Anda di halaman 1dari 62

PEMBENTUKAN BPUPKI, DETIK-DETIK

PROKLAMASI KEMERDEKAAN, PENGESAHAN PANCASILA, DAN


UUD 1945

A. Pembentukan BPUPKI
Pembentukan BPUPKI merupakan lanjutan dari pengumuman Panglima
Balatentara Dai Nippon di Jawa yang pada 1 Maret 1945, Saikoo Sikikan,
Panglima Balatentara Dai Nippon di Jawa, mengeluarkan pengumuman yang
berisi rencana pembentukan badan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan
kemerdekaan. Pembentukan BPUPKI pada 29 April 1945 ditandai dengan
dikeluarkanya Maklumat Gunseikan (Komandan Angkatan Darat Jepang)
Nomor 23 tentang pembentukan Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai yang (Badan
Penyelidik Usaha- Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).1
Jepang mengalami serangan udara. Jatuhnya Saipan dan dipukul
mundurnya angkatan perang Jepang pada tahun 1944 oleh angkatan perang
Serikat dari papua Nugini, kepulauan Solomon dan kepulauan Marshall,
maka seluruh garis pertahanan di pasifik mulai bobol yang berarti kekalahan
jepang telah terbayang. Menghadapi situasi yang kritis itu, pemerintah
pendudukan Jepang di Jawa di bawah pimpinan Letnan jenderal Kumakici
Harada pada tanggal 1 maret 1945 telah mengumumkan pembentukan Badan
penyelidik Usaha-Usaha Persiapan kemerdekaan.2
Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai sering diterjemahkan sebagai Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI
memiliki dua masa sidang, yaitu masa sidang pertama pada tanggal 29 Mei
1945 sampai 1 Juni 1945 dan masa sidang kedua pada tanggal 10 juli 1945
sampai 17 juli 1945.3
Badan Penyelidik diumumkan oleh Jepang nama-nama para anggota.
1
Ahmad Basarah, Bung Karno Islam Dan Pancasila (Jakarta : Konpress, 2017), h. 23.

2
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia
VI h. 66 – 67.

1
Kebanyakan berasal dari pulau Jawa, tetapi terdapat beberapa dari Sumatra,
Maluku, Sulawesi dan beberapa orang Peranakan Eropa, Cina, Arab.
Semuanya itu bertempat tinggal di Jawa4.
Anggota BPUPKI membentuk Konstitusi Pemerintahan Indonesia yang
ideal. Pembicaraan diawali dengan pembahasan mengenai Dasar-dasar
Negara. Sebagian besar anggota BPUPKI memberikan gagasan terkait dasar
Negara yang akan dibentuk.
BPUPKI diketuai oleh Radjiman Wediodingrat. Didampingi dengan dua
orang wakil ketua, yaitu Yasuo Ichibangase (anggota istimewa, orang Jepang)
dan Raden Pandji Doeroso yang sekaligus merangkap sekretaris.5
Disidang tersebut adanya anggota yang berlatar belakang golongan
gerakan Islam menginginkan Dasar-dasar Negara digali berdasarkan ajaran
Islam, sedangkan anggota lain dari golongan gerakan kebangsaan
menginginkan agar dasar negara digali dari nilai-nilai budaya Bangsa.
Salah satu pandangan yang mendapat sambutan dari para peserta adalah
pandangan Ki Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo adalah sebagai
tokoh bangsa Indonesia yang melibatkan diri dalam gerakan kebangsaan
melalui organisasi. Seperti, Muhammadiyah, Partai Islam Indonesia (PII),
Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI), Masyumi.
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi
BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia
kecil di bawah BPUPKI, yaitu:
1. Sidang Resmi Pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
a. Sidang pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad
Yamin. S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai

3
Aris Hardianto, Autentisitas Sumber Sejarah Pancasila Dalam Masa Sidang
Pertama Badan Untuk Menyelidiki Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Tanggal 29 Mei –
1 Juni 1945, Jurnal Konstitusi, Vol. 3, No. 1(2016), h. 44.

4
Kaelan, M.S, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta : Paradigma, 2004), h. 36.

5
Julius Pour, Djakarta 1945 Awal Revolusi Kemerdekaan (Jakarta : PT Bhuana Ilmu
Populer, 2013), h. 24.

2
rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia yang diberi
judul "Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia", yaitu:
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat
b. Sidang pada tanggal 30 Mei 1945. Drs. Moh. Hatta
berpendapat bahwa sebaiknya jangan mendirikan sebuah
negara hanya dengan satu agama. Beliau juga memaparkan
teori berdirinya suatu negara yaitu:
1) Teori Individualistik yaitu negara didirikan oleh individu-
individu dengan tujuan untuk kesejahteraan individu-
individu yang bersangkutan.
2) Teori Golongan (Class Teori) yaitu negara didirikan oleh
golongan yang ekonominya kuat yang bertujuan untuk
menumpas golongan ekonomi yang lemah.
3) Teori Integralistik yaitu negara didirikan oleh semua
lapisan masyarakat dengan tujuan untuk mencapai
kesejahteraan bersama. Menurut Drs. Moch. Hatta teori
inilah yang paling tepat bagi Bangsa Indonesia.
c. Sidang pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Socpomo
berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima
prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan
"Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu:
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Mufakat dan Demokrasi
4) Musyawarah
5) Keadilan Sosial

3
d. Sidang pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
berpidato.mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila
dasar negara Republik Indonesia, yang dia
namakan"Pancasila", yaitu:
1) Kebangsaan Indonesia
2) Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
3) Mufakat atau Demokrasi
4) Kesejahteraan Sosial
5) Ketuhanan Yang Maha Esa Gagasan mengenai rumusan lima
sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh
Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah
"Pancasila".
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum
ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik
Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan"
tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep
sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu dan juga
usulan-usulan dari anggota BPUPKI yang lainnya mengenai rumusan dasar
negara Indonesia.
Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan"Sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Raden Abikusno Tjokrosocjoso (anggota)
8. Haji Agus Salim (anggota)
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari
kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan

4
(pihak "Islam") yang terjadi di rumah Soekarno yang beralamat di Jalan
Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta, maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia
Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara
Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau
"Jakarta Charter". yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah
"Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan". Ir.
Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada
anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia
Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta".
Dalam detik-detik yang menentukan menjelang pengesahan Piagam
Jakarta, Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia Sembilan dengan gigih
meyakinkan seluruh anggota sidang BPUPKI untuk menerima rumusan
Piagam Jakarta sebagai Gentlement Agreement bangsa Indonesia. Naskah
"Piagam Jakarta" yang ditulis dengan menggunakan ejaan Republik
ditandatangani oleh seluruh anggota "Panitia Sembilan".
2. Sidang Resmi Kedua pada tanggal 10 Juli 1945
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli
1945 . Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini,
anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil
yang terbentuk itu antara lain adalah:
a. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno).
b. Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden
AbikusnoTjokrosoejoso).
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada tanggal 10 Juli 1945 ini merumuskan wilayah negara Indonesia
apabila sudah merdeka nanti, dan terdapat tiga usulan mengenai wilayah
negara yaitu:
a. Bekas jajahan Hindia Belanda (Sabang - Merauke).
b. Bekas jajahan Hindia Belanda + Kalimantan Utara + Irian Timur +
Timur Portugis.

5
c. Bekas jajahan Hindia Belanda + Semenanjung Melayu +Irian.
Dari ketiga usulan itu, diambil usulkan yang pertama, yakni wilayah bekas
jajahan Hindia Belanda dari Sabang sampai Merauke. Karena kondisi
Indonesia saat itu yang sedang dijajah Jepang, apalagi dengan adanya pihak
Sekutu yang mulai datang ke Indonesia, sehingga Indonesia tidak
memungkinkan untuk menguasai daerah lain selain wilayah dari Sabang
sampai Merauke.
Pada tanggal 11 Juli 1945, diadakan lagi sidang panitia Perancang
Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekamo, yangmembahas dan
membentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yangtugasnya adalah khusus
merancang isi dari Undang-Undang Dasar,yang beranggotakan 7 orang yaitu
sebagai berikut:
1) Prof. Mr. Dr. Socpomo (ketua panitia kecil)
2) Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
3) Mr. Raden Achmad Socbardjo Djojoadisocrjo (anggota)
4) Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
5) 5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
6) Haji Agus Salim (anggota)
7) Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Kemudian muncul perdebatan lagi di kalangan anggota BPUPKI mengenai
bentuk negara Indonesia kelak apabila Indonesia merdeka Terdapat tiga
bentuk negara yang diusulkan, yaitu:
1) Kerajaan
2) Kesultanan
3) Republik
Dari ketiga usulan itu, anggota BPUPKI mengambil kesepakatan bahwa
bentuk negara Indonesia kelak setelah merdeka adalah Negara Republik.6
B. Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan
Pada Tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya.Detik-detik proklamasi 17 Agustus 1945 didahului dengan

6
https://www.academia.edu/14781393/Sejarah_BPUPKI.

6
beberapa peristiwa penting. Beberapa hari menjelang proklamasi terjadi
peristiwa Rengasdengklok yang ditandai menyerahnya Jepang kepada Sekutu,
hingga penyusunan naskah proklamasi Jepang lumpuh karena hantaman bom
atom pada 9 Agustus 1945 di Kota Nagasaki. Mereka menyerah kepada
Sekutu pada 15 Agustus 1945. Awalnya, kemerdekaan Indonesia akan
dihadiahkan oleh Jepang dengan dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Ir. Soekarno juga sudah memiliki pandangan sendiri akan
memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Akan tetapi, dengan
menyerahnya Jepang kepada Sekutu membuat sekelompok orang ingin
kemerdekaan Indonesia disegerakan tanpa menunggu keputusan Jepang. Hal
itu menimbulkan perbedaan pendapat antara golongan tua dengan golongan
muda yang terdiri atas beberapa perkumpulan. Golongan muda ingin
kemerdekaan segera diproklamasikan. Sebaliknya, golongan tua tidak sepakat
karena tidak ingin ada pertumpahan darah, mengingat anggota pasukan
Jepang di Indonesia masih banyak. Hal tersebut berlanjut pada penculikan
Soekarno dan Mohammad Hatta oleh sekelompok pemuda. Soekarno-Hatta
diculik pada 16 Agustus 1945 dan dibawa ke Rengasdengklok, sebuah kota
kecil dekat Karawang.
Pada pukul 05.00 WIB, para pemimpin bangsa dan tokoh pemuda keluar
dari rumah Laksamana Maeda. Mereka telah sepakat untuk
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia di rumah Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur No 56 Jakarta pada pukul 10.00 WIB.Mohammad Hatta
berpesan kepada para pemuda yang bekerja sebagai pekerja pers dan di
kantor berita untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya
ke seluruh dunia. Bendera yang dijahit dengan tangan Fatmawati Soekarno
sudah disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar karena kainnya
berukuran tidak sempurna. Sementara itu, rakyat yang telah mengetahui akan
dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Tepat pukul 10.00
WIB Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia membacakan
Proklamasi Kemerdekaan RI. Dalam perjalanan waktu, ada pembahasan soal
waktu pembacaan proklamasi. Mengutip Harian Kompas, 15 Agustus 1977,

7
pada saat proklamasi kemerdekaan, Indonesia masih menggunakan Waktu
Jawa, Waktu Sumatera Utara, Waktu Indonesia Timur, dan sebagainya. Saat
itu, pukul 10.00 pagi yang dimaksud adalah Waktu Jawa. Indonesia baru
menggunakan Waktu Indonesia Barat (WIB) sejak 1 Januari 1971. Sehingga,
ada dugaan detik-detik proklamasi bergeser 30 menit atau sekitar 09.30 WIB.
Kemudian, pada 31 Oktober 1981, diadakan ekspose detik-detik proklamasi
17 Agustus 1945 di Ruang Data Museum Pusat ABRI Satriamandala, Jakarta.
Di sana, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) membantu menetapkan
secara ilmiah kapan tepatnya proklamasi dilakukan. Diberitakan Harian
Kompas, 15 Mei 1983, berbagai pihak ikut serta mulai dari ABRI, anggota
pusjarah, wakil dari Sekretariat Negara, dan para saksi utama proklamasi.
BMG memperhitungkan waktu proklamasi dengan bayangan matahari yang
terdapat pada foto pengibaran Sang Saka Merah Putih. Dari eksperimen yang
dilakukan BMG tersebut, disimpulkan bahwa foto pengibaran bendera 17
Agustus 1945 dibuat antara pukul 09.53 hingga 10.10 WIB. Jadi,
diperkirakan pada 10.10 WIB bendera sudah sampai di puncak. Berdasarkan
kesimpulan BMG tersebut, perayaan detik-detik proklamasi pada 17 Agustus
pada 1982 tidak berubah dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu pukul 10.03
WIB. Detik-detik proklamasi adalah saat pembacaan naskah proklamasi yang
asli. Sebelumnya didahului oleh bunyi sirine dan dentuman meriam 17 kali.7
C. Pengesahan Pancasila
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang
pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia,
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas
Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan
menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun,
sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan
pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada

7
https://karangsono.ngawikab.id/2021/08/mengenang-detik-detik-proklamasi-17-agustus-
1945/ diakses tanggal, 29 Agustus 2022.

8
kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus
Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku
Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari
pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur
yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan
mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam
waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan
kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang
sepakat menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan
memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar
permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera
saja sidang pertama PPKI dibuka.
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945

2. Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh. Hatta)

3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah


darurat.

a. Pancasila sebagai dasar Negara

1) Sebagai dasar Negara, pancasila berkedudukan sebagai norma dasar


atau norma fundamental (fundamental norm) Negara dengan demikian
Pancasila menempati norma hukum tertinggi dalam Negara ideologi
Indonesia.

2) Sebagai sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupaka kaidah


Negara yang fundamental artinya kedudukannya paling tinggi, oleh

9
karena itu Pancasila juga sebagai landasan ideal penyususnan arturan –
aturan di Indonesia.

3) Sebagai Pandangan Hidup, yaitu nilai Pancasila merupakan pedoman


dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan Negara agar tetap
berdiri kokoh dan mengetahui arah dalam memecahkan masalah
ideologi, politik, ekonomi, soaial dan budaya serta pertahanan dan
keamanan.

4) Sebagai iiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai pancasila itu


mencerminkan kepribadian bangsa sebab nilai dasarnya kristalisasi nilai
budaya bangsa Indonesia asli, bukan diambil dari bangsa lain.

5) Sebagai Perjanjian luhur bangsa Indonesia, pancasila lahir dari hasil


musyawarah para pendiri bangsa dan negara ( founding fathers) sebagi
para wakil bangsa, Pancasila yang dihasilkan itu dapat
dipertanggungjawabkan secara moral, sisio kulturil.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara


merupakan norma dasar dalam kehidupan bernegara yang menjadi sumber
dasar, landasan norma, serta memberi fungsi konstitutif dan regulative bagi
penyusunan hukum –hukum Negara.

b. Pancasila Sebagai Ideologi Negara

Ideologi dapat dibedakan mejadi dua pengertian yaitu ideologi dalam


arti luas dan ideologi dalam arti sempit. Dalam arti luas ideologi menunjuk
pada pedoman dalam berpikir dan bertindak atau sebagai pedoman hidup
di semua segi kehidupan baik pribadi maupun umum. Sedangkan dalam
arti sempit, ideologi menunjuk pada pedoman baik dalam berpikir maupun
bertindak atau pedoman hidup dalam bidang tertentu.
Ideologi Negara sering disebut sebagai ideologi politik karena terkait
dengan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang
tidak lain adalah kehidupan politik. Sebagai ideologi bangsa Indonesia,
yaitu Pancasila sebagai ikatan budaya ( cultural bond) yang berkembangan

10
secara alami dalam kehidupan masyarakat Indo nesia bukan secara
paksaan atau Pancasila adalah sesuatu yang sudah mendarah daging dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Sebuah ideologi dapat bertahan
atau pudar dalam menghadapi perubahan masyarakat tergantung daya
tahan dari ideologi itu. Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga
dimensi tersebut:
1) Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang
mencerminkan realita atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat
dimana ideologi itu lahir atau muncul untuk pertama kalinya paling
tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan realita masyarakat pada
awal kelahira nnya.
2) Dimensi Iidalisme, adalah kadar atau kualitas ideologi yang
terkandung dalam nilai dasar itu mampu memberikan harapan kepada
berbagai kelompok atau golongan masyarakat tentang masa depan
yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama
sehari-hari.
3) Dimensi Fleksibelitas atau dimensi pengembangan, yaitu kemampuan
ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri
dengan perkembangan masyarakatnya Mempengaruhi artinya ikut
wewarnai proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri
ideologi itu sendiri .
4) Alfian mengatakan bahwa kekuatan ideologi tergantung pada kualitas
tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu:
5) Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang
mencerminkan realita atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat
dimana ideologi itu lahir atau muncul untuk pertama kalinya paling
tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan realita masyarakat pada
awal kelahira nnya.
6) Dimensi Iidalisme, adalah kadar atau kualitas ideologi yang
terkandung dalam nilai dasar itu mampu memberikan harapan kepada
berbagai kelompok atau golongan masyarakat tentang masa depan

11
yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama
sehari-hari.
7) Dimensi Fleksibelitas atau dimensi pengembangan, yaitu kemampuan
ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri
dengan perkembangan masyarakatnya Mempengaruhi artinya ikut
wewarnai proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri
ideologi itu sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya.
Mempengaruhi berarti pendukung ideologi itu berhasil menemukan
tafsiran –tafsiran terhadap nilai dasar dari ideologi itu yang sesuai
dengan realita -realita baru yang muncul di hadapan mereka sesuai
perkembangan zaman.8
Menurut Dr.Alfian Pancasila memenuhi ketiga dimensi ini sehingga
pancasila dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Fungsi Pancasila sebagai
ideologi Negara, yaitu:

1) Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah


bangsa yang majemuk.

2) Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan


serta membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan
pembangunan.

3) Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai


dorongan dalam pembentukan karakter bangs a berdasarkan Pancasila.

4) Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai kedaan bangsa


dan Negara.

D. UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau
disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan
merupakan konstitusi bagi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini.
UUD RI Tahun 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh
8
https://mahasiswa.ung.ac.id/613413023/home/2014/3/26/proses-perumusan-dan-
pengesahan-pancasila-sebagai-dasar-negara.html,diakses tanggal,29 agustus 2022.

12
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di
Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di
Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali
memberlakukan UUD RI Tahun 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi
oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002,
UUD RI Tahun 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang
mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia, adapun perubahan tersebut sebagai berikut :

1. Perubahan pertama melalui Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober
1999 (Perubahan Pertama UUD 1945),
2. Perubahan kedua melalui Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus
2000 (Perubahan Kedua UUD 1945),
3. Perubahan ketiga melalui Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November
2001 (Perubahan Ketiga UUD 1945),
4. Perubahan keempat melalui Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11
Agustus 2002 (Perubahan Keempat UUD 1945). Sebelum dilakukan
Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37
pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan
49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah
dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3
pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dalam Risalah Sidang
Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah
Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini. Salah satu tuntutan Reformasi
1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945.
Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa
Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan
di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-
pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta

13
kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang
belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945
waktu itu adalahmenyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara,
kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di
antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan
susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal
sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas
sistem pemerintahan presidensiil9.
Amandemen UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah dilaksanakan
sebanyak empat kali hanya dalam kurun waktu empat tahun pula (1999, 2000,
2001, dan 2002) membawa implikasi terhadap berbagai bidang, tak terkecuali
terhadap lembaga kepresidenan. Sebelum perubahan, UUD Negara RI Tahun
1945 memberikan pengaturan yang dominan terhadap kekuasaan presiden, hal
ini terlihat dari jumlah pasal maupun kekuasaan yang dimilikinya. Mulai dari
pasal 4 sampai dengan pasal 15 dan pasal 22 mengatur langsung mengenai
jabatan presiden, secara keseluruhan ada tiga belas dari tiga puluh tujuh pasal
dalam UUD Negara RI Tahun 1945 yang mengatur tentang kekuasaan
presiden sebagai kepala pemerintahan. Ditambah lagi dengan ketentuan-
ketentuan lain yang tidak mungkin lepas dari pengaturan mengenai Presiden,
seperti ketentuan yang mengatur. APBN, ketentuan yang mengatur wewenang
MPR, DPR, DPA, BPK, undang-undang organik, dan sebagainya.
Setelah perubahan (1999, 2000, 2001, 2002), hanya terdapat 19 pasal dari
73 pasal (tidak termasuk tiga pasal aturan peralihan, dan dua pasal aturan
tambahan) yang mengatur secara langsung mengenai kekuasaan presiden
menurut UUD RI Tahun 1945. Namun, dampak dari perubahan UUD RI
Tahun 1945 tidak serta merta membuat kewenangan presiden menjadi lebih
sempit, hal ini diperkuat dengan adanya pasal 4 ayat (1) yang berbunyi:

9
Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD
1945, (Jakarta: Kencana, 2009), h.75.

14
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar ". UUD RI Tahun 1945 juga mengatur tentang
kekuasaan presiden dibidang legislasi, hal ini diatur dalam pasal 5 ayat (1) dan
(2) yang berbunyi : (1) "Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat." (2) “Presiden menetapkan
Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana
mestinya.” Namun apabila diamati dari keempat perubahan (amandemen)
UUD RI Tahun 1945, terdapat pula perubahan mengenai kekuasaan presiden
dalam bidang legislasi yang diatur dalam Pasal 5 UUD RI Tahun 194510.

PENGERTIAN DAN HAKIKAT PANCASILA

A. Pengertian Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang terlahir dari
kebudayaan dan sejarah masyarakat Indonesia yang telah ada jauh
sebelum bangsa Indonesia merdeka. Para pendiri bangsa berhasil menggali
nilai-nilai luhur dan kemudian merumuskan menjadi sebuah pedoman atau
ideologi yakni Pancasila. Pancasila yang notabenya merupakan
kebudayaan yang telah ada di tengah-tengah masyarakat Indonesia
menjadikan tetap lestari hingga saat ini. Eksistensi Pancasila seiring
berjalanya waktu mengalami cobaan ketika terjadi gejolak gerakan 30
September oleh Partai Komunis Indonesia. Pemberontakan PKI masa itu
dapat menjadi acuan bagaimana Pancasila tetap berdiri, hal ini
membuktikan Pancasila memang bukan hanya ideologi yang muncul
secara tiba-tiba, namun merupakan nilai-nilai yang telah melekat dalam
diri bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai luhur
yang tercermin dalam sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa yang
terdapat pada sila pertama Pancasila menunjukkan bahwa Bangsa
Indonesia menempatkan Tuhan pada kedudukan yang paling tinggi dan hal

10
Maulana Arafat Lubis, Pembelajaran PPKN di SD/MI Kelas Rendah, (Bandung:
Manggu Makmur Tanjung Lestari, 2019), h. 75.

15
ini bukanlah suatu nilai yang tiba-tiba muncul. Seperti yang kita ketahui
Indonesia secara sejarah merupakan masyarakat yang telah mengenal
ajaran Tuhan, ini terlihat dimana berbagai agama telah menyebar luas
sebelum kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Soekarno. Budaya
gotong-royong serta sikap kekeluargaan masyarakat Indonesia
mencerminkan betapa nilai kemanusiaan telah ada jauh sebelum Pancasila
dirumuskan.

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai


luhur. Nilai- nilai pancasila menjadi sumber segala aturan baik aturan yang
bersifat fomal maupun informal. Pendidikan nasional merupakan aspek pokok
harus berlandasakn pancasila.
Pendidikan nasional berdasarkan UU. No 20 tahun 2003 Pasal 3
menyebutkan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional diperlukan strategi dan
usaha serta dukungan dari segala aspek baik secara materi maupun fisikal.
Pendidikan Nasional memliki peranan yang penting sebagai upaya
melestarikan nilai-nilai luhur Pancasila. Nilai-nilai pancasila dewasa ini
semakin terkikis oleh arus globalisasi yang secara langsung maupun tidak
langsung memberikan dampak positif maupun negaif. Berbagai upaya
melalui jalur pendidikan untuk tetep menanamkan nilai-nilai luhur yang
terdapat dalam Pancasila.
B. Nilai-Nilai Pancasila
1. Nilai Ketuhanan
a) Menghormati pemeluk agama lain.

16
b) Mengedepankan sikap toleransia antarumat beragama.
c) Tidak memaksakan agama tertentu kepada orang lain.
d) Ikut menjaga keamaan peringatan hari besar hari lain.
2. Nilai Kemanusiaan
a) Menghormati hak asasi orang lain.
b) Mengakui persamaan derajat sesama manusia.
c) Terlibat dalam kegiatan sosial yang sifatnya sukarela.
d) Ikut memberikan pertolongan kepada korban bencana alam.
3. Nilai Persatuan
a) Mengutamakan kepentingan bangsa dibanding kepentingan
kelompok atau golongan tertentu.
b) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c) Menjaga kerukunan antar masyarakat.
d) Membanggakan nama Indonesia dengan prestasi.
e) Menghargai perbedaan antar suku bangsa.
4. Nilai Kerakyatan
a) Mengikuti pemilihan umum.
b) Menghargai keputusan yang diambil melalui musyawarah.
c) Mendengarkan dan Menghargai saran atau kritik dari orang
lain.
d) Menghormati orang lain yang sedang memberikan pendapat.
5. Nilai Keadilan
a) Mengikuti kegiatan-kegiatan sosial.
b) Menerapkan sikap adil terhadap sesama.
c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d) Mengedepankan sikap kegotong royongan.
C. Hakikat Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara mengandung arti bahwa Pancasila
dijadikan landasan dalam penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar jharus
mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan tidak boleh bertentangan. Menurut
Damanhuri dkk (2016:183) secara etimologis Pancasila berasal dari bahasa

17
sansekerta yang di artinya Pancasila berarti lima dan sila berarti batu sendi, alas
dan dasar. Pancasila memiliki arti lima dasar, sedangkan sila sendiri sering
diartikan sebagai kesesuaian atau peraturan tingkah laku yang baik. Hakikat
adalah sesuatu hal yang ada pada diri seseorang atau sesuatu hal yang harus ada
dalam diri sendiri.
Pancasila bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi warga Indonesia,
diterapkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV dan dijadikan sebagai dasar
negara Republik Indonesia yang terdiri dari 5 sila. Maskipun dalam UUD 1945
tidak secara langsung dijelaskan mengenai Pancasila, namun Pancasila sudah
tertanam sediri dalam jiwa masyarakat Indonesia bahwa Pancasila merupakan
pedoman yang harus ditanamkan dalam diri. Menurut Suraya (2015:154)
Pancasila adalah dasar negara Indonesia, Pancasila diibaratkan sebagai pondasi,
jadi semakin kuat 12 pondasi tersebut maka akan semakin kokoh suatu negara.
Pancasila juga mencerminkan kepribadian masyarakat Indonesia karena
didalamnya terdapat butir-butir yang apabila diimplementasikan akan
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat
Pancasila adalah sesuatu yang terkandung dalam nilai-nilai yang terdapat
pada sila Pancasila yang harus dijadikan sebab, sehingga dijadikan sebagai
dasar negara. Pancasila menunjukan hakikat atau subtansi Pancasila yaitu
dasar atau kata dasar Tuhan, manusia, rakyat, dan adil. Mendapatkan
awalan serta akhiran ke-an, per-an, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan.

MORAL DAN NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA


A. Nilai Moral Yang Terkandung Dalam Pancasila
Dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal
39 (2) dinyatakan bahwa di setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib
memuat pendidikan pancasila. Dengan adanya pendidikan pancasila dapat
dipelajari apa-apa saja yang termuat dalam kandungan pendidikan pancasila.

18
Dalam kandungan pendidikan pancasila terdapat banyak hal penting yang
harus diketahui dan ditaati seperti peraturan-peraturan maupun norma-norma
serta nilai dalam berbangsa dan bernegara yang terdapat dalam pancasila.
Oleh karena itu, berikut ini adalah pembahasan mengenai moral dan nilai yang
terkandung didalam pancasila yang diharapkan dapat membantu kita semua
untuk memahami mengenai moral serta nilai yang terkandung dalam
pancasila.
6) Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) = kesusilaan, tabiat, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-
aturan,kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap
sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, maka
pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat
berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral
dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat
kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma,
moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral
filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma,
dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai
aspeknya.11
Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-buruknya
seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga
negara. Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah prinsip
baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang.12
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian moral
adalah suatu tuntutan prilaku yang baik yang dimiliki individu sebagai
moralitas, yang tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku.
11
Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa di
Perguruan Tinggi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 34
12
Pramudya Yoga Arianto, “Pengertian Nilai, Moral, dan Norma”,
http://coretanseadanya.blogspot.com/2012/09/pengertian-nilai-moral-dan-norma-dalam.html,
09/10/2013

19
2. Pengertian Nilai dalam Pancasila

Nilai atau “value” (bahasa inggris) termasuk bidang kajian filsafat.


Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang
filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat sering juga
diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai dalam bidang filsafat
dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan”
(worth) atau kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan
kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.13
Menurut Walter G. Everett, nilai dibagi menjadi lima bagian sebagai
berikut:
1). Nilai-nilai ekonomi (economic values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan
dengan sistem ekonomi. Hal ini berarti nilai-nilai tersebut mengikuti harga
pasar.
2). Nilai-nilai rekreasi (recreation values) yaitu nilai-nilai permainan pada
waktu senggang,sehingga memberikan sumbangan untuk mensejahterakan
kehidupan maupun memberikan kesegaran jasmani dan rohani.
3). Nilai-nilai perserikatan (association values) yaitu nilai-nilai yang meliputi
berbagai bentukperserikatan manusia dan persahabatan kehidupan
keluarga, sampai dengan tingkat internasional.
4). Nilai-nilai kejasmanian (body values) yaitu nilai-nilai yang berhubungan
dengan kondisi jasmani seseorang.
5). Nilai-nilai watak (character values) nilai yang meliputi semua tantangan,
kesalahan pribadi dan sosial termasuk keadilan, kesediaan menolong,
kesukaan pada kebenaran, dan kesediaan mengontrol diri.14
Sedangkan menurut Prof. DR. Drs. Notonagoro, S.H. membagi nilai
menjadi tiga, yaitu:

13
Kaelan, Pendidikan Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2010), h. 87

14
Khadijah Nurani, “Nilai yang Terkandung dalam Pancasila”,
http://rani1991.wordpress.com/2011/04/04/nilai-yang-terkandung-dalam-pancasila/,
09/10/2013

20
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani
manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan/aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 (empat) macam yaitu:
a) Nilai kebenaran/kenyataan-kenyataan yang bersumber kepada unsur akal
manusia (ratio, budi, cipta).
b) Nilai keindahan yang bersumber pada rasa manusia (perasaan, aestitis).
c) Nilai kebaikan atau moral, yang bersumber pada kehendak/kemauan
manusia (karsa, etis).
d) Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, nilai kerohanian yang
tertinggi dan mutlak.
Nilai-nilai ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia yang
mempunyai nilai yang non-material (spiritual). Nilai manusia relatif dapat
diukur dengan mudah melalui alat-alat pengukur. Sedangkan nilai-nilai
rohaniah tidak dapat diukur dengan budi murni manusia dan karenanya lebih
sulit (nilai spiritual). Dalam hubungannya dengan filsafat, nilai merupakan
salah satu hasil pemikiran filsafat yang oleh pemikirnya dianggap sebagai
hasil maksimal yang paling benar, bijaksana, dan baik. Bagi manusia nilai
dijadikan alasan atau motivasi dalam segala perbuatannya. Dalam bidang
pelaksanaannya, nilai itu dijabarkan dalam bentuk kaidah/norma/ukuran
(normatif) sehingga merupakan satu perintah/keharusan atau merupakan
larangan atau tidak diinginkan (celaan).15
B. Nilai - Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila

Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila seperti yang teruang


dalam Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 itu adalah sebagai berikut:
1. Nilai Yang Terkandung Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa :

15
Baharudin Salam, Filsafat Pancasilaisme, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 36-37

21
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina
kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Nilai Yang Terkandung Dalam Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan
Bearadab :
a) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban anatar sesama manusia.
b) Saling mencintai sesama manusia.
c) Mengembangkan sika tenggang rasa dan tepa-selira.
d) Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g) Berani membela kebenaran dan keadilan.
h) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Nilai Yang Terkandung Dalam Sila Persatuan Indonesia :
a) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c) Cinta tanah air dan bangsa.
d) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
ber-Bhineka Tunggal Ika.

22
4. Nilai Yang Terkandung Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan :
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
e. Dengan itikat baik dan rasa tanggungjawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Nilai Yang Terkandung Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka member pertolongan kepada orang lain.
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak bersifat boros.
h. Tidak bergaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j. Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.

23
l. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.16

NEGARA PANCASILA YANG BERKETUHANAN YANG MAHA


ESA
A. Makna Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila
Dalam sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, hendaknya
menjadi dasar para pemuka agama dalam menganjurkan kepada pemeluk
agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang
dipeluknya. Pada sila pertama, negara wajib hukumnya untuk:
1. Menjamin kemerdekaan setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk
beribadah menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana
yang baik.
2. Memajukan toleransi dan kerukunan agama.
3. Menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai
tanggung jawab yang suci.
Sila pertama, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung
pengertian bahwa bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menganut
agama dan menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya. Pada sila
pertama ini juga mengajak manusia untuk mewujudkan kehidupan yang
selaras, serasi, dan seimbang antar sesama manusia Indonesia, antar bangsa,
maupun dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Berikut nilai-nilai yang
terkandung dalam sila pertama Pancasila, diantaranya:
1. Keyakinan terhadap adanya Tuhan yang Maha Esa dengan sifat-sifatnya
yang Mahasempurna.
2. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara menjalankan
semua perintah-Nya, dan sekaligus menjauhi segala larangan-Nya.

16
Laboratorium pancasila IKIP Malang, Pancasila dalam Kedudukan dan Fungsinya sebagai
dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 64-
67

24
3. Saling menghormati dan toleransi antara pemeluk agama yang berbeda-
beda.
4.Kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Sejarah mengatakan bahwa Pancasila dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) lahir pada 1 Juni 1945. Pancasila lahir didasarkan pada
pemikiran tokoh proklamator yang tidak lain adalah Bung Karno. Mungkin
banyak di antara kita yang tidak mengetahui apa dasar pemikiran Bung Karno
pada waktu mencetuskan ide dasar negara hingga tercetuslah ide Pancasila.
Dasar pemikiran Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai
Dasar Negara adalah mengadopsi istilah praktek- praktek moral orang Jawa
kuno yang di dasarkan pada ajaran Buddhisme. Dalam ajaran Buddhisme
terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan Panca Sila (bahasa
Sanskerta/Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu: bertekad menghindari
pembunuhan makhluk hidup, bertekad menghindari berkata dusta, bertekad
menghindari perbuatan mencuri, bertekad menghindari perbuatan berzinah,
dan bertekad untuk tidak minum minuman yang dapat menimbulkan ketagihan
dan menghilangkan kesadaran.
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah
dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah
paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar
sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu.
Jika kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali,
Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu.
Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta/Pali yang bisa berarti mulia
atau besar. Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi, salah jika penggunaan
kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar
dapat berarti sangat besar.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan
berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “eted”

25
yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu
pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian
jumlah dalam bahasa Sanskerta maupun bahasa Pali adalah “eka”. Jika yang
dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang
seharusnya digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.
Setelah kita memahami hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama
dari Pancasila NKRI ternyata begitu dalam dan bermakna luas, tidak
membahas apakah Tuhan itu satu atau banyak seperti anggapan kita selama
ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas sifat – sifat luhur / mulia
yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari
Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat
Indonesia harus beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka
diri bagi agama yang juga percaya bagi banyak Tuhan, karena yang
ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini adalah sifat – sifat luhur /
mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat membuka diri
bagi keberadaan agama yang juga mengerjakan nilai – nilai luhur dan mulia
meskipun tidak mempercayai adanya satu Tuhan.
Ketuhanan dalam Pancasila menjadi faktor transendental, unsur
pembentuk ilahi daru perinsip kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan
keadilan sosial. Berarti ketruhanan dalam Pancasila sudah berimplikasi
pluralism dan pluralitas. Ketuhanan dalam Pancasila bukanlah teori
ketuhanan, melainkan merupakan bagian hakiki perjuangan Soekarno untuk
membentuk Indonesia sebagai bangsa, nation.
Tujuannya untuk membangun toleransi agama–agama dan kepedulian
terhadap isu – isu kemanusiaan yang dilandasi dengan akar – akar teologis
yang kuat. Bahkan Pancasila merupakan sistem kebudayaan. Artinya,
Pancasiala medtinya menjadi bagian dari laku budaya setiap kehidupan
berbangsa. Melalui hasil cipta karsa manusia terpresentasikan dalam berbagai
kehidupan, baik budaya, politik, dan agama, Pancasila mesti menjadi kegiatan

26
kebudayaan. Yakni, menjadi orientasi hidup dan tujuan bagi kehidupan
berbangsa.17
B. Hubungan antara Negara dan Agama
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia telah menemukan suatu formulasi
yang khas tentang hubungan negara dan agama, di tengah-tengah tipe negara
yang ada di dunia, yaitu negara sekuler, negara ateis, dan negara teokrasi.18
Para pendiri bangsa Indonesia menyadari bahwa ‘kausa materialis’ 19 negara
Indonesia adalah pada bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia sejak
dahulu adalah bangsa yang religius, yang mengakui adanya ‘Dzat Yang Maha
Kuasa’, yaitu Tuhan. Hal ini merupakan ontologis20 bahwa manusia sebagai
warga negara adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan agama dan negara telah diperdebatkan sejak lama. Bahkan,
masalah ini dianggap pemicu pertama kalinya konflik intelektual dalam
kaitannya beragama dan bernegara. Dalam perkembangan peradaban manusia,
agama senantiasa memilki hubungan negara. Hubungan agama dan negara
mengalami pasang surut. Ada suatu masa di mana agama dekat dengan negara
atau bahkan menjadi negara agama atau sebaliknya pada masa-masa agama
mengalami ketegangan dengan negara, dalam perjalanannya hubungan antara
agama dengan negara, tentu tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya atau
politik yang melatarbelakanginya.
Puncak hubungan negara dengan agama terjadi konsepsi Kedaulatan
Tuhan (theocracy) dalam pelaksanaanya diwujudkan dalam diri raja.
Kedaulatan Tuhan dan Kedaulatan Raja berhimpit satu sama lain sehingga raja
17
Arif S., Falsafah Kebudayaan Pancasila: Nilai dan Kontradiksi Sosialnya, (Jakarta: Gramedia,
2016).
18
Teokrasi artinya “pemerintahan oleh wakil Tuhan”. Teokrasi adalah sistem pemerintahan yang
menjunjung dan berpedoman pada prinsip Ilahi. Teokrasi merupakan bentuk identitas yang lebih
absolut dalam sistem Agama Negara. Dimana pemimpin negara juga sekaligus pemimpin agama
spiritual.
19
Menurut Arianus Harefa dan Sodialman Daliwu dalam buku Teori Pendidikan Pancasila yang
Terintegrasi Pendidikan Anti Korupsi (2020), kausa materialis atau asal mula bahan, berarti
bangsa Indonesia merupakan asal muasal bahan pembentukan Pancasila.
20
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ontos dan logos. Ontos artinya ada dan logos
artinya ilmu. Ontologi merupakan ilmu yang membahas tentang keberadaan atau merupakan
sebuah ilmu yang membahas tentang hakikat dari segala sesuatu yang ada baik itu berupa
realitas fisik maupun metafisik.

27
adalah absolut yang mengungkung peradaban manusia pada abad pertengahan.
Kondisi tersebut melahirkan gerakan sekulerisme yang berusaha memisahkan
institusi negara dari institusi agama, antara negara dengan gereja.21
Sejarah hubungan agama dan negara di Indonesia selalu mengalami
perdebatan yang tidak pernah usai semenjak negara ini didirikan. Pembahasan
mengenai hubungan negara dan agama sesungguhnya tidak saja berasal ketika
rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tetapi sudah berlangsung jauh hari di antara para pendiri bangsa. Perbedaan
pandangan mengenai hubungan negara dengan agama sudah dimulai sejak
sebelum kemerdekaan yakni perdebatan ideologis antara PNI dengan
tokohnya Soekarno yang mewakili kelompok nasionalis sekuler dengan
kalangan Islam dengan Tokohnya HOS Cokroaminoto, Agus Salim, Ahmad
Hasan, dan M. Natsir yang mewakili kelompok nasionalis Islam.
Soekarno berbeda pandangan dengan M. Natsir mengenai masalah
hubungan agama dengan negara, Soekarno mendukung gagasan pemisahan
agama dengan negara. Menurut Soekarno, agama merupakan urusaan spritual
dan pribadi, sedangkan negara merupakan persoalan dunia dan
kemasyarakatan. Oleh karena itu, Soekarno berpendapat ajaran agama
hendaknya menjadi tanggung jawab pribadi dan bukan negara atau
pemerintah. Negara dalam hal ini tidak punya wewenang mengatur apalagi
memaksakan agama kepada warga negaranya. Sementara Natsir berpandangan
sebaliknya yaitu tidak ada pemisahan antara negara dengan agama. Menurut
Natsir agama (Islam) bukan semata-mata mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, tetapi juga mengatur manusia dengan manusia. Natsir beranggapan
bahwa negara adalah lembaga, sebuah organisasi yang memiliki tujuan,
lengkap dengan sarana fisik serta normanorma khusus yang diakui umum.
Dalam sebuah masyarakat terdapat berbagai lembaga (pendidikan, ekonomi,
agama, politik, keluarga), negara mencakup keseluruhan dan semua
lembaganya, negara mempersatukan lembaga-lembaga ini di dalam sistem

21
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (Jakarta: Sekretariat Jendral dan
Kepaniteraan, 2008), hlm. 703.

28
hukum, mengatur masyarakat yang berbeda-beda. Negara juga berhak
memaksa anggotanya mematuhi peraturan dan hukumnya.22
Dikotomi pemikiran mengenai masalah hubungan agama dengan
negara ternyata mendominasi perdebatan pemikiran di BPUPKI selama
membahas dasar Negara Indonesia. Perdebatan pemikiran di BPUPKI itu
sebenarnya meneruskan perdebatan yang sudah berlangsung sebelumnya
antara dua kelompok ideologi utama itu. Ideologi kebangsaan tampak dalam
pandangan-pandangan mempertahankan persatuan persatuan, kebangsaan,
kekeluargaan, kerakyatan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
kemanusian yang adil dan beradab. Ideologi Barat modern sekuler tampak
dalam pandangan mereka yang menginkan dipisahkannya urusan agama
dengan negara sedangkan ideologi Islam tampak dari pendapat yang
menghendaki Islam yang menjadi dasar negara. Sehingga dalam sidang
BPUPKI dapat dikelompokkan secara ideologi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok sekuler (gabungan antara ideologi kebangsaan dan ideologi barat
modern) dan kelompok nasionalis Islam (gabungan antara antara ideologi
kebangsaan dan Islam).23
Ada beberapa pandangan penting yang disampaikan tokoh dari
kalangan nasionalis sekuler. Mengenai perumusan dasar negara. Yang pertama
pandangan Muh. Yamin. Antara lain mengemukakan bahwa negara yang akan
dibentuk adalah suatu negara kebangsaan Indonesia yang sewajarnya dengan
peradaban kita dan menurut susunan dunia sekeluarga di atas dasar
kebangsaan dan ke-Tuhanan. Selanjutnya Muh Yamin mengajukan lima dasar
negara, yaitu; Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan persatuan Indonesia,
rasa kemanusian yang adil dan bersadab, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial
bagi seluruh Indonesia.24

22
Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 1995), hlm. 107.
23
Valina Singka Subekti, Menyusun Konstitusi Transisi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008),
hlm. 116
24
Saafrudin Bahar, Risalah sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945-19 Agustus

29
Kemudian Soepomo menyampaikan persetujuannya dengan pemikiran
Hatta, bahwa dalam negara persatuan di Indonesia hendaknya urusan negara
dipisahkan dari urusan agama. Kemudian, Soepomo menegaskan pendirianya
bahwa negara yang hendak didirikan adalah negara nasional yang bersatu,
yaitu negara yang tidak akan mempersatukan dirinya dengan golongan yang
terbesar, tetapi yang akan mengatasi segala golongan dan akan menghormati
keistimewaan dari segala golongan, baik golongan yang besar maupun yang
kecil. Dengan sendirinya Soepomo, dalam negara nasional yang bersatu itu
urusan agama akan terpisah dari urusan agama dan dengan sendirinya dalam
negara nasional yang bersatu itu urusan agama diserahkan kepada golongan-
golongan agama yang bersangkutan. Soepomo mengakui adanya perbedaan
menyangkut hubungan negara dengan agama. Memang di sini terlihat ada dua
paham, ialah; paham dari anggota-anggota ahli agama, yang menganjurkan
supaya Indonesia didirikan sebagai negara Islam, dan anjuran lain,
sebagaimana telah dianjurkan oleh tuan Moh. Hatta, ialah negara persatuan
nasional yang memisahkan urusan negara dan urusan Islam, dengan kata lain
Indonesia bukan merupakan negara Islam seutuhnya.25
Pendiri negara Indonesia nampaknya menentukan pilihan yang khas
dan inovatif tentang bentuk negara dalam hubungannya dengan agama.
Dengan melalui pembahasan yang sangat serius disertai dengan komitmen
moral yang sangat tinggi sampailah pada suatu pilihan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
Mengingat kekhasan unsur-unsur rakyat dan bangsa Indonesia yang terdiri
atas berbagai macam etnis, suku, ras agama nampaknya Founding Fathers kita
sulit untuk menentukan begitu saja bentuk negara sebagaimana yang ada di
dunia.
Negara demokrasi model barat lazimnya bersifat sekuler, dan hal ini
tidak dikehendaki oleh segenap elemen bangsa Indonesia. Negara komunis
lazimnya bersifat atheis, yang menolak agama dalam suatu negara, sedangkan

1945, (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1992), hlm. 10-20.


25
Ibid, hlm. 40.

30
negara agama akan memiliki konsekuensi kelompok agama tertentu akan
menguasai negara dan di Indonesia dalam hal ini Islam. Oleh karena itu,
negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan pilihan kreatif
dan merupakan suatu proses eklektis inkorporatif. Artinya pilihan negara
yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah khas dan nampaknya
yang sesuai dengan kondisi objektif bangsa Indonesia. Agus Salim
menyatakan bahwa dasar Ketuhanan Yang Maha Esa adalah merupakan
pokok atau dasar dari seluruh sila-sila lainnya. Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa merupakan pedoman dasar bagi kehidupan kenegaraan yang terdiri atas
berbagai elemen bangsa. Berdasarkan pandangan Agus Salim tersebut prinsip
dasar kehidupan bersama berbagai pemeluk agama dalam suatu negara
Republik Indonesia. Dalam kehidupan bersama ini negara maupun semua
paham dan aliran agama tidak dibenarkan masuk pada ruang pribadi akidah
masing-masing orang.26
Secara filosofis relasi ideal antara negara dengan agama, prinsip dasar
negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti setiap warga negara
bebas berkeyakinan atau memeluk agama sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya. Kebebasan dalam pengertian ini berarti bahwa keputusan
beragama dan beribadah diletakkan pada domain privat atau pada tingkat
individu. Dapat juga dikatakan bahwa agama merupakan persoalan individu
dan bukan persoalan negara. Negara dalam hubungan ini cukup menjamin
secara yuridis dan memfasilitasi agar warga negara dapat menjalankan agama
dan beribadah dengan rasa aman, tenteram, dan damai.
C. Implementasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan
Sesuai dengan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 memberikan kita
petunjuk-petunjuk nyata dan jelas bagaimana wujud pengimplementasian kita
terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara sebagai
berikut:

26
Mohamad Roem, dan Agus Salim, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Lahirnya Pancasila, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1977).

31
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama & penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup.
3. Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.27
Selain 4 hal diatas, masih ada lagi beberapa contoh penerapan sila Ketuhanan
Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
(1) Tidak mengganggu teman yang sedang beribadah di sekolah; (2)
Mempersilakan teman yang hendak beribadah saat belajar atau bermain
bersama; (3) Menaati perintah Tuhan Yang Maha Esa; (4) Tidak membeda-
bedakan agama karena meyakini semua agama murni adalah ajaran Tuhan;
dan (5) Berbuat baik dan mulia sesuai ajaran Tuhan.28

PANCASILA DALAM KURUN WAKTU ORDE LAMA, ORDE BARU,


DAN ORDE REFORMASI (SEKARANG)

A. Orde lama
Pada masa orde lama yaitu pada masa kepemimpinan presiden
Soekarno, Pancasila mengalami ideologisasi, dimana Pancasila berusaha
untuk dibangun, dijadikan sebagai keyakinan, dan kepribadian bangsa
Indonesia. Ideologi Pancasila yang berangkat dari mitologi atau mitos
yang disampaikan oleh Presiden Soekarno, belum jelas dapat
mengantarkan bangsa Indonesia ke arah kesejahteraan. Tetapi Soekarno

27
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Palangkaraya, “Butir-Butir Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila”. https://kesbangpol.palangkaraya.go.id/butir-butir-pedoman-
penghayatandan-pengamalan-pancasila/ 14/09/2022
28
Trisna Wulandari, “12 Contoh Penerapan Sila ke-1 Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari, Yuk
Lakukan!”. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5676742/12-contoh-penerapan-sila-ke-1-
pancasila-dalam-kehidupan-sehari-hari-yuk-lakukan, 14/09/2022.

32
tetap berani membawa konsep Pancasila ini untuk dijadikan ideologi
bangsa Indonesia.
Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh kekacauan dan kondisi
sosial-budaya yang berada di dalam suasana transisional dari masyarakat
terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa ini merupakan masa
pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem
kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-
beda pada masa orde lama.
a) Periode 1945-1950
Pada periode ini, dasar negara yang digunakan adalah Pancasila
dan UUD 1945 dengan sistem pemerintahan presidensil, namun dalam
prakteknya sistem ini tidak dapat terwujudkan setelah penjajahan dapat
diusir. Persatuan rakyat Indonesia mulai mendapatkan tantangan, dan
muncul upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar Negara
dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun
pada tahun 1948 dan oleh DI/TII yang ingin mendirikan Negara
dengan berlandaskan Agama Islam.
b) Periode 1950-1959
Pada periode ini, Pancasila diterapkan sebagai ideologi liberal
yang pada kenyatannya tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan.
Walaupun dasar Negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila ke-empat
tidak berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak.
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan
terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis.
c) Periode 1959-1965
Pada periode ini, bangsa Indonesia menerapkan 4ector
demokrasi terpimpin. Akan tetapi, demokrasi pada periode ini justru
tidak berada dan memihak pada kekuasaan rakyat (walaupun yang
memimpin adalah nilai-nilai Pancasila) melainkan kepemimpinan
berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno (melaksanakan

33
pemahaman Pancasila dengan paradigma USDEK; UUD 1945,
sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin,
dan kepribadian nasional). Sehingga terjadi berbagai penyimpangan
penfsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi yang berakibat pada ke-
otoriteran presiden Soekarno yang menjadi presiden seumur hidup dan
membuat politik konfrontasi, serta menggabungkan nasionali, agama,
dan komunis, yang ternyata tidak cocok dengan kehidupan Negara
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kemerosotan moral sebagian
masyarakat yang sudah tidak mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan
ideologi lain serta terjadi masalah-masalah yang memprihatinkan,
seperti kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang semakin merosot.
Dinamika perdebatan ideologi antara kelompok Islam dengan
Pancasila adalah wajah dominan perpolitikan nasional pada masa Orde
Lama. Pada dasarnya, hal ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan
kelompok Islam atas penghapusan Piagam Jakarta dari Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Apalagi ketika penguasa menggunakan
Pancasila sebagai alat untuk menekan dan mengekang kelompok
Islam.
Hal ini tampak jelas ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila
sudah bukan merupakan titik pertemuan bagi semua ideologi
sebagaimana yang dimaksud oleh Soekarno dahulu. Pancasila telah
dimanfaatkan sebagai senjata ideologis untuk mendelegitimasi
tuntutan Islam bagi pengakuan negara atas Islam. Bahkan, secara
terang-terangan pada tahun 1953 Presiden Soekarno mengungkapkan
kekhawatirannya tentang implikasi-implikasi negatif terhadap kesatuan
nasional jika kelompok Islam di Indonesia masih memaksakan
tuntutan mereka untuk sebuah negara Islam.Pada masa ini juga,
Presiden Soekarno membubarkan partai Islamterbesar di Indonesia,
Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan
regional berideologi Islam.

34
Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling
berlawanan antara Presiden Soekarno, militer, Partai Kominis
Indonesia (PKI), serta kelompok Islam telah menimbulkan struktur
politik yang sangat labil pada awal tahun 1960-an, sampai akhirnya
melahirkan Gerakan G 30 S/PKI yang berakhir pada runtuhnya
kekuasaan Orde Lama.
B. Orde Baru
Orde Baru adalah suatu system pemerintahan yang hendak
menerapkan tatanan kehidupan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Orde ini lahir setelah terjadinya tragedi nasional pada tahun
1965.Pemerintahan orde baru menggunakan konsep Demokrasi Pancasila.
Visi utama pemerintahan orde baru adalah menerapkan nilai Pancasila dan
UUD 1945, secara murni serta konsekuen dalam aspek kehidupan
masyarakat Indonesia.
Di masa orde lama, komunisme dan gagasan yang bertolak
belakang dengan Pancasila sempat meluas. Hal ini membuat Soeharto di
masa jabatannya melakukan indoktrinasi Pancasila. Beberapa metode
indoktrinasi yang dilakukannya yaitu:
 Menerapkan pengajaran P4 (Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) di sekolah
 Soeharto mengizinkan masyarakat membentuk organisasi dengan
syarat menggunakan asas pancasila
 Melarang kritikan yang menjatuhkan pemerintah dengan alasan
stabilitas negara.

Sistem pemerintahan pada masa orde baru adalah presidensial


dengan bentuk pemerintahan Republik dan UUD 1945 sebagai dasar
konstitusi yang berlaku. Dalam periode masa orde baru, terjadi banyak
perubahan-perubahan politik dan ekonomi. Pada akhir masa Demokrasi
Terpimpin ( pertengahan dekade 1960 – an ) terjadi krisis ekonomi , akibat
defisit anggaran, melemahnya investasi akibat banyaknya perusahaan

35
asing yang dinasionalisasi, dan pencetakan uang baru tanpa perhitungan
yang matang sehingga menyebabkan inflasi . Kondisi ini diperparah krisis
politik akibat berbagai aksi sepihak yang dilancarkan oleh PKI ( Partai
Komunis Indonesia ) yang menyerang perkebunan besar dan menduduki
tanah . Kondisi krisis ini , seiring dengan terjadinya pembunuhan para
perwira Angkatan Darat oleh Gerakan 30 September ( yang diduga
didalangi oleh PKI ), terjadi demonstrasi besar besaran oleh kesatuan –
kesatuan aksi, yang menyuarakan tuntutan yang disebut Tritura . Gerakan
yang mengajukan tuntutan ini adalah Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
( KAPI ), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia ( KAPPI ), Kesatuan
Aksi Buruh Indonesia ( KABI ), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia
( KASI ), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI ), dan Kesatuan Aksi
Guru Indonesia ( KAGI ) , yang didukung penuh oleh Tentara Nasional
Indonesia ( TNI). Tritura adalah kepanjangan dari Tri Tuntutan Rakyat,
yaitu tiga tuntutan yang disampaikan kepada Presiden Soekarno oleh
gerakan mahasiswa dan rakyat, pada 10 Januari 1966. Gerakan mahasiswa
dan rakyat menuntuk tiga hal, sebagai berikut.

A. Bubarkan PKI dan ormas – ormasnya.

B. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur – unsur G – 30 – S / PKI.

C. Turunkan harga atau perbaiki ekonomi.

Aksi demonstrasi yang dipelopori oleh KAMI mendapat dukungan


luas di ibu kota. Aksi tersebut menyebar ke kota – kota lain di seluruh
wilayah Indonesia. Aksi – aksi Tritura berlangsung sampai dikeluarkannya
Surat Perintah 11 Maret 1966. Menghadapi aksi – aksi Tritura tersebut,
para pendukung Presiden Ir . Soekarno terutama Soebandrio membentuk
Barisan Soekarno. Namun pembentukan Barisan Soekarno di daerah
daerah dilarang oleh Kodam. Pada bulan Februari 1966, Presiden Ir.
Soekarno mengadakan perombakan perombakan Kabinet Dwikora I.
Kabinet baru itu disebut Kabinet Dwikora II atau Kabinet Dwikora yang

36
disempurnakan. Kabinet ini ternyata memperbesar kekecewaan rakyat
terhadap Presiden Ir. Soekarno. Hal itu karena beberapa orang yang
terindikasi terlibat G – 30 – S / PKI dimasukkan ke dalam kabinet. Oleh
karena itu, mahasiswa menyebut kabinet ini sebagai Kabinet Gestapa atau
Kabinet 100 Menteri karena jumlah anggotanya seratus orang lebih.

C. Orde Reformasi (sekarang)


Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah
yang lebih baik secara konstitusional. Lahirnya Reformasi oleh pemerintah
Orde Baru yang sebelumnya berjalan secara otomatis dan tidak
memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat berpartisipasi dalam
proses pembangunan. Gerakan Reformasi dimulai ketika Presiden
Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden pada 21 Mei 1998.
Era Reformasi di Indonesia dimulai pada tahun 1998, tepatnya saat
Presiden Soeharto memulai diri. Periode ini dicirikan oleh lingkungan
sosial yang lebih terbuka Gerakan yang terjadi pada tahun 1998
merupakan gerakan untuk mengadakan perubahan dan perubahan terutama
dalam bidang politik, sosial dan ekonomi.
1. Perkembangan politik pada masa reformasi
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat
dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian
didukung “Era Reformasi”. Masih adanya tokoh – tokoh penting pada
masa Orde Baru di jajaran pemerintahan di masa Reformasi sering
membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde masih belum
berakhir. Oleh karena itu, Era Reformasi atau Orde Reformasi sering
disebut sebagai “ Era Pasca Orde Baru “.
Akhirnya berbagai macam penyelewengan dilakukan,
penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan – ketentuan
yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah
Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan itu
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa sehingga hal

37
tersebut selalu dianggap sah dan benar-benar merugikan rakyat.
Penyimpangan yang telah berlangsung lama berubah pada krisis di
segala bidang, antara lain krisis politik, hukum, ekonomi, sosial dan
kepercayaan.
Pada dasarnya kebijakan pemerintah Era Reformasi ditujukan
pada upaya mengatasi masalah yang ditimbulkan pada masa Orde Baru
yang merugikan masyarakat. Substitusi agenda reformasi politik,
sebagai berikut.
a. Reformasi di bidang ideologi negara dan konstitusi.
b. Pemberdayaan DPR, MPR, dan DPRD, maksudnya agar lembaga
perwakilan rakyat benar-benar melaksanakan fungsi perwakilannya
sebagai berikut.
1. Anggota DPR harus benar-benar dipilih dalam pemilu yang
jurdil.
2. Perlu diadakan perubahan tata tertib DPR yang menghambat
kinerja DPR.
3. Memperdayakan MPR.
4. Perlu pemisahan jabatan ketua MPR dengan DPR.
c. Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet meliputi hal – hal
berikut .
1. Menghapus hak khusus Presiden yang berbentuk keputusan
presiden dan lebih presiden.
2. Membatasi penggunaan hak prerogatif.
3. memperhatikan kode etik kepresidenan.
d. Pembaharuan kehidupan politik, yaitu memperdayakan partai
politik untuk menjamin hak rakyat, maka harus dikembangkan
8ector multipartai yang demokratistanpa intervensi pemerintah.
e. Penyelenggaraan pemilu
f. Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi pegawai yang
netral dan professional

38
g. Militer dan dwifungsi ABRI mengarah pada pengurangan peran
sosial politik secara bertahap sampai akhirnya hilang sama sekali ,
sehingga ABRI berkonsentrasi pada hankam.
h. Sistem pemerintah daerah dengan sasaran memperdayakan
otonomi daerah dengan asas desentralisasi.
2. Kegiatan Ekonomi
Semenjak berlangsungnya krisis moneter di tahun 1997,
ekonomi Indonesia mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian
semakin menurun dan kesejahteraan rakyat memburuk. Berikut ini
upaya-upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan pada beberapa
periode kepemimpinan masa Reformasi
a. Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
Dalam menyelesaikan krisis moneter dan melakukan perbaikan
ekonomi Indonesia B. J. Habibie melakukan langkah-langkah antara lain,
sebagai berikut:
1) Menjalin kerja sama dengan International Moneter Fund IMF (Dana
Moneter Internasional) untuk membantu dalam proses pemulihan
ekonomi.
2) Pelaksanaan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian.
3) Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
.4) Menaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah
Rp10.000,00.
5) Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar
negeri. Upaya menyelesaikan krisis keuangan dan perbaikan ekonomi
yang dilakukan meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika,
yaitu Rp6.700 per dolar Amerika pada bulan Juni 1999. Namun rupiah
kembali melemah mencapai Rp8.000 per dolar Amerika pada akhir masa
jabatan Habibie.
b. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid Abdurrahman Wahid

39
Alias Gus Dur memulai perjuangan Habibie mendongkrak
pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1998. Secara perlahan, ekonomi
Indonesia tumbuh 4,92 persen pada tahun 2000). Gus Dur menerapkan
kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pemerintah membagi
dana secara berimbang antara pusat dan daerah. Kemudian, pemerintah
juga menerapkan pajak dan retribusi daerah. Meski demikian ekonomi
Indonesia pada 2001 tumbuh menjadi 3,64 persen. Pada bulan April tahun
2001 hilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh Rp12.000,00
per dolar AS. Lemah dan tidak stabilnya nilai tukar rupiah tersebut
berdampak negatif terhadap roda perekonomian nasional yang dapat
membantu pemulihan usaha, bahkan dapat membawa Indonesia ke krisis
kedua terhadap ekonomi, sosial, dan politik akan jauh lebih besar daripada
krisis pertama.
c. Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri
Pada masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi
Indonesia secara bertahap terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun
2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen dari 3,64 persen pada
tahun sebelumnya Kemudian, pada tahun 2003, ekonomi tumbuh menjadi
4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati pada tahun 2004, ekonomi
Indonesia tumbuh 5,03 persen. Tingkat kemiskinan pun terus turun dari
18,4 persen pada tahun 2001, 18,2 persen pada tahun 2002, 17,4 persen
pada tahun 2003, dan 16,7 persen pada tahun 2004. Saat itu mulai ada
tanda perbaikan yang lebih konsisten. Stabilitas ekonomi ipengaruhi oleh
kondisi politi Peformasi politik juga mereformasi ekonomi kita.Perbaikan
yang dilako emerintah saat itu yakni menja sektor.
perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat utang atau obligasi
secara langsung. Perekonomian Indonesia mulai terarah kembali. Meski
tak ada lagi pengulangan seperti di era Soeharto, tetapi ekonomi Indonesia
bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya pelaku - pelaku ekonomi

d. Pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono

40
Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang cukup
baik pada masa kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi yang berkisar pada 5
% sampai 6 % per tahun serta kemampuan ekonomi Indonesia yang
bertahan dari pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona
Eropa sepanjang tahun 2008 hingga 2009.
3. Kehidupan Kebudayaan, Sosial, dan Pendidikan
a. Kebudayaan
Paska Reformasi adanya koreksi terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi dalam membangun masyarakat yang demokratis, melalui
penyediaan arena publik dalam bentuk open house, dan berbagai forum
serta saluran lainnya sebagai tempat bertemunya negara dengan rakyat.
Forum dan saluran tersebut dapat menampung aspirasi rakyat, tempat dan
media di mana rakyat secara bebas melakukan pengawasan, berpartisipasi
politik dan meminta pertanggungjawaban. Dengan demikian, kebebasan
yang ada berdasarkan kesepakatan bersama, bukan kebebasan yang
bersifat liberal, namun memiliki batasan yang tegas, yaitu batas kepatuhan
terhadap hukum dan HAM serta batas inklusifitas dan solidaritas.
b. Kehidupan Sosial
Perkembangan sosial budaya pada masa Reformasi sangat bisa
dikatakan sebagai perkembangan terburuk. Pada masa Reformasi, banyak
dari rakyat Indonesia maupun bangsa pendatang yang memperhatikan
etnosentrisme atau bahwa suku-suku itu sendiri yang paling hebat banyak
peristiwa buruk seperti pengusiran massal oleh rakyat Indonesia terhadap
minoritas etnis Tiongkok karena diduga yang mengendalikan
perekonomian Indonesia dipegang oleh bangsa sendiri. Namun, seiring
dengan keberhasilan pemerintah era Reformasi dalam mengatasi masalah-
masalah yang dihadapi. Kehidupan sosial masyarakat Indonesia angsur
kembali kondusif. Pada masa Reformasi masyarakat lebih bebas
menyuarakan aspirasinya. Hal ini didukung dengan adanya Reformasi di
bidang komunikasi. Media massa seperti surat kabar dan majalah dapat

41
mengalirkan aspirasi dan gagasan secara bebas. Dicabutnya ketetapan
untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak, sehingga
media massa tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan
surat izin terbit.
c. Pendidikan
Pendidikan di Era Reformasi 1999 mengubah wajah sistem
pendidikan Indonesia melalui UU No. 22 Tahun 1999, dengan ini
pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Di
dalam masa Reformasi terdapat perubahan kurikulum, antara lain
Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006 dan Kurikulum 2013.

Harkat dan Martabat Manusia Bangsa Indonesia dalam Negara Pancasila

A. Pengertian Harkat dan Martabat Manusia


Harkat dan martabat merupakan dua konsep bahwa manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tidak dapat dipisahkan dari
makhluk lainnya. Meski memiliki arti yang berbeda, namun kedua istilah
tersebut memiliki keterkaitan yang erat.
Harkat manusia adalah derajat kemuliaan sedangkan martabat
manusia adalah harga diri atau tingkat harkat manusia. Manusia juga memiliki
jiwa dan raga dimana jiwa atau roh manusia memiliki derajat (harkat) yang
lebih tinggi karena berhubungan langsung dengan pencipta-Nya dan memiliki
kemampuan-kemampuan yang disebut cipta, rasa dan karsa. Sedangkan raga
manusia adalah derajat yang paling rendah di mata Tuhan karena berhubungan
dengan kondisi dan tingkat laku manusia yang terkadang manusia
mengingkari hakikat harkat dan martabat manusia lainnya.29

B. Harkat dan Martabat Manusia dalam Negara Pancasila

29
Mukhtar Zaini Dahlan, Pendidikan Agama Islam,Lppm IKIP PGRI Jember) h. 17.

42
Pancasila merupakan lambang negara Indonesia dan salah satu
pedoman hidup bagi manusia di Indonesia. Menurut Kaelan, makna Pancasila
pada sila pertama sampai sila kelima pun berbeda. Dalam makna Pancasila
ada tingkatan tingkatannya. Pada sila kedua dijiwai sila pertama dan menjiwai
sila-sila di bawahnya. Sila kedua yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan
beradab, mempunyai arti manusia merupakan objek dari Pancasila itu sendiri (
Kaelan, 2010 : 56).30
Manusia yang menjadi objek Pancasila adalah manusia yang
monodualis. Karena manusia merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan sosial. Realitas yang berkembang di masyarakat Indonesia saat ini
tidak ada yang mengacu dengan Pancasila, terutama sila kedua. Makna yang
terkandung dalam sila kedua adalah keadilan, dimana setiap orang Indonesia
berhak atas keadilan. Namun kenyataannya, hampir seluruh masyarakat
Indonesia tidak lagi merasa adil. Sistem politik dibuat oleh pemerintah dan
tidak melihat seperti apa nasib rakyat kecil, sehingga rakyat kecil tidak lagi
merasakan keadilan. Di dalam sila yang kedua terkandung nilai-nilai bahwa
negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang beradab.
Oleh karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam
peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia
sebagai hak dasar harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan
Negara. Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, antara lain:
1. Pengakuan terhadap Adanya Martabat Manusia
Pernyataan tersebut berarti bahwa setiap masyarakat
Indonesia harus menghormati, menghargai dan mengakui martabat
masyarakat satu sama dengan lain. Jika poin pertama ini
terealisasikan, maka kehidupan masyarakat Indonesia berjalan
dengan baik, tenteram dan damai. Kenyataannya martabat
masyarakat kecil tidak lagi dihargai dan diakui. Justru para

30
Yulia Djahir, Suplemen Buku Ajar Pendidikan Pancasila. (Deepublish, 2015) h. 42.

43
pemimpin negara sering menindas kehidupan masyarakat kecil,
padahal kehidupan masyarakat kecil harus diperhatikan lebih serius
agar negara ini maju dan dapat bersaing dengan negara-negara
maju lainnya.
2. Manusia yang Beradab terhadap Sesama Manusia
Manusia yang beradab adalah manusia yang mengerti dan
paham akan peraturan, nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Manusia yang beradab pasti menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, sehingga mereka bisa menghargai sesamanya.
Sebagaimana manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup
sendiri dan tidak lepas dari bantuan orang lain.31
3. Manusia yang Beradab yang Memiliki Daya, Cipta Rasa, Karsa
dan Keyakinan
Setiap manusia pasti memiliki daya, cipta rasa, karsa dan
keyakinan semua itu secara otomatis dimiliki secara cuma-cuma
dan tergantung pribadinya untuk mengembangkannya. Dari sinilah
terlihat jelas perbedaan antara manusia dengan hewan. Setiap
daya, cipta rasa, karsa yang dimiliki manusia adalah suatu
penghubung antara manusia satu dengan yang lain. Hal itu berarti
bahwa setiap masyarakat akan selalu berinteraksi dengan
sesamanya.32
Adapun ketetapan-ketetapan tentang sila kedua diatur pada Tap MPR
No.1/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Berikut ini butir-butir yang tercantum
pada sila kedua :

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan


martabatnya sesuai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban hak
asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,

31
Ibid, h. 43.
32
Ibid, h. 44.

44
agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit
dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Pancasila mengajarkan pemeluknya untuk mencintai orang-orang
Nasrani, Buddha, Hindu, Konghucu dan orang-orang kafir lainnya.
4. Mengembangkan sikap saling tegang rasa dan terpa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
10. Mengembangkan sikap menghormati dan saling bekerja sama
dengan Bangsa lain.
Kemanusian yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani
membela bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkanlah sikap menghormat-hormati dan kerja sama
dengan bangsa- bangsa lain (Kaelan, 2010 : 56).33

Kemanusian yang adil dan beradab adalah senantiasa menempatkan


sesuatu pada tempatnya dalam hal apapun tanpa memberatkan satu pihak.
Semuanya dianggap sama kedudukannya meskipun ada kesejahteraan hidupnya
tinggi dan ada kesejahteraan hidupnya kurang (masyarakat kecil), dalam hal ini
Pancasila terutama sila kedua menerapkan makna bahwa tidak ada ketimpangan
dalam hukum bagi setiap negara yang mendiami suatu negara tersebut adalah
Indonesia dan sila kedua juga mengandung makna rela berkorban demi membela
keutuhan bangsa Indonesia yang mendapat serangan dari dalam maupun luar yang
akan memecahkan kedaulatan negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar tidak
terjadi hal yang dapat merusak keutuhan dan moral bangsa maka perlu
diterapkannya sila kedua bagi masyarakat terutama masyarakat kecil yang
33
Ibid, h. 45

45
mayoritas berkependidikan rendah. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat
diperlukan dalam penyuluhan terhadap masyarakat agar masyarakat dapat
menelaah makna Pancasila yang benar terutama sila kedua.

Petunjuk bentuk wujud pengamalan Pancasila dalam sila kedua sebagai


berikut :
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sesuai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia. Karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan
kerja sama dengan orang lain.34
Dari pengamalan sila kedua di atas, sila kedua berarti tidak ada
perbedaan atau ketidaksetaraan dalam masyarakat Indonesia, terutama
dalam hukum (adil). Sesama manusia didorong untuk saling menghormati
agar kemanusiaan tetap menjaga rasa hormat terhadap bangsa dan tidak
menimbulkan diskriminasi dalam masyarakat

PENGERTIAN UUD 1945 DAN POKOK-POKOK PIKIRAN YANG

TERKANDUNG DALAM PEMBUKAAN UUD 1945

A. PENGERTIAN UUD 1945


UUD Negara adalah peraturan peradang-undangan yang tertinggi dalam
Negara dan merupakan hukum dasar Negara tertulis yang mengikat berisi
aturan yang harus ditaati. Hukum dasar Negera meliputi keseluruhan sistem

34
Ibid, h. 46.

46
ketatanegaraan yang berupa peraturan yang membentuk Negara dan mengatur
pemerintahannnya. UUD 1945 merupakan dasar tertulis (convensi).

Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah


keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal 11
Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea
keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-Undang
Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab 1 sampai dengan Bab XVD) dan 72 pasal
(pasal I sampai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan
dan 2 pasal Aturan Tambahan Bab IV tentang DPA dihapus, dalam
amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945.
Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh,
dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat
dipisahkan.

Naskahnya yung resmi telah dimuat dan disiarkan dalam "Berita


Republik Indonesia" Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946,
suatu penerbitan resmi Pemerintah RI. Sebagaimana kita ketahui Undang-
Undang Dasar 1945 itu telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indoneisa (PPKI) dan mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945.

Rancangan UUD 1945 dipersiapkan oleh suatu badan yang bemana


Badan Penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai, suatu badan bentukan Pemerintah Penjajah
Jepang untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka
persiapan kemerdekaan Indonesia

B. Pokok-pokok Pikiran Yang Terkandung Dalam Pembukaan UUD 1945 Istilah


"pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 pertama kali tertuang dalam

Penjelasan Umum UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Pembukaan


UUD 1945 mengandung 4 (empat) pokok pikiran, yaitu: (1) Negara persatuan
yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya; (2) Negara
kesejahteraan yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

47
(3) Negara yang berkedaulatan rakyat: (4) Negara berdasar Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Undang-Undang Dasar 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran


yang diciptakan dan dijelmakan dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945. Ada empat pokok pikiran yang memiliki makna sangat dalam, yaitu:

1. Pokok pikiran pertama: "Negara begitu bunyinya melindungi


segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara
persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya.
Jadi negara mengatasi segala paham golongan mengatasi segala paham
perseorangan. Negara, menurut pengertian "pembukaan" itu menghendaki
persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar
negara yang tidak boleh dilupakan Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran
persatuan. Dengan pengertian yang lazim, negara, penyelenggara negara, dan
setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas
kepentingan golongan ataupun perorangan.

2. Pokok pikiran kedua. "Negara hendak mewujudkan keadilan sosial


bagi seluruh rakyat Indonesia", ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial.
Pokok pikiran yang hendak diwujudkan oleh negara bagi seluruh rakyat ini
didasarkan pada kesadaran yang sama untuk menciptakan keadilan sosial
dalam kehidupan masyarakat.

3. Pokok pikiran ketiga, yang terkandung dalam Pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945 ialah "negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem negara
yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan
rakyat dan berdasarkan atas permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini
sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia". Ini adalah pokok pikiran

48
kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

4. Pokok pikiran keempat, yang terkandung dalam Pembukaan Undang


Undang Dasar 1945 adalah "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab". Oleh karena itu, undang-
undang dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-
lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur".

SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT


DEMOKRASI PANCASILA”

c. Definisi Sistem Pemerintahan


Sistem adalah sekumpulan bagian yang memiliki fungsi Sistem adalah
sekumpulan bagian yang memiliki fungsi, dan sistem juga dapat diartikan
sebagai suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
Sedangkan pengertian pemerintahan adalah prinsip yang membentuk satu
kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur ,
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur
individu satu sama lain atau dengan negara dan hubungan negara dengan
negara lain. Pemerintahan merupakanbagian dari fungsi politik dalam
ketatanegaraan. Tata cara pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara
tertuang dalam sebuah consensus awal pembentukan Negara.35
Bangsa Indonesia sejak awal mendirikan Negara, berkonsensus untuk
mendirikan Negara melalui proklamasi kemerdekaan yang dilakukan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan tersebut tertuang dalam peryataan atas
nama bangsa-bangsa Indonesia pada teks proklamasi. Sedangkan
kesepakatan untuk memegang dan menganut Pancasila sebagai sumber
inspirasi.
35
Syafiie, InuKencana. . Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : PT RinekaCipta, 1994),
h. 54

49
Sistem berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang
mempunyai hubungan fungsional.Pemerintahan dalam arti luas adalah
pemerintah/ lembaga-lembaga negara yang menjalankan segalah tugas
pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislative, maupun yudikatif.
Sistem pemerintahan di Indonesia cukup dinamis, ada beberapa sistem
pemerintahan yang pernah di terapkan oleh penguasa Indonesia, hal ini
berkaitan dengan kepentingan pemerintah dalam rangka melanggengkan
kekuasaannya, dan sistem politik internal serta suhu politik global. Pada awal

50
pemerintahan Ir. Soekarno, Indonesia mengadopsi sistem presidensil,
kemudian berubah menjadi parlementer dan kembali kepada sistem
presidensil, ketika masa Soeharto Indonesia lebih condong kearah quasi
presidensil, di era pasca reformasi menjadi presidensial lagi
d. Definisi Demokasi
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah
hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik
secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan,
dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas
dan setara.36
Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih.
Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan
diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara.37
Demokrasi tidak akan efektif dan lestari tanpa substansi yang berwujud
ideologi yang mewarnai pengorganisasian berbagai elemen politik seperti
partai politik, lembaga-lembaga pemerintahan maupun organisasi-organisasi
kemasyarakatan. Kelestarian demokrasi memerlukan partisipasi rakyat yang
bersepakat mengenai makna dan paham bekerjasama serta kegunaan
demokrasi bagi kehidupan mereka. Demokrasi yang kuat bersumber kepada
kehendak rakyat dan bertujuan untuk mencapai kemaslahatan bersama.
Dewasa ini istilah demokrasi sudah lebih luas mencakup demokrasi ekonomi,
kebudayaan, dan bahkan demokrasi menjadi sikap hidup yang mencakup
segala bidang kehidupan.
e. Demokrasi Pancasila

36
M. Taopan, DemokrasiPancasila, (Kupang: SinarGrafika, 1989) h. 11
37
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar IlmuPolitik. (Jakarta : PT GramediaPustakaUtama. 2002),
h. 72

51
Indonesia adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahannya republik
dengan sistem pemerintahan presidensial. Indonesia merupakan negara
demokrasi, Pancasila sebagai sebuah idelogi dan acuan sistem demokrasi di
Indonesia. Pancasila dijadikan acuan untuk berdemokrasi karena dinilai pas
untuk melakukan penyelenggaraan negara dengan ideal. Sila-sila yang
terdapat dalam Pancasila yaitu 1) Ketuhanan yang maha esa, 2) Kemanusiaan
yang adil dan beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, 5)
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Memiliki arti penting karena
Kelima sila-sila dasar tersebut adalah jiwa dari seluruh rakyat Indonesia yang
memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia dan pandangan hidup
berbangsa bernegara untuk mencapai cita-cita bangsa bersama dan menjadi
lebih baik.38
Demokrasi sendiri memiliki beberapa unsur, unsur tersebut adalah
adanya partisipasi masyarakat secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Begitu pula dengan demokrasi Pancasila, unsur-
unsur dari demokrasi Pancasila sendiri yaitu Demokrasi berdasarkan
kedaulatan rakyat, demokrasi berdasarkan kepentingan umum, demokrasi
menampilkan sosok negara hukum, di dalam negara demokrasi kepala negara
adalah atas nama rakyat negara, demokrasi mengakui hak asasi, kelembagaan
negara didasarkan kepada pertimbangan yang bersumber pada kedaulatan
rakyat, setiap demokrasi memiliki tujuan dalam bernegara setiap demokrasi
memiliki lembaga legislative, eksekutif, dan yudikatif, setiap demokrasi
kedudukan warga negaranya sama, dan setiap demokrasi memberikan
kebebasan dalam penyaluran aspirasi rakyat.
Sistem pemerintahan demokrasi merupakan pemerintahan yang dekat
dengan fitrah hati nurani rakyat karena dengan Demokrasi Pancasila adalah
demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan
kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran
religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, dalam

38
P. Sharma,. SistemDemokrasi Yang Hakiki. (Jakarta :YayasanMenaraIlmu, 2004), h.132

52
demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat, dalam demokrasi Pancasila kebebasan
individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung
jawab, dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi
dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau
minoritas.
2) Ciri Demokrasi Pancasila
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran
Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri
demokrasi Indonesia sebagai berikut yang dijadikan sebagai dasar
masyarakat maupun penyelenggara pemerintahan dalam bertindak serta
bagaimana peran masayarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan
adalah sebagai berikut :
4) Kedaulatan ada di tangan rakyat.
5) Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
6) Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai
7) mufakat.
8) Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
9) Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
10) Menghargai hak asasi manusia.
11) Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan
12) disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya
13) demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
14) Tidak menganut sistem monopartai.
15) Pemilu dilaksanakan secara luber.
16) Mengandung sistem mengambang.
17) Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
18) Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.39

39
Idris Israil, Pendidikan Pembelajaran Penyebaran Kewarganegaraan, (Malang: Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, 2005), h. 52

53
f. Sistem Pemerintahan Menurut Demokrasi Pancasila
Demokrasi.Itulah sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Indonesia
saat ini setelah melewati 32 tahun masa ketidaktransparanan terhadap
publik.Indonesia kini boleh mengecap indahnya demokrasi.Pers bisa
mengkritik pemerintah dan bukan berperan sebagai kaki tangan
pemerintah.Masyarakat bebas berekspresi,mengutarakan pendapatnya,
melakukan aksi unjuk rasa dan lain sebagainya.Pemerintah pun kini juga
lebih dituntut untuk transparan dan tidak menutup-nutupi koreng yang ada
dibadannya sendiri.Demokrasi telah mengubah masyarakat menjadi semakin
aktif.Ini merupakan sebuah konsekuensi logis mengingat demokrasi sangat
menjunjung tinggi pendapat setiap orang.Tidak ada lagi hal-hal yang
sebenarnya melarang setiap pribadi untuk berbicara.Bagi pemerintah,
demokrasi telah mengubah pemerintah untuk lebih bisa menerima masukan-
masukan dan pendapat- pendapat dari masyarakat.40
sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang
terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi
pokok, yaitu sebagai berikut:
6). Indonesia ialah Negara yang Berdasarkan Hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat).Hal ini mengandung arti
bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam
melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan
tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya.Persamaan
kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di
dalamnya.
7). Indonesia Menganut Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas).Sistem
konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan

40
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar IlmuPolitik. ,Op.Cit., h.96

54
konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang
merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
8). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi seperti
telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman
terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah
lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi, MPR mempunyai:
Tugas pokok MPR, yaitu:
a. Menetapkan UUD
b. Menetapkan GBHN
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
3. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh
lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden
4. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai
pelaksanaan GBHN
5. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat
Presiden dan Wakil Presiden
6. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa
jabatannya apabila
7. presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan
negara dan UUD 1945
8. Mengubah undang-undang.
9). Presiden
Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di
bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).Di bawah MPR,
presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi.Presiden selain
diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada

55
majelis.Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan
putusan-putusan MPR.
10). Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR
mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang
oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan
undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang,
presiden harus mendapat persetujuan dari DPR.Hak DPR di bidang
legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
5) Hak tanya/bertanya kepada pemerintah
6) Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan
kepada pemerintah
7) Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah
8) Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal
9) Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada
pemerintah.
11). Menteri Negara
Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR.Presiden memiliki wewenang untuk
mengangkat dan memberhentikan menteri negara.Menteri ini tidak
bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden.Berdasarkan hal
tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet
kepresidenan/presidensil.Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab
kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini
menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah
koordinasi presiden.
12). Kekuasaan Kepala Negara Tidak Terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia
bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus
memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat

56
karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR
merangkap menjadi anggota MPR.DPR sejajar dengan presiden.

PEWARISAN DAN KELESTARIAN NILAI - NILAI UUD 1945


A. UUD 1945 & Nilai Nilai yang Terkandung di dalamnya

a) UUD 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah


konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Republik
Indonesia. UUD 1945 menjadi perwujudan dari dasar negara Indonesia,
yaitu Pancasila.

Fungsi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis, yaitu


untuk mengatur jalannya pemerintahan negara. Sebagai hukum dasar,
UUD Negara Republik Indonesia menduduki posisi tertinggi yang
melandasi peraturan perundang-undangan lainnya.41

b) Nilai - Nilai yang Terkandung didalam UUD 1945

Jakarta (ANTARA) - Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan


Antarlembaga Sekretariat Jenderal MPR Budi Muliawan mengatakan
nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 menjadi landasan agar para
mahasiswa bijak menggunakan media sosial.

"Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai yang


terkandung dalam UUD NRI Tahun 1945 seperti nilai religius, nilai
kemanusiaan, nilai produktivitas, nilai keseimbangan, nilai demokrasi,
nilai kesamaan derajat, dan nilai ketaatan hukum, membuat kita lebih bijak
bermedia sosial," kata Budi Muliawan dalam keterangannya di Jakarta,
Kamis.

41
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5804954/makna-pembukaan-uud-1945-alinea-1-4-
begini-kandungan-tiap-alinea
(Diakses pada Rabu,05 Oktober 2022)

57
Hal itu dikatakannya saat menjadi narasumber dalam acara "MPR
Menyapa Sahabat Kebangsaan" di Kampus Universitas Muhammadiyah
Yogyakarya (UMY), Yogyakarta, Selasa (7/12).42

B. Pewarisan Nilai - Nilai UUD 1945

Pewarisan nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945 perlu mendapat perhatian


berhubung adanya peralihan generasi yang berlangsung terus-menerus. Peralihan
generasi itu memungkinkan timbulnya diskontinuitas dalam alam pikiran, sikap
dan penilaian dalam masyarakat terhadap nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945,
padahal dalam upaya menegakkan negara Republik Indonesia yang kita
proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 itu menghendaki adanya kontinuitas
dalam pola berpikir, sikap dan pengalaman terhadap nilai-nilai yang terdapat
dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Semakin jauh perjalanan hidup bangsa Indonesia dan semakin panjang rentetan
pergantian generasi bangsa Indonesia semakin terasa pentingnya memberikan
kejelasan tentang nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945, sebab nilai-nilai itulah
yang memberikan landasan serta arah bagi kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-
nilai tersebut tidak boleh berubah dan harus dijaga kemurniannya untuk dapat
diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Nilai-nilai yang perlu diwariskan kepada generasi penerus di antaranya nilai-


nilai yang telah mendapat kesepakatan seluruh rakyat Indonesia seperti
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai penjelmaan falsafah dan
pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia yang tercermin dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dan lima sila dalam Pancasila yang masing-masing
merupakan nilai instristik yang abstrak umum universal tetap tak berubah.

Generasi tahun 1945 telah berusaha merumuskan nilai-nilai yang telah


disepakati seluruh rakyat Indonesia itu dalam Undang-Undang Dasar 1945,
42
https://m.antaranews.com/berita/2574657/mpr-nilai-nilai-dalam-uud-nri-45-jadi-landasan-
bijak-gunakan-medsos#:~:text=Nilai%2Dnilai%20yang%20terkandung%20dalam,nilai
%20ketaatan%20hukum%2C%22%20tuturnya
(Diakses pada Rabu,05 Oktober 2022)

58
mempunyai tanggung jawab moral untuk mewariskannya kepada generasi muda
sebagai nilai-nilai yang dapat mengangkat derajat dan martabat bangsa dalam
sejarah perjuangan nasional. Oleh karena itu, segenap generasi muda di dalam
mengawal dan mengamalkan Pancasila harus memahami sedalam-dalamnya nilai-
nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pewarisan nilai - nilai UUD 1945 yaitu:

1).Proklamasi Kemerdekaan: yaitu sebagai Falsafah dan Pandangan Hidup.

2).Pancasila: yaitu sebagai pokok Dasar Negara.

C. Kelestarian Nilai - Nilai UUD 1945

Nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah nilai-


nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia, dianggap yang paling sesuai bagi bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, nilai - nilai Undang-Undang Dasar 1945 wajib
dilestarikan, yaitu upaya agar Undang-Undang Dasar 1945 itu bersifat kekal atau
tidak diganti dengan nilai-nilai lain yang bertentangan dengan kepribadian bangsa
Indonesia sendiri.
Undang-Undang Dasar 1945 di samping memuat aturan-aturan pokok yang
diperlukan bagi negara dan pemerintah, berisikan pula falsafah negara dan
pandangan hidup bangsa.
Dasar falsafah dan pandangan hidup tersebut telah berakar dan tumbuh
berabad-abad lamanya dalam kalbu dan sejarah bangsa Indonesia dan telah
ditempa dan diuji melalui perjuangan yang panjang dan penuh pengorbanan.
Kemantapan nilai-nlai Undang-Undang dasar 1945 dan kebutuhan yang tidak
dapat disangkal untuk mempertahankan dan mengamankannya sangat jelas
dirasakan oleh generasi yang telah terpanggil untuk membelanya, bahkan melalui
perjuangan fisik. Namun perlu tetap diusahakan agar generasi-generasi yang akan
datang tetap akan menghayati nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Ini merupakan tantangan utama yang kita hadapi dalam
pelestarian Undang-Undang Dasar 1945 untuk masa selanjutnya.
Dalam dunia yang kian menyempit, dimana hubungan antar manusia dan antar

59
bangsa menjadi kian intensif, membawa masalah-masalah yang semakin
berkaitan, kita akan dihadapkan kepada pengaruh aneka ragam pemikiran dan
pendekatan yang dapat berlawanan secara hakiki dengan pokok-pokok pikiran
yang melandasi Undang-Undang Dasar 1945.
Itu menjadi tugas kita semua, baik generasi tua maupun generasi muda – untuk
menjamin kelestarian Undang-Undang Dasar 1945. Bukan saja sebagai himpunan
serangkaian nilai-nilai luhur tetapi juga sebagai pegangan hidup yang akan
relevan dalam rangka tantangan-tantangan masa depan. Untuk itu perlu
dilaksanakan pewarisan nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar
1945 kepada generasi ke generasi.
Jika hal itu terjadi, maka dapat melahirkan tuntutan-tuntutan yang tak
mungkin terpenuhi tanpa mengorbankan jiwa dan asas kehidupan bangsa dan
negara yang dilandasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri.

Karena itu harus dicegah agar kita tidak menggunakan sistem nilai yang lain,
asing dalam mengukur pelaksanaan dan kemantapan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 sungguh cocok dan mampu memenuhi kebutuhan
bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 memiliki dan memberikan
landasan ideal, struktural dan operasional, apabila dilaksanakan dengan mantap
maka terciptalah stabilitas politik dan pemerintahan yang merupakan syarat
mutlak bagi keberhasilan pembangunan bangsa dalam rangka mengisi
kemerdekaan untuk mencapai cita-cita nasional, masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
Undang-Undang Dasar 1945 memiliki dan memberikan landasan struktural
yang kokoh yang menjamin stabilitas pemerintahan seperti digambarkan dalam
sistem dan mekanisme pemerintahan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945.
Demikian juga Undang-Undang Dasar 1945 memiliki dan memberikan
landasan operasional yang mampu memberikan pengarahan dinamika yang jelas,
dan sesuai dengan perkembangan keadaan dan kemajuan zaman seperti yang
digariskan dalam mekanisme penyusunan penyusunan haluan-haluan negara serta

60
ketentuan-ketentuan di berbagai bidang kehidupam yang tercantum dalam pasal
Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara mantap, maka


dapatlah diciptakan staabilitas politik dan pemerintahan , yang merupakan syarat
mutlak bagi pelaksanaan dan berhasilnya pembangunan bangsa dalam rangka
mengisi kemerdekaan untuk mencapai cita-cita nasional, masyarakat adil dan
makmur berdasrakan Pancasila.

Undang-Undang Dasar 1945 memang hanya singkat dan tidak memuat


ketentuan-ketentuan yang terperinci. Justru karena hanya singkat dan terdiri dari
hanya pokok-pokok itulah terletak kehikmatan, keluwesan, dan ketahanan
Undang-Undang Dasar 1945.

Hukum dasar tertulis (UUD) yang bersifat singkat, padat, utuh, dan luwes;
dalam sistem presidensial dengan mekanisme kepemimpinan nasionalnya yang
mantap, pola hubungan kerja sama fungsioanal yang khas antara lembaga negara;
kesemuanya ini memberikan kepastian akan sesuatu pemerintahan yang stabil,
berwibawa dan kompeten yang merupakan syarat bagi kelancaran pelaksanaan
tujuan nasional.

Bagi kita yang ingin mengetahui, ingin mengerti dan ingin menghayati
Undang-Undang Dasar 1945 agar dapat melaksanakannya sebaik-baiknya, kiranya
sangat perlu untuk selalu mengingat dan meresapi pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai pasal-
pasal dalam wujud norma-norma yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar
1945.

Dengan meresapi pokok-pokok pikiran yang demikian itu, maka dalam


menjalankan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, diharapkan akan dapat
memberikan tanggapan yang tepat atas maslah-masalah yang dihadapi sejalan
dengan dinamika perkembangan keadaan tanpa meninggalkan keaslian semangat
yang terkadung dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri.
Namun, pada akhirnya faktor yang menentukan pada usaha pelestarian dan

61
pemantapan Undang-Undang Dasar 1945 itu adalah manusia. Maka dari itu
semangat dan tekad para pemimpin dan penyelenggara pemerintah serta rakyat
Indonesia secara keseluruhan dalam melestarikan dan menerapkan Undang-
Undang Dasar 1945 secara harfiah dan batiniah merupakan syarat mutlak
keberhasilan perjuangan kita mewujudkan cita-cita Proklamasi pada 17 Agustus
1945.

62

Anda mungkin juga menyukai