Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH LAHIRNYA

PANCASILA

AIDUL
H031171008
KIMIA A
SEJARAH DAN PROSES LAHIRNYA PANCASILA

Secara umum, kita mengetahui bahwa Pancasila adalah ideologi dasar sekaligus
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lantas bagaimana sejarah rinci mengenai lahirnya Pancasila itu sendiri?
Sejarah lahirnya Pancasila dilatarbelakangi oleh kekalahan Jepang dalam perang Asia
Pasifik yang membuat Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia. Sebagai
realisasi janji tersebut, Jepang membentuk BPUPKI pada tanggal 29 April 1945. Janji
kemerdekaan tersebut guna untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Perjanjian ini yang
dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer
Jepang di Jawa dan Madura).

Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 yang diketuai oleh bekas
ketua Budi Utomo, yaitu dr. Radjiman Widyodiningrat. Ia didampingi oleh dua wakil ketua,
masing-masing seorang berkebangsaan Indonesia dan seorang berkebangsaan Jepang.

BPUPKI mengadakan sidang pertama tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Sidang ini
membicarakan dasar negara Indonesia. Tokoh-tokoh yang mengusulkan dasar negara
diantaranya Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno.

Mr. Muh. Yamin, pada tanggal 29 Mei 1945 berpidato mengemukakan usulannya


tentang lima dasar yaitu : 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri kebangsaan; 3. Peri Ketuhanan; 4.
Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat. Beliau berpendapat bahwa ke-5 sila yang
diutarakan tersebut berasal dari sejarah, agama, peradaban, dan hidup ketatanegaraan yang
tumbuh dan berkembang sejak lama di Indonesia. Drs. Moh. Hatta dalam memoarnya
meragukan pidato tersebut.

Prof. Dr. Soepomo, pada sidang tanggal 31 Mei 1945, mengajukan lima rancangan
dasar negara yaitu : 1. Persatuan; 2. Kekeluargaann; 3. Mufakat dan Demokrasi;
4.Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial.

Kemudian , Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan


Pancasila sebagai dasar negara dalam pidato spontannya yang selanjutnya dikenal dengan
judul “Lahirnya Pancasila”. Ir. Sukarno merumuskan dasar negara juga dalam lima dasar
yaitu : 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat
atau Demokrasi; 4. Kesejahteraaan Sosial; 5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Untuk lebih rincinya, Soekarno pun kemudian memberikan nama soal 5 prinsip dasar
negara itu. “Dasar Negara telah saya usulkan lima bilangannya. Inikah Panca Dharma?
Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini”, kata beliau saat berpidato seperti dikutip
dari https://www.academia.edu, Selasa (29/8/2017).
“Nama Panca Dharma tidak tepat karena Dharma berarti kewajiban,” kata Soekarno.
Sementara sidang BPUPKI saat itu tengah membahas dasar negara. “Saya senang kepada
simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita
mempunyai pancaindera. Apa lagi yang lima bilangannya?” tanya Sukarno.
“Pendawa Lima” jawab salah seorang anggota BPUPKI.
“Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme,
mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca
Dharma tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman ahli bahasa, namanya
ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan
Negara Indonesia, kekal dan abadi”, papar Soekarno diakhir pidatonya.
Dari banyak usulan-usulan yang mengemuka diatas, Ir. Soekarno berhasil
mensintesiskan dasar falsafah dari banyak gagasan dan pendapat yang disebut Pancasila pada
1 Juni 1945. Gagasan Soekarno soal 5 prinsip dasar negara itu diterima secara aklamasi oleh
semua anggota BPUPKI.
Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Sembilan untuk merumuskan dan menyusun
Undang-Undang Dasar pada tanggal 22 Juni 1945. Panitia Sembilan terdiri dari Ir Sukarno,
Drs. Muhammad Hatta, Mr. AA. Maramis, Abikusno Tjokrokusumo, Abdulkahar Muzakkir,
H.A. Salim, Wahid Hasjim, Achmad Soebardjo dan Mr. Muh. Yamin.
Pertemuan ini dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan antara golongan nasionalis
dan Islam. Dalam pertemuan itu, diupayakan kompromi antara kedua belah pihak mengenai
rumusan dasar negara bagi negara Indonesia.
Setelah mengadakan pembahasan, panitia ini berhasil menetapkan Rancangan
Pembukaan UUD yang kemudian di kenal dengan nama Piagam Jakarta. Pancasila dalam
Piagam Jakarta dirumuskan demikian:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at-syari’at Islam bagi pemeluk-
pemelukNya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sidang BPUPKI kedua pada tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah
merumuskan rancangan hukum dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus
dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari
kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin
bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Piagam Jakarta yang telah matang disetujui bersama untuk dibacakan pada proklamasi
tanggal 17 Agustus dan akan disahkan pada 18 Agustus 1945 (sidang PPKI pertama) itu
digagalkan Soekarno dan kawan-kawannya karena ancaman dari orang-orang Kristen
Indonesia Timur. Dan ujungnya pada tanggal 18 Agustus 1945, Piagam Jakarta juga diubah
mendasar. Lewat rapat kilat yang berlangsung tidak sampai tiga jam, hal-hal penting yang
berkenaan dengan Islam dicoret dari naskah aslinya. Dalam rapat mendadak yang diinisiatif
oleh Soekarno dan Bung Hatta itu, empat wakil umat Islam yang ikut dalam penyusunan
Piagam Jakarta tidak hadir. Yang hadir adalah tokoh-tokoh nasionalis sekuler.

Dalam rapat yang dipimpin Soekarno yang berlangsung pada jam 11.30-13.45 WIB
itu diputuskan : Pertama, kata “Mukaddimah” diganti dengan kata “Pembukaan”. Kedua,
dalam Preambul (Piagam Jakarta), anak kalimat: “berdasarkan kepada Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketiga, Pasal 6 ayat 1, “Presiden ialah orang Indonesia
asli dan beragama Islam”, kata-kata “dan beragama Islam” dicoret. Keempat, sejalan
dengan perubahan yang kedua di atas, maka Pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara yang
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Keputusan Soekarno-Hatta dan orang-orang nasionalis sekuler itu akhirnya dikecam


keras oleh tokoh Islam. Meski tokoh-tokoh Islam saat itu protes keras, karena merasa
dikhianati oleh Soekarno, tapi mereka lebih memilih jalan damai. Kecuali mungkin DI/TII
karena merasa sangat kecewa dengan berbagai tindakan Soekarno dalam pemerintahannya.
Apalagi Soekarno saat itu berjanji bahwa di masa damai nanti akan lebih tenang menyusun
kembali Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian, rangkaian dokumen sejarah yang bermula dari 1 Juni 1945, 22 Juni
1945, hingga teks final 18 Agustus 1945 itu, dapat dimaknai sebagai satu kesatuan dalam
proses kelahiran falsafah negara Pancasila.

Dalam Keputusan Presiden itu ditetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila,
ditambah lagi penetapan Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional berdasarkan
Keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo Nomor 24 Tahun 2016 tertanggal 1 Juni 2016
tentang Hari Lahir Pancasila. Sehingga peringatan Hari Lahir Pancasila merupakan hari libur
nasional sejak 1 Juni 2017.

Anda mungkin juga menyukai