Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH RUMUSAN PANCASILA, PIAGAM JAKARTA

DAN UNDANG-UNDANG 1945

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pancasila


Dosen Pengampu
Wa Ode Reni, S.Pd,MH

Disusun Oleh
Nama: Tetih Yanuliah
NIM: J1B121046
Kelas: Gizi B

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI GIZI
UNIVERSITAS HALU OLEO
2021
PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA INDONESIA,
SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA
Dalam perumusan dasar negara, para perumus membutuhkan proses untuk membentuk
dasar negara yang sesuai dengan identitas Indonesia. Hal ini telah dijelaskan dalam konteks
sejarah perumusan Pancasila diantaranya akan dijelaskan pada poin berikut.

A. Pembentukan BPUPKI
Sejarah dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara adalah diawali dengan pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. BPUPKI adalah
organisasi yang dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia sekaligus sejumlah
syarat yang harus dipenuhinya sebagai negara merdeka

Waktu itu wilayah Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang, tepatnya
Tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Koiso mengumumkan ke seluruh dunia
tentang pemberian kemerdekaan kepada rakyat Indonesia dalam waktu dekat. Bersamaan
dengan itu, keberadaan tentara Jepang terus mendesak oleh tentara Sekutu. Tentara Sekutu
sudah menyerang beberapa wilayah pendudukan Jepang seperti Papua Nugini, kepulauan
Marshal, Salamon, Ambon, Menado, Makasar, juga Surabaya.

Karena itu, pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima tertinggi bala tentara Dai Nippon di
Indonesia, yaitu Saiko Syikikan Kumakici Herada mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi
Cosakai.Dokuritsu Junbi Cosakai lebih dikenal dengan sebutan BPUPKI yang kepanjangannya
adalah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

B. Sidang BPUPKI dan Usulan Rumusan Pancasila


Tujuannya adalah untuk menyelidiki kesiapan bangsa Indonesia dalam menyambut
kemerdekaan dan membentuk pemerintahan sendiri. Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28
Mei 1945. Sidang pertama BPUPKI diadakan 28 Mei - 1 Juni 1945. Tanggal 28 Mei sidang dibuka
dengan sambutan dari wakil tentara Jepang.

Dalam sambutannya, belia memberi nasihat agar BPUPKI mengadakan penyelidikan secara
cermat terhadap dasar-dasar yang akan digunakan sebagai landasan negara Indonesia
Merdeka. Tanggal 29 Mei 1945 dimulai sidang perumusan dasar-dasar Indonesia merdeka oleh
anggota-anggota BPUPKI. Mereka mengemukakan berbagai usulan mengenai dasar negara
Indonesia.

C. Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara


Pada sidang pertama BPUPKI, Soepomo, Moh. Yamin, dan Soekarno menyampaikan
beberapa usulan tentang falsafah atau dasar negara Indonesia. Penyampaian ini didasarkan
pada arahan Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat pada pidato pembukaan sidang.
Radjiman mengatakan bahwa untuk mendirikan negara yang merdeka, maka dibutuhkan suatu
dasar negara.

 Usulan Dasar Negara Moh. Yamin (29 Mei 1945)

Moh. Yamin menyampaikan usulan dasar negara secara tertulis pada ketua sidang dan
secara lisan.

Usulan lisan:

1. Peri Kebangsaan.

2. Peri Kemanusiaan

3. Peri Ketuhanan

4. Peri Kerakyatan, dan

5. Kesejahteraan Rakyat

Usulan tertulis:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kebangsaan persatuan Indonesia

3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/


perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 Usulan Dasar Negara Soepomo (31 Mei 1945)

Menurut Soepomo, negara Indonesia merdeka adalah negara yang dapat mempersatukan
semua golongan dan paham perseorangan, serta mempersatukan diri dengan berbagai lapisan
rakyat. Selanjutnya, di bawah ini usulan dasar negara menurut Soepomo.

1. Persatuan (Unitarisme)

2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin

4. Musyawarah

5. Keadilan rakyat

Soepomo turut menegaskan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang
menyatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat serta tidak menyatukan
dirinya dengan golongan paling kuat (golongan politik atau

ekonomi yang paling kuat).

 Usulan Dasar Negara Soekarno (1 Juni 1945)

Soekarno menyampaikan pidato mengenai dasar negara Indonesia merdeka pada 1 Juni
1945. Ia memberikan usulan yang berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung,
yaitu fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya demi mendirikan negara
yang kekal abadi. Soekarno menyatakan usulan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma.
Lalu, dengan anjuran para ahli bahasa, rumusan dasar negara yang diusulkan Soekarno ini
dinamakan Pancasila.

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasional atau Perikemanusiaan

3. Mufakat atau Demokrasi

4. Kesejahteraan Sosial, dan

5. Ketuhanan Yang Maha Esa

D. Proses Perumusan Pancasila Setelah Pidato Soekarno


Setelah Soekarno berpidato mengajukan usul tentang dasar-dasar negara tanggal 1 Juni
1945, sidang BPUPKI pertama berakhir. Hari itu juga ketua BPUPKI menunjuk dan membentuk
Panitia Kecil. Tugas Panitia Kecil itu adalah merumuskan kembali pidato Soekarno yang diberi
nama Pancasila sebagai dasar negara itu.

Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada sidang pengesahan UUD 1945. Pada sidang ini, PPKI
mengesahkan UUD 1945 di mana terdapat rumusan Pancasila sebagai dasar negara pada alinea
keempat Pembukaan UUD 1945.
PIAGAM JAKARTA
Piagam Jakarta atau Jakarta Charter merupakan sebuah dokumen teks bersejarah yang
memuat rumusan Pancasila selaku dasar negera Republik Indonesia serta teks pembukaan UUD
1945. Piagam Jakarta dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 di rumah Soekarno dan disetujui
oleh BPUPKI. Penyusunan Piagam Jakarta dilakukan oleh anggota panitia sembilan.

Perumusan Piagam Jakarta menjadi salah satu momen bersejarah karena naskah Piagam
Jakarta yang memuat dasar landasan negara Indonesia. Sempat terjadi perdebatan antara
kelompok Islam dan kelompok nasionalis mengenai naskah Piagam Jakarta, namun akhirnya
bisa diselesaikan.

Persoalan Piagam Jakarta, sebenarnya adalah sebuah peristiwa politik yang secara formal
telah selesai 18 Agustus 1945 saat sejumlah pemimpin politik berlatar belakang Islam sepakat
untuk menghilangkan tujuh kata dari konsep pembukaan UUD 1945. Namun akibat
ketidakmatangan kenegarawanan lapisan para pemimpin politik baru di masa-masa berikutnya,
permasalahan ternyata tidaklah berakhir pada tanggal itu.

Tatkala Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang


juga dikenal dengan nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai sampai kepada tahap sidang
membicarakan beginsel (dasar) “negara kita”, Ir Soekarno menjadi salah satu penyampai
gagasan, yakni melalui pidato 1 Juni 1945. Dalam menyampaikan konsep dasar negara yang
diusulkannya, Soekarno memulai dengan butir kebangsaan. Berikutnya berturut-turut ia
menyampaikan butir-butir internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi
dan kesejahteraan sosial, lalu yang terakhir Tuhan Yang Maha Esa atau Ketuhanan.

Di antara sekian penyampaian, yang mendapat sambutan paling antusias memang adalah
pidato Ir Soekarno. Tercatat ada 12 kali tepuk tangan menggema saat ia menyampaikan
pidatonya itu dengan gaya seorang orator ulung. Namun, menurut sejarawan Anhar Gonggong,
setelah pidato Ir Soekarno itu, “anggota BPUPKI tampak ‘terbelah’, dalam arti ada anggota yang
sepenuhnya menerima rumusan ‘calon dasar negara’ yang diajukan anggota Ir Soekarno itu,
tetapi di lain pihak terdapat sejumlah anggota yang tidak sepenuhnya menerima, dan
menghendaki perubahan rumusan walau tetap berdasar pada apa yang telah dikemukakan
anggota Ir Soekarno itu”.

A. Sejarah Piagam Jakarta


Sejarah Piagam Jakarta bermula pada dibentuknya BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Saat itu tugas BPUPKI dibentuk adalah untuk
mempersiapkan proses kemerdekaan Republik Indonesia. Para anggota BPUPKI pun
mengemukakan pendapat mereka mengenai dasar negara Indonesia yang kemudian disebut
sebgai Pancasila. Terdapat beberapa rumusan teks Pancasila yang dikemukakan oleh
Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.

 Pancasila Versi Muhammad Yamin “29 Mei 1945”

1. Peri Kebangsaan

2. Peri kemanusiaan

3. Peri ketuhanan

4. Peri kerakyatan

5. Kesejahteraan rakyat

 Pancasila Versi Soepomo “30 Mei 1945”

1. Persatuan

2. Kekeluargaan

3. Mufakat atau demokrasi

4. Musyawarah

5. Keadilan sosial

 Pancasila Versi Soekarno “1 Juni 1945”

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan

3. Mufakat atau demokrasi

4. Kesejahteraan rakyat

5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Karena adanya perbedaan, maka dibentuklah sebuah panitia kecil yang bertugas untuk
menyusun rumusan Pancasila selaku dasar negara yang tercantum dalam UUD 1945, Panitia ini
disebut sebagai Panitia Sembilan yang beranggotakan 9 tokoh nasional saat itu.
B. Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta
Untuk menyempurnakan usulan yang bersifat perorangan, dibentuklah Panitia Sembilan
yang ditugaskan di luar sidang resmi untuk merumuskan sesuatu rancangan pembukaan hukum
dasar. Anggota Panitia Sembilan adalah Ir.Sukarno, ketua merangkap anggota; K.H. Wachid
Hasyim, anggota; Mr.Achmad sibardjo,anggota;H. Agus Salim, anggota;Abdul Kahar Mudzaki,
anggota; abikusno djokrosoejoso, anggota; Mr.Muhammad Yamin,anggota.

Tugas Panitia Sembilan adalah menyusun sebuah naskah rancangan pembukaan hukum
dasar yang kemudian oleh Mr.Muhammad Yamin diberi nama “Piagam Jakarta”. Piagam Jakarta
memuat rumusan dasar negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang.
Rumusan negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara
sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara yang termuat
dalam piagam jakarta adalah sebagai berikut.

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan.

5. Kadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hasil kerja Panitia Sembilan tersebut diterima oleh BPUPKI menjadi Rancangan
Mukadimah Hukum Dasar Negara Indonesia Merdeka pada tanggal 14 Juli 1945. Setelah
Indonesia merdeka, rumusan dasar negara Pancasila tersebut kemudian disahkan oleh PPKI
sebagai dasar filsafat negara Indonesia dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945. Namun,
dilakukan perubahan,yaitu penghapusan bagian kalimat. “dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Penghapusan bagian kalimat dalam sila pertama
tersebut dilakukan dengan alasan adanya keberatan dari pemeluk agama lain selain Islam dan
demi tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk.

Naskah Piagam Jakarta yang memuat rumusan dasar negara yang telah mengalami
perubahan tersebut oleh PPKI kemudian disahkan menjadi bagian pendahuluan UUD 1945 yang
sekarang dikenal sebagai pembukaan. Sejak disahkanya Piagam Jakarta menjadi bagian
Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, itulah secara yuridis, Pancasila menjadi
ideologi negara republik Indonesia.

Aline Piagam Jakarta Pembukaan UUD 1945


a

Ke-2 dengan selamat-sentausa mengantarkan dengan selamat sentausa mengantarkan


rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
Negara Indonesia kemerdekaan Negara Indonesia

Ke-3 Atas berkat Rahmat Allah jang Maha Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa, dan dengan didorngkan oleh Kuasa dan dengan didorngkan oleh
keinginan luhur keinginan luhur

Ke-4 Kemudian daripada itu untuk membentuk Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu Pemerintah Negara Indonesia suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
Merdeka jang melindungi segenap bangsa melindungi segenap bangsa Indonesia dan
Indonesia dan seluruh-tumpah darah seluruh tumpah darah indonesia
indonesia

Ke-4 Maka disusunlah kemerdekaan Maka disusunlah kemerdekaan


kebangsaan Indonesia itu dalam suatu kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Hukum Dasar Negara Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,

Ke-4 jang terbentuk dalam suatu susunan Yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia, jang Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat, dengan berdasar berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada: keTuhanan , dengan kewadjiban kepada Ketuhanan Yang Maha Esa
mendjalankan sjari’at islam bagi pemeluk-
pemeluknja

C. Tokoh Piagam Jakarta


Tokoh yang terlibat dalam rumusan Piagam Jakarta tergabung dalam kelompok Panitia
Sembilan, terdiri dari 9 orang tokoh yang terlibat saat itu. Adapun 9 anggota panitia sembilan
antara lain adalah:

 Seokarno “Ketua”

 Moh. Hatta “Wakil Ketua”

 Achmad Soebardjo “Anggota”

 Muhammad Yamin “Anggota”

 Wachid Hasyim “Anggota”


 Abdul Kahar Muzakir “Anggota”

 Abikoesno Tjokrosoejoso “Anggota”

 Agus Salim “Anggota”

 A.A. Maramis “Anggota”

D. Latar Belakang Perubahan Isi Piagam Jakarta


Piagam Jakarta merupakan sebuah hasil yang dikeluarkan dari rapat yang dilakukan oleh
Panitia Sembilan, dalam rangka penyambutan kemerdekaan Republik Indonesia. Isi Piagam
Jakarta secara garis besar sendiri mengenai arah serta tujuan bernegara serta draft awal dari
rumusan dasar negara Indonesia, yang hingga kini dikenal dengan sebutan Pancasila.

Pada proses perumusannya, pengesahan yang harus segera dilakukan tersebut dihadapi
dengan beberapa perdebatan yang terjadi antara golongan nasionalis serta golongan Islam
yang ada di negara Indonesia. Dimana, berdasarkan pendapat golongan nasional mengenai isi
dari Piagam Jakarta tersebut kurang dapat menjadi cerminan dari keragaman yang ada pada
masyarakat Indonesia.

Perubahan pada tepatnya terjadi pada rumusan dasar negara sila yang pertama pada
naskah Piagam Jakarta. Rumusan awal yang berisikan berbagai sila yang tercantum dalam
Pancasila itu sendiri pada awalnya terdapat dalam isi naskah Piagam Jakarta, namun pada
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI tepatnya pada tanggal 18 Agustus
1945, dirumuskan bahwa sila pertama yang ada pada Pancasila akan diubah.

Berdasarkan Muhammad Nurudin (2019:153) dalam bukunya yang berjudul Menggores


Tinta di Lembah Hijau, ia menyatakan bahwa latar belakang terjadinya perubahan rumusan
dasar negara pada sila pertama Piagam Jakarta menurut Mohammad Hatta disebabkan karena
beberapa wakil pemeluk agama lain merasa adanya keberatan dengan rumusan tersebut.
Rumusan sila pertama yang ada tersebut memiliki bunyi “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”.

Setelah dibacakan pada proklamasi kemerdekaan negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945, terjadi perubahan pada isi Piagam Jakarta. Hal ini terjadi di sore hari tepat setelah
pembacaan proklamasi kemerdekaan, dimana Wakil Presiden Indonesia saat itu Mohammad
Hatta didatangi oleh perwakilan atau utusan dari angkatan laut Jepang yang bernama Maeda.
Pada pertemuan tersebut, Maeda menyampaikan bahwa beberapa wakil Protestan serta
Katolik yang berasal dari wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang merasa keberatan
terhadap bagian kalimat rumusan dasar negara yang ada di dalam naskah Piagam Jakarta
tersebut.
Dalam menanggapi keberatan dari pihak wakil Protestan serta Katolik tersebut, Mohammad
Hatta mengajak beberapa tokoh seperti Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Kasman
Singodimedjo, serta Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk membuat sebuah rapat terlebih
dahulu sebelum sidang PPKI dimulai. Pada rapat pendahuluan tersebut, dikeluarkanlah sebuah
keputusan untuk menghilangkan bagian kalimat Piagam Jakarta tersebut serta
menggantikannya dengan kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka agar tidak terjadinya perpecahan di antara masyarakat
Indonesia yang terdiri dari beragam keyakinan di dalamnya. Setelah terjadinya perubahan
tersebut, nama Piagam Jakarta diubah menjadi Pembukaan UUD 1945, yang kemudian
diresmikan kembali oleh PPKI tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945.

Dengan adanya beberapa pihak yang merasa keberatan akan rumusan sila pertama
tersebut, oleh sebab itu terjadi perubahan pada sila pertama menjadi “Ketuhanan yang Maha
Esa” berdasarkan hasil musyawarah yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga bangsa
Indonesia serta menjaga hubungan yang ada antara tokoh pendiri bangsa Indonesia agar tidak
terjadinya perpecahan.

Adapun berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan rumusan dasar negara
pada sila pertama di naskah Piagam Jakarta berdasarkan pendapat Mohammad Hatta, sebagai
berikut.

 Faktor yang pertama, rakyat negara Indonesia memiliki latar belakang keagamaan serta
kepercayaan yang beragam dan berbeda antara satu sama lain. Oleh sebab itu, rumusan
yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya” tidak dapat menjadi wakil dari keseluruhan masyarakat yang ada di negara
Indonesia.

 Faktor yang kedua, sebagai tokoh pendiri bangsa Indonesia, beliau menunjukkan usaha
untuk menampung berbagai aspirasi serta pendapat terutama dari perwakilan Indonesia
Timur dimana tempat keberadaan para pemeluk agama lain yang ada di negara
Indonesia.

 Faktor yang ketiga, perubahan yang dilakukan pada rumusan sila pertama Piagam
Jakarta dilakukan dalam rangka mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia serta
mengeratkan persatuan serta kesatuan yang dimiliki sebagai bangsa Indonesia.

E. Isi Pokok Piagam Jakarta


Naskah Piagam Jakarta tersebut yang berisikan rumusan dasar negara yang telah diubah
oleh PPKI dan kemudian disahkan untuk menjadi bagian dari pendahuluan UUD 1945 dan
hingga saat ini dikenal sebagai pembukaan. Setelah disahkannya Piagam Jakarta untuk menjadi
bagian dari Pembukaan Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 tepatnya pada tanggal 18
Agustus 1945, Pancasila telah menjadi ideologi dari negara republik Indonesia.

Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme


danfasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta
yang lebihtuadariPiagamPerdamaian San Francisco (26 Juni 1945) danKapitulasi Tokyo (15
Agustus 1945) itumerupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan
dan Konstitusi Republik Indonesia.

Selanjutnya, pada masa penyusunan Undang-Undang Dasar yang terjadi di Sidang Kedua
BPUPKI. Rumusan Piagam Jakarta yang ada tersebut dijadikan sebagai Mukadimah atau
preambule. Kemudian, pada pengesahan Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 pada tanggal
18 AGustus 1945 yang dilakukan oleh PPKI, istilah Mukadimah berubah menjadi Pembukaan
Undang-Undang Dasar atau UUD. Naskah dari Piagam Jakarta sendiri ditulis menggunakan
ejaan Republik yang kemudian ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A. A.
Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir. Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim,
Muhammad Yamin, serta H.A. Salim.

Perkembangan Piagam Jakarta tersebut kemudian dilanjutkan pada Dekrit Presiden yang
terjadi pada tanggal 5 Juli 1959. Di dalam Dekrit Presiden tersebut, Piagam Jakarta dinyatakan
bahwa memiliki jiwa Undang-Undang Dasar 1945 serta menjadi suatu rangkaian kesatuan
bersama Konstitusi. Dewan Perwakilan Rakyat yang ada pada saat itu menerima hal tersebut
dengan melakukan Aklamasi yang terjadi pada tanggal 22 Juli 1959.

Memorandum DPR GR 1966 yang membahas mengenai sumber tata tertib Hukum RI
ditingkatkan dan dijadikan sebagai keputusan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, yang di dalam
keputusan tersebut ditegaskan kembali bahwa Piagam Jakarta yang merupakan hasil dari
perumusan yang dikeluarkan pada tanggal 22 Juni 1945 tersebut menjiwai nilai UU atau
Undang-Undang Landasan 1945 serta menjadi sebuah rangkaian kesatuan dengan konstitusi
tersebut.

SEJARAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945


Penyusunan rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia merupakan agenda
sidang BPUPKI dalam rangka persiapan kemerdekaan Indonesia.

A. Perumusan Undang Undang Dasar Tahun 1945


Perumusan undang-undang dasar diawali dengan pembentukan BPUPKI. Tujuan
dibentuknya BPUPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Mengapa kemerdekaan
Indonesia harus dipersiapkan? Negara merdeka harus memenuhi unsur tertentu dan BPUPKI
dibentuk untuk mempersiapkan pemenuhan unsur tersebut. Salah satu unsur yang harus
dimiliki negara merdeka adalah unsur deklaratif. Unsur deklaratif terdiri atas beberapa hal
antara lain memiliki tujuan negara, memiliki undang-undang dasar (konstitusi), pengakuan de
jure dan de facto, serta menjadi anggota PBB (Sunarso, 2013: 13). Negara yang pertama kali
mengakui kemerdekaan Indonesia adalah Mesir dan Palestina. Lantas, negara mana yang paling
akhir mengakui kemerdekaan Indonesia? Berdasarkan berita yang dilansir Liputan6.com,
Belanda pernah tidak mengakui hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Belanda tetap
berkeyakinan bahwa Indonesia baru menjadi negara merdeka setelah penyerahan kedaulatan
pada 27 Desember 1949. Akan tetapi, setelah 60 tahun akhirnya Belanda mengakui
kemerdekaan Indonesia.

Unsur deklaratif lainnya di bahas dalam agenda sidang BPUPKI. Sidang BPUPKI akan
membahas rumusan dasar negara dan rancangan undang-undang dasar. Pembahasan
rancangan undang- undang dasar dilakukan pada sidang kedua BPUPKI. Sidang kedua BPUPKI
dilaksanakan pada 10– 16 Juli 1945. Pada saat sidang berlangsung, Radjiman Wediodiningrat
sebagai ketua mengumumkan adanya penambahan anggota baru yaitu Abdul Fatah Hasan,
Asikin Natanegara, Soerjo Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Selanjutnya,
Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Kecil melaporkan hasil kerjanya. Panitia Kecil telah menerima
usulan-usulan tentang Indonesia merdeka. Usulan-usulan tersebut digolongkan menjadi
sembilan kelompok sebagai berikut.

1. Meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya.

2. Dasar negara.

3. Unifikasi atau federasi.

4. Bentuk negara dan kepala negara.

5. Warga negara.

6. Daerah.

7. Agama dan negara.


8. Pembelaan negara.

9. Keuangan.

Dalam sidang kedua BPUPKI ini Piagam Jakarta dijadikan bahan pembahasan persiapan
rancangan undang-undang dasar. Ketua dr. Radjiman Wediodiningrat membagi anggota BPUPKI
menjadi beberapa bagian seperti berikut

1. Bagian perancang undang-undang dasar diketuai Ir. Soekarno dengan delapan belas
orang anggota yaitu Mr. A.A. Maramis, R. Oto Iskandardinata, Poeroebojo, Agoes
Salim, Mr. Ahmad Subardjo, Prof. Dr. Soepomo, Mr. Maria Ulfah Santoso, K.H. Wachid
Hasjim, Parada Harahap, Mr. Latuharhary, Mr. Susanto Tirtoprodjo, Mr. Sartono, Mr.
Wongsonagoro, Woerjaningrat, Mr. R.P. Singgih, Tan Eng Hoa, Prof. Dr. P. A. Hoesein
Djajadiningrat, dan Dr. Soekiman.

2. Bagian urusan keuangan dan perekonomian dikeuai Drs. Moh. Hatta dengan anggota
Soerahman, Margono, Sutardjo, Samsi, Roosseno, Surjohamidjojo, Ki Hajar
Dewantara, Kusuma Hadikusumo, Sastromuljono, Abdul Patah Hasan, Haji Mansur,
Oei Tiang Tjoei, Wiranata Kusuma, Suwandi, dan Tokonami.

3. Bagian pembelaan diketuai Abikusno dengan anggota Abdul Kadir, Asikin Natanegara,
Bintoro, Hendro Martono, Muzakkir, Sanusi, Munandar, Samsudin, Sukardjo
Wirjopranoto, Surjo, Abdul Kaffar, Maskur, Halim, Purbonegoro Sumitro Kolopaking,
Sudirman, Aris, Moch. Nur, Pratalykrama, Lim Koen Hian, Buntaran, Roeslan
Wongsokusumo, dan Ny. Sunarjo. Tuan Tanaka sebagai anggota istimewa.

Perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh
panitia perancang undang-undang dasar. Pada 11 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar melanjutkan sidang dan menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.

1. Membentuk Panitia Perancang '' Deklarasi Hak '', yang beranggotakan Subardjo,
Sukiman, dan Parada Harahap.

2. Bentuk '' Unitarisme ''.

3. Kepala negara di tangan satu orang yaitu presiden.

4. Membentuk Panitia Kecil Undang-Undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Soepomo.

Selanjutnya, Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar yang telah dibentuk oleh
panitia perancang undang-undang dasar, pada 13 Juli 1945 berhasil menyepakati beberapa hal
antara lain lambang negara, negara kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan
membentuk Panitia Penghalus Bahasa. Pada 13 Juli 1945 juga telah memutuskan hasil
perumusan rancangan hukum dasar. Rancangan tersebut kemudian disempurnakan bahasanya
oleh Panitia Penghalus Bahasa. Persidangan kedua BPUPKI dilanjutkan pada tanggal 14 Juli 1945
untuk menerima laporan Panitia Undang-Undang Dasar. Laporan Panitia Undang-Undang Dasar
disampaikan oleh Ir. Soekarno. Adapun hasil laporan yang disampaikan Ir. Soekarno meliputi
tiga hal sebagai berikut.

1. Pernyataan Indonesia merdeka.

2. Pembukaan undang-undang dasar disepakati dari Piagam Jakarta.

3. Undang-undang dasarnya sendiri (batang tubuhnya) yang memuat 42 pasal. Dari 42


pasal tersebut ada 5 pasal ciptaan dengan keadaan perang serta 1 pasal aturan
tambahan.

Sidang kedua BPUPKI dilanjutkan dengan rapat besar tanggal 15 dan 16 Juli 1945. Pada
tanggal 15 Juli 1945 agenda sidang adalah pembahasan rancangan rancangan undang-undang
dasar negara. Ir. Soekarno menyampaikan penjelasan tentang naskah rancangan undang-
undang dasar dan mendapat tanggapan dari Moh. Hatta. Selanjutnya, Prof. Dr. Soepomo diberi
kesempatan menjelaskan naskah rancangan undang-undang dasar. Pada sidang kedua tanggal
16 Juli 1945 Ketua BPUPKI memastikan bahwa semua anggota setuju dengan laporan hasil kerja
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Selain itu, diterima usul-usul dari panitia keuangan
dan panitia pembelaan tanah air. Dengan demikian, telah tercapai kesepakatan bersama atas
rumusan rancangan undang-undang dasar Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai