalah kepala kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah
kekuasaan Angkatan Darat.
Mr. Achmad Soebardjo dan sejumlah pemuda Indonesia bekerja pada kantornya dan
karena itu mempunyai hubungan baik dengan Laksamana tersebut. Berdasarkan hubungan

baik itu, rumah Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol 1 dan kini menjadi tempat
kediaman Duta Besar (nggris dijadikan tempat pertemuan antar pelbagai golongan
pergerakan nasional yang tua dan yang muda.
Di rumah itulah naskah proklamasi dirumuskan oleh tiga orang pimpinan golongan
tua, yaitu Soekarno, Hatta dan Soebardjo dengan disaksikan oleh tiga orang eksponen
pemuda yakni Sukarni, BM Diah dan Mbah Diro serta beberapa orang Jepang. Mereka duduk
menyendiri di kamar makan itu, sedangkan yang lain menunggu di serambi muka. Yang
menuliskan kladnya adalah Ir. Soekarno sedangkan Drs. Moh. Hatta dan Mr. Soebardjo
menyumbangkan pikiran secara lisan. Sebagai hasil perbincangan mereka bertiga itulah
diperoleh rumusan tulisan tangan Ir. Soekarno yang berbunyi sebagai berikut :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara
seksama clan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, 17 - 8 - 05,
Wakil-wakil Bangsa Indonesia.
Rombongan yang menyendiri di ruang makan itu kemudian menuju ke serambi muka
untuk menemui mereka yang telah hadir. Di sana Ir. Soekarno membacakan draft (naskah)
rumusan yang telah mereka hasilkan itu dan menyarankan agar segenap mereka yang hadir
itu bersama sama menandatangani naskah Proklamasi itu selaku wakil-wakil bangsa
Indonesia.
Saran itu ditolak oleh pemuda yang menyatakan tidak rela bahwa budak-budak
Jepang ikut menandatangani Naskah Proklamasi (Budak-budak Jepang adalah tokoh
golongan tua yaang dinilainya bukan orang pergerakan nasional, melainkan hanya oportunisoportunis yang memperoleh kursi, karena pengabdialnnya kepada pemerintah pendudukan
Dai Nippon).
Pernyataan itu menimbulkan kehebohan dari pihak yang dituduh budak-budak Jepang.
Kemudian Sukarni selaku salah seorang pemimpin pemuda mengusulkan agar yang
menandatangani naskah proklamasi itu hanyalah Soekarno - Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Usul itu diterima baik segenap hadirin dan Ir. Soekarno memimta kepada Sayuti
Melik untuk mengetik naskah bersih berdasarkan draft rumusan dengan perubahan-perubahan
yang disetujui yakni:
- Kata tempoh diganti dengan tempo.

- Wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan atas nama bangsa Indonesia.


- Cara menulis tanggal diubah sedikit menjadi:
Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen 05.
Naskah yang diketik oleh Sayuti Melik itu kemudian ditandatangani oleh Soekarno
dan Hatta di rumah itu juga. Bunyi naskah itu selengkapnya adalah sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dan lain-lain diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 45
Atas nama bangsa Indonesia,
SOEKARNO/HA TTA.
Naskah yang diketik itulah yang beberapa jam kemudian setelah hari terang pada
tanggal 17 Agustus 1945 dibacakan oleh Ir. Soekarno di Gedung Proklamasi di Jalan
Pegangsaan Timur 56. Adalah ironis sekali, bahwa Orde Lama di bawah apimpinan Ir.
Soekarno telah menghancurkan Gedung Proklamasi yang bersejarah itu). Sampai sekrang
belum jelas bagaimana urutan kejadian, sehingga naskah otentik proklamasi itu dapat
menghilang selama kurang lebih dua puluh tahun dan baru muncul pada tahun 1965. Selama
naskah otentik itu hilang maka yang dikenal seluas-luasnya adalah konsep atau Klad tutisan
tangan Ir. Soekarno. Menurut Sayuti Melik naskah otentik proklamasi itu dibawa pulang dari
rumah Laksamana Maeda oleh B.M. Diah, yang kemudian rnenyimpannya setelah
mencetaknya di dalam surat Kabar Merdeka yang diterbitkannya dalam Bulan Oktober 1945.
Oleh karena itulah foto copy dari naskah otentik Proklamasi itu pada tahun 1969 oleh
Presiden Soeharto sudah dibagi-bagikan kepada para Gubernur/Kepala Daerah dan telah
dimuat dalam berbagai surat kabar.[8]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah kami tulis diatas, kami dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Dengan pokok-pokok pikiran Prof. DR. Soepomo itu, kita dapat merasakan adanya satu jiwa 5
hal untuk dasar negara Indonesia Merdeka, meskipun tidak diuraikan secara terperinci
sebagaimana yang diucapkan oleh Mr. Moh. Yammin.
b. Adapun hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, meliputi hubungan secara formal dan
secara material.

c. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945


15 Agustus 1945 : Pemerintah Jepang menyerah tanpa syarat (unconditional surender) kepada
sekutu.
16 Agustus 1945 : Pengamanan Ir Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
17 Agustus 1945 : Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di Pegangsaan Timur 56.
d. Sifat radikal dan pandangan Politik dari golongan pemuda menemui kesulitan dalam mengajak
bung Karno dan Bung Hatta mengikuti garis politik mereka untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Untuk keluar dari kesulitan tersebut maka politisi muda demham
bekerja sama pihak PETA (Pembela Tanah Air) menugaskan Shodanco Singgih Umar
Bachsan Suheryana, Affan (Letnan I), Subeno dan Sucipto sudah dipersiapkan rapih jauh
sebelumnya. Bahkan Bendera Sang Saka Merah Putih telah dikibarkan pada tanggal 16
Agustus 1945 di markas PETA di Rengasdengklok atas perintah Shodanco Affan, Pada hari
itu tercapailah kata sepakat antara Mr. Achmad Soebardjo sebagai salah seorang tokoh
golongan tua dengan wakil-wakil golongan pemuda untuk mengembalikan Soekarno-Hatta
ke Jakarta.
Saran-saran
Harapan kami adalah saran serta kritik yang bisa membangun juga menambah tentang ilmu
pengetahuan kami. Semoga dengan saran dan kritik dari dosen pada khususnya dan pemabaca
pada umumnya bisa membantu kami dalam menambah wawasan terutama dalam penulisan
atau penyusunan karya tulis untuk menjadi menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Drs., Pancasila (Ditinjau dari Segi Historis), Reneka Cipta, Jakarta, 1992.
Darmodiharjo Darji, Prof. SH., J.W. Sulandra, SH., Santiaji Pancasila. Kurnia Esa, Jakarta, 1983.
Burhanuddin Salam, Drs., Filsafat Pansilaisme. PT. Bina Aksara, Jakarta, 1988.
Tim Penulis PPKn. Mahir PPKn SMU Kelas 3 Semester II. PT. REMAJA ROSDAKARYA,
Bandung, 2004.
Internet : http://sertifikasiprofesi.blogspot.com/2008/05/analisis-hubungan-pancasila- proklamasi.html
http://asnic.utexas.edu/asnic/countries/indonesia/ConstIndonesia.html
Indonesia

Constitution

of

Pancasila dan Piagam Jakarta (1)


SETIAP kali Indonesia terbentur peristiwa-peristiwa keras karena kehadiran gerakan-gerakan
ekstrim yang membawakan ideologi ekstra, semacam komunisme maupun ideologi politik
Islam, atau saat keselamatan konsep NKRI terancam, orang lalu teringat dan mulai kembali
menyebut-nyebutkan Pancasila. Setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965 dipatahkan
pada 1 Oktober 1965, maka tanggal itu setiap tahun diingat dan dirayakan sebagai Hari
Kesaktian Pancasila.
Tapi kaum komunis bukan satu-satunya pemegang lisensi gerakan membahayakan Pancasila,
UUD 1945 dan Pancasila meskipun mereka telah melakukan dua kali pemberontakan kepada
Republik Indonesia, G30S di tahun 1965 dan Pemberontakan Madiun 1948. Kelompok yang
menjadikan Islam sebagai ideologi politik, juga tercatat sebagai pemegang lisensi ancaman
bagi Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Mulai dari gerakan bersenjata Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia SM Kartosoewirjo yang diikuti Kahar Muzakkar, Daud Beureueh, Amir
Fatah dan Ibnu Hadjar yang memproklamirkan Negara Islam Indonesia Agustus 1949,
sampai Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang baru usai melalui jalan kompromi di masa
kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono. Hampir sejajar namun tak selalu bisa begitu saja
disamakan dengan DI/TII dan NII, adalah gerakan-gerakan politik yang masih selalu
memperjuangkan dimasukkannya kembali Piagam Jakarta ke Pembukaan UUD 1945.
Sementara itu, kelompok anti komunis di tubuh TNI juga pernah mengobarkan
pemberontakan, PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi pada akhir limapuluhan. Belum
lagi gerakan separatis semacam RMS dan OPM.
Persoalan Piagam Jakarta, sebenarnya adalah sebuah peristiwa politik yang secara formal
telah selesai 18 Agustus 1945 saat sejumlah pemimpin politik berlatar belakang Islam sepakat
untuk menghilangkan tujuh kata dari konsep pembukaan UUD 1945. Namun akibat
ketidakmatangan kenegarawanan lapisan para pemimpin politik baru di masa-masa
berikutnya, permasalahan ternyata tidaklah berakhir pada tanggal itu.
Tatkala Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
juga dikenal dengan nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai sampai kepada tahap sidang
membicarakan beginsel (dasar) negara kita, Ir Soekarno menjadi salah satu penyampai
gagasan, yakni melalui pidato 1 Juni 1945. Dalam menyampaikan konsep dasar negara yang
diusulkannya, Soekarno memulai dengan butir kebangsaan. Berikutnya berturut-turut ia
menyampaikan butir-butir internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi
dan kesejahteraan sosial, lalu yang terakhir Tuhan Yang Maha Esa atau Ketuhanan. Di antara
sekian penyampaian, yang mendapat sambutan paling antusias memang adalah pidato Ir
Soekarno. Tercatat ada 12 kali tepuk tangan menggema saat ia menyampaikan pidatonya itu
dengan gaya seorang orator ulung. Namun, menurut sejarawan Anhar Gonggong, setelah
pidato Ir Soekarno itu, anggota BPUPKI tampak terbelah, dalam arti ada anggota yang
sepenuhnya menerima rumusan calon dasar negara yang diajukan anggota Ir Soekarno itu,
tetapi di lain pihak terdapat sejumlah anggota yang tidak sepenuhnya menerima, dan
menghendaki perubahan rumusan walau tetap berdasar pada apa yang telah dikemukakan
anggota Ir Soekarno itu.

Untuk mempertemukan dua kutub pendapat, yakni golongan nasionalis sekuler dan golongan
nasionalis Islami, Ketua BPUPKI Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat berinisiatif membentuk
Panitia Kecil yang seringkali juga disebut Panitia Sembilan karena memang anggotanya
terdiri dari sembilan orang. Panitia Kecil ini diketuai Ir Soekarno dengan wakil ketua Drs
Mohammad Hatta. Tujuh anggota lainnya adalah Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim,
H. Agoes Salim, Abdul Kahar Muzakkir, Muhammad Yamin, AA Maramis, Abikusno
Tjokrosujoso dan Achmad Soebardjo. Dalam serangkaian rapat, dirumuskan suatu formula
yang memberi tempat bagi aspirasi golongan Islam, yaitu, . dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, terdiri dari tujuh kata. Selain itu,
Panitia Sembilan juga menempatkan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada urutan pertama,
yang oleh Soekarno tadinya ditempatkan di bagian belakang. Adalah Mohammad Yamin yang
memberi penamaan Piagam Jakarta bagi rumusan itu. Dalam piagam yang dipersiapkan
sebagai bagian pembukaan UUD ini, tidak digunakan penamaan Pancasila bagi lima butir
dasar negara yang di kemudian hari dinamakan Pancasila, meskipun rumusannya ditulis
lengkap. Begitu pula dalam Pembukaan UUD 1945 nanti.
Pengusul dari 7 kata di alinea terakhir draft konsep Pembukaan UUD itu adalah wakil
golongan Islam, dengan pengertian bahwa kewajiban itu hanya berlaku bagi para pemeluk
agama Islam dan tidak mewajibkan bagi yang lain di luar itu. Tapi secara teoritis
ketatanegaraan, ada anggapan bahwa bila negara mewajibkan sesuatu hanya untuk sebagian
warganegaranya, maka itu berarti diskriminatif. Negara tak boleh melakukan pengecualian,
tetapi harus mengatur semua warganegara secara keseluruhan. Terhadap rumusan Piagam
Jakarta, menurut Dr Midian Sirait, dalam bukunya Revitalisasi Pancasila (Kata Hasta
Pustaka, Jakarta 2008), muncul penolakan dari kelompok Indonesia Timur yang dipimpin
oleh Latuharhary. Kelompok ini datang menemui Mohammad Hatta, pada pagi hari tanggal
18 Agustus 1945. Mohammad Hatta menampung usulan untuk mencoret 7 kata itu, tapi tidak
mengambil putusan sendiri. Ia terlebih dahulu menanyakan pendapat KH Wahid Hasyim
yang kelak menjadi Menteri Agama pertama Republik Indonesia, ayah dari KH Abdurrahman
Wahid salah seorang ulama yang menjadi anggota Panitia Sembilan. KH Wahid Hasyim
mengatakan, tak apa bila 7 kata itu dicoret. H. Agoes Salim juga menyatakan bisa memahami
pencoretan itu.
Sebenarnya di Panitia Sembilan, ada Mr Maramis yang juga hadir tatkala Piagam Jakarta
dirumuskan. Di kemudian hari, ketika ditanya, mengapa Mr Maramis menyetujui 7 kata,
beliau menjawab, dirinya sedang mengantuk tatkala hal itu dibahas. Atau mungkin Mr
Maramis yang bukan muslim sebenarnya merasa sungkan untuk menolak saat itu? Namun
terlepas dari itu, kita bisa melihat betapa para pendiri bangsa kita itu berkemampuan
mengatasi itu semua dengan baik, terhindar dari sikap bersikeras, karena rasional dan betulbetul menghayati filosofi negara. Mereka semua berpendidikan barat, tetapi tetap taat kepada
ajaran agama masing-masing, secara rasional. Jadi tatkala mereka melihat secara filosofis
bahwa bila sesuatu memiliki akibat-akibat tertentu bagi warganegara, dan menimbulkan suatu
situasi diskriminatif, mereka bisa menentukan sikap secara tepat. Mereka memang para
negarawan.
PADA saat Presiden Soekarno menyampaikan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD
1945, permasalahan menyangkut Piagam Jakarta juga tampil kembali. Setiap ada perumusan
pembukaan UUD 1945, persoalan itu pasti muncul kembali, yang terutama dilakukan oleh
para pemimpin generasi baru yang agaknya belum memiliki pemahaman filosofis seperti
yang dipahami KH Wahid Hasyim atau H. Agoes Salim. Ketika persoalan itu muncul saat
Dekrit 5 Juli 1959, suatu solusi diberikan oleh Mohammad Yamin dan Roeslan Abdoelgani,

yaitu dengan menambahkan kalimat dalam dekrit bahwa langkah kembali ke UUD 1945 itu
dijiwai oleh Piagam Jakarta. Dengan rumusan seperti itu, Dekrit 5 Juli 1959 disetujui oleh
kelompok politik Islam.

ABDUL KAHAR MUZAKKAR. Kahar Muzakkar pemimpin DI/TII di Sulawesi Selatan,


tadinya adalah seorang Letnan Kolonel asal daerah itu, yang selalu kecewa karena kalah
dalam persaingan memperoleh posisi di tubuh TNI. Baik dengan perwira asal Minahasa,
seperti Letnan Kolonel Warouw yang merupakan rival bebuyutannya maupun perwiraperwira Bugis seperti Kolonel Saleh Lahade dan Letnan Kolonel Andi Mattalata. Foto
Istimewa.
Selain keinginan memberlakukan Piagam Jakarta, terdapat pula beberapa gerakan untuk
menjadikan Indonesia sebagai suatu negara berdasarkan agama. Gerakan yang paling
menonjol tentu saja adalah gerakan bersenjata SM Kartosoewirjo yang dengan DI/TII-nya
memproklamirkan Negara Islam Indonesia pada Agustus 1949 saat Republik Indonesia
sedang mengalami kesulitan dalam usianya yang baru 4 tahun. Gerakan DI/TII mendapat
pengikut di Aceh, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Tapi bila dicermati, gerakan
DI/TII di daerah-daerah itu bukanlah murni motif menegakkan Negara Islam, melainkan hasil
komplikasi kepentingan pribadi dari para pemimpinnya masing-masing.
Daud Beureueh dari Aceh, adalah tokoh yang kecewa terhadap apa yang dianggapnya
ketidakadilan dalam penentuan posisi Gubernur Sumatera bagian Utara di tahun 1950. Pada
waktu itu ada dua calon untuk mengisi posisi sebagai gubernur di propinsi Sumatera bagian
Utara itu, yakni Daud Beureueh yang saat itu adalah Gubernur Militer Aceh dan Ferdinand
Lumbang Tobing yang adalah Gubernur Militer Tapanuli. Tapi ternyata, pemerintah pusat
memilih orang lain di luar mereka, yakni seorang tokoh yang tak begitu dikenal dan tak
begitu diketahui jasanya dalam perjuangan kemerdekaan, bernama Amin. Karena kecewa,
Daud Beureuh menggabungkan diri dengan Kartosoewirjo dan membentuk DI/TII di Aceh.
Ibnu Hadjar dari Kalimantan Selatan, membentuk DI/TII dan bergabung dengan NII
Kartosoewirjo, juga karena kekecewaan pribadinya terhadap suatu masalah internal TNI di
daerahnya.
Kahar Muzakkar pemimpin DI/TII di Sulawesi Selatan, tadinya adalah seorang Letnan
Kolonel asal daerah itu, yang selalu kecewa karena kalah dalam persaingan memperoleh
posisi di tubuh TNI. Baik dengan perwira asal Minahasa, seperti Letnan Kolonel Warouw

yang merupakan rival bebuyutannya maupun perwira-perwira Bugis seperti Kolonel Saleh
Lahade dan Letnan Kolonel Andi Mattalata. Kahar tidak punya teman kuat yang bisa
membantunya memperoleh posisi komando di Sulawesi Selatan yang menjadi obsesinya, dan
hanya punya teman-teman di kalangan perwira berhaluan komunis. Namun ketika ada trouble
dengan sejumlah ex gerilyawan yang pernah ikut perlawanan bersenjata melawan Belanda,
Kahar dikirim oleh pemerintah pusat Juni 1950 untuk membujuk mereka. Bekas-bekas
gerilyawan ini menuntut agar diakui sebagai pejuang kemerdekaan dan diterima ke dalam
TNI. Bagi mereka, menurut Barbara Sillars Harvey penulis buku mengenai Permesta dan
buku tentang Kahar Muzakkar sang Letnan Kolonel adalah adalah jagoan mereka. Tetapi
sang jagoan yang diutus ini, malah ikut bergabung dengan para bekas gerilyawan yang justru
harus dibujuknya keluar dari hutan. Di tahun 1951 sempat terjadi persetujuan, dengan
memberi para gerilyawan itu status CTN (Corps Tjadangan Nasional). Tapi persetujuan ini
separuh gagal separuh berhasil. Kahar Muzakkar bersama separuh dari pasukan gerilya itu
kembali masuk hutan, sementara sebagian lainnya yang diterima masuk TNI disusun dalam 5
batalion dengan komandan-komandan mereka sendiri. Tetapi, mereka tetap saja
menyusahkan komando-komando nasional dan daerah, seperti teman-teman mereka yang
menetap di hutan, tulis Barbara Sillas Harvey.
Berlanjut ke Bagian 2

Piagam Jakarta
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Naskah Asli Piagam Jakarta yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan pada tanggal
22 Juni 1945

Piagam Jakarta adalah dokumen historis berupa kompromi antara pihak Islam dan pihak
kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara. Disebut juga "Jakarta Charter".
Merupakan piagam atau naskah yang disusun dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh
Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini disusun karena wilayah Jakarta yang besar,
meliputi 5 kota dan satu kabupaten, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta
Utara, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu. Oleh karena itu, provinsi DKI Jakarta dibentuk
dengan piagam tersebut dan menetapkan Soewirjo sebagai gubernur DKI Jakarta yang
pertama sampai 1947.
Sembilan tokoh tersebut adalah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Sir A.A. Maramis,
Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Sir Achmad Subardjo,
Wahid Hasyim, dan Sir Muhammad Yamin. BPUPKI dibentuk 29 April 1945 sebagai
realisasi janji Jepang untuk memberi kemerdekaan pada Indonesia. Anggotanya dilantik 28
Mei 1945 dan persidangan pertama dilakukan keesokan harinya sampai dengan 1 Juni 1945.
Sesudah itu dibentuk panitia kecil (8 orang) untuk merumuskan gagasan-gagasan tentang
dasar-dasar negara yang dilontarkan oleh 3 pembicara pada persidangan pertama. Dalam
masa reses terbentuk Panitia Sembilan. Panitia ini menyusun naskah yang semula
dimaksudkan sebagai teks proklamasi kemerdekaan, namun akhirnya dijadikan Pembukaan
atau Mukadimah dalam UUD 1945. Naskah inilah yang disebut Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan
fasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang
lebih tua dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15
Agustus 1945) itu merupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi
Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.

Berikut ini butiran-butirannya yang sampai saat ini menjadi teks pembukaan UUD 1945.

Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab
itu maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai
dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.
Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat jang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia kedepan pintoe-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil
dan makmoer.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh
keinginan jang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka
Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.
Kemudian daripada itoe, oentoek membentoek suatoe Pemerintah Negara
Indonesia jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah
darah Indonesia, dan untuk memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan
kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah
kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam suatu Hoekoem Dasar Negara
Indonesia, jang terbentoek dalam suatu susunan negara Repoeblik Indonesia jang
berkedaoelatan Rakjat, dengan berdasar kepada:
1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at
Islam bagi pemeloek2-nja*
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam
permoesjarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

Djakarta, 22-6-1945
Panitia Sembilan
1. Ir. Soekarno
2. Mohammad Hatta
3. Sir A.A. Maramis
4. Abikoesno Tjokrosoejoso
5. Abdul Kahar Muzakir
6. H. Agus Salim
7. Sir Achmad Subardjo

8. Wahid Hasyim
9. Sir Muhammad Yamin.

Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan
Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh
PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang berisi
kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang
Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku
Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh
Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar
Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.
Perkembangan Piagam Jakarta Selanjutnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Di Dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Piagam Jakarta dinyatakan Menjiwai UUD 1945 dan
adalah suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi. DPR pada saat itu menerima hal ini
dengan Aklamasi pada tanggal 22 juli 1959.
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966

Memorandum DPRGR 1966 mengenai sumber tertib Hukum RI ditingkatkan menjadi


keputusan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, di dalam keputusan ini ditegaskan kembali
bawasanya bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar
1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut.[1]

TEORI INTEGRALISTIK DALAM PANCASILA


Bab 1 Negara Pancasila
REP | 11 March 2013 | 00:29

Dibaca: 3053

Komentar: 0

SUDARYONO
2TB01
28311263
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidak
mungkin dapat memenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai mahluk
sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam pengertian
inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara.
namun demikian dalam kenyataanya sifat-sifat negara satu dengan lainya
memiliki perbedaan dan hal ini sangat ditentukan oleh pemahaman ontologis
hakikat manusia sebagai pendukung pokok negara, sekaligus sebagai tujuan
adanya suatu negara.
Bangsa indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia memiliki
ciri khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya sebelum
membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai
adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang kemudian dikristalisasi
menjadi suatu sistem nilai yang disebut negara, maka bangsa indonesia
mendasarkan pada suatu pandangan hidup yang telah dimilikinya yaitu
pancasila.
Berdasarkan ciri khas serta proses dalam rangka membentuk suatu negara,
maka bangsa indonesia mendirikan suatu negara yang memiliki suatu
karaktertistik, ciri khas dengan keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka
bangsa indonesia mendirikan suatu negara yang mendasarkan filsafat pancasila,
yaitu suatu negara persatuan, suatu negara kebangsaan serta suatu negara
yang bersifat Integralistik. Hakikat serta pengertian sifat-sifat negara tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Paham negara persatuan


Hamparan pulau yang tersebar dari sabang hingga merauke, dengan kekayaan adat istiadat,
bahasa, budaya dan nilai religiusnya namun secara keseluruhan merupakan satu kesatuan ,
maka negara indonesia adalah negara persatuan sebagaimana termuat dalam pembukaan
UUD 1945, negara persatuan republik yang berkedaulatan rakyat.

Aliran persatuan indonesia mempunyai pengertian negara yang mengatasi segala paham
golongan dan paham perseorangan. Jadi pemahaman negara persatuan dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Bukan negara yang berdasarkan individualisme sebagaimana diterapkan di negara liberal
dimana hanya merupakan suatu ikatan individu saja.
b. Bukan negara yang berdasarkan kelas atau klass staat yang hanya mendasarkan pada suatu
golongan saja.
c. Negara persatuan adalah negara yang melindungi seluruh warganya yang terdiri atas berbagai
macam golongan dan paham yang berbeda-beda di dalamnya, namun walaupun berbeda-beda
tetap satu sebagaimana di simpilkan dalam PP. no. 66 tahun 1951 dan di undangkan tanggal
28 nopember 1951 dan termuat dalam lembaran negara no II tahun 1951 yaitu dengan
lambang negara dan bangsa yaitu burung garuda pancasila dengan seloka bhinneka tunggal
ika.
Hakikat bhinneka tunggal ika menurut notonegoro:
Perbedaan itu merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai mahluk tuhan yang maha esa, namun
perbedaan itu bukanya untuk di pertentangkan dan di peruncingkan melainkan perbedaan itu
untuk di persatukan disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara
kebersamaan, negara persatuan indonesia.
2. Paham negara kebangsaan
Menurut muhammad yamin bangsa indonesia dalam merintis terbentuknya suatu
bangsa dalam politik internasional adalah menempatkan diri sebagai bangsa yang
modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan dengan melalui tiga fase :
a. Jaman kerajaan Sriwijaya
b. Jaman kerajaan Majapahit
c. Negara kebangsaan indonesia modern menurut susunan kekeluargaan berdasar
atas ketuhanan yang maha esa serta kemanusiaan yang hingga sekarang
menjadi negara proklamasi 17 agustus 1945.
Manusia membentuk suatu bangsa karena untuk memenuhi hak kodratnya yaitu
Sebagai individu dan mahluk sosial, oleh karena itu deklarasi bangsa indonesia tidak
mendasarkan pada deklarasi kemerdekaan individu tetapi sebuah deklarasi yang menyatakan
tuntutan hak kodrat manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial.
Dalam tumbuh dan kembangnya suatu bangsa terdapat berbagai macam teori besar yang
merupakan bahan komparasi bagi para pendiri negara indonesia untuk mewujudkan suatu
bangsa yang memiliki sifat dan karakter tersendiri. Teori kebangsaan itu adalah sebagai
berikut:
a. Teori Hans Kohn

Bangsa terbentuk karena persamaan bahasa ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan
kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir serta akar-akar
yang terbentuk melalui proses sejarah. Namun teori kebangsaan yang didasarkan pada ras,
bahasa serta untsur lain yang bersifat primordial tidak mendapatkan tempat di kalangan
bangsa-bangsa di dunia.
b. Teori Kebangsaan Ernest Renant
Menurut ernest renan dalam kajian ilmiah tentang bangsa berdasarkan psikologis etnis
pokok-pokok pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut :
1. Bangsa adalah suatu jiwa, suatu azas kerohanian
2. Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
3. Bangsa adalah suatu hasil sejarah
Oleh karena sejarah berkembang terus maka kemudian menurut renan bahwa bangsa
bukan sesuatu yang abadi dan wilayah serta ras bukan suatu penyebab timbulnya bangsa.
Wilayah hanya memberikan ruang lingkup bangsa, sedangkan manusia membentuk jiwanya.
Pada akhirnya renan menyimpulkan bahwa bangsa adalah suatu jiwa,suatu asas
kerokhanian dan menurut renan ada beberapa faktor yang membentuk jiwa bangsa yaitu:
kejayaan dan kemuliaan di masa lampau serta penderitaan-penderitaan bersama yang
mengakibatkan pembentukan modal sosial, persetujuan bersama untuk hidup bersama dan
berani untuk memberikan pengorbanan
c. Teori geopolitik oleh frederich ratzel
Suatu teori kebangsaan yang menghubungkan antara wilayah geografi dengan bangsa
yang di kembangkan oleh frederich ratzel. Menurutnya negara merupakan suatu organisme
yang hidup. Agar bangsa itu hidup subur dan kuat maka memerlukan suatu ruangan untuk
hidup. Negara-negara besar menurutnya memiliki semangat ekspansi, militerisme serta
optimisme. Teori di jerman mendapat sambutan hangat, namun sisi negatifnya menimbulkan
semangat kebangsaan yang chauvinistis.
d. Negara kebangsaan pancasila
Kebhinekaan adat-istiadat, budaya, bahasa dan nilai religius merupakan kekayaan
yang dimiliki bangsa indonesia, namun hal itu tidak mengakibatkan suatu perbedaan yang
harus dipertentangkan, akan tetapi keadaan yang beraneka ragam ini merupakan suatu daya
penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesa dan resultan,
sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Sintesa persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas
kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu pancasila. Oleh
karena itu prinsip-prinsip nasionalisme indonesia yang berdasarkan pancasila adalah bersifat
majemuk tunggal. Adapun yang membentuk nasionalisme bangsa indonesia adalah sebagai
berikut: kesatuan sejarah, kesatuan nasib, kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah dan
kesatuan asas kerohanian.

3. Paham Negara Integralistik


Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Supomo mengusulkan paham
Integralistik yang menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman budaya bangsa
namun hal itu justru mempersatukan dalam suatu kesatuan integral yang disebut Negara
Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam pancasila meletakan asas kebersamaan
hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antar individu maupun masyarakat.
Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak
mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka didalamnya
terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, kebinneka tunggal ikaan, nilai religiusitas
serta selaras. Bila di rinci maka paham negara Integralistik memiliki pandangan sebagai
berikut:
a. negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral
b. semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan yang lainya
c. semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis
d. yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
e. negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
f. negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat
g. negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.
h. negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
i. negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan.
4. Negara pancasila adalah negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan indonesia yang berdasarkan pancasila adalah
kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan,
kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka negara pancasila pada
hakikatnya adalah negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa.
Rumusan ketuhanan yang maha esa sebagai mana terdapat dalam pembukaan UUD 1945,
telah memberikan sifat yang khas kepada negara kebangsaan indonesia, yaitu bukan
merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga
bukan merupakan negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas negara agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu
keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat di paksakan. Kebebasan
beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak,
karena langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai mahluk

pribadi dan mahluk ciptaan tuhan yang maha esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian
negara atau golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan pilihan
pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut negara pancasila adalah sebagai berikut:
a. negara adalah berdasar atas ketuhanan yang maha esa.
b. bangsa indonesia adalah sebagai bangsa yang berketuhanan yang maha esa.
c. tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakekatnya manusia berkedudukan
kodrat sebagai mahluk tuhan.
d. tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama
serta antar pemeluk agama.
e. tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan
siapapun juga.
f. oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama
dan negara.
g. segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilainilai ketuhanan yang maha esa terutama norma-norma hukum positif maupun norma moral
baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
h. negara pada hakikatnya adalah merupakanberkat rahmat Allah yang maha esa.
Menurut paham theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan hubungan yang tidak
dapat di pisahkan karena negara menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan
berdasarkan firman-firman tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis.
Dalam praktik kenegaraan, terdapat du macam pengertian negara theokrasi yaitu theokrasi
langsung dan negara theokrasi tidak langsung.
a. theokrasi langsung
dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas
tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak tuhan dan yang memerintah adalah
tuhan. Dalam sejarah perang dunia II, rakyat jepang rela mati berperang demi kaisarnya,
karena menurut kepercayaanya kaisar adalah sebagai anak tuhan. Negara tibet dimana pernah
terjadi perebutan kekuasaan antara pancen lama dan dalai lama adalah sebagai penjelmaan
otoritas tuhan dalam negara dunia.
b. theokrasi tidak langsung
negara theokrasi tidak langsung bukan tuhan sendiri yang memerintah dalam negara,
melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki otoritas atas nama tuhan. Kepala negara
atau raja memerintah atas kehendak tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan
suatu karunia dari tuhan.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa negara pancasila adalah negara yang melindingi seluruh
agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana tersebut dalam pasal 29 ayat(2) UUD
1945 memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan
menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing. Negara
kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa adalah negara yang merupakan penjelmaan
dari hakikat kodrat manusia sebagai individu mahluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan
mahluk adalah tuhan yang maha esa.
Sumber: Achmad muchi, Drs., H.MM., dan rekan, 2007. Seri diktat kuliah pendidikan
pancasila.hal 42-47. Jakarta: Universitas Gunadarma

HUBUNGAN TEORI INTEGRALISTIK DENGAN PANCASILA


ini adalah tugas gue yang ditolak mentah-mentah ma DOSEN..,
j*ng*r*k

LATAR BELAKANG
Dalam pidatonya di gedung Tyuuo Sangi-In pada tanggal 31 Mei 1945, Prof.
Soepomo membahas pengertian dasar negara (staats-idee), sebuah kajian yang
mutlak diperlukan bila hendak "melahirkan cabang bayi Indonesia" merdeka.
Agar bisa membangun pijakan epistemik yang kokoh dalam wacana
pengertian dasar negara, Prof. Soepomo merasa perlu meminjam sejumlah teori
negara yang menjadi bunga di tengah belantara epistemologi ilmu politik Barat.
Pertama adalah teori individualisme, dengan tokoh-tokohnya Thomas
Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, dan H. J. Lakski. Menurut teori
ini, negara dibangun beralaskan kontrak sosial. Di sini, pemerintah sebagai
aparatur negara berlakon sebagai pemilik otoritas guna menjaga keteraturan
sosial masyarakat sipil. Negara yang bisa mengilustrasikan model ini adalah
Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Kedua adalah teori golongan (class theory) yang dibapaki oleh Marx
dan Engels, kemudian Lenin. Berdasarkan teori ini, negara merupakan
instrumen pegangan golongan yang berkuasa, sebagaimana dalam realitas

model masyarakat yang rasionalistik-kapitalistis, terindikasi dari negara yang


menjadi alat kaum borjuis untuk menindas kaum buruh.
Ketiga adalah

teori

integralistik, dengan

para pencetusnya yakni

Spinoza, Adam Muller dan Hegel. Dalam perspektif yang disusun di atas teori
ini, negara berkewajiban bukan hanya untuk menjamin kepentingan seseorang
atau golongan, melainkan juga menjamin kepentingan masyarakat secara
holistik sebagai sebuah kesatuan.
Setelah menjejerkan ketiga teori tersebut, Prof Soepomo mengajukan
sebuah pertanyaan: "Indonesia akan menganut teori yang mana?". Dalam
pandangannya pribadi, beliau menjatuhkan pilihannya kepada model negara
integralistik yang dianggapnya paling sesuai dengan struktur sosial masyarakat
Indonesia. Argumennya, semangat kebatinan yang telah menubuh dalam sistem
kebudayaan masyarakat kita, merupakan cetak biru mentalitas manusia
Indonesia yang memiliki hasrat kebersatuan yang tinggi.

PERMASALAHAN
Permasalahan yang kami angkat dalam hal ini adalah :
1. Apa pengertian Pancasila?
2. Apa maksud dari teori Integralistik?
3. Adakah hubungan antara teori Integralistik dengan Pancasila?

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pancasila:
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan aktivitas dan
kehidupan di dalam segala bidang. Dengan kata lain semua tingkah laku dan
perbuatan setiap manusia Indonesia harus sesuai dengan sila-sila Pancasila.
Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa

Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat Indonesia dan telah menjadi ciri
khas bangsa Indonesia dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Pancasila sebagai dasar Negara
Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara atau
dasar mengatur penyelenggaraan Negara.
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum
pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat,
dan tidak berubah. Pancasila juga memiliki kekuatan yang mengikat secara
hukum.
Penegasannya tercantum dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea IV
2. Tap MPR No.XVII/MPR/1998
3. Tap MPR No.II/MPR/2000
Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia
Pancasila merupakan dasar filsafat negara dan ideologi negara. Yang
kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan
mengatur penyelenggaraan negara.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia
Merupakan fungsi Pancasila dilihat secara yuridis ketatanegaraan. Tap MPR
No. III/MPR/2000 mengatur tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan.
Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia
Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI merupakan wakil dari seluruh rakyat
Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.
Pancasila sebagai cita-cita bangsa Indonesia

Cita-cita luhur bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan UUD


1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa proklamasi,
yaitu jiwa Pancasila. Dengan demikian Pancasila merupakan tujuan dan cita-cita
bangsa Indonesia.
Teori Integralistik:
Kemudian, teori Integralistik yang diajarkan oleh Benedict de Spinoza (16321677), Adam Heinrich Muller (1779-1829), George Friedrich Wilhelm Hegel (17701831)

dan

lain-lain,

mengajarkan

bahwa

negara

adalah

suatu

susunan

masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya


berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang
organis. Dalam aliran pikiran integralistik ini, negara tidak memihak pada suatu
golongan yang paling kuat, atau paling besar, tidak menganggap kepentingan
seseorang

menjadi

pusat,

tetapi

menjamin

keselamatan

hidup

bangsa

seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisahkan; yang terpenting


adalah penghidupan bangsa seluruhnya.

ANALISIS
Bagaimana

hubungan

teori

Integralistik dengan Pancasila? Sekarang

marilah kita membandingkan teori integralistik dengan Pancasila. Pancasila


merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Masingmasing sila tidak dapat dipahami dan diberi arti tersendiri yang terpisah dari
keseluruhan sila-sila itu. Ini menggambarkan adanya paham persatuan atau
integralistik.
Dalam pancasila sendiri, pada sila III yang berbunyi, Persatian Indonesia,
menegaskan dan mencerminkan perwujudan paham integralistik dalam tata
kenegaraan kita, Sila III ini tercermin dalam pokok pikiran pertama yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut :
Negara begitu bunyinya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan Indonesia dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (penjelasan UUD
1945).

Apa yang dimaksud teori integralistik

Tanyakan detil pertanyaan


Ikuti

Laporkan penyalahgunaan!

5+3 poin

dari KidsManAde 12.09.2014

Jawabanmu
Jawabanmu

2
Nailah8 Gemar Membantu menjawab 12.09.2014
Teori integralistik disebut juga teori kekeluargaan. Pada negara yang berdasar
integralisme seperti Indonesia yang masyarakatnya bersifat organis, hak-hak
asasi manusia berkembang terbatas. Teori integralistik mengatakan bahwa hak2
asasi manusia itu berkembang terbatas karena manusia terikat oleh
masyarakat.
Masyarakat yang mengikat orang2 Indonesia bersifat integralistik yang
mengandung unsur2 yang menentang penonjolan pribadi. Penonjolan hak2 asasi
manusia harus diimbangi dng kewajiban asasi/asas kekeluargaan menumbuhkan
masyarakat dan negara.
Unsur2 dlm integralistik:
-Kebulatan
-Keutuhan
-Kesatuan
-Keseluruhan
-Kebersamaan
-Kekeluargaan
-Gotong royong
-Kerukunan
-Keakraban
-Keseimbangan
-dll
Dalam negara integralistik pada dasarnya tidak ada dualisme antara negara dan
individu karena individu adalah bagian organik dari negara yang punya
kedudukan dan kewajiban tersendiri untuk ikut menyelenggarakan kemuliaan
negara dan sebaliknya oleh karena negara bukan suatu badan
kekuasaan/raksasa politik yang berdiri di luar lingkungan suasana kemerdekaan
seseorang.

Komentar
Laporkan penyalahgunaan!

tentukan nilai

Komentar

Tuliskan lebih detil mengenai jawabanmu di sini

Yogawiryawann Gemar Membantu menjawab 12.09.2014


Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo mengusulkan paham
Integralistik yang menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman budaya
bangsa namun hal itu justru mempersatukan dalam suatu kesatuan integral yang
disebut Negara Indonesia. Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila
meletakkan asas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam
hubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham
negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi
mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya
terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke binneka tunggal ika an, nilai
religiusitas serta selaras. Bila dirinci maka paham Negara Integralistik memiliki
pandangan sebagai berikut : Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang
integral.Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu
dengan lainnya.Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan
masyarakat yang organis.Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah
perhimpunan bangsa seluruhnya.Negara tidak memihak kepada sesuatu
golongan atau perseorangan.Negara tidak menganggap kepentingan seseorang
sebagai pusat.Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau
golongan saja.Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai
suatu kesatuan integral.Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya
sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Negara Pancasila adalah
Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa Sesuai dengan makna
negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan
integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan,
kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka Negara Pancasila
pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada Negara Kebangsaan
Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan antara

agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu
negara yang mendasarkan atas agama tertentu. Negara tidak memaksa dan
tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu keyakinan
bathin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan.
Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi
manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber pada martabat
manusia yang berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau
golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan pilihan
pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya. Hubungan negara dengan
agama menurut Negara Pancasila adalah sebagai berikut : Negara adalah
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.Bangsa Indonesia adalah sebagai
bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa.Tidak ada tempat bagi Atheisme dan
Sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk
Tuhan.Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter
pemeluk agama serta antar pemeluk agama.Tidak ada tempat bagi pemaksaan
agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.Oleh
karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan
agama dan negara.Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama
norma-norma hukum positip maupun norma moral baik moral negara maupun
moral para penyelenggara negara.Negara pada hakikatnya adalah merupakan .
. . . .berkat Rahmat Allah Yang Maha Esa.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

Mendeskripsikan Pancasila sebagai ideologi terbuka


1)

Makna Ideologi Terbuka

Ideologi terbuka adalah ideologi yang mampu mengikuti perkembangan jaman dan bersifat
dinamis atau merupakan suatu sistem pemikiran terbuka yang merupakan hasil konsensus
dari masyarakat itu sendiri, nilai-nilai dari cita-citanya tidak dipaksakan dari luar melainkan
digali dan diambil dari suatu kekayaan, rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
2)

Makna Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Sebagai ideologi Pancasila menjadi pedoman dan acuan bangsa Indonesia dalam menjalankan
aktivitas di segala bidang sehingga sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel tidak tertutup
dan kaku melainkan harus mampu mengikuti perkembangan jaman tanpa harus mengubah
nilai-nilai dasarnya. Pancasila memberikan orientasi ke depan dan selalu menyadari situasi
kehidupan yang sedang dihadapi dan akan dihadapi di era keterbukaan/globalisasi dalam
segala bidang.
3)

Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara

Dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan dibentuklah BPUPKI pada tanggal 28 Mei 1945,
dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1 Juni 1945, membahas tentang
rumusan dasar negara. Tampil tiga tokoh.
1. Tanggal 29 Mei 1945 Moh. Yamin mengemukakan 5 dasar negara Indonesia(dalam
pidato)
-

Peri Kebangsaan

Peri Kemanusiaan

Peri Ke-Tuhanan

Peri Kerakyatan

Kesejahteraan rakyat

Pada akhir pidatonya beliau menyerahkan rancangan (tertulis)


-

1. Ke-Tuhanan Yang maha Esa

2. Kebangsaan Persatuan Indonesia

3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/ Perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh Indonesia

2. Tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Supomo mengemukakan usulan dasar negara Indonesia
yaitu:
-

Persatuan

Kekeluargaan

Kesimbangan lahir dan batin

Musyawarah

Keadilan rakyat

3. Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya mengenai lima hal yang
menjadi dasar negara merdeka, yaitu:
-

Kebangsaan Indonesia

Internasionalisme atau kemanusiaan

Mufakat atau demokrasi

Kesejahteraan sosial

Ke-Tuhanan yang berkebudayaan

Pendapat ketiga tokoh dibahas oleh Panitia Sembilan tanggal 22 Juli 1945 dan menghasilkan
rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka
yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 17 Juli 1945 menerima laporan Panitia Sembilan
tentang isi Piagam Jakarta, membahas rancangan Pembukaan UUD 1945 dan tugasnya selesai
BPUPKI dibubarkan.
Pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk PPKI dan mengadakan sidang pada tanggal 18
Agustus 1945 setelah melalui perdebatan yang sengit akhirnya menerima perubahan Piagam
Jakarta menjadi Pembukaan UUD45 dengan rumusan Pancasila sebagai berikut:
-

Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Persatuan Indonesia

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan
-

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kemudian mengesahkan UUD 1945, mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh.
Hatta sebagai wakil presiden, sebelum MPR/DPR terbentuk tugas presiden dibantu oleh
KNIP.
4)

Fungsi Pokok Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara

Pancasila sebagai dasar negara dijadikan sebagai landasan setiap aspek penyelenggaraan
negara, termasuk segala peraturan perundangan dalam negara, pemerintahan dan aspek-aspek
kenegaraan lainnya.
Sedangkan sebagai ideologi negara, dasar, pandangan bagi sistem kenegaraan untuk seluruh
rakyat Indonesia.

Selain itu, Pancasila sebagai ideologi negara memiliki 4 fungsi pokok yaitu:
-

Mempersatukan bangsa, memelihara dan mengukuhkan persatuan dan kesatuan

Membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya

Memberikan tekad untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa

Pancasila menjadi ukuran untuk melakukan kritik mengenai keadaan bangsa dan
negara

1. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Ideologi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata idea dan logos/logia. Idea berarti gagasan,
pemikiran, konsep, pengertian dasar, cita-cita. Sedangkan logos/logia berarti ilmu. Jadi,
ideologi adalah kumpulan gagasan/ konsep dasar bersistem untuk dijadikan dasar pendapat,
arah, dan tujuan.
Beberapa pengertian ideologi menurut pendapat para tokoh, antara lain:
1. Karl marx: ideologi adalah kesadaran palsu, sebab ideologi merupakan
hasil pemikiran tertentu yang diciptakan oleh para pemikir sesuai
kepentingannya.
2. Louis althusser: ideologi adalah pedoman hidup, sebab setiap orang
membutuhkan pedoman hidup, baik sebagai individu maupun sebagai
warga masyarakat.
3. Dr. Alfian: ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang
menyeluruh dan mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya,
yaitu secara moral dianggap benar dan adil mengatur tingkah laku
bersama dalam berbagai segi kehidupan

Pada tanggal 7 september 1944, Jepang berjanji untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri Koiso, menyusul kekalahan Jepang dari

sekutu. Sebagai kelanjutan dari janji tersebut, maka pada tanggal 29 April 1945, jepang
membentuk badan penyelidik usah-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai), yang bertugas untuk menyelidiki mengenai persiapan
kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 60 orang dan diketuai oleh DR.K.R.T
Radjiman Wedyodiningrat, waki ketua R. Panji Suroso, serta Tuan Hachibangase dari Jepang.
Pada masa tugasnya BPUPKI melakukan dua kali sidang. Sidang yang pertama mulai tanggal
29 Mei 1 Juni 1945 untuk membahas rancangan dasar negara. Tiga tokoh nasionalis yang
menyampaikan ide pokok rancangan dasar negara, yaitu:
Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945), ide pokok yang disampaikan:

1.
Perikebangsaan
2. Perikemanusiaan
3. Periketuhanan
4. Perikerakyatan
5. Kesejahteraan

Mr. Soepomo (31 Mei 1945), ide pokok yang disampaikan:


1. Paham Negara Persatuan
2. Perhubungan Negara Dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan Antarbangsa

Ir. Soekarno (1 Juni 1945), ide pokok yang disampaikan:


1. Kebangsaan indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi

4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Ir. Soekarno mengusulkan nama pancasila atas saran Mr. Muh. Yamin. Sejak itulah disebut
sebagai lahirnya istilah pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan
pertemuan dan menghasilkan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Rumusan akhir ditetapkan
tanggal 18 Agustus 1945 pada sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia):
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sidang BPUPKI yang kedua berlangsung


dari tanggal 10 Juli 16 Juli 1945. Sidang II BPUPKI membahas rancangan hukum dasar,
yang kemudian dikenal dengan nama pembukaan UUD 1945. Di dalam pembukaan UUD
1945, terkandung bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan pada alinea
keempat terkandung rumusan dasar negara, Pancasila.
Setelah BPUPKI melaksanakan tugasnya, badan ini dibubarkan dan digantikan PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ Dokuritsu Zyunbi Inkai). Sidang PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 menghasilkan keputusan, antara lain:
1. Menetapkan dan mengesahkan Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden (Ir. Soekarno dan Moh. Hatta).
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah
darurat.

Fungsi pokok Pancasila, yaitu:

Pancasila sebagai dasar negara

1. Sebagai negara. Pancasila berkedudukan sebagai norma dasar atau norma


fundamental (fundamental norm). Dengan demikian, Pancasila menempati
norma hukum tertinggi dalam ideologi Indonesia.
2. Sebagai sumber dari segala sumber hukum. Pancasila merupakan kaidah
negara yang fundamental, artinya kedudukannya paling tinggi dalam
penyusunan aturan-aturan di Indonesia.
3. Sebagai pandangan hidup. Nilai Pancasila merupakan pedoman dan
pegangan dalam pembangunan bangsa dan negara.
4.

Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai Pancasila


mencerminkan kepribadian bangsa sebab nilai dasarnya merupakan
kristalisasi nilai budaya bangsa Indonesia.

5. Sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila lahir dari hasil


musyawarah para pendiri bangsa dan negara (founding fathers).

Pencasila sebagai ideologi negara. Ideologi dapat dibedakan menjadi


dua pengertian, yaitu ideologi dalam arti luas dan ideologi dalam arti
sempit. Dalam arti luas, ideologi menunjukan sebagai pedoman hidup di
semua segi kehidupan, baik pribadi maupun umum. Sedangkan dalam arti
sempit, menunjukan sebagai pedoman hidup dalam bidang tertentu,
misalnya sebagai ideologi negara. Ideologi negara merupakan ideologi
mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar negara yang ingin
diwujudkan melalui kehidupan negara itu. pancasila adalah ideologi
negara, yaitu gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup
bernegara. Sebagai ideologi bangsa Indonesia, Pancasila sebagai ikatan
budaya (cultural bond) yang berkembang secara alami dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, bukan secara paksaan.

Fungsi Pancasila sebagai ideologi negara, yaitu:


1. Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa
yang majemuk.
2. Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakan serta
membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
3. Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai dorongan
dalam pembentukan karakter bangsa berdasarkan Pancasila.
4. Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai keadaan bangsa
dan negara.

Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi, yaitu:


1. Dimensi Realita, artinya nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu
mencerminkan kenyataan hidup yang ada di dalam masyarakat di mana
ideologi itu muncul untuk pertama kalinya.
2. Dimensi Idealisme, artinya kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai
dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai kelompok dan
masyarakat tentang masa depan yang lebih baik.

3. Dimensi Fleksibilitas, artinya kemampuan ideologi dalam


mempengaruhi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan
masyarakatnya.

Dengan memandang pengertian ideologi sebagai sebuah ide atau gagasan, Franz MagnisSuseno menyatakan bahwa ideologi tertutup dan ideologi terbuka. Ideologi tertutup adalah
ideologi yang nilainya bersifat mutlak. Ideologi tertutup bersifat dogmatis dan apriori.
Dogmatis berarti memercayai suatu keadaan tanpa data yang valid, sedangkan apriori berarti
berprasangka terlebih dahulu akan suatu keadaan.
Ideologi tertutup memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Cita-cita sebuah kelompok, bukan cita-cita yang hidup di masyarakat.
2. Bersifat totaliter, menguasai semua bidang kehidupan masyarakat.
3. Tidak ada keanekaragaman, baik pandangan maupun budaya.
4. Rakyat dituntut memiliki kesetiaan total pada ideologi mutlak, konkret,
nyata, keras, dan total.

Ideologi terbuka adalah ideologi yang pemikirannya terbuka. Ciri-ciri ideologi ini antara lain:
1. Merupakan kekayaan rohani, budaya, dan masyarakat.
2. Tidak diciptakan oleh negara, tetapi digali dari budaya masyarakat.
3. Isinya tidak instan atau operasional sehingga tiap generasi boleh
menafsirkannya.
4. Menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab.

Perbedaan dari kedua ideologi ini adalah ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan
tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang, artinya bahwa sistem ini
bersifat demokratis dan terbuka. Sedangkan ideologi tertutup bersifat otoriter (negara berlaku
sebagai penguasa) dan totaliter.
Berdasarkan ciri-ciri yang sudah disebutkan sebelumnya, Pancasila memenuhi syarat sebagai
ideologi terbuka.
1. Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran
masyarakat Indonesia.
2. Isi Pancasila tidak langsung operasional, hanya berisi lima dasar, yaitu
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
3. Kerakyatan, dan Keadilan. Karena hanya berisi nilai dasar, maka perlu
adanya penafsiran.
4. Pancasila menghargai kebebasan. Hal ini tercermin dalam makna sila
kedua yang tidak saja mengakui kebebasan dan kesedarajatan manusia
Indonesia, tetapi semua bangsa di dunia.
5. Pancasila adalah ideologi politik, pedoman hidup masyarakat, bangsa, dan
negara.

6. Pancasila menghargai pluralitas, seperti yang tercermin dalam sila


pertama. Sila ini mencerminkan semua agama yang ada di Indonesia.

Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan zaman. Hal ini
bukan berarti nilai dari Pancasila dapat diganti dengan nilai dasar lain yang dapat
menghilangkan jati diri bangsa Indonesia. Makna Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
nilai-nilai dasar Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa
Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman dengan memperhatkan tingkat kebutuhan dan
perkembangan masyarakat Indonesia, serta tidak keluar dari eksistensi dan jati diri bangsa
Indonesia. Ideologi Pancasila menghendaki agar bangsa Indonesia tetap bertahan dalam jiwa
dan budaya bangsa Indonesia dan dalam ikatan NKRI.
Menurut moerdiono, faktor-faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi
terbuka adalah:
1. Perkembangan dinamika masyarakat Indonesia yang cepat sehingga tidak
semua persoalan hidup dapat ditemukan jawabannya secara ideologis;
2. Runtuhnya ideologi tertutup, seperti Marxisme-Leninisme/komunisme;
3. Pengalaman sejarah politik Indonesia dengan pengaruh komunisme; dan
4. Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya
asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(Pancasila sebagai satu-satunya asa telah dicabut oleh MPR pada tahun
1999).

B. Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Paradigma Pembangunan


Pancasila telah menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia, baik
ditinjau dari sudut etimologi maupun dari terminologi.
1. Secara etimologi. Berdasarkan asal kata, Pancasila berasal dari bahasa
Sansekerta. Menurut Muhammad Yamin, Pancasila memiliki dua macam
arti, yaitu panca artinya lima, syila dengan (i) biasa (pendek) artinya
sendi, alas, atau dasar, syila dengan (i) panjang artinya peraturan tingkah
laku yang penting, baik, dan senonoh. Kata sila dalam bahasa Indonesia
menjadi susila artinya tingkah laku baik.
2. Secara terminologi. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, istilah
Pancasila (lima asas dasar) digunakan oleh Ir. Soekarno untuk memberi
nama pada lima prinsip dasar negara yang diusulkannya.

Rumusan Pancasila yang sah dan sistematika yang benar terdapat dalam pembukaan UUD
1945 yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Presiden Soekarno
kemudian mengeluarkan Instruksi No. 12/1968 pada tanggal 13 April 1968. Dalam instruksi
tersebut, ditegaskan tata urutan (sistematika) dan rumusan Pancasila, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma
serta tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan, dan tingkah laku
bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai intirinsik yang kebenarannya dapat
dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal.
Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri negara memuat nilai-nilai lihur untuk menjadi
dasar negara. Sebagai gambaran, di dalam tata nilai kehidupan bernegara, ada yang disebut
sebagai nilaii dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar. Nilai dasar berasal dari nilai-nilai kultural bangsa Indonesia
yang berakar dari kebudayaan sesuai dengan UUD 1945 yang
mencerminkan hakikat nilai kultural.
2. Nilai instrumental. Pelaksanaan umum nilai-nilai dasar biasanya dalam
wujud nilai sosial atau norma hukum, selanjutnya akan terkristalisasi
dalam lembaga-lembaga yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan
waktu.
3. Nilai praktis. Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.

Di dalam Pancasila terkandung nilai-nilai kehidupan berbangsa. Nilai-nilai dalam Pancasila


yang dikembangkan, antara lain:

Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Percaya dan takwa kepada Tuhan YME.


2. Membina adanya kerja sama dan tolerans antara sesama pemeluk agama
dan penganut kepercayaan kepada tuhan YME.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

1. Tidak saling membedakan warna kuit


2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Persatuan Indonesia, Menempatkan persatuan, kepentingan, dan


keselamatan pribadi atau golongan.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/ perwakilan.Melaksanakan keputusan bersama dengan
penuh tanggung jawab dan iktikad baik.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adanya hak dan kewajiban
yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam pembangunan nasiolan, Pancasila adalah sebuah paradigma karena hendak dijadikan
sebagai landasan , acuan, metode, nilai dan tujuan yang ingin dicapai di setiap program
pembangunan NKRI.
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat ndonesia seluruhnya. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk
mewujudkan tujuan nasional, seperti terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV. Masa
pembangunan akan memberi kesempatan yang menguntungkan bagi Pancasila untuk
memberi pengaruh yang mendalam dan mendasar pada sistem nilai sosial budaya masyarakat
Indonesia.
Pembangunan dan pembaruan dengan sendirinya membawa pengaruh-pengaruh sosial
maupun budaya. Perubahan yang bersifat dangkal akan cepat berubah.
Visi dan misi pembangunan nasional, yaitu:

Visi: Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis


berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah NKRI yang
sehat, mandiri, beriman, dan bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan berdisiplin.
Misi: Untuk mewujudkan visi banga Indonesia masa depan, misi yang
ditetapkan adalah sebagai berikut:

1. Pengamalan Pancasila secara konsisten.


2. Penegakan kedaulatan rakyat dalam segala aspek.
3. Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
4. Penjamin kondisi aman, damai, dan tertib.
5. Perwujudan sistem hukum sosial.
6. Perwujudan kehidupan sosial budaya yang dinamis dan kreatif.
7. Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonimi nasional.
8. Perwujudan otonomi daerah.
9. Perwujudan kesejahteraan rakyat.
10.Perwujudan aparatur negara.

C. Sikap Positif terhadap Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Sikap positif warga negara terhadap nilai-nilai Pancasila terlihat dalam sejarah perjuangan
bangsa. Pertama, Pancasila hanya berkembang jika segenap komponen masyarakat bersedia
bersikap positif, terus menerus melakukan penafsiran ulang terhadap Pancasila akan
kehilangan relevansinya. Kedua, Pancasila terbuka untuk ditafsirkan oleh siapa saja. Sikap
positif yang paling dibutuhkan untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka yang
berwibawa adalah secara konsisten terus berjuang memperkecil kesenjangan antara nilai-nilai
Pancasila dengan kenyataan kehidupan berbangsa sehari-hari.

Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menggunakan berbagai


jalur dan penciptaan suasana yang menunjang, sehingga perlu dimasyarakatkan dan
dibudayakan dengan cara sebagai berikut.
1. Jalur pendidikan
Pasal 6 ayat (1) menyatakan setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar
1. Pendidikan Informal. Sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003,
kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan secara mandiri. Keluarga harus menjadi wadah
pembentukan insan Pancasila sekaligus menjadi pangkal pembentukan
masyarakat Pancasila.
2. Pendidikan Formal. Pemerintah harus mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia, menuju terciptanya manusia
Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan
secara berarti.
3. Pendidikan Nonformal. Sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal
deselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan.

2. Jalur Media Massa


Berdasarkan Undang-undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers, peranan pers nasional antara
lain:
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasu hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinekaan;\
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat, dan benar;
4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum; dan
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

2. Jalur Organisasi Politik, Organisasi Sosial Kemasyarakatan , dan Pranata Sosial.


Dalam pasal 6 Undang-Undang No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, ditegaskan tujuan
partai politik, ditegaskan tujuan partai politik adalah;
1. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945;
2. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan RI; dan

3. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia

METODE MENGATASI DISINTEGRASI NASIONAL

Perubahan yang terjadi dalam masyarakat jelas akan mengakibatkan konflikkonflik dalam masyarakat. Cobalah amati lingkungan sekitarmu, adakah konflik
yang ditimbulkan akibat perubahan sosial? Pada dasarnya konflik-konflik dan
ketegangan social yang ditimbulkan oleh perubahan sosial jika terus-menerus
dibiarkan akan membawa proses disintegrasi. Disintegrasi adalah suatu
keadaan di mana orang-orang di dalam masyarakat tidak dapat lagi menjalin
kerukunan dan kebersamaan, melainkan saling bertikai dan saling
menghancurkan sehingga terjadi perpecahan dalam kehidupan sosial. Adapun
ciri-ciri terjadinya disintegrasi di suatu masyarakat antara lain:
1. Ketidaksamaan tujuan antara anggota suatu kelompok sehingga tidak ada
keterpaduan.
2. Sebagian besar anggota kelompok tidak mematuhi norma-norma yang
berlaku.
3. Menurunnya wibawa tokoh-tokoh pemimpin kelompok.
4. Kurang berfungsinya sanksi sebagaimana mestinya.
Di dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, banyak terjadi masalah sosial
yang muncul sebagai perwujudan dari gejala disintegrasi. Seperti, banyaknya
cekcok antaranggota keluarga, sengketa antarkelompok masyarakat, konflik
antaretnis maupun gejala separatisme. Kesemua contoh tersebut merupakan
masalah sosial yang dapat mengarah pada munculnya disorganisasi sosial
sebagai akibat perubahan sosial. Secara umum terdapat beberapa bentuk
disintegrasi dalam masyarakat antara lain:
Pergolakan Daerah
Pergolakan daerah merupakan suatu proses pergolakan yang terjadi di daerah.
Biasanya pergolakan ini timbul karena membela kepentingan daerah yang
berkaitan dengan latar belakang ekonomi, politik, kesenjangan sosial,
ketidakadilan, etnis, agama, dan lain-lain. Misalnya terjadinya kerusuhankerusuhan di daerah, gerakan separatisme, dan lain-lain.
Aksi Protes dan Demonstrasi

Aksi protes biasanya muncul dikarenakan ketidakpuasan masyarakat terhadap


cara kerja sebuah instansi. Tidak dapat dimungkiri dalam aksi ini orang-orang
melakukan tindakan destruktif sebagai ungkapan rasa kekecewaan mereka.
Akibat aksi ini dapat memunculkan kondisi disintegrasi bangsa. Misalnya aksi
protes mahasiswa menuntut transparansi kinerja pemerintah aksi protes buruh
menuntut kenaikan upah.
Kriminalitas
Kriminalitas merupakan jenis perilaku menyimpang dari norma-norma sosial
masyarakat yang biasanya merugikan orang lain.
Contoh: perampokan, pembunuhan, pencurian dengan kekerasan, dan lain-lain.
Prostitusi atau Pelacuran
Menurut Soerjono Soekanto, prostitusi sebagai suatu pekerjaan yang bersifat
menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan seksual dengan
imbalan upah. Bentuk disintegrasi ini biasanya merebak di kota-kota besar,
daerah-daerah pariwisata, dan lain-lain.
Kenakalan Remaja
Adanya kenakalan remaja disebabkan fungsi keluarga yang kurang berperan
dalam pengawasan anak. Menurut Fuad Hasan, kenakalan remaja sebagai
perbuatan antisosial yang dilakukan oleh seorang remaja yang apabila dilakukan
oleh orang dewasa diartikan tindak kejahatan. Tindakan ini mampu menimbulkan
keresahan masyarakat yang akhirnya mendorong terjadinya disintegrasi bangsa.
Contoh: perkelahian, kebut-kebutan, membolos, dan lain-lain.

Upaya Menanggulangi Disintegrasi Bangsa


Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya mengandung potensi
kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras, dan etnis
golongan. Hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi
timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik yang
terjadi merupakan pertanda menurunnya rasa
nasionalisme di dalam masyarakat.
Kondisi ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuansa sara,
serta munculnya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI akibat
dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan. Apabila kondisi ini tidak diatasi
dengan baik akhirnya akan berdampak pada disintegrasi bangsa.
Oleh karena itu, diperlukan upaya mengatasi disintegrasi bangsa. Adapun
strategi dan cara yang digunakan dalam menanggulangi disintegrasi bangsa
antara lain:

Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air, dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan
rakyat Indonesia.
Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primordialisme sempit
pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan agar tidak terjadi KKN.

Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha


pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.

Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi


butir-butir Pancasila dalam rangka melestarikan dan menanamkan
kesetiaan pada ideologi bangsa.

Menumpas setiap gerakan separatisme secara tegas dan tidak kenal


kompromi.

Membentuk satuan sukarela yang terdiri atas unsur masyarakat, TNI dan
Polri dalam memerangi separatis.

Melarang dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk
menggunakan kekuatan massa.

Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki keaneka
ragaman baik dilihat dari segi ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat
istiadat,

serta kondisi faktual ini disatu sisi merupakan kekayaan bangsa

Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain yang tetap harus


dipelihara. Keanekaragaman tersebut juga mengandung potensi konflik yang jika
tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan kesatuan
bangsa, seperti gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan
kepentingan yang dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
Ancaman disintegrasi bangsa dibeberapa bagian wilayah sudah berkembang
sedemikian kuat. Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian masyarakat,

segelintir elite politik lokal maupun elite politik nasional dengan menggunakan
beberapa issue global Issue tersebut meliputi issu demokratisasi, HAM,
lingkungan hidup dan lemahnya penegakan hukum serta sistem keamanan
wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan global dan regional
mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya
masyarakat Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar
terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan.
Untuk itu pembangunan dan pengamanan wilayah NKRI harus dilakukan melalui
pendekatan beberapa aspek, terutama aspek demarkasi dan delimitasi garis
batas negara, disamping itu melalui pendekatan pembangunan kesejahteraan,
politik, hukum, dan keamanan. Pembangunan nasional yang diharapkan dapat
menghasilkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Sehingga
dapat

dijadikan

sebagai

landasan

yang

kokoh

dalam

upaya

mencapai

masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tentram dan
sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
yang berlandaskan Pancasila, pada kenyataannya belum terwujud.

Pancasila

sebagai ideologi negara yang lahir dari ide-ide bangsa yang mengandung nilainilai hakiki semakin terkikis oleh ideologi asing. Inilah berbagai permasalahan
yang kita hadapi dan menjadi tantangan kita bersama.
Menghadapi situasi dan kondisi demikian kita harus memiliki satu visi. Baik para
pemimpin pemerintahan, sipil maupun militer, juga para elite politik, tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tokoh partai serta media massa. Penyamaan visi
itu penting untuk mengatasi perbedaan-perbedaan yang ada dan dapat
menimbulkan permusuhan. Karena tidak ada satu negarapun didunia toleran
terhadap

aspirasi

rakyat

mengembangkan wacana
ketidakpuasan

yang

di

sebagian

wilayah

teritorial

yang

berniat

dan berkeinginan memisahkan diri akibat dari

mendasar,

terhadap

keadilan

sosial,

keseimbangan

pembangunan, pemerataan hasil pembangunan dan hal-hal sejenisnya. Oleh


karena itu diharapkan setiap warga negara harus dapat mengendalikan emosi,
sabar, dan tidak terlalu sensitif, sehingga bangsa dan negara kita dapat
terhindar dari semua situasi dan kondisi yang bernuansa konflik dan dapat
mengakibatkan disintegrasi bangsa.

1.2. Rumusan Masalah

1.
2.

Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa!


Ancaman Disintegrasi Bangsa!

3.

Antisipasi Disintegrasi Bangsa!

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Otonomi Daerah dan Disintegrasi Bangsa.


Ada dua jenis desentralisasi yaitu dekonsentrasi dan desentralisasi demokratik
(Democratic decentralization). Dekonsentrasi adalah suatu proses di mana
departemen

pusat

menyerahkan

fungsi

dan tugas

khusus

pada

pejabat

lapangan di daerah-daerah. Wewenang dan otoritas anggaran dan administrasi


tetap berada di pemerintah pusat. Otonomi pada periode Orde Baru lebih banyak
berbentuk dekonsentrasi, sedangkan pada pasca Orde Baru sekarang ini,
otonomi daerah dimaksudkan berbentuk desentralisasi demokratik.
Prinsip desentralisasi demokratik adalah, bahwa pemerintah lokal bertanggung
jawab pada warganya melalui pemilu yang teratur ataupun melalui mekanisme
yang lain seperti pers bebas dan masyarakat madani (civil society) yang matang.
Dalam kerangka ini otonomi daerah saat ini hanya mungkin berkembang dalam
konteks tata pemerintahan nasional yang baik (national democratic governence).

2.1.1.

Otonomi daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Munculnya kebijakan otonomi daerah sebagai kelanjutan konsep desentralisasi,
tidaklah terjadi begitu saja. Secara umum kebijakan ini muncul karena

penerapan

konsep

dan

praktik

pembangunan

yang

tidak

berangkat

dari kebutuhan masyarakat lokal (local needs). Model pembangunan bercorak


sentralistik yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru sama sekali tidak
berorientasi pada penguatan basis dan sistem ekonomi kerakyatan.
Selain itu, kebijakan ini muncul sebagai respons dari semakin melebarnya
kesenjangan

dan

semakin

tersebarnya

ketidakadilan.

Selama

ini,

model

pembangunan lebih menekankan pada aspek pertumbuhan (developmentalism),


ketimbang aspek pemerataan. Walhasil, berimplikasi negatif dengan semakin
lebarnya disparitas yang tentunya memunculkan ketidakadilan.
Alasan inilah, selain masih banyak alasan lainnya, yang mengilhami pemikiran
tentang mendesaknya pemberian hak yang lebih luas kepada daerah dengan
solusi

desentralisasi

wewenang

dalam

bentuk

otonomi

daerah.

Namun, pemberian otonomi kepada daerah bukan untuk menggemukkan


birokrasi pemerintahan daerah dan bukan pula menjadikan birokrasi daerah
sebagai centered power (pusat kekuasaan). Melainkan memberikan keleluasaan
kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasi peran serta, prakarsa, aspirasi,
dan pemberdayaan masyarakat.
Alasan ini pula yang sekaligus menjadi dasar filosofi dari munculnya UU 22/1999
tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU 5/1974. Sebagai paketnya
kemudian

muncul

UU

25/1999

tentang

Perimbangan

Keuangan

antara

Pemerintah Pusat dan Daerah sekaligus sebagai pengganti UU 32/1956. Namun,


di tengah maraknya tuntutan agar pemerintah daerah diberikan hak yang luas,
muncul kekhawatiran dan kecemasan seputar munculnya gejala dan potensi
disintegrasi bangsa. Kecemasan ini masuk akal, mengingat sampai hari ini
kecenderungan pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terus
menguat dan masih menggema di sejumlah daerah.
Kebijakan desentralisasi melalui UU 22/1999 sebetulnya bukan hanya upaya
koreksi total dari kebijakan lama yang sentralistik, namun yang lebih penting,
sebagai langkah untuk meredam gejolak dan semangat pemisahan dari NKRI.
Kebijakan sentralistik yang lebih menonjolkan keseragaman daripada keragaman
terbuki gagal dan menciptakan kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpuasan
yang sangat mendalam.
Dalam konteks ini, kecemasan bakal semakin menguatnya potensi disintegrasi
apabila

kewenangan

daerah

diperluas,

sebetulnya

tidaklah

beralasan.

Sebaliknya,

model

sentralistik

dan

memaksakan

keseragaman,

tanpa

memberikan wewenang kepada daerah dan tanpa mempertimbangkan kondisi,


potensi, dan resources suatu daerah, malah akan semakin memperkuat
disintegrasi serta ancaman bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Secara
normatif, UU 22/1999 sebetulnya juga menyinggung persoalan kedaulatan dan
eksistensi negara. Hal ini tecermin dalam Pasal 1 (poin e) bahkan dalam Pasal 22
poin a. Persoalannya, memang tidak sesederhana seperti bunyi pasal-pasal
tersebut meski, sekian pasal di atas telah memberikan porsi kepada antisipasi
disintegrasi bangsa.
Situasi seperti ini memang sulit dihindari, karena dominasi peran pemerintah
pusat, setidaknya sampai hari ini masih terjadi, sehingga menekan dan
mematikan inisiatif dan prakarsa daerah. Sebaliknya, pandangan daerah yang
ekstrem dan hanya melihat kepentingan masing-masing tanpa memerhatikan
daerah lain dan kepentingan nasional, juga mengakibatkan konflik kepentingan.
Kedua pandangan ekstrem tentang penafsiran kepentingan tersebut sangat
mengganggu

upaya

implemenasi

kebijakan

otonomi

daerah.

Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah cenderung konfliktual


dan tidak mampu melakukan kerja sama dengan penuh pengertian, yang
berakibat pada lambannya pembangunan di sejumlah daerah.
Demikian pula di bidang politik, menurut pandangan pemerintah pusat,
pengaturan jabatan-jabatan politik di daerah sudah cukup luas. Namun daerah
masih menganggap campur tangan pusat masih tinggi sehingga menghambat
pelaksanaan otonomi daerah dan pengembangan demokrasi. Akibanya, timbul
tuntutan-tuntutan atau gugatan dari daerah yang pada akhirnya bukan tidak
mungkin mengarah kepada disintegrasi.
Perbedaan kepentingan antara kebebasan mengimplementasikan otonomi dan
memelihara terjaganya eksistensi negara, biasanya menimbulkan kekhawatiran
dari pemerintah pusat akan terjadinya upaya memisahkan diri dari daerah
apabila daerah diberi keleluasaan terlalu jauh. Kecemasan ini sering tumbuh
menjadi kecurigaan berlebihan dari pusat yang akhirnya akan memunculkan
konflik kepentingan yang berlarut-laut.
Karena itu, sebagai derivasi dari persoalan krusial di atas adalah sejauh mana
keleluasaan otonomi dapat diberikan kepada pemerintah daerah, agar daerah

mampu berfungsi otonom, mandiri, berdasarkan asas demokrasi dan kedaulatan


rakyat tanpa mengganggu stabilitas dan integrasi bangsa.
Idealnya kemandirian daerah otonom yang kuat justru diharapkan menjadi
penyangga bagi tetap terjaganya eksistensi negara. Secara formal, kewenangan
daerah tertulis dalam Pasal 7 UU 22/1999. Ditegaskan pula bahwa pengaturan
lebih lanjut mengenai berbagai ketentuan kewenangan ini akan ditetapkan
dengan peraturan pemerintah. Kalau kita cermati pasal ini, memang belum ada
kejelasan mengenai kewenangan pusat dan daerah. Justru, kewenangan pusat
masih sangat luas, bahkan pusat memiliki kesempatan untuk tetap terlibat jauh
dalam urusan daerah, seperti pada Pasal 7 ayat 2 di atas yang bersifat 'karet'.
Pasal-pasal di atas rawan memunculkan multitafsir kewenangan dan kepentingan
dari pemerintah pusat maupun daerah.
Akibatnya, pasal-pasal ini sering kali justru memunculkan konflik kepentingan
dan kewenangan. Ditambah oleh semakin kompleksnya persoalan di lapangan
atau pada implementasinya yang tentunya lebih ruwet. UU 22/1999 secara ideal
merupakan langkah

strategis untuk mengantisipasi

dan mencegah makin

berkembangnya gejolak separatisme dan disintegrasi bangsa. Namun, masih


banyak persoalan yang mengganggu pada tingkat implementasinya. Hal ini
berkaitan dengan realisasi konsep otonomi daerah di lapangan yang masih
tersendat-sendat karena belum rincinya pembagian wewenang antara pusat dan
daerah.
Otonomi daerah mendorong pemerintah daerah meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) masing-masing untuk membiayai pembangunannya sendiri, karena
dana dari pusat dibatasi. Dengan batas territorial yang semakin menguat, dikejar
oleh tuntutan kebutuhan untuk menarik dana bagi kas daerah, daerah tampak
seperti over kreatif. Terlebih lagi daerah yang cenderung minim sumber daya
alamnya, rakyat di daerah bersangkutan yang harus menanggung resiko. Pemda
akhirnya menerapkan retribusi atau pajak dimana-mana sebagai sumber PAD.

2.1.2.

Disintegrasi
Disintegrasi secara harfiah difahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi
bagian-bagian

yang

saling

terpisah

(Websters

New

Encyclopedic

Dictionary 1994). Pengertian ini mengacu pada kata kerja disintegrate, to lose

unity or intergrity by or as if by breaking into parts. Potensi disintegrasi bangsa


Indonesia menurut data empiris relatif tinggi.
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak berangkat
dari idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar
dari perlakuan pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti
masalah

otonomi

daerah,

keadilan

sosial,

keseimbangan

pembangunan,

pemerataan dan hal-hal yang sejenis.


Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan
yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya
pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya
berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut mampu menyelenggarakan
pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.Kita
ambil contoh pada munculnya gerakan yang menurut pemerintah adalah
gerakan separatis di Papua melalui OPM ( Organisasi Papua Merdeka ), Aceh
dengan Gam ( Gerakan Aceh Merdeka ) serta banyaknya gerakan yang berupaya
melepaskan diri dari wilayah kesatuan NKRI dan juga gerakan ini adalah sebuah
bentuk bahwa sebenarnya Indonesia ternyata belum mampu memberikan
kesadaran politik serta belum adanya sebuah upaya serius untuk membenahi
ketimpangan antara daerah yang kaya dengan daerah yang miskin. Gerakan
semacam ini di Negara dianggap sebagai gerakan yang murni ingin memisahkan
diri kita berpandangan secara sosiologis gerakan ini adalah gerakan hati nurani
rakyat yang masih di tindas oleh rezim yang sangat pro dengan modal asing
Masih jelas di benak kita akan besarnya usaha represifitas Negara melalui
aparatur negaranya TNI,Polri dalam kasus Timor Leste, Rakyat merasa Indonesia
lah yang menjadi penjajah sebenarnya di daeerah mereka, rezim totaliter
Soeharto dengan seenaknya melakukan usaha pemberangusan dan melakukan
berbagai pelanggaran HAM berat di sana hingga memakasa rakyat Timor Leste
melakukan sebuah upaya perlawanan yang berakhir dengan reperendum yang
menyepakati Timor Leste keluar dari NKRI dan tampaknya di Negara baru
mereka,rakyat juga tak kunjung sejahtera karena berbagai ketahanan Negara
belum mampu di penuhi seperti ketahanan pangan, ketergantungan ekonomi
politik dari Negara lain serta pejabat negaranya yang ternyata juga pro dengan
para pemodal.

Di tambah lagi dengan banyaknya muncul organisasi kedaerahan yang


mengatasnakan suku asli dan ini yang menimbulkan pemahaman sempit tentang
nasionalisme dan cendrung mengarah pada sikap etnosentris, organisasi ini
dibangun atas semangat kedaerahan dan pada implementasi kerjanya ternyata
mereka tak ubahnya oknum atau perpanjangan tangan elit dan para pemodal
untuk digunakan mengilusi rakyat dengan hayalan kedaerahan dan melakukan
tindakan layaknya mafia yang bersembunyi di balik topeng suku.

2.1.2.1. Faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa

a.

Geograf. Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak
yang sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain
itu juga memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya
disintegrasi bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dengan kondisi alamnya yang juga sangat
berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang disebabkan
oleh perbedaan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber kekayaan
alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam dimana
sumber kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah lain
atau tergantung dari daerah lain.

b.

Demograf. Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata,


sempitnya lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan
pekerjaan, telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena
rendahnya tingkat pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih
rendah

yang

menyebabkan

sulitnya

kemampuan

bersaing

dan

mudah

dipengaruhi oleh tokoh elit politik/intelektual untuk mendukung kepentingan


pribadi atau golongan.
c.

Kekayaan Alam. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati


maupun non hayati akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara
Industri, walaupun belum secara keseluruhan dapat digali dan di kembangkan
secara optimal namun potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara sebaikbaiknya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya
secara berkeadilan guna mendukung kepentingan perekonomian nasional.

d.

Ideologi. Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam


penghayatan dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilainilai dasar Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila
cenderung

tergugah

dengan

adanya

kelompok-kelompok

tertentu

yang

mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula


faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik kiri maupun kanan.
e.

Politik. Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh
bangsa Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi
partai, pemisahan TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai
saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara
tuntas karena berbagai masalah pokok inilah yang paling rawan dengan konflik
sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi
bangsa.

f.

Ekonomi. Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang


dapat pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta
bentuk-bentuk kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan
terhadap KKN. Hal ini dihadapkan dengan krisis moneter yang berkepanjangan,
rendahnya

tingkat

pendapatan

masyarakat

dan

meningkatnya

tingkat

pengangguran serta terbatasnya lahan mata pencaharian yang layak.


g.

Sosial Budaya. Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan


yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang
mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra
warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan
membesar bila masing-masing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa
memperhatikan yang lain.

h.

Pertahanan dan Keamanan. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara


yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam
negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan
ilmu pengetahuan

dan

teknologi,

informasi dan komunikasi. Serta sarana

dan prasarana pendukung didalam pengamanan

bentuk ancaman yang bersifat

multi dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi,


sosial budaya.

2.1.2.2. Proses Terjadinya Disintegrasi Bangsa.


Disintegrasi bangsa dapat terjadi karena adanya konflik vertikal dan horizontal
serta konflik komunal sebagai akibat tuntutan demokrasi yang melampaui batas,
sikap primodialisme bernuansa SARA, konflik antara elite politik, lambatnya
pemulihan ekonomi, lemahnya penegakan hukum dan HAM serta kesiapan
pelaksanaan Otonomi Daerah.
Dari

hasil

penjabaran

diatas

dapatlah

dianalisis

penyebab-penyabab

terjadinyadisintegrasi bangsa dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut :


a.

Geograf. Letak Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kepulauan memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Daerah yang berpotensi untuk memisahkan diri
adalah daerah yang paling jauh dari ibu kota, atau daerah yang besar
pengaruhnya dari negara tetangga atau daerah perbatasan, daerah yang
mempunyai pengaruh global yang besar, seperti daerah wisata, atau daerah
yang memiliki kakayaan alam yang berlimpah.

b.

Demograf. Pengaruh (perlakuan) pemerintah pusat dan pemerataan atau


penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan faktor dari terjadinya
disintegrasi bangsa, selain masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan
SDM.

c.

Kekayaan Alam. Kekayaan alam Indonesia yang sangat beragam dan


berlimpah

dan

penyebarannya

yang

tidak

merata

dapat

menyebabkan

kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, karena hal ini meliputi hal-hal


seperti pengelolaan, pembagian hasil, pembinaan apabila terjadi kerusakan
akibat dari pengelolaan.
d.

Ideologi. Akhir-akhir ini agama sering dijadikan pokok masalah didalam


terjadinya konflik di negara ini, hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman
terhadap agama yang dianut dan agama lain. Apabila kondisi ini tidak ditangani
dengan bijaksana pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya kemungkinan
disintegrasi bangsa, oleh sebab itu perlu adanya penanganan khusus dari para
tokoh agama mengenai pendalaman masalah agama dan komunikasi antar
pimpinan umat beragama secara berkesinambungan.

e.

Politik. Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut
berbagai ketidak nyamanan atau ketidak tenangan dalam bermasyarakat dan
sering mengakibatkan konflik antar masyarakat yang berbeda faham apabila

tidak ditangani dengan bijaksana akan menyebabkan konflik sosial di dalam


masyarakat. Selain itu ketidak sesuaian kebijakan-kebijakan pemerintah pusat
yang diberlakukan pada pemerintah daerah juga sering menimbulkan perbedaan
kepentingan yang akhirnya timbul konflik sosial karena dirasa ada ketidak adilan
didalam pengelolaan dan pembagian hasil atau hal-hal lain seperti perasaan
pemerintah daerah yang sudah mampu mandiri dan tidak lagi membutuhkan
bantuan dari pemerintah pusat, konflik antar partai, kabinet koalisi yang
melemahkan ketahanan nasional dan kondisi yang tidak pasti dan tidak adil
akibat ketidak pastian hukum.
f.

Ekonomi.

Krisis

ekonomi

yang

berkepanjangan

semakin

menyebabkan

sebagian besar penduduk hidup dalam taraf kemiskinan. Kesenjangan sosial


masyarakat Indonesia yang semakin lebar antara masyarakat kaya dengan
masyarakat miskin dan adanya indikasi untuk mendapatkan kekayaan dengan
tidak wajar yaitu melalui KKN.
g.

Sosial Budaya. Pluralitas kondisi sosial budaya bangsa Indonesia merupakan


sumber konflik apabila tidak ditangani dengan bijaksana. Tata nilai yang berlaku
di daerah yang satu tidak selalu sama dengan daerah yang lain. Konflik tata nilai
yang sering terjadi saat ini yakni konflik antara kelompok yang keras dan lebih
modern dengan kelompok yang relatif terbelakang.

2.1.2.3. Strategi Penanggulanggan


Strategi yang perlu digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa
antara lain :
a.

Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat
Indonesia.

b.

Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada


setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.

c.

Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.

d.

Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri
dalam memerangi separatis.

2.1.2.4. Ancaman disintegrasi


Paham pelimpahan wewenang yang luas kepada daerah merupakan politik belah
bambu yang telah lama dipupuk sejak zaman penjajahan. Otonomi daerah telah
mengkotak-kotakan

wilayah

menjadi

daerah

basah

dan

daerah

kering.

Pengkavlingan ini semakin mencuatkan ketimpangan pembangunan antara


daerah kaya dan daerah miskin. Adanya potensi sumber daya alam di suatu
wilayah, juga rawan menimbulkan perebutan dalam menentukan batas wilayah
masing-masing. Konflik horizontal sangat mudah tersulut.
Di era Otonomi daerah tuntutan pemekaran wilayah juga semakin kencang
dimana-mana. Pemekaran ini telah menjadikan NKRI terkerat-kerat menjadi
wilayah yang berkeping-keping. Satu provinsi pecah menjadi dua-tiga provinsi,
satu kabupaten pecah menjadi dua-tiga kabupaten, dan seterusnya. Semakin
berkeping-keping NKRI semakin mudah separatisme dan perpecahan terjadi. Dari
sinilah bahaya disintegrasi bangsa sangat mungkin terjadi, bahkan peluangnya
semakin besar karena melalui otonomi daerah campur tangan asing semakin
mudah menelusup hingga ke desa-desa. Melalui Otonomi daerah, bantuanbantuan keuangan bisa langsung menerobos ke kampung-kampung.

BAB III
ANALISA

Dalam rangka merumuskan kebijakan, upaya dan strategi dalam menanggulangi


dan

mencegah

ancaman

disintegrasi

bangsa

maka

perlu

mengetahui

karakteristik penyebab terjadinya ancaman disintegasi bangsa yang terjadi saatsaat ini. Oleh karena itu maka dapat dianalisa melalui beberapa faktor
diantaranya sebagai berikut :

3.1. Pencegahan dan Penanggulangan Ancaman Disintegrasi Bangsa.

Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku, agama dan
lain-lainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas kebijaksanaan
pemerintah pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum dinegara ini
berpusat. Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama, sosial, ekonomi
maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan yakni dimulai dari
ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga
menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, terutama bila kita
meninjau kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam menerapkan dan
mempraktekkan kebijaksanaannya.
Konflik yang berkepanjangan dibeberapa daerah saat ini sesungguhnya berawal
dari kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial budaya, hukum dan
hankam. Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui kekecewaan dan sakit hati
beberapa tokoh daerah, tokoh masyarakat, tokoh partai dan tokoh agama yang
merasa disepelekan dan tidak didengar aspirasi politiknya serta para eks
tapol/Napol. Akumulasi dari kekecewaan tersebut menimbulkan gerakan radikal
dan gerakan separatisme yang sulit dipadamkan.
Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan
nasional dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan
pada posisi yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia.
Oleh karena itu untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan

keadaan

stabilitas

keamanan

yang

mantap

dan

dinamis

dalam

rangka

mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan


ketentuan yang berlaku.
a.

Ancaman Disintegrasi Bangsa Pasca Reformasi.


reformasi berbagai bentuk kekerasan telah terjadi diberbagai tempat dalam
bingkai NKRI. Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan penuh santun mulai
luntur bahkan hilang ditelan gelombang dan derasnya arus reformasi. Munculnya
konflik yang berbasis sentimen primordial dengan sebab-sebab yang tidak
terduga telah memberikan wajah baru pada NKRI. Konflik yang muncul tidak
berada dalam ruang hampa. Namun berada diatas timbunan dibawah karpet
tebal kesatuan dan persatuan yang menghimpit ke Bhinekaan pada jaman
Orde Baru. Reformasi telah membuka semua saluran yang dimampatkan dengan
pendekatan keamanan, membuat beragam kepentingan yang lama terpendam
mencuat keatas permukaan.
Gambarannya semakin jelas, khususnya pasca reformasi ketika relasi-relasi
kekuasaan yang semula mapan menjadi tergoyahkan dan batas-batas identitas
kembali digugat. Dalam situasi seperti ini konflik menjadi suatu keniscayaan,
berbagai

konflik

seperti

hal

biasa

misalnya

dalam

Pemilihan

Kepala

Daerah (PILKADA) dan pemekaran wilayah yang dalam banyak hal tampaknya
lebih didasari kepentingan politik daripada ketimbang kesejahteraan rakyat.
Karakteristik konflik tak bisa diisolasi satu dengan yang lainnya. Konflik yang
menggunakan sentimen agama dan etnis bisa saja hanya bungkus untuk
menutupi kepentingan lain yang bersifat pragmatis dan kepentingan jangka
pendek.

Terkadang

inti

persoalannya

terkait

dengan

isu-isu

politik

dan

marjinalisasi masyarakat adat akibat kebijakan pemerintah. Seperti yang


dikatakan Presiden Soekarno bahwa karakter bangsa harus terus-menerus
dibangun melalui pemimpin-peminpin yang memahami peta sosio-kulturalekologis setiap wilayahnya dan masyarakatnya. Hal inipun harus tercermin
dalam berbagai produk per undang-undangan yang menentukan hajat hidup
warga negara. Kondisi NKRI yang terdiri dari ribuan kebudayaan dan tersebar
diribuan pulau dengan perbedaan yang ekstreem, isu yang paling rentan adalah
yang terkait dengan masalah etnis dan agama.
Politisasi identitas dua isu itu yang paling banyak digunakan dalam konflik dan
kekerasan untuk membungkus kepentingan pribadi dan politik oleh para elit

politik. Terkait dengan timbulnya persoaalan yang mendasar dalam hubungan


antara agama dan negara, ketika negara menentukan yang mana agama dan
bukan agama, implikasinya sangat luas. Para penganut keyakinan diluar enam
agama yang resmi akan dicap animisme, bahkan yang tidak beragama dianggap
komunis.
Permasalahan kasus kekerasan terkait dengan kebebasan beragama saja pada
tahun 2007 telah terjadi 185 kasus. Konflik kekerasan yang bernuansa sentimen
agama sangat komplek dan rumit, baik menyangkut konstruksi paham maupun
faktor-faktor sosiologis tak jarang konflik itu terbungkus dalam relasi sosial yang
bersifat hegemonil ketika dihubungkan antar pemeluk agama berada dalam pola
hubungan mayoritas dan minoritas yang sarat ketegangan.
Ironisnya berdasarkan hasil penelitian Human Rights Studies tahun 2005 ,
masyarakat Indonesia menempatkan identitas agama dan kesukuan sebagai
identitas utama, baru kemudian identitas kebangsaan dan kemanusiaannya.
Hasil penelitian tersebut jelas bahwa terjadi perubahan paradigma dari jaman
sebelum merdeka dan setelah merdeka hingga saat ini.
Perjalanan reformasi kadang-kadang melahirkan ketidak pastian hukum dan
mempertaruhkan

esensi

demokrasi

itu

sendiri.

Munculnya

Perda-perda

bernuansa agama serta moralitas salah satu hasilnya adalah lebih digunakan
untuk mengalihkan perhatian dari persoalan-persoalan riil didaerah yang tak
mampu dicarikan solusinya oleh para pemimpin daerah.
Keinginan

masyarakat

untuk

membangun

rasa

persatuan

dan

kesatuan

merupakan bagian dari budaya bangsa melalui kegotong royongannya tetap


ada ,namun disisi lain para pemimpin dan elit politik lebih disibukkan dengan
urusan politik dan kekuasaan. Rasa persatuan dan kesatuan tidak akan bisa
dilaksanakan apabila rasa solidaritas sebagai bangsa tak dapat ditumbuh
kembangkan, karena solidaritas bertumpu atas dasar kepentingan bersama
dalam sejarah perjuangan masa lalu telah dibuktikan untuk bebas dari penjajah
dan membangun bangsa tanpa paksaan muncul kesediaan rela berkorban demi
masa depan bangsa. Solidaritas mencakup upaya-upaya untuk mempertahankan
dan mengembangkan rasa kebersamaan, toleransi, empati, saling menghormati,
mau mengakui kesalahan serta bersedia mengorbankan kepentingan pribadi,
kelompok dan golongsn demi kepentingan NKRI.

Apabila hal ini dapat dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara maka
akan terbangun rasa cinta tanah air, oleh karena itu perlu mendefinisikan
kembali masa depan kebangsaan dan demokrasi Indonesia yang menghargai
keberagaman dalam berbagai perbedaan sekaligus menumbuh kembangkan
rasa persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI.
b.

Keaneka ragaman masyarakat Indonesia.


Pandangan bahwa pruralitas, suku, agama, ras dan antar golongan sebagi
penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak dapat diterima begitu saja.
Pendapat ini benar mungkin untuk sebuah kasus, tapi belum tentu benar untuk
kasus yang lain. Segala macam peristiwa dan gejolak sosial budaya termasuk
konflik dan kekerasan massal pada dasarnya tidaklah lahir begitu saja, akan
tetapi ada kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat
yang beraneka ragam, tetapi bukan tanpa batas dan merupakan hasil dari suatu
proses sejarah yang bersifat khusus.
Namun demikian tidak semua kondisi struktural menjadi pemicu atas munculnya
suatu gejolak atau peristiwa, tapi ada kondisi primer dan skunder maupun
pendukung

penting

dari

munculnya

gejolak

tersebut

antara

lain

akibat

terdesaknya kelompok tertentu dari akses kekuasaan serta adanya suatu proses
yang dianggap tidak adil dan curang. Disisi lain karena keberadaan pendatang
yang

berbeda

budaya,

agama,

atau

rasnya

serta

etnosentrisme

dan

seklusivisme. Kondisi sekundernya adalah rasa keadlan masyarakat setempat


yang tidak terpenuhi, aparat pemerintah tidak peka terhadap kondisi yang
dihadapi masyarakat, atau malah memihak salah satu etnik atau kelompok
masyarakat lainnya.

Hal ini akan berdampak makin meruncingnya suatu

masalah dan membuat renggangnya rasa persatuan dan kesatuan.


Faktor

lain

yang

terjadi

dikawasan

timur

Indonesia

memiliki

komposisi

keragaman etnik yang banyak dalam bentuk kelompok suku-suku kecil dan
rentan, sedang kawasan barat Indonesia di pulau-pulau besar tinggal kelompok
suku-suku yang besar yang relatif miskin sumber daya alam, membuat mereka
bergerak mengeksploitasi SDA di kawasan timur Indonesia,

bahkan nyaris

menggusur partisipasi penduduk setempat. Akibatnya terjadi kesenjangan


antara pendatang dan penduduk asli.

Keadaan

ini membuat penduduk

setempat menjadi antipati terhadap pendatang, sementara pendatang yang

sukses

justru

memanfaatkan

ketertinggalan

penduduk

setempat

sebagai

kelemahan mereka.
Berbagai catatan sejarah membuktikan bahwa benang merah kekerasan yang
terjadi ditingkat elit politik maupun rakyat selalu ada cara adat untuk
menyelesaikannya, bila terjadi konflik mulai masalah personal sampai keranah
publik. Penyelesaian dengan mendamaikan setiap kerusuhan, konflik, atau
perang masa kinipun hal seperti itu tidak dapat dihindari. Perdamaian dengan
cara itu hanya bersifat sementara, karena rekonsiliasi hanya terjadi dimeja
perundingan, bahkan banyak melibatkan pihak luar. Sementara ditingkat akar
rumput

yang

paling

menderita

akibat

konflik,

tidak

banyak

mengalami

perubahan karena mereka tidak terwakili dimeja perundingan.


Sebagai contoh, konflik di Ambon dan Maluku misalnya perempuan banyak
berperan sebagai agen perdamaian dengan menghubungkan pihak bertikay
melalui hal yang sangat sederhana dalam kehidupan sehari-hari, banyak
keluarga yang saling melindungi pihak yang dianggap lawan karena kesadaran
akan persaudaraan dan hakekat kemanusiaan.
c.

Konflik-konflik Pacsa Reformasi.


Secara sadar kita harus mengakui bahwa pasca reformasi telah terjadi ancaman
disintegrasi bangsa yang mencakup lima wilayah.

1.

Kekerasan memisahkan diri di Timor-Timor setelah jajak pendapat tahun 1999


yang pada akhirnya lepas dari NKRI, di Aceh sebelum perundingan Helsinki dan
beberapa kasus di Papua.

2.

Kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra agama, dan antar
etnis yang terjadi Kalimatan Barat, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Kalimatan
Tengah.

3.

Kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan berlansung beberapa hari seperti
peristiwa Mei 1998, huru-hara anti Cina di Tasikmalaya, Banjarmasin, Situbondo
dan Makassar.

4.

Kekerasan sosial akibat main hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan
pembunuhan dukun santet di Jawa Timur 1998.

5.

Kekerasan yang terkait dengan terorisme seperti yang terjadi di Bali dan
Jakarta.
Berdasarkan data GERRY VAN KLINKEN (2007) kekerasan komunal yang berskala
besar ataupun lokal memakan korban paling besar 90 %, dari jumlah itu 57 %
meninggal akibat issu agama, 30 % akibat etnis, 13 % akibat kekerasan rasial.
Semua kejadian tersebut tentu akan berdampak terhadap pecahnya persatuan
dan kesatuan bangsa apabila penanggannya tidak dilaksanakan dengan cepat,
tepat dan tuntas.

d.

Stabilitas Keamanan yang mantap dan dinamis.


Dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara kondisi stabilitas keamanan
yang mantap dan dinamis diseluruh wilayah tanah air merupakan syarat mutlak.
Artinya setiap gangguan dan ancaman yang datang disebagian wilayah NKRI
pada hakekatnya ancaman bagi seluruh wilayah NKRI. Menciptakan keamanan
merupakan tanggung jawab semua pihak (Warga Negara) dengan pihak aparat
keamanan (TNI dan POLRI) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan mencermati dan memperhatikan kondisi keamanan diberbagai daerah
saat ini dan kondisi bangsa yang sedang krisis kepercayaan dan mutlidimensi,
maka terciptanya kondisi stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis amat
diperlukan. Hal ini selain merupakan kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
rasa aman, nyaman, tentram dan adanya tata kehidupan masyarakat yang tertib
juga untuk meningkatkan kepercayaan dunia usaha yang membutuhkan adanya
kepastian dan jaminan investasi. Tanpa adanya stabilitas keamanan di suatu
daerah, sudah dapat dipastikan akan terganggu roda pembangunan dalam
banyak hal. Oleh karena itu gangguan keamanan/konflik yang terjadi di beberapa
daerah perlu dilakukan penangganan yang serius agar tidak terjadi sikap balas
dendam dan luka yang terus berlanjut bahkan dapat mengancam perpecahan
bangsa.

e.

Stabilitas Keamanan yang mendukung Integrasi Bangsa.


Mencermati masalah keamanan dibeberapa daerah yang cukup serius dan
segera harus diselesaikan melalui langkah-langkah yang komprehensif. Guna
mendorong kembalinya semangatnya persatuan bangsa dan kesatuan wilayah
yang telah dimiliki dan guna mencegah disintegrasi bangsa tidak ada alternatif
lain mengembalikan kondisi aman yang didambakan oleh seluruh masyarakat
dan bangsa Indonesia. Stabilitas keamanan di daerah konflik yang cenderung

mengarah

kepada

disintegrasi

bangsa

harus

terus

diciptakan

dengan

pendekatan komprehensif baik dari aspek ekonomi, sosial budaya, politik


maupun dari pendekatan hukum dengan dibantu aparat hukum yang terus
melakukan tindakan konkrit dan koordinatif serta tetap mengedepankan
semangat kebersamaan dalam menciptakan keutuhan bangsa dan negara.
f.

Menegakkan Peraturan Hukum yang berlaku.


Melihat, memperhatikan dan mencermati kondisi keamanan diberbagai daerah
yang rawan konflik saat ini serta kondisi bangsa supaya tidak terjadi ancaman
disintegrasi bangsa pemerintah pusat, instansi maupun daerah dalam hal ini
pihak keamanan/aparat keamanan harus menegakkan aturan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku serta melakukan tindakan persuasif dan
pendekatan keamanan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi daerah
masing-masing. Guna

mendorong

kembali

semangat

persatuan,

kesatuan

wilayah dan bela negara sebaiknya pemerintah mencari terobosan lain untuk
mensosialisasikan Pancasila agar dapat dihayati dan diamalkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Namun yang paling penting adalah bagaimana contoh dan ketauladan dari
semua

penyelenggara

negara,

tokoh

formal

maupun

informal

terhadap

rakyatnya dalam berpikir, bersikap dan bertindak yang pada berdasarkan


Pancasila sebagai ideologi, pandangan hidup serta dasar negara.

3.2. Analisis terhadap Pengaruh Lingkungan Strategi.

a.

Dalam mengatasi ancaman separatisme, gerombolan bersenjata, radikal kiri


dan kanan yang sekarang tersebar di wilayah Indonesia seperti RMS, OPM, Eks
Para Napol/Tapol PKI dan lain-lain yang merupakan ancaman serius yang
dihadapi bangsa Indonesia walapun masalah GAM telah terselesaikan dan
teratasi tetapi dilain sisi tetap harus terus dipantau segala bentuk kegiatan yang
dilakukannya serta perlu mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu
pemerintah
permasalahan

harus
ini,

tanggap
untuk

itu

dan

cepat

pemerintah

bertindak
harus

dalam

bertindak

menghadapi
tegas

dalam

menyelesaikan masalah separatis maupun sejenisnya demi keutuhan bangsa


dan negara dan tidak membiarkan kondisi ini terus berlarut-larut.

b.

Sebagai bangsa yang heterogen Indonesia dengan bermacam-macam suku,


budaya, agama dan adat berpeluang terjadinya konflik komunal (SARA). Faktorfaktor keberagaman ini menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak
tertentu untuk mengganggu stabilitas keamanan dan keutuhan Indonesia.
Dampak-dampak yang timbul dari konflik diatas menyebabkan terjadinya
gelombang pengungsian besar-besaran,

kerugian harta benda, korban jiwa

serta kerusakan lingkungan dan infrastruktur dalam jumlah yang tidak sedikit,
sehingga keamanan nasional masyarakat didaerah konflik dan kondisi stabilitas
nasional terganggu.

Dampak ini ikut dirasakan oleh bangsa dan negara

tetangga di dunia yang mempunyai kerjasama dan kepentingan di Indonesia.


Bukanlah hal yang sederhana dalam menyelesaikan masalah konflik yang terjadi
saat ini, selain menghabiskan sumber daya yang besar juga memakan waktu
yang lama. Menyadari hal tersebut diatas maka pemerintah menetapkan suatu
kebijakan yang mana didalamnya berisikan suatu kebijakan guna meningkatkan
pembangunan kesejahteraan dan pertahanan keamanan yang bersangkutan
dengan aspek etnik dan agama.

3.3. Analisis terhadap Pengaruh Otonomi Daerah.

Dalam era transisi dari masa orde baru ke masa reformasi kebijakan sentralistik
ke desentralistik demokratis sebagaimana yang dituju dalam pemerintahan
nasional ditandai dengan pemberlakuan Otonomi Daerah sesuai dengan UndangUndang No. 32 tahun 2004 Bab I, pasal 1, ayat 5 tentang Pemerintahan Daerah,
tetapi masih ditemui beberapa kendala yang masih perlu diatasi bersama
dengan berbagai pihak yang terkait. Dari kendala-kendala yang terjadi beberapa
permasalahan yang mengandung potensi instabilitas yang dapat mengarah
melemahnya

ketahanan

nasional

di daerah-daerah bahkan dapat memicu

terjadinya disintegrasi bangsa bila tidak egera ditangani.

Kendala-kendala yang

terjadi diantaranya yaitu :


a.

Masalah DPRD sebagai konsekwensinya diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1999


tentang Partai Politik dan UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum sebagai
Tuntutan Fundamental Reformasi yang melahirkan Pemilihan Umum secara Multi
Partai. Lahirnya Lembaga Legislatif yang merupakan representasi dari partai
peserta pemilu

memiliki

kemampuan

yang

beragam.

Banyak

yang

berpendapat bahwa kapabilitas dan kredibilitas Anggota DPRD tidak merata

bahkan ada yang kurang memahami tentang pemerintahan dan dinilai ada
beberapa

pihak

yang

berorientasi

menuntut

haknya

namun

kurang

memperhatikan apa yang jadi kewajibannya.


Kenyataan

ini

merupakan

permasalahan

yang dilematis yang dihadapkan

bahwa DPRD merupakan wakil rakyat yang membawa beban amanat dari rakyat
untuk diteruskan kepada pemerintahan pusat, tetapi hampir seluruh anggota
DPRD tidak pernah melanjutkan atau membicarakan kembali amanat dari rakyat
kepada pemerintahan pusat melainkan hanya mengurusi dirinya sendiri dan
partai politik yang diwakilinya.
b.

Mengenai Perimbangan keuangan daerah dalam Undang-Undang No. 33 Tahun


2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah Bab I pasal 1 ayat 3 mengatakan Perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian
keuangan yang adil, proposional, demokratis, transparan dan efisien dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi,

kondisi,

dan

kebutuhan

daerah,

serta

besaran

pendanaan

penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.


Keuangan daerah itu sendiri dikelola oleh daerahnya masing-masing secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisiensi, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan
dan manfaat untuk masyarakat daerahnya. Tetapi ada beberapa kepala daerah
dalam mengelola keuangan tidak menggunakan prinsip-prinsip diatas, melainkan
dalam pengelolaannya dengan caranya sendiri dan tidak transparan. Dengan
sistem tersebut masyarakat tidak merasakan hasil dari kekayaan daerahnya
sendiri

seperti

pembangunan

sarana

dan

prasarana

umum

didaerahnya

sehingga dapat mengakibatkan gejola-gejola yang menganggu keamanan


daerah tersebut.
c.

Dampak dari agenda nasional dan pengaruh issu global terutama demokratisasi
dan hak asasi manusia, masyarakat semakin memahami akan haknya sebagai
warga

negara,

tetapi

ada

kecenderungan

kurang

memahami

akan

kewajibannya, masyarakat makin kritis, reaktif dan proaktif dalam menuntut hakhaknya kepada pemerintah, namun kurang mau mengerti akan kesulitan
pemerintah pusat termasuk pemerintah daerah.

Oleh karena itu dalam Otonomi Daerah, Pemerintah termasuk Pemerintah


Daerah harus mampu untuk mendorong dan memberdayakan masyarakat agar
mampu menumbuhkan kreasinya guna membangun suatu program atau ide
yang dapat memberi kontribusi bagi daerahnya.
d.

Dana bantuan dari pemerintah pusat yang diberikan kepada beberapa daerah
khusus dalam masalah pendanaan membuat para pejabat daerah yang
mendapatkan dana tersebut terbuai akan pemberian atau pencairan bantuan
dana

tersebut,

sehingga

tidak

pernah

memikirkan

akan

pembangunan

didaerahnya sendiri, dimana dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai


kebutuhan dalam rangka pembangunan sarana maupun prasarana umum yang
masih tertinggal dari daerahnya.

Sehingga masyarakat mengangap bahwa

pemerintah pusat tidak membantu dan memberikan dana serta perhatian


kepada daerah yang tertinggal.
e.

Untuk itu pemerintah pusat harus bertindak tegas dalam masalah pemberian
dana bantuan daerah tertinggal tersebut, karena dikhawatirkan masyarakat tidak
akan percaya dan menuntut kepada pemerintah pusat akibat dari permasalahan
tersebut.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Otonomi daerah di Indonesia saat ini masih berada pada periode transisi menuju
desentralisasi demokratik. Dalam kaitan ini sejumlah pakar mengingatkan bahwa
otonomi yang berhasil adalah yang dapat meningkatkan efisiensi dan respon
sektor publik serta dapat mengakomodasi potensi meledaknya kekuatankekuatan politik. Sebaliknya otonomi yang gagal adalah yang mengancam
stabilitas politik dan ekonomi serta mengacaukan pelaksanaan pelayanan umum.
Belum siapnya aparatur baik di tingkat pusat maupun di daerah, mengakibatkan
munculnya

sentimen

kedaerahan

(primordialisme)

yang

berlebihan,

dan buruknya koordinasi antara aparat pusat dan daerah. Oleh karena itu, jika
sejumlah persoalan di atas tidak bisa dituntaskan secepatnya, maka upaya
mengantisipasi potensi disintegrasi bangsa tampaknya masih menjadi tanda
tanya besar. Selain itu, lambatnya menyelesaikan sejumlah kendala ini juga akan
menghambat

pelaksanaan

kebijakan

ini

yang

akan

menambah

lebarnya

kesenjangan dan ketidakadilan. Mendorong daerah untuk lebih aktif dalam


melakukan kegiatan operasional UU ini merupakan langkah penting,
Selain itu Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan
massa yang dapat menciptakan konflik horizontal maupun vertical harus dapat
diantisipasi. Serta kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan
daerah sangat menentukan meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada
skala kejadian diperlukan profesionalisme aparat kemanan secara terpadu.
Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor
perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah

harus mampu meredam dan

memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya.


Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a.

Kondisi NKRI secara nyata harus diakui oleh setiap warganegara bila ditinjau
dari kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial yang ada akan terlihat bahwa
pluralitas, suku, agama, ras dan antar golongan dijadikan pangkal penyebab
konflik atau kekerasan massal, tidak bisa diterima begitu saja. Pendapat ini bisa
benar untuk sebuah kasus tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain. Namun
ada kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat yang
beraneka ragam yang terkadang terjadi akibat dari suatu proses sejarah atau
peninggalan penjajah masa lalu, sehingga memerlukan penanganan khusus
dengan pendekatan yang arif namun tegas walaupun aspek hukum, keadilan dan
sosial budaya merupakan faktor berpengaruh dan perlu pemikiran sendiri.

b.

Pemberlakuan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun


2004 merupakan implikasi positif bagi masa depan pemerintahan daerah di
Indonesia namun berpotensi untuk terciptanya sikap fanatisme primodialisme
yang sempit, sektarianisme dan supranasionalisme. Kondisi ini terjadi karena
tidak semua masyarakat mengetahui tujuan pemberlakuan otonomi daerah bagi
sebuah negara kesatuan RI.

c.

PILKADA dan pertarungan elit politik yang diimplementasikan kedalam bentuk


penggalangan massa, dengan alasan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat,
namun sarat dengan kepentingan pribadi atau politik yang pada akhirnya dapat
menciptakan konflik horizontal maupun vertikal, dalam penyelesaiannya tidak
pernah tuntas.

d.

Kepemimpinan

(leadership)

dari

tingkat

elit

politik

nasional

hingga

kepemimpinan daerah, sangat menentukan dalam rangka meredam konflik yang


terjadi

saat

ini.

Sedangkan

peredaman

konflik

pada

skala

kejadiannya

memerlukan tingkat profesionalisme dari seluruh aparat hukum dan instansi


terkait secara terpadu dan tidak berpihak pada sebelah pihak.

4.2. Saran

Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijakan dan strategi


pertahanan serta upaya-upaya apa yang akan ditempuh, maka disarankan
beberapa langkah sebagai berikut :
a.

Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus menerus agar
didapatkan suatu rumusan bahwa nasionalisme yang berbasis multi kultural
dapat dijadikan ajaran untuk mengelola setiap perbedaan agar muncul
pengakuan

secara

sadar/tanpa

paksaan

dari

setiap

warga

negara

atas

kemejemukan dengan segala perbedaannya.


b.

Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi , dalam
membuat aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi keterwakilan semua
elemen masyarakat sebagai warga negara.

c.

Setiap warga negara agar memiliki kepatuhan terhadap semua aturan dan
tatanan yang berlaku, kalau perlu diambil sumpah seperti halnya setiap prajurit
yang akan menjadi anggota TNI dan tata cara penyumpahan diatur dengan
Undang-undang.

d.

Sebaiknya diadakan suatu konsensus nasional yang berisi pernyataan bahwa


setiap warga negara Indonesia cinta damai, persatuan dan kesatuan dan rela
berkorban untuk mementingkan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi
atau golongan.

e.

Menghimbau para musisi agar mau menciptakan suatu karya musik atau lagulagu yang mengobarkan rasa cinta tanah air dan bangga menjadi Bangsa
Indonesia.

Berdasarkan

dahsyatnya

sebuah

pengalaman

lagu

mempunyai

sejarah

telah

pengaruh

membuktikan

terhadap

para

betapa
pejuang

kemerdekaan dimasa lalu.


f.

Pendidikan jangka panjang harus memperkenalkan tentang perbedaan umat


manusia dan kemajemukan budaya bangsa Indonesia dari tingkat sekolah yang
terendah sampai yang tertinggi secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.

g.

Perlu dihimbau semua insan jurnalistik/pers dengan memperkenalkan rasa


nasionalisme
memposisikan

diatas
diri

segalanya
dalam

bagi

keutuhan

NKRI,

sehingga

dapat

keikutsertaan meredam konflik dan bukannya

memperbesar melalui berita-berita yang berdampak kebencian dan prsangka


buruk bagi setiap warga negara.

h.

Menumbuhkan rasa nasionalisme yang mulai luntur, jika perlu mungkin dibuat
semacam deklarasi Nasional oleh pemerintah dengan tekad memelihara
keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI. Suatu deklarasi yang tepat akan dapat
menjadi pemicu tumbuhnya rasa nasionalisme.

i.

Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa nasionalisme sebangsa dan setanah air


dalam NKRI, harus dicari lagi terobosan lain yang dimana tugas dan fungsinya
minimal sama dengan BP-7 yang telah dibubarkan namun tidak bersifat doktriner
karena berdasarkan hasil penelitian didaerah, masyarakat masih menghendaki
adanya semacam penataran atau yang sejenis tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila.

MACAM MACAM NASKAH UUD 1945

1.

Naskah Pancasila :
Pancasila yang menjadi dasar negara bangsa kita juga terdiri dari 2 dokumen
yang berbeda, yaitu Naskah Pancasila yang ada di Jakarta Charter (Piagam
Jakarta) dan naskah Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945. Perbedaan
terletak pada sila pertama. Pada Piagam jakarta sila pertama berbunyi
"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemelukpemeluknya", sedangkan pada Pembukaan UUD 1945 alenia ke 4 berbunyi
"Ketuhanan Yang Maha Esa". Mana yang benar ?
Semuanya benar......!!! Naskah Pancasila yang ada pada Piagam Jakarta yang
disusun oleh Panitia Kecil atau Panitia 9, menurut saya adalah naskah
Pancasila yang asli tetapi tidak autentik. Yang autentik (sah) adalah naskah
Pancasila yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 alenia 4 sesuai dengan
ketentuan pemerintah dan berlaku sampai dengan sekarang.

Rumusan-rumusan Pancasila
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ada usul agar artikel atau bagian ini digabungkan ke
Pancasila. (Diskusikan)

Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima
secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara
jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain
itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa
yang kemudian sering disebut sebagai sebuah Perjanjian Luhur bangsa Indonesia.
Namun di balik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan
ketatanegaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam
keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi
yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan
pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi
tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan
"pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumendokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan
rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun
ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin,
Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD
1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di
masyarakat.

Daftar isi

1 Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.


o 1.1 Rumusan Pidato
o

1.2 Rumusan Tertulis

2 Rumusan II: Soekarno, Ir.


o

2.1 Rumusan Pancasila

2.2 Rumusan Trisila

2.3 Rumusan Ekasila

[5]

[6]
[7]

3 Rumusan III: Piagam Jakarta


[8]

3.1 Rumusan kalimat

3.2 Alternatif pembacaan

3.3 Rumusan dengan penomoran (utuh)

3.4 Rumusan populer

4 Rumusan IV: BPUPKI


4.1 Rumusan kalimat

4.2 Rumusan dengan penomoran (utuh)

5 Rumusan V: PPKI
[11]

5.1 Rumusan kalimat

5.2 Rumusan dengan penomoran (utuh)

6 Rumusan VI: Konstitusi RIS


[12]

6.1 Rumusan kalimat

6.2 Rumusan dengan penomoran (utuh)

7 Rumusan VII: UUD Sementara


o

7.1 Rumusan kalimat[15]

7.2 Rumusan dengan penomoran (utuh)

8 Rumusan VIII: UUD 1945


[16]

8.1 Rumusan kalimat

8.2 Rumusan dengan penomoran (utuh)

9 Rumusan IX: Versi Berbeda[17]


o

[10]

9.1 Rumusan

10 Rumusan X: Versi Populer[18]


o

10.1 Rumusan

11 Epilog

12 Catatan kaki

13 Referensi

14 Lihat pula

Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.


Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei 1 Juni 1945
beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan
konstitusi dan rancangan blue print Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada
tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan
sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada
BPUPKI.

Rumusan Pidato

Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu[1]:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan
dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda
dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan,
yaitu[2]:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan II: Soekarno, Ir.


Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, di
antaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal
sebagai hari lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju
mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemelukpemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno
sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima
prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan
menggunakan istilah Pancasila (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas
saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena
itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila[4].

Rumusan Pancasila [5]


1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan

Rumusan Trisila [6]


1. Sosio-nasionalisme
2. Sosio-demokratis
3. ke-Tuhanan

Rumusan Ekasila [7]


1. Gotong-Royong

Rumusan III: Piagam Jakarta


Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI
pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni 9 Juli
1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk
menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni
1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat
informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian
dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai
hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan
Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang
menghendaki bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak
di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan
tercantum dalam sebuah dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar. Dokumen ini
pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan
rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan
kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan
pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".

Rumusan kalimat [8]


dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta
dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana
terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf
keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,

[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Rumusan dengan penomoran (utuh)


1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di
masyarakat adalah:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan IV: BPUPKI


Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen
Rancangan Pembukaan Hukum Dasar (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi
dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration
of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan
Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh
rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam

Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata serta dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan
rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama,
jarang dikenal oleh masyarakat luas[9].

Rumusan kalimat [10]


dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan dengan penomoran (utuh)


1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan V: PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi
darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari
Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), di
antaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya untuk ikut
disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru
diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil
golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, di antaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman
Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah
diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dikemukakan dalam rapat pleno PPKI.
Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa menurut dasar dari
Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan
dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD
1945.

Rumusan kalimat [11]

dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan dengan penomoran (utuh)


1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Rumusan VI: Konstitusi RIS


Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin
kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di
Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan
pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya
menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18
Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah
Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari
RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan)
paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara
bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.

Rumusan kalimat [12]


, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan dan keadilan sosial.

Rumusan dengan penomoran (utuh)


1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial

Rumusan VII: UUD Sementara


Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam
hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI

Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI
Yogyakarta, NIT[13], dan NST[14]. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI
Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara
kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan
tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
(LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950.
Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah
(pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.

Rumusan kalimat[15]
, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan dan keadilan sosial,

Rumusan dengan penomoran (utuh)


1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial

Rumusan VIII: UUD 1945


Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD
Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara.
Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah
mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali
UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia
menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang
digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara
sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk
ketetapannya, di antaranya:
1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara, dan
2. Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan.

Rumusan kalimat [16]

dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan dengan penomoran (utuh)


1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Rumusan IX: Versi Berbeda[17]


Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan
yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

Rumusan
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial.

Rumusan X: Versi Populer[18]


Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara
luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan
diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada
dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata dan
serta frasa serta dengan mewujudkan suatu pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)

Rumusan
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,


3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Epilog
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah
dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara (Pasal 1 Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 jo Ketetapan
MPR No. I/MPR/2003 jo Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945).

Catatan kaki
1.

^ Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei


1945-19 Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RIselanjutnya disebut
Risalah 2
2.
^ Risalah 2
3.

^ Sidang Sesi I BPUPKI tidak hanya membahas mengenai calon


dasar negara namun juga membahas hal yang lain. Tercatat dua anggota
Moh. Hatta, Drs. dan Supomo, Mr. mendapat kesempatan berpidato yang
agak panjang. Hatta berpidato mengenai perekonomian Indonesia
sedangkan Supomo yang kelak menjadi arsitek UUD berbicara mengenai
corak Negara Integralistik

4.

^ Risalah 2

5.

^ Risalah 2

6.

^ Risalah 2

7.

^ Risalah 2

8.

^ Risalah 2

9.

^ Risalah 2

10.

^ Risalah 2

11.

^ Risalah 2

12.

^ Konstitusi Republik Indonesia Serikat

13.

^ Negara Indonesia Timur, wilayahnya meliputi Sulawesi dan pulaupulau sekitarnya, Kepulauan Nusa Tenggara, dan seluruh kepulauan
Maluku

14.

^ Negara Sumatera Timur, wilayahnya meliputi bagian timur


provinsi Sumut (sekarang)

15.

^ Undang-Undang Dasar Sementara

16.

^ UUD 1945 (dekrit 1959), Tap MPR No XVIII/MPR/1998, Tap MPR No


III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan

17.

^ Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966

18.

^ Tap MPR No II/MPR/1978

Referensi
1. UUD 1945
2. Konstitusi RIS (1949)
3. UUD Sementara (1950)
4. Berbagai Ketetapan MPRS dan MPR RI
5. Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19
Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
6. Tim Fakultas Filsafat UGM (2005) Pendidikan Pancasila. Edisi 2. Jakarta:
Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai