Anda di halaman 1dari 20

MATERI:

PANCASILA
(SUATU TINJAUAN HISTORIS)
MU114ISem20211
Instruksi:
Baca baik-baik materi 2 ini dan pahami isinya

Kompetensi
Mahasiswa memahami Pancasila sebagai Dasar Negara dari sisi historisnya dan Dinamika
Pelaksanaanya. Dengan demikian diharapkan mahasiswa menjadi lebih arif dan bijaksana
karena menghayati proses-proses perumusan dan menangkap suasana kebatinan yang ada
dalam proses perumusan tersebut serta mampu menjelaskan dinamika pelaksanaan Pancasila
dalam sejarah ketatanegaraaan RI.

Indikator Pencapaian Kompetensi


Setelah mempelajari materi bagian ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan istilah Pancasila pada masa Kerajaan Majapahit ( abad XIV).
2. Menguraikan tugas BPUPKI dalam menyiapkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
3. Menjelaskan hasil sidang I BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945).
4. Menjelaskan rumusan Pancasila yang sah sebagai Dasar Negara Indonesia.
5. Menjelaskan bentuk susunan dan hubungan antar sila-sila Pancasila secara sistematis-
hirarkhis.
6. Menjelaskan hubungan Proklamasi Kemerdekaan (17-08-1945) dengan Pembukaan
UUD 1945 dan Pancasila.
7. Menjelaskan dinamika pelaksanaan Pancasila.

Pendahuluan

Pancasla tidak secara tiba-tiba ada, tetapi dikonsepsikan, dirumuskan melalui proses yang
panjang. Pancasila dirumuskan dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI melalui debat dan
pergumulan panjang hingga menjadi seperti sekarang ini. Aspek sejarah perlu dipahami karena
untuk memahami Pancasila aspek sejarah ini akan membantu dalam menghayati perlunya dasar
negara bagi suatu negara yang baru merdeka. Disamping itu aspek sejarah juga akan membantu
menghayati suasana kebatinan yang hidup pada saat Pancasila dirumuskan.

A. Sejarah Lahirnya Pancasila


Istilah Pancasila sebenarnya sudah dikenal sejak jaman Kerajaan Majapahit (± abad XIV)
tertera dalam buku Sutasuma karangan Empu Tantular. Pada jaman itu Pancasila berarti berbatu
sendi yang lima atau Pancasila Krama atau Pelaksanaan Kesusilaan yang lima, terdiri dari:
(1)Tidak boleh melakukan kekerasan, (2)Tidak boleh mencuri, (3)Tidak boleh berjiwa dengki,
(4)Tidak boleh berbohong, dan (5)Tidak boleh mabuk minuman keras. (Dardji dkk,1988)

1. Terbentuknya Pancasila

Pada paparan ini fokusnya adalah Pancasila dalam rangka sebagai dasar Negara bukan
Pancasila panca krama pada jaman Majapahit, dengan fokus pertanyaan: kapan Pancasila
sebagai dasar Negara lahir? Dalam pembahasan ini diawali dengan dibentuknya Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu Zyunbi
Tyoosakai oleh pemerintahan tentara Jepang di Jakarta pada tanggal 29 April 1945. Badan ini
terdiri dari ± 60 anggota, diketuai oleh Dr K.R.T Radjiman Widyodiningrat yang dibantu oleh
dua orang ketua muda yaitu R.P.Suroso dan Ichi Bangase Yosio. Latar belakang para anggota ini
dari tokoh-tokoh pergerakan, kaum cendekiawan nasional dari berbagai kalangan dengan
pandangan ideologis yang berbeda-beda. Perlu dipahami walaupun badan ini adalah bentukan
pemerintahan Jepang namun dalam kinerjanya untuk mempersiapkan kemerdekaan bangsa
Indonesia.

2. Tugas BPUPKI

Untuk melaksanakan tugas menyiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia badan ini


melaksanakan sidang dua kali, yaitu:(1). Tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, sidang pertama
merancang dasar Negara Philosofische grandslag.(2). Tanggal 10 Juli-16 Juli 1945, sidang kedua
merancang hukum dasar atau Undang Undang Dasar. Pada sidang pertama, ketua BPUPKI
mengajukan pertanyaan kepada peserta sidang sebagai berikut: Negara Indonesia merdeka akan
kita bentuk, apa dasarnya? Ternyata tidak serta merta para peserta sidang menjawab pertanyaan
tersebut, mereka khawatir mengundang perdebatan yang berlarut-larut karena diluar sebelum
sidang sudah terjadi debat yang serius antara berbagai pihak seperti golongan keagamaan dalam
hal ini Islam, golongan nasionalis dan golongan-golongan lainya, masing-masing
mempertahankan pandangan filosofis dan ideologisnya.
Terdapat beberapa usulan rumusan dasar sbb:

a. Tanggal 29 Mei 1945, Muh Yamin mengemukakan pidatonya yang berjudul “Azas
dan dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang meliputi Lima Dasar, yaitu:
1. Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan (Musyawarah, Perwakilan, Kebijaksanaan).
5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
b. Tanggal 31 Mei 1945, Prof Supomo (Bapak Konstitusi Indonesia) menyampaikan
pidatonya, agar Negara Indonesia merdeka itu didasarkan atas:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Kepercayaan Kepada Tuhan.
4. Musyawarah dan.
5. Kerakyatan.
c. Tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno menyampaikan pidato Lima Asas atau Dasar
Negara Indonesia merdeka, yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia (Nasionalisme).
2. Peri Kemanusiaan (Internasionalisme).
3. Mufakat Atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Setelah menyampaikan Pidato, Ir.Soekarno mengatakan bahwa atas nasehat temanya


yang ahli bahasa, kelima asas tersebut diberinama Pancasila. Hal ini dapat dipahami bahwa
istilah atau nama Pancasila dalam konteks usulan nama Dasar Negara lahir pada tanggal 1
Juni 1945.

d. Tanggal 22 Juni 1945

Sidang akhir atau paripurna BPUPKI yang pertamasepakat membentuk Panitia Kecil
(Panitia 9) yang diketuai oleh Ir.Soekarno dengan tugas antara lain menampung atau
merumuskan semua usulan yang akan dibawa kedalam sidang sidang BPUPKI yang kedua
(10-17 Juli 1945) dan menyusun rancangan pembukaan Hukum Dasar (UUD).Panitia Kecil
(Panitia 9) pada tanggal 22 Juni 1945 mengadakan rapat dan mencapai suatu kesepakatan
menyusun naskah rancangan Hukum Dasar atau Rancangan Pembukaan UUD 1945, yang
sering disebut Piagam Jakarta Jakarta Charter yang didalamnya memuat rumusan Pancasila
sbb:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.


2. Kemanusian yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawarahan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Beberapa nama anggota panitia kecil ada 9 orang yaitu:

1. Ir.Soekarno
2. Drs.Mohammad Hatta
3. MR.A.A.Maramis
4. Abikusno Tjokrosujoso
5. Abdulkahar Muzakir
6. Haji Agus Salim
7. MR.Achmad Subardjo
8. K.H.A Wachid Hasjim
9. MR.Mohammad Yamin

Pada sidang BPUPKI yang kedua tanggal 10-16/17 Juli 1945Ketua BPUPKI pada sidang
tanggal14 Juli 1945 menerima Rancangan Pembukaan/Mukadimah UUD yang berasal dari
Piagam Jakarta. Adapun pada tanggal 15 Juli 1945 sidang membahas rancangan UUD dan
rancangan tersebut diterima pada tanggal 16 Juli 1945 beserta Rancangan Pembukaan UUD
yang didalamnya terdapat Rumusan usulan Dasar Negara. Sedangkan rumusan usulan Dasar
Negara yang diterima pada saat itu adalah seperti yang tercantum dalam Piagam Jakarta.

Jadi dapat dipahami bahwa:


a. Panitia 9 dengan ketuanya Ir.Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945 telah berhasil
menyusun Rancangan Pembukaan UUD yang dikenal dengan Piagam Jakarta yang
didalamnya terdapat usulan Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara.
b. Prof.Dr Supomo, sebagai ketua Panitia Kecil ditugasi merancang UUD.
c. Drs.Moh Hatta sebagai ketua panitia perancang ekonomi dan keuangan.
d. Abikusno Tjokrosuyoso sebagai ketua panitia perancang Pembela Tanah Air
(Rakhmat,2007).
3. Terbentuknya PPKI

Selanjutnya oleh pemerintah Jepang pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai yang di ketuai oleh
Ir.Soekarno. Walaupun PPKI ini bentukan pemerintah Jepang, tetapi setelah Indonesia
merdeka lebih bersifat dan berfungsi sebagai sebagian Badan Nasional Indonesia atau
sebagai Komite Nasional yang berfungsi atau berkedudukan sangat penting, yaitu:

a. Mewakili seluruh bangsa Indonesia.


b. Sebagai pembentuk NKRI setelah proklamasi kemerdekaan 17-08-1945.
c. Berwenang meletakkan Dasar Negara (Rahmat,2007).

Pada tanggal 14-08-1945 Jepang menyerah kepada tentara sekutu (setelah Kota Hirosima
dan Nagasaki di bom oleh AS) sehingga Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan. Maka atas
desakan kaum muda Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17-08-
1945 menyatakan kemerdekaan yang disaksikan oleh PPKI. Sebelum PPKI mengesahkan
Dasar Negara terjadi pembicaraan terhadap sila 1 yang tercantum dalam Piagam Jakarta yang
berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” disempurnakan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” hal ini terjadi secara
musyawarah ditempat kediaman Pak.Hatta 17-08-1945 sore. Pada keesokan harinya yaitu
tanggal 18-08-1945, PPKI mengadakan sidang dengan menetapkan beberapa hal penting
yaitu:

a. Menetapkan pembukaan UUD 1945 yang tercantum rumusan Dasar Negara Pancasila
pada alenia ke-4 dengan susunan sbb:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Menetapkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar NKRI, yang meliputi
pembukaan dengan 4 alenia, Batang Tubuh 37 pasal, dan 4 pasal aturan peralihan
serta 2 ayat aturan tambahan.
c. Menetapkan Ir.Soekarno sebagai presiden dan Drs.Mohammad Hatta sebagai wakil
presiden.
d. Pekerjaan presiden untuk sementara dibantu oleh sebuah komite nasional.

Menurut pendapat Notonagoro, Dardji Darmodihardjo, dan Hazairin bahwa sila-sila


dalam Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak dapat terpisahkan
karena tiap sila mengandung empat sila lainya adalah, sbb:

a. Sila I: Ketuhanan Yang Maha Esa, menjiwai dan meliputi sila II, III, IV, dan V.

b. Sila II: Kemanusian yang adil dan beradab, dijiwai dan diliputi sila I, menjiwai dan
meliputi sila III, IV, V.
c. Sila III:Persatuan Indonesia, dijiwai dan diliputi sila Idan II menjiwai dan meliputi
sila IV dan V.
d. Sila IV:Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
permusyawaratan/perwakilan, dijiwai dan diliputi sila I, II, III, dan menjiwai meliputi
sila V.
e. Sila V: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dijiwai dan diliputi sila I, II, III,
IV.

Hubungan antar sila-sila tersusun secara sistematis-hirarkis dengan rangkaian susunan


bertingkat dan urutannya tidak dibolak-balik dan merupakan kesatuan yang bulat (lihat
gambar dibawah ini).

Sila 1
Sila 5 Sila 2

Sila 3
Sila 4

Gambar hubungan sila-sila Pancasila (Rakhmat, 2007).

Selanjutnya untuk lebih mendalami hubungan sila-sila Pancasila dibawah ini


dicantumkan pendapat Notonagoro, yang dielaborasikan oleh Sri Suhartati Astoto (2001).

Bentuk Susunan Pancasila

Pancasila yang terdiri dari lima sila itu merupakan satu kesatuan bulat dan utuh, hal ini
berarti bahwa sila-sila pancasila itu bukanlah hanya kumpulan sila-sila yang berdiri sendiri-
sendiri yang dapat dicerai beraikan atau dipisah-pisahkan tetapi merupakan suatu kesatuan
keutuhan yang sistematis. Antar sila yang satu dengan yang lain saling berhubungan, bahkan
sebagai suatu kesatuan yang majemuk tunggal (Notonagoro,1980) makna Pancasila sebagai
kesatuan yang majemuk tunggal dapat dipahami dari tiga sifat yaitu sbb:

4. Bersifat Kesatuan Organis

Pancasila yang terdiri dari lima sila, antar sila yang satu dengan lainya saling
berhubungan (tidak saling bertentangan) tetapi merupakan satu kesatuan dan keutuhan, jika
ada satu sila saja terlepas dari susunan sila-sila lainya maka akan kehilangan fungsi,
kedudukan dan perananya dalam kehidupan bangsa dan Negara Indonesia, bahkan tidak
dapat disebut sebagai Pancasila. Sehubungan dengan hal ini maka kesatuan antar kelima sila
Pancasila tersebut bersifat organis.

5. Bersifat Hirarkis Dalam Bentuk Piramidal

Kesatuan lima sila- sila dalam Pancasila adalah kesatuan yang urut-urutan kelima sila
merupakan suatu rangkaian bertingkat dalam hal luas dan isinya, sehingga setiap sila yang
berada pada urutan dibelakang sila lainnya keluasnya lebih sempit tetapi isinya lebih banyak.
Hubungan antar sila dalam Pancasila itu saling mengikat menjadi satu keutuhan dan kesatuan
yang bulat dalam susunan kesatuan yang hirarkhis dalam bentuk piramidal, sila yang kesatu
(Ketuhanan Yang Maha Esa) kandungan isinya dibandingkan sila I, II, III, IV, V adalah
paling luas karena sila kesatu sebagai basis (dasar) dari keempat sila lainya, dapat dipahami
dari hubungan susunan sila-sila Pancasila dan diagram di bawah ini (Sri Suhartati Astoto,
2001).

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah mendasari, meliputi dan menjiwai sila-
sila. Kemanusaian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Sila kemanusian yang adil dan beradab, adalah didasari, diliputi dan dijiwai oleh
sila ketuhanan Yang Maha Esa, mendasari, meliputi dan menjiwai sila-sila
persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia, adalah didasari, dijiwai, diliputi sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusaian yang adil dan beradab dan mendasari, meliputi dan
menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
d. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila-sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusaian yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia serta mendasari meliputi dan menjiwai keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah didasari, diliputi dan
dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusaian yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia ,kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

Diagram Pancasila

(1) 2, 3, 4, 5
1 (2) 3,4,5

2, 1 (3) 4,5

3, 2, 1 (4) 5

4, 3, 2,1 (5)

Penjelasan:

Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila-sila 2, 3, 4, dan 5.

Sila 2, diliputi, didasari dan dijiwai sial 1, serta mendasari dan menjiwai sila-sila 3,4, dan 5.

Sila 3, diliputi, dijiwai sila 1 dan 2 serta meliputi, mendasari dan menjiwai sila-sila 4 dan 5.

Sila 4, diliputi, didasari dan dijiwai sila 1, 2, 3 serta meliputi, mendasari dan menjiwai sila ke
5.

Sila 5, diliputi, didasari dan dijiwai sila-sila 1, 2, 3, 4.

Jadi dapat dipahami bahwa hasil sidang PPKI tanggal 18-08-1945 menetapkan: (1) Dasar
Negara Pancasila yang rumusanya terdapat dalam Pembukaaan UUD 1945, (2) Memilih dan
menetapkan Presiden dan Wakil Presiden yang berarti sebagai dasar lahirnya pemerintahan
NKRI, (3) Membentuk suatu Komite Nasional yang membantu Presiden selama MPR dan
DPR belum terbentuk.

Sebenarnya terdapat berbagai usulan rumusan Dasar Negara sejak 29 Mei 1945 – 22 Juni
1945 tetapi semua itu adalah rangkaian proses historis yang puncaknya adalah pada
penetapan sidang PPKI tanggal 18-08-1945. Sesuai intruksi presiden No.12 tahun 1968
menegaskan bahwa rumusan pancasila sebagai dasar Negara yang sah seperti yang tercantum
dalam alenia ke-4 pembukaan UUD 1945. Hal ini dipertegas juga tentang kedudukan
Pancasila sebagai dasar Negara dalam Tap X VIII MPR 1998.

1. Hubungan Proklamasi, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila


Dalam hal ini Kansil mengemukakan tentang beberapa hal hubungan antara proklamasi
kemerdekaan dengan pembukaan UUD 1945 sbb.

a. Proklamasi kemerdekaan (17-08-19945) dengan pembukaan UUD 1945 merupakan


rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Proklamasi itu merupakan suatu Proclamation
of Independence yaitu berisi pernyataan atau pemberitahuan kepada dunia bahwa
rakyat Indonesia sudah menjadi bangsa merdeka, berdaulat setara dengan bangsa lain.
Proklamasi adalah sumber hukum pembentukan NKRI, karena tanpa proklamasi
kemerdekaan 17-08-1945 tidak ada Negara Republik Indonesia.
b. Pembukaan UUD 1945 merupakan Declaration of Independence dari Negara RI,
adalah perwujudan pernyataan kemerdekaan yang dikukuhkan secara yuridis
kontsitusional melalui alenia ke-3 yang berbunyi “atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaanya” disamping itu dalam alenia ke-4 pembukaan UUD 1945 memuat
Dasar Negara, Pandangan hidup/falsafah hidup dan tujuan nasional. Sedangkan dalam
alenia ke-2 pembukaan UUD 1945 memuat cita-cita nasional atau Negara Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
c. Pembukaan UUD 1945 tidak dibenarkan diubah oleh siapapun, kapanpun oleh badan
apapun. Mengubah pembukaan UUD 1945 tidak dibenarkan karena mengubah
Pancasila sebagai Dasar Negara, menghapuskan arti Way of life, staats fundamental
norm atau fondasi/dasar Negara dan kepribadian bangsa Indonesia yang berdampak
pada pembubaran NKRI. Hal ini dapat dipahami karena Pancasila itu terkandung
dalam pembukaan UUD 1945.
d. Demikian juga mengubah Proklamasi kemerdekaan RI tidak dibenarkan karena
berarti mengubah sumber hukum lahirnya atau berdirinya RI atau bermakna
membubarkan Negara Republik Indonesia. Sehubungan diatas maka MPRS melalui
Tap No:XX/MPRS/1966 yang dipertegas dengan Tap MPR No:V/1973 menetapkan
bahwa: pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci yang
mengandung cita-cita luhur dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang
memuat Pancasila sebagai Dasar Negara serta merupakan satu rangkaian dengan
proklamasi kemerdekaan dan oleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun
termasuk MPR hasil pemilihan umum, walaupun berdasarkan pasal 3 UUD 1945
MPRberwenang menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar. Berdasarkan
pasal 37 MPR berwenangmengubah Undang-Undang Dasar, namun tidak boleh
mengubah isi pembukaan karena mengubah pembukaan berarti pembubaran Negara
RI.
Setelah ‘lengsernya’ ORBA tanggal 20 Mei 1998 sebagai dampak adanya gerakan
reformasi, maka MPR RI pada sidangnya bulan Oktober 1999 menetapkan untuk
mengamandemen UUD 1945 agar lebih berfungsi dalam hal mengatur pelaksanaan
kekuasaan lembaga-lembaga Negara dan sebagai pelindung hak asasi warga Negara
atau hak asasi manusia.

Namun sebelum melakukan amandemen, MPR bersepakat bahwa pembukaan UUD


1945 tetap dipertahankan untuk tidak diubah atau diamandemen sehingga
amandemen hanya terhadap isi pasal-pasal dalam batang tubuhnya saja.

B. Dinamika Pelaksanaan Pancasila

Pelaksanaan atau implementasi Pancasila sebagai dasar Negara sejak secara definitif
ditetapkan oleh sidang PPKI tanggal 18-08-1945 sampai saat ini ternyata menghadapi
berbagai kendala atau tantangan baik dari ideologi-ideologi atau paham-paham lainya
disamping terjadi berbagai macam penyimpangan dalam perwujudannya yang mengalami
pasang-surut. Terhadap pelaksanaan Pancasila dapat dipahami dari waktu ke waktu dalam
sejarah ketatanegaraan R1 yang akan disarikan dari buku, mengkaji ulang Dasar Negara
Pancasila oleh (Bambang Sulasmono dkk,2002) dan untuk memiliki pemahaman secara lebih
mendalam silahkan baca materi tersebut pada halaman 28-48.

1. Periode berlakunya UUD 1945 I (18-08-1945-27-12-1949)

Pada awal kemerdekaan pelaksanaan Pancasila menghadapi tantangan dari ideologi


pesaingnya, yaitu adanya gerakan yang mengiginkan atau bercita-cita mendirikan negara
Islam Indonesia. Hal ini dapat dipahamidari peristiwa kelompok kekuatan bersenjata seperti:

a. Gerakan DI/TII di Jawa Barat (1949-1962) dengan pimpinanya Kartasuwiryo yang


pada tanggal 7-08-1949 memproklamasikan berdirinya NII didaerah Tasikmalaya
Jawa Barat dan bahkan tanggal 14-08-1945 telah lebih dulu memproklamasikan
berdirinya Negara Islam Indonesia (Cat.Bahtiar Effendi,1998).
b. Gerakan DI/TII di Kalimantan (1950-1959) dengan pimpinanya Ibnu Hadjar.
c. Gerakan DI/TII Bataliyon 426 (1951-1954) di Jawa Tengah.
d. Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan (1951-1965) yang dipimpin oleh Kahar Muzakar.
e. Gerakan DI/TII di Aceh (1953-1962) dengan pimpinanya Daud Beureuh.
2. Periode berlakunya Konstitusi RIS (27-12-1949-17-08-1950)

Ternyata Belanda mempermasalahkan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang


diproklamasikan pada 17-08-1945 itu dianggap bertentangan dengan prinsip hukum
internasional (de Yure). Menurut Belanda seharusnya bangsa Indonesia tidak secara langsung
merebut kemerdekaan itu dari pihak Jepang, tetapi harus dilakukan atas persetujuan pihak
Belanda setelah Jepang menyerahkan lebih dahulu ke pihak Belanda. Maka terjadilah
kompromi antara Indonesia dengan Belanda agar kemerdekaan bangsa Indonesia itu sesuai
dengan hukum internasional. Terpaksa NKRI harus berubah menjadi Negara Republik
Indonesia Serikat (NRIS) sejak tanggal 27-12-1949. NRIS terdiri dari beberapa Negara
bagian dan NKRI termasuk kedalam salah satu Negara bagiannya.

Pada waktu NRIS berlakulah konstitusi RIS sehingga bentuk Negara kesatuan berubah
menjadi Negara Serikat. Dalam alenia ketiga mukadimah konstitusi RIS, dinyatakan sbb:

“Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara
yang berbentuk Republik Federasi, berdasarkan pengetahuan Ketuhanan Yang Maha
Esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial”

Berdasarkan kutipan diatas ternyata NRIS juga mendasarkan kepada lima dasar
Negara yang mirip dengan Pancasila (dalam pembukaan alinea ke-4 UUD 1945) walaupun
rumusannya sedikit berbeda:

Perlu kita ketahui bahwa pada waktu digunakan konstitusi RIS, Negara Republik Indonesia
sebagi Negara bagian tetap mendasarkan pada Pancasila dalam UUD 1945, seperti yang
tercantum dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 sbb:

“… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-


undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
republic Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusaiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
Jadi pada saat itu Dasar Negara baik yang rumusanya terdapat pada mukadimah konstitusi
RIS ataupun yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 kedua-duanya tetap berlaku
walaupun rumusanya berbeda dan tidak dipermasalahkan.

3. Periode UUDS 1950 (17-08-1950-5-07-1959)

Usia Negara RIS hanya sekitar 8 bulan dan atas proses politik yang terjadi bangsa
Indonesia sepakat kembali seperti semula yaitu dalam bentuk Negara kesatuan karena bentuk
Negara federasi/serikat ternyata tidak cocok.Walaupun demikian sistim ketatanegaraan yang
digunakan tidak menggunakan UUD 1945 ataupun konstitusi RIS 1949, tetapi menggunakan
UUDS 1950. Dalam mukadimah alenia ke-4 UUDS 1950, termuat juga Dasar Negara tetapi
dengan susunan sbb:

“maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara
yang berbentuk republik kesatuan, berdasarkan pengakuan ketuhanan Yang Maha
Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial…”.
Pada tahun 1955 bangsa Indonesia melaksanakan pemilu yang pertama kali dengan
menghasilkan suatu lembaga pembentuk UUD yang disebut Konstituante. Badan ini ditugasi
untuk menyusun UUD yang baru, karena UUD 1950 bersifat sementara. Partai pemenang
pemilu 1955 yaitu: PNI, Masyumi, NU dan PKI. Anggota Konstituante berjumlah 514 orang
yang terdiri dari 3 kelompok yaitu: (1)Kelompok Pancasila (274 Orang),(2)Kelompok Islam
(230 orang), dan Kelompok Sosial Ekonomi (10 orang). Perlu diketahui bahwa dalam rangka
menyusun UUD yang baru ketiga kelompok ini memperjuangkan Dasar Negara menurut
pandangannya masing-masing. Kelompok Pancasila (Kebangsaan/Nasionalisme)
menghendaki dalam UUD yang baru tersebut yang menjadi dasar negaranya adalah
Pancasila. Kelompok Islam menghendaki Islam yang menjadi dasar negaranya. sedangkan
kelompok sosial ekonomi menghendaki demokrasi dan ekonomi sosialis yang menjadi Dasar
Negaranya. Sebenarnya Presiden Soekarno menawarkan kepada Sidang Konstituante untuk
kembali menggunakan UUD 1945, namun tidak terjadi kesepakatan sehingga dilakukan
pemungutan suara yang dilaksanakan selama tiga kali sbb:
a. Tanggal 30-05-1959, dilakukan pemungutan suara terhadap 474 anggota yang hadir,
hasilnya 269 orang setuju kembali ke UUD 1945 dengan dasar Negara Pancasila
(rumusanya seperti dalam alenia ke-4 Pembukaan UUD 1945) sedangkan yang 199
orang tidak setuju.
b. Tanggal 1 Juni 1959, yang hadir 468 orang dengan hasil voting 264 orang setuju
kembali ke UUD 1945 sedangkan 204 orang tidak setuju.
c. Tanggal 2 Juni 1959, anggota yang hadir 468 orang, adapun hasil voting 262 orang
setuju kembali ke UUD 1945, sedangkan yang 203 orang tidak setuju.

Apabila diperhatikan ternyata yang setuju mendukung kembali ke UUD 1945


(Pancasila sebagai Dasar Negara) suaranya lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
setuju,hanya saja tidak memenuhi kuorum suara (2/3 dari anggota yang hadir). Konstituante
saat itu tidak berhasil mengambil keputusan, karena terjadi persaingan ideologis. Berhubung
kondisi Negara diambang kehancuran maka tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi:

a. Pembubaran Konstituante.
b. Pencabutan UUDS 1950.
c. Pemberlakuan kembali UUD 1945, dan Pancasila yang rumusannya tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 berarti otomatis berlaku kembali.
4. Periode UUD 1945 II (5-07-1959-11-03-1966)

Periodeini disebut masa demokrasi terpimpin, sebenarnya secara formal Pancasila


sebagai Dasar Negara pada periode ini tetap diakui keberadaanya dalam pembukaan UUD
1945 namun dalam implementasinya terdapat penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD
1945. Sebagai contoh Presiden Soekarno membentuk lembaga negara Front nasional yang
tidak diatur dalam UUD 1945, maka ini sebagai lembaga yang bersifat ekstra konstitusional
dan justru dimanfaatkan oleh komunis sebagai sarana persiapan mewujudkan Negara
komunis di Indonesa. Bahkan oleh salah satu tokoh PKI yaitu Aidit mencoba
mensalahartikan untuk mengaburkan salah satu peran Pancasila sebagai alat pemersatu
bangsa Indonesia dengan mengatakan bahwa Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa
Indonesia dapat diganti dengan ideologi lain yaitu dengan ideologi komunisme, paham
seperti ini mendapat penolakan (B.P.7,…). Contoh penyimpangan yang lain terjadi dalam
bidang pendidikan karena saat itu Presiden Soekarno mengeluarkan penetapan Presiden
No.19 tahun 1965 tentang pokok-pokok sistem pendidikan nasional, yang menegaskan
bahwa tujuan pendidikan nasional melahirkan warga Negara-warga Negara sosialis Indonesia
yang susila, yang bertanggung jawab atas terselengaranya masyarakat sosialis Indonesia,
adil, makmur baik spiritual maupun materiil dan yang berjiwa Pancasila

Ketentuan ini yang mengatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan melahirkan
warga Negara sosialis adalah jelas bertentangan dengan Pancasila sebagai Dasar Negara
ataupun sebagai ideologi Negara Indonesia, sehubungan itu maka pada saat itu MPRS dalam
SU ke IV mengeluarkan Tap.No:XIX/MPRS/1966 tentang peninjauan kembali produk-
produk legislatif-eksekutif diluar produk MPRS yang tidak sesuai lagi dengan UUD 1945.
Dalam pasal 1 Tap.No:XIX/MPRS/1966 yang ditegaskan bahwa “semua penetapan presiden
dan peraturan-peraturan presiden yang dikeluarkan sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditinjau
kembali.

Peninjauan kembali terhadap penetapan Presiden No.19 Tahun 1965 ini dilakukan
oleh pemerintah bersama-sama DPR-GR. Setelah itu lahirlah UU No. 5 tahun 1969 dalam
bidang pendidikan (sebagai jawaban atas Tap MPRS No.XIX/MPRS/1966). Yang
menegaskan bahwa:

a. Pancasila merupakan landasan bagi semua pelaksanaan pendidikan nasional


b. Pancasila harus menjiwai segi pendidikan
c. Isi moral pendidikan nasional, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta adalah Pancasila.
d. UU No.5 Tahun 1969 ini sebenarnya juga sebagai upaya untuk melaksanakan Tap
MPRS No.XXVII/MPRS/1966 yang menetapkan:
e. Dasar pendidikan adalah falsafah Negara pancasila (Bab II psl 2)
f. Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan
ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945
(Bab II pasal 3).

Berpijak dari kutipan ketentuan-ketentuan diatas diharapkan bahwa seluruh usaha


pendidikan di Negara RI ini nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus memancar
didalamnya, sebagai upaya lahirnya manusia Pancasila. Upaya puncak PKI untuk mengganti
dasar Negara dan ideologi Negara Pancasila dengan komunisme dengan terjadinya peristiwa
berdarah pada tanggal 30 September 1965 yang dikenal dengan peristiwa G.30S/PKI
(Gestapu) 1965 atau sering disebut dengan peristiwa Lubang Buaya. Harusdisyukuri karena
peristiwa yang akan membawa kehancuran NKRI ini pada tanggal 1 Oktober 1965 berhasil
dipatahkan oleh bangsa Indonesia yang setia pada Pancasila. Tanggal 1 Oktober 1965 sering
diperingati sebagai hari “Kesaktian Pancasila”. Agar peristiwa PKI untuk mengganti dasar
ideologi Negara Indonesia ini tidak terulang lagi maka secara yuridis MPRS/1966
mengeluarkan ketetapan No.XXV/MPRS/1966 yang mengatakan larangan terhadap
berkembangnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme di Indonesia.

5. Periode Orde Baru (11-3-1966-20-5-1998)

Dengan berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno ± dua puluh tahun (18-8-1945-


11-3-1966), maka pemerintahan dilanjutkan oleh presiden Soeharto yang dikenal dengan
rezim ORBA (Orde Baru). Pemerintahan orde baru ini sering melancarkan kritik secara tajam
terhadap pemerintahan presiden Soekarno yang sering disebut sebagai ORLA (Orde Lama)
telah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Sehubungan itu maka pemerintahan
Soeharto bertekad ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.

Dibawah ini akan dikemukakan beberapa upaya untuk mewujudkan tekad ORBA
tersebut. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno terdapat upacara kenegaraan yang
berhubungan dengan Pancasila yaitu upacara peringatan hari lahirnya Pancasila yang secara
rutin dilakukan setiap tanggal 1 Juni setiap tahunnya. Namun oleh Presiden Soeharto
peringatan hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni secara formal kenegaraan tidak dilakukan lagi,
tetapi upacara kenegaraan yang berkaitan dengan Pancasila dipilih 1 Oktober yang dikenal
sebagai hari Kesaktian Pancasila untuk mengenang keberhasilan bangsa Indonesia (dalam hal
ini dibawah Komando Jenderal Soeharto) menumpas pemberontakan G.30.S/PKI th 1965
yang berarti mematahkan perjuangan PKI untuk mengganti Dasar Negara atau Idiologi
Negara Pancasila dengan idiologi komunisme dan kembali menegakkan Pancasila.
Upaya untuk memperkuat kedudukan Pancasila secara yuridis formal saat itu melalui
ketepatan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI Dan Tata Urutan
Peraturan Perundangan RI, yang saat ini telah diperbaharui dengan Tap MPR No:
III/MPR/tahun 2000 dan dalam pasal 1 (3) ditetapkan bahwa sumber Hukum Dasar Nasional
adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945.

Upaya berikut ini untuk melaksanakan Pancasila pada masa ORBA yaitu dengan
dikeluarkannya ketetapan MPR No: II/MPR/1978 tentang P4 (Pedoman, Penghayatan, Dan
Pengalaman Pancasila). Untuk menindak lanjuti ketetapan MPR tersebut, pemerintah
melaksanakan penataran P4 mulai dari para pejabat tinggi sampai mahasiswa dan masyarakat
di pedesaan.Langkah selanjutnya upaya pelaksanaan Pancasila dalam bidang politik yaitu
dengan dikeluarkannya ketetapan MPR No: IV tahun 1983 dan UU No.3 tahun 1985 yang
menjadikan Pancasila sebagai satu-satu asas kehidupan berbangsa dan bernegara(Asas
Tunggal).

Persoalannya apakah implementasinya atau pelaksanaan Pancasila pada masa ORBA


itu benar-benar terwujud sesuai tekadnya atau gagal? Rupa-rupanya
pelaksanaan/implementasi Pancasila pada masa ORBA tidak seperti janji atau tekad semula,
karena hanya berhenti pada yuridis formal dan tidak mendarat pada realitas diberbagai
bidang kehidupan. Hal ini memicu munculnya kritik-kritik tajam dari berbagai kelompok
masyarakat, bahwa Pancasila hanya dijadikan alat untuk melangsungkan kekuasaan.
Terhadap pihak-pihak yang mengkritik, Presiden Soeharto balik menyerang bahwa mereka
anti pembangunan, anti Pancasila atau bahkan bagi kelompok tertentu sering di cap sebagai
eks PKI. Hal itu menjadikan sebagian masyarakat Indonesia hidup dalam suasana ketakutan,
tidak ada kebebasan untuk berekspresi sehingga mereka tidak dapat hidup secara wajar sesuai
prinsip hak asasi manusia.

KKN, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM, tindakan represif terjadi


dimana-mana, yang berakibat terjadi krisis multidimensional. Masyarakat Indonesia
(terutama para pemuda dan mahasiswa) telah kehilangan kesabarannya sehingga
demonstrasi sebagai “gerakan reformasi” terjadi diseantero negeri terutama di Jakarta.
Gedung DPR/MPR dikepung berhari-hari, menuntut presiden Soeharto diturunkan,
dari jabatannya.Ketua MPR/DPR (H. Harmoko) akhirnya mengabulkan tuntutan tersebut dan
presiden pada tanggal 20-5-1998 menyatakan turun dari jabatannya, sehingga wakil presiden
B.J. Habibie ditunjuk sebagai penggantinya.

6. Periode Pemerintahan Transisi (21-5-1998-20-10-2004)

Krisis yang melanda bangsa Indonesia hingga saat ini yang meliputi berbagai dimensi
kehidupan adalah dampak dari ORBA yang gagal melaksanakan tekadnya melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, karena justru penyimpangan yang
masih terjadi dalam berbagai kehidupan yang dapat membawa NKRI di ambang bahaya
kehancuran.

Atas tuntutan gerakan reformasi Presiden B.J. Habibie berupaya kembali


melaksanakan pembangunan nasional sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Hal ini sebagai perwujudan ketetapan No: XVII MPR tahun 1998 yang antara lain
berisi: (1) mencabut ketetapan MPR No:II tahun 1978 tentang P4 dan (2) mencabut ketetapan
MPR No:IV tahun 1983 tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas kehidupan berbangsa
dan bernegara.

Sebagai tindak lanjut Tap.MPR No:XVIII/1998 diatas maka dikeluarkan UU.No:I


tahun 1999 tentang partai politik yang memperbolehkan memiliki asas lain sesuai ciri khas
partai politik sepanjang tidak bertentangan dengan dasar Negara Pancasila. Presiden
B.J.Habibie membuka kran demokrasi sehingga sejak pemilu 1999 bermunculan berbagai
partai politik atau menganut prinsip multipartai bukan partai mayoritas tunggal, ini sebagai
manifestasi bangsa Indonesia memasuki era demokrasi yang penuh (full democracy).

Pemerintahan presiden B.J. Habibie hanya melanjutkan sisa masa jabatan Presiden
Soeharto. MPR hasil pemilu Juni 1999 memilih dan mengangkat Gus Dur menjadi presiden
dan beliaulah yang membuka wacana demokrasi di Indonesia, sehingga rakyat Indonesia
memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat, kritik kepada para penguasa di
pemerintahan. Saat itu sebagai usaha untuk melaksanakan Pancasila secara konsisten
berpijak pada ketetapan MPR No: IV tahun 1999, yang menegaskan bahwa: “Pengamalan
Pancasila secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara…”.
Era pemerintahan presiden Gus Dur ternyata tidak bertahan lama (19-10-1999-23-7-
2001) hanya sekitar dua tahun, namun telah berhasil menanamkan tonggak demokrasi yang
semestinya di NKRI. Rupa-rupanya dengan kinerja presiden Gus Dur, MPR saat itu tidak
merasa nyaman. MPR mengadakan sidang istimewa untuk memberhentikan Gus Dur dari
jabatan presiden dan memilih serta mengangkat Megawati sebagai presiden RI (23-7-2001-
20-10-2004). Presiden Megawati melanjutkan cita-cita pemerintahan demokratis yang sudah
dipelopori oleh presiden B.J Habibie dan Presiden Gus Dur, sehingga pada tahun 2004
digelar PilPres (pilihan presiden) secara langsung oleh rakyat Indonesia untuk yang pertama
kali. Ternyata PilPres 2004 itu dimenangkan oleh SBY (Susilo Bambang Yudoyono).

Pelaksanaan Pancasila pada periode pemerintahan SBY (20-10-2004-2009/2014)


Pemerintahan ini adalah hasil pemilihan presiden yang demokratis karena langsung dipilih
oleh rakyat Indonesia, sehingga adalah wajar apabila pemerintahan ini berupaya untuk
mewujudkan nilai-nilai demokrasi di NKRI. Tetapi rupa-rupanya hambatan yang sangat berat
dan serius adalah menghadapi kasus korupsi yang mendera baik lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, baik dari tingkat atas sampai tingkat lapisan bawah, hal ini merupakan masalah
serius ditambah juga masalah terorisme yang sangat membahayakan terhadap Negara
Indonesia.

Penutup

Ditinjau dari sisi historisnya menunjukkan bahwa Pancasila berada dalam dua tahap yaitu
pertama tahap dimana Pancasila dirumuskan, dan kedua tahap keberadaan Pancasila di dalam
sejarah ketatanegaraan RI. Pada tahap pertama Pancasila mengalami proses pergumulan,
perdebatan, perumusan yang akhirnya sampai pada kesepakatan sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945, sedangkan dalam tahap dinamika ketatanegaraan pancasila
menghadapi situasi politik internal yang tidak stabil. Namun satu hal yang pasti ialah bahwa
sampai saat ini (era reformasi) Pancasila masih eksis sebagai dasar Negara Kesatuan republik
Indonesia.

Daftar Pustaka

Suyitno, Amin dan Gultom RM, tanpa tahun.Memahami Pancasila dan P4.Salatiga:UKSW.
Kusuwanjoyo, Arqom dkk.2010.Urgensi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi dan
model-model Pembelajaran Pancasila Tim Pengkajian MK Pendidikan Pancasila di
PT.Jakarta:Dijen Dikti Depdiknas.

Sulasmono, Bambang.S 2001/2002.Mengkaji Ulang Dsar Negara Pancasila. Edisi


Kedua.Salatiga:P3SP.PPKn/FKIP UKSW.

Masriani Yulies Tiena.2004.Pengantar Hukum Indonesia.Edisi Ketiga.Jakarta:Sinar Grafika.

Kansil, CST.1984.Pancasila dan UUD 1945.Jakarta:Pradnya Paramita.

Rahmat.2007.Materi dan Pembelajaran Pancasila dan UUD 1945. Edisi


Ketiga.Jakarta:Universitas Terbuka.

Marbun.2005.Kamus Politik.Edisi Baru.Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai