kelompok 12
2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah fikih dari Bapak
Muhammad Anwar, SS, M.Pd.I yang berjudul “Jual Beli dan Gadai” dan juga
untuk teman-teman sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi
yang semoga bermanfaat.
Tak ada gading yang tak retak, kerja keras usaha maksimal yang kami
lakukan demi selesainya makalah ini, tetap akan selalu ada kekurangan di
dalamnya. Untuk itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan
pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Fikih
yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami guna perbaikan makalah
berikutnya agar lebih baik. Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua Aamiin yaa Rabbal’Aalamiin..Terima kasih.
Kelompok 12
DAFTAR ISI
C. Tujuan ............................................................................................................
A. Pengertian Jual
Beli ...........................................................................................
E. Pengertian Gadai
F. Dalil Gadai
G. Hukum Gadai
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sosial antara manusia, Islam sudah menata secara
sempurna sebuah aturan (hukum) yang di dalamnya terdapat adab/ etika dalam
hidup bermasyarakat yang semuanya terangkum dalam hukum muamalah salah
satunya jual beli dan gadai.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jual beli?
2. Apa dalil jual beli?
3. Apa hukum jual beli?
4. Apa syarat dan rukun jual beli?
5. Apa pengertian gadai?
6. Apa dalil gadai?
7. Apa hukum gadai?
8. Apa syarat dan rukun gadai?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian jual beli
2. Untuk mengetahui dalil jual beli
3. Untuk mengetahui hukum jual beli
4. Untuk mengetahui syarat dan rukun jual beli
5. Untuk mengetahui pengertian gadai
6. Untuk mengetahui dalil gadai
7. Untuk mengetahui hukum gadai
8. Untuk mengetahui rukun dan syarat gadai
BAB II
PEMBAHASAN
Dari Rifa'ah bin Rafi' ra. : bahwasanya Nabi saw, ditanya: pencarian
apakah yang paling baik? Beliau menjawab ‘’ialah orang yang
bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik" (H.
R. Al-Bazzar dan disahkan Hakim)
C. Hukum Jual Beli
Hukum jual beli dalam Islam ada lima macam yaitu sebagai
berikut:
a. Mubah, artinya boleh. Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh),
artinya setiap orang Islam boleh mencari nafkahnya dengan cara jual
beli dan juga boleh tidak melakukannya.
b. Wajib, artinya harus dikerjakan, yaitu harus mencari nafkah dengan
cara jual beli. Hukum ini berlaku untuk orang yang mempertahankan
hidupnya dengan cara berdagang atau jual beli.
c. Haram, artinya tidak boleh dikerjakan, yaitu jual beli secara tegas
dilarang oleh Islam seperti jual beli narkotika, babi, berhala, dan jual
beli yang mengandung unsur kezaliman (menipu, dusta, curang, riba
dan sejenisnya).
d. Sunah, artinya jual beli yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan
ditinggalkan tidak apa-apa. Jua beli ini di niatkan untuk membantu
orang lain, contohnya orang kaya yang menjual barang di koperasi
sekolah dengan tujuan untuk membantu dan memenuhi kebutuhan
siswa di sekolah. Andai orang tersebut tidak berjualan di koperasi, dia
tetap memiliki penghasilan yang besar.
e. Makruh, artinya jual beli yang apabila dikerjakan tidak mendapat
pahala dan sebaliknya, seperti jual beli saat azan pertama shalat jum’at.
D. Rukun dan Syarat Jual Beli
a. Rukun jual beli
1) Ada penjual.
2) Ada pembeli.
3) barang atau harta yang diperjual belikan.
4) Ada uang atau alat bayar yang digunakan sebagai penukar barang.
5) Ada lafal ijab qabul, yaitu sebagai bukti akan adanya kerelaan dari
kedua belah pihak.
b. Syarat penjual dan pembeli
1) Berakal sehat; tidak sah jual beli orang gila
2) Dengan kehendaknya sendiri; tidak sah jual beli orang yang
dipaksa dengan tidak benar. Adapun orang yang dipaksa dengan
benar misalnya oleh Hakim menjual hartanya untuk membayar
hutangnya, maka penjualannya itu sah.
3) Sudah dewasa (Baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh
anak-anak jual belinya tidak sah, kecuali pada hal-hal yang sifatnya
sederhana atau sudah menjadi adat kebiasaan. Seperti jual beli es,
permen dan lain-lain.
4) Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap
harta, karena keadaan mereka yang demikian itu hartanya pada
dasarnya berada pada tanggung jawab walinya.
c. Syarat barang yang diperjual belikan
1) Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2) Barang itu bermanfaat.
3) Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah
mewakilkan untuk menjualnya.
4) Barang itu dapat diserahterimakan kepemilikannya.
5) Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
d. Syarat ijab qabul
Ijab artinya perkataan penjual, misalnya: "Saya jual barang ini
sekian, sedang qabul artinya kata si pembeli, misalnya: "Saya terima
(saya beli) dengan harga sekian".
Syarat sah ijab qabul:
1) Jangan ada yang membatas/memisahkan, misalnya pembeli diam
saja setelah si penjual menyatakan ijab, atau sebaliknya.
2) Jangan disela dengan kata-kata lain.
3) Jangan berta'liq, yaitu seperti kata penjual: "Aku jual sepeda motor
ini pada saudara dengan harga Rap. 110.000,- setelah kupakai
sebulan lagi".
4) Jangan pula memakai jangkau waktu, yakni seperti katanya: "Aku
jual sepeda ini dengan harga Rp. 10.000,- kepada saudara dalam
waktu sebulan/ seminggu dan sebagainya.
E. Pengertian Gadai
Gadai dalam islam disebut Ar-Rahn secara bahasa artinya bisa ats-
tsubuut dan ad-Dawaam (tetap), dikatakan, “maa’un raahinun (air yang
diam, menggenang, tidak mengalir),” “haalatun raahinatun (keadaan yang
tetap)”, atau ada kalanya berarti al-Habsu dan al-Luzuum (menahan). Dan
Allah swt. berfirman:
ٌت َر ِه ْينَة ٍ ُكلُّ نَ ْف
ْ َس بِۢ َما َك َسب
"Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,"
(QS. Al-Muddassir 74: Ayat 38)
Maksudnya, setiap diri itu tertahan. Maka ini lebih dekat dengan
makna yang pertama (yakni tetap) karena sesuatu yang bertahan itu
bersifat tetap ditempatnya.
Sedangkan gadai (rahn) secara terminologis adalah menjadikan
harta benda sebagai jaminan utang agar utang itu dilunasi (dikembalikan)
atau dibayarkan harganya jika tidak dapat mengembalikannya.
Adapun gadai (Rahn) menurut istilah syara’, yang dimaksud
dengan gadai ialah:
a) Gadai adalah penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga
dapat dijadikan sebagai pembayar dari barang tersebut.
b) Gadai adalah menyendera sejumlah harta yang diserahkan sebagai
jaminan hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
c) Gadai ialah menjadikan harta benda sebagai jaminan atas utang.
d) Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan atau penguat
kepercayaan dalam utang piutang.
e) Gadai adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Adapun penggadaian dalam pengertian syariat, para ulama
mendefinisikan dengan, penetapan suatu barang yang memiliki nilai dalam
pandangan syariat sebagai jaminan atas utang, yang mana utang tersebut
atau sebagian darinya dapat dibayar dengan barang yang digadaikan. Jika
seseorang berutang kepada orang lain dan sebagai jaminannya dia
menyerahkan kepada orang yang akan memberinya utangan sebuah rumah
atau seekor binatang yang terikat, sampai dia melunasi utangnya, maka
itulah yang disebut dengan penggadaian dalam syariat.
F. Dalil Gadai
Dalil yang mengenai disyariatkannya gadai adalah:
a. Firman Allah swt. QS. Al-Baqarah [2]: 283
ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْليَُؤ ِّد الَّ ِذى ُ ضةٌ ۗ فَا ِ ْن اَ ِمنَ بَ ْع َ َْواِ ْن ُك ْنتُ ْم ع َٰلى َسفَ ٍر َّولَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َكا تِبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ْقبُو
َۗ و هّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ ن ۤ
َ ٗق َ َربَّهٗ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َدةَ ۗ َو َم ْن يَّ ْكتُ ْمهَا فَا ِ نَّهٗ ٰاثِ ٌم قَ ْلبُه
اْؤ تُمنَ اَما نَـتَهٗ و ْليتَّ هّٰللا
ِ َ َ َ ِ
َعلِ ْي ٌم
"Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang.
Tetapi, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah
kamu menyembunyikan kesaksian karena barang siapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
b. Sabda Rasulullah saw.
ي ِإلَى َأ َج ٍل َو َرهَنَهُ ِدرْ عًا ِم ْن َح ِديد َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ا ْشتَ َرى
ٍّ ط َعا ًما ِم ْن يَهُو ِد َّ َِأ َّن النَّب
َ ي
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari
orang Yahudi secara tidak tunai (berutang), lalu beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan gadaian berupa baju besi.” (HR.
Bukhari, no. 2068 dan Muslim, no. 1603).
G. Hukum Gadai