Disusun Oleh
Nama: Tetih Yanuliah
NIM: J1B121046
Kelas: Gizi B
A. Pembentukan BPUPKI
Sejarah dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara adalah diawali dengan pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. BPUPKI adalah
organisasi yang dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia sekaligus sejumlah
syarat yang harus dipenuhinya sebagai negara merdeka
Waktu itu wilayah Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang, tepatnya
Tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Koiso mengumumkan ke seluruh dunia
tentang pemberian kemerdekaan kepada rakyat Indonesia dalam waktu dekat. Bersamaan
dengan itu, keberadaan tentara Jepang terus mendesak oleh tentara Sekutu. Tentara Sekutu
sudah menyerang beberapa wilayah pendudukan Jepang seperti Papua Nugini, kepulauan
Marshal, Salamon, Ambon, Menado, Makasar, juga Surabaya.
Karena itu, pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima tertinggi bala tentara Dai Nippon di
Indonesia, yaitu Saiko Syikikan Kumakici Herada mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi
Cosakai.Dokuritsu Junbi Cosakai lebih dikenal dengan sebutan BPUPKI yang kepanjangannya
adalah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Dalam sambutannya, belia memberi nasihat agar BPUPKI mengadakan penyelidikan secara
cermat terhadap dasar-dasar yang akan digunakan sebagai landasan negara Indonesia
Merdeka. Tanggal 29 Mei 1945 dimulai sidang perumusan dasar-dasar Indonesia merdeka oleh
anggota-anggota BPUPKI. Mereka mengemukakan berbagai usulan mengenai dasar negara
Indonesia.
Moh. Yamin menyampaikan usulan dasar negara secara tertulis pada ketua sidang dan
secara lisan.
Usulan lisan:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
5. Kesejahteraan Rakyat
Usulan tertulis:
Menurut Soepomo, negara Indonesia merdeka adalah negara yang dapat mempersatukan
semua golongan dan paham perseorangan, serta mempersatukan diri dengan berbagai lapisan
rakyat. Selanjutnya, di bawah ini usulan dasar negara menurut Soepomo.
1. Persatuan (Unitarisme)
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Soepomo turut menegaskan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang
menyatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat serta tidak menyatukan
dirinya dengan golongan paling kuat (golongan politik atau
Soekarno menyampaikan pidato mengenai dasar negara Indonesia merdeka pada 1 Juni
1945. Ia memberikan usulan yang berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung,
yaitu fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya demi mendirikan negara
yang kekal abadi. Soekarno menyatakan usulan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma.
Lalu, dengan anjuran para ahli bahasa, rumusan dasar negara yang diusulkan Soekarno ini
dinamakan Pancasila.
1. Kebangsaan Indonesia
Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada sidang pengesahan UUD 1945. Pada sidang ini, PPKI
mengesahkan UUD 1945 di mana terdapat rumusan Pancasila sebagai dasar negara pada alinea
keempat Pembukaan UUD 1945.
PIAGAM JAKARTA
Piagam Jakarta atau Jakarta Charter merupakan sebuah dokumen teks bersejarah yang
memuat rumusan Pancasila selaku dasar negera Republik Indonesia serta teks pembukaan UUD
1945. Piagam Jakarta dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 di rumah Soekarno dan disetujui
oleh BPUPKI. Penyusunan Piagam Jakarta dilakukan oleh anggota panitia sembilan.
Perumusan Piagam Jakarta menjadi salah satu momen bersejarah karena naskah Piagam
Jakarta yang memuat dasar landasan negara Indonesia. Sempat terjadi perdebatan antara
kelompok Islam dan kelompok nasionalis mengenai naskah Piagam Jakarta, namun akhirnya
bisa diselesaikan.
Persoalan Piagam Jakarta, sebenarnya adalah sebuah peristiwa politik yang secara formal
telah selesai 18 Agustus 1945 saat sejumlah pemimpin politik berlatar belakang Islam sepakat
untuk menghilangkan tujuh kata dari konsep pembukaan UUD 1945. Namun akibat
ketidakmatangan kenegarawanan lapisan para pemimpin politik baru di masa-masa berikutnya,
permasalahan ternyata tidaklah berakhir pada tanggal itu.
Di antara sekian penyampaian, yang mendapat sambutan paling antusias memang adalah
pidato Ir Soekarno. Tercatat ada 12 kali tepuk tangan menggema saat ia menyampaikan
pidatonya itu dengan gaya seorang orator ulung. Namun, menurut sejarawan Anhar Gonggong,
setelah pidato Ir Soekarno itu, “anggota BPUPKI tampak ‘terbelah’, dalam arti ada anggota yang
sepenuhnya menerima rumusan ‘calon dasar negara’ yang diajukan anggota Ir Soekarno itu,
tetapi di lain pihak terdapat sejumlah anggota yang tidak sepenuhnya menerima, dan
menghendaki perubahan rumusan walau tetap berdasar pada apa yang telah dikemukakan
anggota Ir Soekarno itu”.
1. Peri Kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
4. Musyawarah
5. Keadilan sosial
1. Kebangsaan Indonesia
4. Kesejahteraan rakyat
Karena adanya perbedaan, maka dibentuklah sebuah panitia kecil yang bertugas untuk
menyusun rumusan Pancasila selaku dasar negara yang tercantum dalam UUD 1945, Panitia ini
disebut sebagai Panitia Sembilan yang beranggotakan 9 tokoh nasional saat itu.
B. Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta
Untuk menyempurnakan usulan yang bersifat perorangan, dibentuklah Panitia Sembilan
yang ditugaskan di luar sidang resmi untuk merumuskan sesuatu rancangan pembukaan hukum
dasar. Anggota Panitia Sembilan adalah Ir.Sukarno, ketua merangkap anggota; K.H. Wachid
Hasyim, anggota; Mr.Achmad sibardjo,anggota;H. Agus Salim, anggota;Abdul Kahar Mudzaki,
anggota; abikusno djokrosoejoso, anggota; Mr.Muhammad Yamin,anggota.
Tugas Panitia Sembilan adalah menyusun sebuah naskah rancangan pembukaan hukum
dasar yang kemudian oleh Mr.Muhammad Yamin diberi nama “Piagam Jakarta”. Piagam Jakarta
memuat rumusan dasar negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang.
Rumusan negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara
sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara yang termuat
dalam piagam jakarta adalah sebagai berikut.
3. Persatuan Indonesia.
Hasil kerja Panitia Sembilan tersebut diterima oleh BPUPKI menjadi Rancangan
Mukadimah Hukum Dasar Negara Indonesia Merdeka pada tanggal 14 Juli 1945. Setelah
Indonesia merdeka, rumusan dasar negara Pancasila tersebut kemudian disahkan oleh PPKI
sebagai dasar filsafat negara Indonesia dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945. Namun,
dilakukan perubahan,yaitu penghapusan bagian kalimat. “dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Penghapusan bagian kalimat dalam sila pertama
tersebut dilakukan dengan alasan adanya keberatan dari pemeluk agama lain selain Islam dan
demi tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk.
Naskah Piagam Jakarta yang memuat rumusan dasar negara yang telah mengalami
perubahan tersebut oleh PPKI kemudian disahkan menjadi bagian pendahuluan UUD 1945 yang
sekarang dikenal sebagai pembukaan. Sejak disahkanya Piagam Jakarta menjadi bagian
Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, itulah secara yuridis, Pancasila menjadi
ideologi negara republik Indonesia.
Ke-3 Atas berkat Rahmat Allah jang Maha Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa, dan dengan didorngkan oleh Kuasa dan dengan didorngkan oleh
keinginan luhur keinginan luhur
Ke-4 Kemudian daripada itu untuk membentuk Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesia suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
Merdeka jang melindungi segenap bangsa melindungi segenap bangsa Indonesia dan
Indonesia dan seluruh-tumpah darah seluruh tumpah darah indonesia
indonesia
Ke-4 jang terbentuk dalam suatu susunan Yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia, jang Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat, dengan berdasar berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada: keTuhanan , dengan kewadjiban kepada Ketuhanan Yang Maha Esa
mendjalankan sjari’at islam bagi pemeluk-
pemeluknja
Seokarno “Ketua”
Pada proses perumusannya, pengesahan yang harus segera dilakukan tersebut dihadapi
dengan beberapa perdebatan yang terjadi antara golongan nasionalis serta golongan Islam
yang ada di negara Indonesia. Dimana, berdasarkan pendapat golongan nasional mengenai isi
dari Piagam Jakarta tersebut kurang dapat menjadi cerminan dari keragaman yang ada pada
masyarakat Indonesia.
Perubahan pada tepatnya terjadi pada rumusan dasar negara sila yang pertama pada
naskah Piagam Jakarta. Rumusan awal yang berisikan berbagai sila yang tercantum dalam
Pancasila itu sendiri pada awalnya terdapat dalam isi naskah Piagam Jakarta, namun pada
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI tepatnya pada tanggal 18 Agustus
1945, dirumuskan bahwa sila pertama yang ada pada Pancasila akan diubah.
Setelah dibacakan pada proklamasi kemerdekaan negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945, terjadi perubahan pada isi Piagam Jakarta. Hal ini terjadi di sore hari tepat setelah
pembacaan proklamasi kemerdekaan, dimana Wakil Presiden Indonesia saat itu Mohammad
Hatta didatangi oleh perwakilan atau utusan dari angkatan laut Jepang yang bernama Maeda.
Pada pertemuan tersebut, Maeda menyampaikan bahwa beberapa wakil Protestan serta
Katolik yang berasal dari wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang merasa keberatan
terhadap bagian kalimat rumusan dasar negara yang ada di dalam naskah Piagam Jakarta
tersebut.
Dalam menanggapi keberatan dari pihak wakil Protestan serta Katolik tersebut, Mohammad
Hatta mengajak beberapa tokoh seperti Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Kasman
Singodimedjo, serta Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk membuat sebuah rapat terlebih
dahulu sebelum sidang PPKI dimulai. Pada rapat pendahuluan tersebut, dikeluarkanlah sebuah
keputusan untuk menghilangkan bagian kalimat Piagam Jakarta tersebut serta
menggantikannya dengan kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka agar tidak terjadinya perpecahan di antara masyarakat
Indonesia yang terdiri dari beragam keyakinan di dalamnya. Setelah terjadinya perubahan
tersebut, nama Piagam Jakarta diubah menjadi Pembukaan UUD 1945, yang kemudian
diresmikan kembali oleh PPKI tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945.
Dengan adanya beberapa pihak yang merasa keberatan akan rumusan sila pertama
tersebut, oleh sebab itu terjadi perubahan pada sila pertama menjadi “Ketuhanan yang Maha
Esa” berdasarkan hasil musyawarah yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga bangsa
Indonesia serta menjaga hubungan yang ada antara tokoh pendiri bangsa Indonesia agar tidak
terjadinya perpecahan.
Adapun berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan rumusan dasar negara
pada sila pertama di naskah Piagam Jakarta berdasarkan pendapat Mohammad Hatta, sebagai
berikut.
Faktor yang pertama, rakyat negara Indonesia memiliki latar belakang keagamaan serta
kepercayaan yang beragam dan berbeda antara satu sama lain. Oleh sebab itu, rumusan
yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya” tidak dapat menjadi wakil dari keseluruhan masyarakat yang ada di negara
Indonesia.
Faktor yang kedua, sebagai tokoh pendiri bangsa Indonesia, beliau menunjukkan usaha
untuk menampung berbagai aspirasi serta pendapat terutama dari perwakilan Indonesia
Timur dimana tempat keberadaan para pemeluk agama lain yang ada di negara
Indonesia.
Faktor yang ketiga, perubahan yang dilakukan pada rumusan sila pertama Piagam
Jakarta dilakukan dalam rangka mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia serta
mengeratkan persatuan serta kesatuan yang dimiliki sebagai bangsa Indonesia.
Selanjutnya, pada masa penyusunan Undang-Undang Dasar yang terjadi di Sidang Kedua
BPUPKI. Rumusan Piagam Jakarta yang ada tersebut dijadikan sebagai Mukadimah atau
preambule. Kemudian, pada pengesahan Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 pada tanggal
18 AGustus 1945 yang dilakukan oleh PPKI, istilah Mukadimah berubah menjadi Pembukaan
Undang-Undang Dasar atau UUD. Naskah dari Piagam Jakarta sendiri ditulis menggunakan
ejaan Republik yang kemudian ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A. A.
Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir. Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim,
Muhammad Yamin, serta H.A. Salim.
Perkembangan Piagam Jakarta tersebut kemudian dilanjutkan pada Dekrit Presiden yang
terjadi pada tanggal 5 Juli 1959. Di dalam Dekrit Presiden tersebut, Piagam Jakarta dinyatakan
bahwa memiliki jiwa Undang-Undang Dasar 1945 serta menjadi suatu rangkaian kesatuan
bersama Konstitusi. Dewan Perwakilan Rakyat yang ada pada saat itu menerima hal tersebut
dengan melakukan Aklamasi yang terjadi pada tanggal 22 Juli 1959.
Memorandum DPR GR 1966 yang membahas mengenai sumber tata tertib Hukum RI
ditingkatkan dan dijadikan sebagai keputusan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, yang di dalam
keputusan tersebut ditegaskan kembali bahwa Piagam Jakarta yang merupakan hasil dari
perumusan yang dikeluarkan pada tanggal 22 Juni 1945 tersebut menjiwai nilai UU atau
Undang-Undang Landasan 1945 serta menjadi sebuah rangkaian kesatuan dengan konstitusi
tersebut.
Unsur deklaratif lainnya di bahas dalam agenda sidang BPUPKI. Sidang BPUPKI akan
membahas rumusan dasar negara dan rancangan undang-undang dasar. Pembahasan
rancangan undang- undang dasar dilakukan pada sidang kedua BPUPKI. Sidang kedua BPUPKI
dilaksanakan pada 10– 16 Juli 1945. Pada saat sidang berlangsung, Radjiman Wediodiningrat
sebagai ketua mengumumkan adanya penambahan anggota baru yaitu Abdul Fatah Hasan,
Asikin Natanegara, Soerjo Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Selanjutnya,
Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya. Panitia Kecil telah menerima
usulan-usulan tentang Indonesia merdeka. Usulan-usulan tersebut digolongkan menjadi
sembilan kelompok sebagai berikut.
2. Dasar negara.
5. Warga negara.
6. Daerah.
9. Keuangan.
Dalam sidang kedua BPUPKI ini Piagam Jakarta dijadikan bahan pembahasan persiapan
rancangan undang-undang dasar. Ketua dr. Radjiman Wediodiningrat membagi anggota BPUPKI
menjadi beberapa bagian seperti berikut
1. Bagian perancang undang-undang dasar diketuai Ir. Soekarno dengan delapan belas
orang anggota yaitu Mr. A.A. Maramis, R. Oto Iskandardinata, Poeroebojo, Agoes
Salim, Mr. Ahmad Subardjo, Prof. Dr. Soepomo, Mr. Maria Ulfah Santoso, K.H. Wachid
Hasjim, Parada Harahap, Mr. Latuharhary, Mr. Susanto Tirtoprodjo, Mr. Sartono, Mr.
Wongsonagoro, Woerjaningrat, Mr. R.P. Singgih, Tan Eng Hoa, Prof. Dr. P. A. Hoesein
Djajadiningrat, dan Dr. Soekiman.
2. Bagian urusan keuangan dan perekonomian dikeuai Drs. Moh. Hatta dengan anggota
Soerahman, Margono, Sutardjo, Samsi, Roosseno, Surjohamidjojo, Ki Hajar
Dewantara, Kusuma Hadikusumo, Sastromuljono, Abdul Patah Hasan, Haji Mansur,
Oei Tiang Tjoei, Wiranata Kusuma, Suwandi, dan Tokonami.
3. Bagian pembelaan diketuai Abikusno dengan anggota Abdul Kadir, Asikin Natanegara,
Bintoro, Hendro Martono, Muzakkir, Sanusi, Munandar, Samsudin, Sukardjo
Wirjopranoto, Surjo, Abdul Kaffar, Maskur, Halim, Purbonegoro Sumitro Kolopaking,
Sudirman, Aris, Moch. Nur, Pratalykrama, Lim Koen Hian, Buntaran, Roeslan
Wongsokusumo, dan Ny. Sunarjo. Tuan Tanaka sebagai anggota istimewa.
Perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh
panitia perancang undang-undang dasar. Pada 11 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar melanjutkan sidang dan menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1. Membentuk Panitia Perancang '' Deklarasi Hak '', yang beranggotakan Subardjo,
Sukiman, dan Parada Harahap.
4. Membentuk Panitia Kecil Undang-Undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Soepomo.
Selanjutnya, Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar yang telah dibentuk oleh
panitia perancang undang-undang dasar, pada 13 Juli 1945 berhasil menyepakati beberapa hal
antara lain lambang negara, negara kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan
membentuk Panitia Penghalus Bahasa. Pada 13 Juli 1945 juga telah memutuskan hasil
perumusan rancangan hukum dasar. Rancangan tersebut kemudian disempurnakan bahasanya
oleh Panitia Penghalus Bahasa. Persidangan kedua BPUPKI dilanjutkan pada tanggal 14 Juli 1945
untuk menerima laporan Panitia Undang-Undang Dasar. Laporan Panitia Undang-Undang Dasar
disampaikan oleh Ir. Soekarno. Adapun hasil laporan yang disampaikan Ir. Soekarno meliputi
tiga hal sebagai berikut.
Sidang kedua BPUPKI dilanjutkan dengan rapat besar tanggal 15 dan 16 Juli 1945. Pada
tanggal 15 Juli 1945 agenda sidang adalah pembahasan rancangan rancangan undang-undang
dasar negara. Ir. Soekarno menyampaikan penjelasan tentang naskah rancangan undang-
undang dasar dan mendapat tanggapan dari Moh. Hatta. Selanjutnya, Prof. Dr. Soepomo diberi
kesempatan menjelaskan naskah rancangan undang-undang dasar. Pada sidang kedua tanggal
16 Juli 1945 Ketua BPUPKI memastikan bahwa semua anggota setuju dengan laporan hasil kerja
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Selain itu, diterima usul-usul dari panitia keuangan
dan panitia pembelaan tanah air. Dengan demikian, telah tercapai kesepakatan bersama atas
rumusan rancangan undang-undang dasar Republik Indonesia.