Disusun oleh : M. DAVA SEPTIAN MAULANA Kelas : IV B
SDN 3 SELONG
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
Panitia Sembilan Panitia Sembilan dibentuk pada 1 Juni 1945. Panitia Sembilan ini adalah panitia yang beranggotakan 9 orang yang bertugas untuk merumuskan dasar negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945. Adapun anggota Panitia Sembilan adalah sebagai berikut: 1. Ir. Soekarno (ketua) 2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua) 3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota) 4. Mr. Muhammad Yamin (anggota) 5. KH. Wachid Hasyim (anggota) 6. Abdul Kahar Muzakir (anggota) 7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota) 8. H. Agus Salim (anggota) 9. Mr. A.A. Maramis (anggota) Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Piagam Jakarta inilah yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945. Namun, karena ada warga non islam, seperti di papua, ada yg tidak setuju dengan sila pertama . Maka di ganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa" Hasil rumusan itu selanjutnya dibawa ke sidang BPUPKI II untuk mendapatkan keputusan bersama. 1. 1. Perjuangan bangsa Indonesia mempunyai nilai tinggi dan sangat berarti bagi sejarah bangsa. Nilai juang bangsa itu dijiwai semangat kebangsaan serta penuh pengorbanan. 2. Sepanjang sejarah, BPUPKI mengadakan sidang dua kali, yaitu: 1. a. Masa Sidang I tanggal 29 Mei 1 Juni 1945 (rancangan dasar negara) 2. b. Masa Sidang II tanggal 10 Juli 16 Juli 1945 Badan ini telah membentuk beberapa panitia kerja. Dengan demikian, sampai berakhirnya sidang, BPUPKI menghasilkan 3 putusan penting, yaitu: a) Rancangan pembukaan atau mukadimah hukum dasar negara. b) Rancangan hukum dasar negara. c) Pernyataan kemerdekaan Indonesia 1. Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk badan baru yang dinamakan Dokoritsu Zyunbi Iinkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, disingkat PPKI terbentuk 9 agustus 1945). Ir. Soekarno diangkat sebagai ketua dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketuanya. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang. Hasil sidang tersebut adalah a. Menetapkan undang-undang dasar negara Indonesia yang terdiri atas pembukaan dan batang tubuh. Undang-undang dasar negara Indonesia yang ditetapkan PPKI ini terkenal dengan nama UUD 1945. b. Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden Republik Indonesia dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia. c. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). 1. Undang Undang Dasar 1945 yang telah disahkan oleh PPKI itu terdiri dari dua bagian. Bagian Pembukaan terdiri dari empat alinea dan bagian Batang Tubuh UUD berisi 37 pasal, 1 aturan peralihan (4 pasal) dan 1 aturan tambahan (terdiri 2 ayat). Rumusan Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. 2. Perbedaan pendapat dan gagasan para tokoh bangsa tetap terjadi namun mereka tetap saling menghargai. Setiap gagasan yang dikemukakan selalu dilandasi dengan sikap yang baik dan sopan. 3. Nilai kebersamaan yang terkandung dalam sila keempat Pancasila, yaitu: 1. Kerakyatan 2. Hikmat kebijaksanaan 3. Permusyawaratan 4. Perwakilan
B. SEJARAH PIAGAM JAKARTA
Suatu fakta yang tak dapat dibantah oleh siapapun yakni andaikata Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam sidangnya di tahun 1945 mereka tidak menghasilkan konsensus nasional tentang sebuah Dasar Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam naskah Piagam Jakarta, maka Bangsa Indonesia tidak akan mendapatkan rumusan Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 seperti yang ada saat ini. Piagam Jakarta yang memuat dan berisi tentang rumusan resmi pertama kali sebuah Pancasila bagi Republik ini, disusun dan ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945 oleh sembilan pemimpin terkemuka Indonesia, berikut nama- nama yang menjadi anggota Panitia Sembilan dari BPUPKI, yaitu: Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakkir, Haji Agus Salim, Ahmad Subardjo, KHA Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Dalam detik-detik yang menentukan menjelang pengesahan Piagam Jakarta, Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Sembilan dengan gigih meyakinkan seluruh anggota sidang BPUPKI untuk menerima rumusan Piagam Jakarta sebagai gentlemen agreement bangsa Indonesia. BPUPKI adalah satu-satunya badan yang paling representatif untuk mewakili bangsa Indonesia ketika itu, baik dari segi keterwakilan suku, agama maupun aliran politik. Piagam Jakarta dari segi substansi maupun spiritnya merupakan kristalisasi cita- cita bangsa dan tujuan bernegara serta perjanjian luhur yang menjiwai proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun sebagaimana diketahui sehari setelah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin Islam bersedia mencoret tujuh kata yang tertuang dibelakang kata Ketuhanan, yaitu, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Perubahan yang fundamental tersebut terjadi karena sore hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta yakni tanggal 17 Agustus 1945 itu, seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut) datang menemui Bung Hatta, menyampaikan bahwa wakil-wakil dari agama Protestan dan agama Katolik dalam daerah-daerah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang menyatakan keberatan terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang dirumuskan oleh panitia Sembilan dalam bunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Mereka para wakil-wakil katolik dan protestan mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengenai rakyat yang beragama Islam saja. Bung Hatta kemudian menemui beberapa pemimpin Islam untuk membicarakan hal tersebut, yakni Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Muhammad Hasan. Mantan Menteri Luar Negeri dan tokoh diplomasi kemerdekaan RI Mr. Mohamad Roem menulis, Hilangnya tujuh perkataan (dalam Piagam Jakarta, pen) dirasakan oleh umat Islam sebagai kerugian besar dan tidak jarang yang menyayangkannya. Tetapi, karena hilangnya tujuh perkataan itu dimaksudkan agar golongan Protestan dan Katolik jangan memisahkan diri dari Republik Indonesia, maka umat Islam bersedia memberi korban yang besar itu. Karena itu, Menteri Agama, Jenderal Alamsjah Ratu Perwiranegara, pernah mengatakan bahwa Pancasila adalah hadiah terbesar yang diberikan umat Islam kepada Republik Indonesia. Keputusan yang diambil oleh beberapa pemimpin Islam dalam waktu yang sangat singkat itu, sungguh mencerminkan sikap kenegarawanan dan komitmen terhadap persatuan dan kesatuan bangsa yang tiada bandingnya dalam sejarah Republik Indonesia. Dalam kaitan ini Bung Hatta dalam bukunya Sekitar Proklamasi (1970) menyatakan, Pada waktu itu kami menginsyafi bahwa semangat Piagam Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan perkataan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan menggantinya dengan kalimat yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal-hal yang mengenai syariat Islam yang berhubungan dengan kepentingan umat Islam, menurut Hatta, dapat diajukan ke DPR untuk diatur dalam bentuk Undang-Undang. Dalam perkembangan politik nasional setelah Majelis Konstituante yang dibentuk berdasarkan Pemilu 1955 berlarut-larut dalam merumuskan perubahan UUD, Presiden Soekarno atas desakan TNI Angkatan Darat mengumumkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dalam konsiderans Dekrit 5 Juli tersebut, Presiden Soekarno atas nama rakyat Indonesia menyatakan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juli 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar.
C. ISI PIAGAM JAKARTA
Piagam Jakarta adalah hasil musyawarah tentang Dasar Negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI. Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang setelahnya menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo. Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.