Anda di halaman 1dari 6

C.

KRONOLOGI FILSAFAT PANCASILA DAN PEMBUKAAN SERTA PASAL-PASAL


UUD 1945
Dari sudut pandang historis-sosiologis, pancasila yang kita miliki saat ini merupakan pandangan
hidup yang muncul sebagai hasil penelitian dan musyawarah para founding fathers yang utuh. Ia
juga telah dikodifikasikan sebagai Pancasila, dan dirumuskan menjadi lima prinsip dasar. Proses
ini dimulai pada tanggal 9 Maret 1942, ketika Jenderal Ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara
Sekutu di Jawa, menyerah tanpa syarat di Kalijati, menandai dimulainya pendudukan resmi
Jepang di Indonesia. Setelah dua tahun mendominasi Indonesia, Jepang perlahan mulai mundur.
Pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kiso mengumumkan jaminan dari
pemerintah Jepang kepada Indonesia bahwa Hindia Belanda pada akhirnya akan diberikan
kemerdekaan untuk menenangkan penduduk Indonesia dan mencegah pemberontakan.
Diumumkan antara lain bahwa pada tanggal 1 Maret 1945, pada tanggal 1 Maret 1945,
didirikanlah Dokuritsu Zyuunbi Chiyosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan atau Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
pada tanggal 1 Maret 1945. pantai utara Indonesia. Pulau Jawa.

Tugas utama BPUPKI adalah melakukan analisis mendasar terhadap isu-isu penting, strategi dan
investigasi mengenai upaya Indonesia untuk mendirikan negara baru.
 29 Mei 1945 ( Sidang I BPUPKI, 1 Juni)
Rapat pertama BPPKI dilaksanakan Badan Penyelidik Karya Persiapan Kemerdekaan
RI/Dokuritsu Zyunbi Tyosakai sehari setelah pembukaannya. Pertemuan tersebut berlangsung
dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Dalam sesi tersebut, beberapa tokoh berturut-turut
tampil untuk menyampaikan usulan berupa prinsip dasar Indonesia merdeka. Antara lain :
1). Muhammad Yamin
Muhammad Yamin yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945 menyampaikan usul dasar
Indonesia merdeka adalah :
I. Peri Kebangsaan
II. Peri Kemanusiaan
III. Peri Ketuhanan
IV. Peri Kerakyatan (Permusyawaratan, Perwakilan, Kebijaksanaan)
V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
2). Tokoh-tokoh Islam
Tokoh Islam K.H. Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo dan K.H.A. Kahar Muzakir muncul
pada persidangan hari kedua, 30 Mei 1945. Mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam, mereka beranggapan bahwa dasar negara yang akhirnya disepakati adalah Islam. Namun
Bung Hatta yang berbicara hari itu juga tidak setuju dengan yayasan Islam tersebut. Bung Hatta
mengusulkan dibentuknya Negara Persatuan Bangsa yang membedakan urusan negara dan
agama.
3). Soepomo
Pada tanggal 30 Mei 1945, Soepomo menjadi orang kedua yang mendapat kesempatan berbicara.
Menurut Effendi, dalam pidatonya Supomo memaparkan teori-teori hukum, politik, dan
sosiologi tentang kenegaraan, serta syarat-syarat terbentuknya negara, strukturnya, sistem
pemerintahannya, dan hubungannya dengan agama. Supomo setuju dengan sikap Bung Hatta
yang menganggap persoalan agama dan kebijakan publik harus dipisahkan. Selain itu, ia juga
tidak setuju dengan prinsip-prinsip Islam karena menurutnya tidak sesuai dengan visinya tentang
persatuan bangsa. Lebih lanjut Supomo menyarankan agar bangsa yang didirikan akan berubah
menjadi :
I. Persatuan (persatuan hidup)
II. Kekeluargaan
III. Keseimbangan lahir batin
IV. Musyawarah
V. Semangat Gotong royong (Keadilan sosial)
4). Soekarno
Soekarno mendapat kesempatan berbicara pada sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Ia
memulai pidatonya dengan mengatakan, “Setelah para anggota Dokuritsu Zunbi Choosakai
berbagi ide mereka selama tiga hari berturut-turut, kini saya mendapat kehormatan untuk
menyampaikan pendapat saya juga. Saya akan mendukung usulan Tuan Ketua yang mulia.
“Ketua Yang Mulia meminta sidang Dokuritsu Zunbi Choosakai untuk meletakkan dasar-dasar
Indonesia merdeka,” kata Ketua Yang Mulia dalam permintaannya. Nanti dalam pidato saya
akan referensikan ke yayasan ini (Ana, I.D., Singgih Havibowo dan Agus Wahyudi (eds.),
Dalam pidatonya tersebut, Sukarno mengusulkan pembentukan dana negara dengan lima asas.
Temannya, seorang ahli bahasa Pancasila yang tidak disebutkan namanya, memberinya lima
prinsip.
I. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
II. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
III. Mufakat (Demokrasi)
IV. Kesejahteraan Sosial
V. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Soekarno juga mengusulkan, tiga asas dasar Indonesia merdeka yang diberi nama Tri Sila, yang
merupakan perasan dari Pancasila yang terdiri dari tiga sila, yaitu:
I. Socio- Nasionalisme
II. Socio-democratie
III. Ketuhanan
Bung Karno berkata: “Kalau lima saya ringkas menjadi tiga, dan tiga menjadi satu, maka dalam
pidatonya saya dapat menangkap satu pepatah yang benar-benar Indonesia, yaitu kata Gotong-
royong” atau “Ekasila.”

Naskah termasuk rumusan Pancasila disiapkan oleh Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945
dengan susah payah dan diberi judul “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter” oleh Mohammad
Yamin.
I. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
II. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
III. Persatuan Indonesia
IV. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
V. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Menurut Soepomo, Piagam Jakarta merupakan sebuah kesepakatan moral yang sungguh luar
biasa. Namun, Soekiman Wiryosanjojo berpendapat perjanjian ini disebut dengan “Gentleman’s
Agreement”.
Notonagoro mengatakan mengenai Piagam Jakarta sebagai berikut:
“Pancasila dikembangkan pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Penyidikan Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang beranggotakan sembilan orang sebagai suatu kesepakatan moral
yang sangat mulia.” Pada rapat besar Panitia Kecil Badan Penyidik Persiapan Kemerdekaan
Indonesia tanggal 10 Juli 1945 ini baru menyetujui Pancasila pada hari kedua. Ketua Panitia
Kecil PY.M. Presiden Negara kita mengatakan dalam pidatonya bahwa:
"Sebenarnya adalah kesukaran antara golongan yang dinamakan Islam dan golongan yang
dinamakan kebangsaan, mula-mula ada kesukaran mencari kecocokan paham antara kedua
golongan ini, terutama yang mengenai soal agama dan negara”

 Sidang BPUPKI II (10-17 Juli 1945)


Menurut Kaelan pada hari pertama sebelum sidang BPUPKI dimulai oleh ketua diumumkan
adanya penambahan 6 anggota baru BPUPKI, yaitu:
(1) Abdul Fatah,
(2) Hasan,
(3) Asikin Natanagara,
(4) Soerjo Hamidjojo,
(5) Besar,
(6) Abdul Gaffar.
Jumlah anggota BPUPKI bertambah enam orang menjadi 69 orang. Pada tanggal 10 Juli 1945,
hari pertama sidang BPUPKI, Bung Karno selaku ketua Panitia Kecil menyampaikan sejumlah
gagasan. Sembilan anggota Panitia Kecil menandatangani usulan tersebut, yang tertuang dalam
pembukaan rancangan Undang-Undang Dasar (Piagam Jakarta). Ketua sidang BPUPKI terus
memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk memberikan tanggapan dan komentarnya
terhadap undang-undang dan UUD hingga hari kedua (11 Juli 1945). Kemudian 35 pembicara
berbicara dan menyampaikan ide dan pendapatnya. Pada pukul 16.40 Ketua Sidang membentuk
tiga buah Panitia Khusus, yaitu:
• Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Bung Karno, beranggotakan 19 orang.
• Panitia Pembelaan Tanah Air, beranggotakan 23 orang, diketuai oleh Abikusno Tjokro Sujoso
• Panitia Soal Keuangan dan Ekonomi, beranggotakan 23 orang, diketuai oleh Bung Hatta.
Sore harinya, komisi penyusunan konstitusi bertemu. Rapat tersebut akan mengambil dua
keputusan penting setelah membahas sejumlah topik yang tercakup dalam Konstitusi, yaitu:
1. Menyetujui rancangan pembukaan Piagam Jakarta yang ditandatangani pada tanggal 22
Juni 1945.
2. Pembentukan komite kecil perancang konstitusi, yang harus menyusun bagian utama dari
dokumen tersebut. Pak Soepomo adalah ketua komite kecil yang beranggotakan AA ini.
Maramis, KRT Wongsonegoro, H. Agus Salim, R. Panji Singgih, Dr. Sukiman dan
Ahmad Soebarjo. Berdasarkan kedua keputusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Panitia Perancang Konstitusi menyetujui penggunaan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan
UUD 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945 BPUPKI Panitia Perancang UUD
mempresentasikan hasil kerjanya, pada sidang kali ini dalam bentuk rancangan UUD
yang terdiri dari tiga komponen:
1. Rancangan Proklamasi Kemerdekaan atau Indonesia Merdeka.
2. Rancangan Pembukaan UUD, yang secara kasar mencerminkan alinea keempat
Piagam Jakarta, yang memuat prinsip-prinsip yang menjadi landasan negara.
3. Rancangan Undang-Undang Dasar, terdiri dari 42 pasal. Rancangan Undang-
undang Dasar yang dibuat oleh Panitia Kecil dibahas pada pertemuan tanggal 15
dan 16 Juli. Pada tanggal 16 Juli 1945, rapat BPUPKI akhirnya dapat menyetujui
Batang Tubuh UUD setelah melalui serangkaian amandemen. Hasil kerja Panitia
Pertahanan Dalam Negeri dan Panitia Keuangan dan Perekonomian diterima oleh
BPUPKI dalam rapatnya tanggal 17 Juli 1945.
 Rapat PPKI ke-18, Agustus 1945
Sesuai keinginan dan tanggung jawab Ketua (Bung Karno), sebelum sidang ditambahkan enam
anggota PPKI, yaitu Weeranatha Kusmah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sajuti
Melik, Iwa Kusuma Soemantry dan Ahmad Soebarjo.
PPKI akan melaksanakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945, dimulai pukul 09.30. Namun
Bung Hatta meminta sidang ditunda. Pasalnya, pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Bung
Hatta mengundang seorang perwira Jepang yang menyamar sebagai utusan Kaigun (Angkatan
Laut Jepang) yang bertugas di wilayah Indonesia Timur untuk melakukan pendekatan (lobi)
dengan ormas Islam. Shigetada Nishijima, seorang ajudan Laksamana Maeda, menemui perwira
tersebut pada saat kedatangan dan memberitahukan kepadanya bahwa perwakilan komunitas
Protestan dan Katolik di wilayah yang berada di bawah kendali angkatan laut Jepang telah
menyatakan keberatan yang kuat terhadap prinsip pertama Piagam Jakarta, yang menyatakan:
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam kepada pemeluknya.”

Mereka akan melakukan protes di luar wilayah NKRI jika hukuman yang mereka anggap
menindas tidak diubah. Selain itu, Bung Hatta memanggil sejumlah tokoh Islam yang tergabung
dalam PPKI, antara lain Ki Bagoes Hadikoesoemo, K.H.A. Wahid Hasjim, Bapak Kasman
Sinkodimejo dan Bapak Teuku Moh. Hasan untuk mengadakan pertemuan pendahuluan (lobi)
sebelum sidang dimulai. Bung Hatta meminta Ki Bagoesa Hadikoesoemo bersiap meninggalkan
“tujuh kata” yang melandasi Ketuhanan tersebut untuk diganti dengan kata “Yang Maha Esa”
dan melepaskan para pemeluknya dari tanggung jawab menegakkan syariat Islam.

Perubahan dari “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam kepada pemeluknya”
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dilakukan untuk kemaslahatan bangsa dan negara dalam
waktu yang sangat singkat – kurang dari 15 menit.

Usai kesepakatan dengan para tokoh Islam, Bung Hatta segera memberitahukan hasil
kesepakatan tersebut kepada Ketua BPUPKI. Rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berlalu tanpa
kendala dan mengambil beberapa keputusan, antara lain:
1. Memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Rapat tersebut memilih Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta sebagai Wakil
Presiden secara aklamasi.
2. Mengesahkan UUD 1945 setelah melakukan beberapa perubahan:
 Piagam Jakarta dijadikan Pembukaan UUD 1945 setelah diadakan perubahan,
yaitu rumusan sila pertama, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa"
 Rancangan Hukum Dasar, yang merupakan hasil perumusan Panitia Perancang
Hukum Dasar (Ketua Soepomo) disahkan menjadi UUD 1945 dengan beberapa
perubahan, yaitu pasal 6 ayat (1) dan pasal 29 ayat (1), secara lengkap dapat
dilihat pada kronologis sejarah perumusan pasal-pasal UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai