Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM AKAD SYARIAH

AKAD JUAL BELI DAN MACAM-MACAMNYA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1
A. MUH SAID GURBACHO AKHYAR : 105251106120
MUH HIDAYAT : 105251107220

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
C. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
1. PENGERTIAN AKAD DAN JUAL BELI....................................................................6
2. RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI...........................................................................7
3. MACAM MACAM AKAD JUAL BELI.......................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................13
1. SIMPULAN..................................................................................................................13
2. SARAN.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang " AKAD JUAL BELI DAN MACAM-MACAMNYA " ini.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama
Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta. Penulis
sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas hukum akad
syariah dengan judul " AKAD JUAL BELI DAN MACAM-MACAMNYA ". Semoga
dengan adanya makalah ini dapat menambah dan memperluas wawasan kita semua mengenai
akad jual beli sehingga dalam kehidupan sehari hari kita tidak lagi khawatir dalam
mengalami masalah jual beli di lingkungan kita. Demikian yang dapat saya sampaikan,
semoga bermanfaat.

Penyusun

Kelompok 1

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akad menjadi penting dalam masyarakat. Karena akad merupakan penghubung setiap
orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri
tanpa bantuan dan jasa orang lain. Sehingga dikatakan bahwa akad merupakan sarana sosial
yang mendukung manusia sebagai makhluk sosial.. Dalam muamalah terdapat berbagai
macam akad di bidang transaksi perekonomian, salah satu bentuk akad yang sering dilakukan
oleh Rasulullah SAW adalah jual beli. Hal ini sebagaimana Rafi’ bin Khudaij bertanya
kepada Rasulullah SAW perihal usaha yang paling baik, dan beliau menjawab: “Dari Rifa’ah
ibnu Rafi’ bahwa Nabi saw ditanya usaha apakah yang paling baik? Nabi menjawab: Usaha
seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur. ( H.R. alBazzar dan al-
Hakim)” Dalam hadith di atas dijelaskan bahwasanya pekerjaan sebagai pedagang sangatlah
mulia, sebagaimana dipraktikkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya. Selain untuk
memenuhi kebutuhan, berdagang juga mengandung unsur tolong menolong yakni menerima
dan memberikan andil kepada orang lain dalam mencapai kemajuan hidup. Karena itu Islam
tidak menghendaki adanya unsur kebathilan dalam memperoleh keuntungan dari berdagang.
Seperti praktik riba, penipuan, dan unsur lain yang bertentangan dengan shari‘ah Islam.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat al Nisa’ ayat 29 Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu”. (Q.S. al-Nisa’:29). Islam adalah agama yang diturunkan ALLAH kepada Nabi
MUHAMMAD SAW. Islam adalah agama yang membawa rahmat kepada seluruh alam
semesta. Tak terkecuali dalam keseharian manusia seperti masalah jual beli. Allah SWT telah
menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’atNya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” …Dan Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Q.S. al-Baqarah: 275). Nah, Apasih
itu jual beli?, bagaimana akadnya?, dalam kesempatan ini kita akan mengkaji lebih dalam
lagi seputar masalah akad jual beli.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Akad dan jual beli?

2. Apa rukun dan syarat jual beli?

3. Bagaimana macam macam akad jual beli?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu jual beli.

2. Untuk mengetahui apa rukun dan syarat jual beli

3. untuk mengetahui macam macam akad jual beli.

BAB II

PEMBAHASAN

5
1. PENGERTIAN AKAD DAN JUAL BELI

 Akad
Al ‘aqd merupakan kata asal dari kata akad dalam Bahasa Arab. Makna dari kata
tersebut bisa bermacam-macam. Namun demikian, secara garis besar makna yang terkandung
adalah makna ikatan, atau bisa juga makna ‘proses menggabungkan dua hal atau lebih’.
Dalam al-qamus al-muhith dan lisan al Arab dijelaskan akad menurut bahasa berarti ikatan
atau tali pengikat. Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan antara pihak pihak baik ikatan
itu secara konkrit atau secara abstrak yang berasal dari satu pihak atau kedua belah pihak.
Akad menurut istilah adalah segala yang diinginkan manusia untuk mengajarkannya baik
bersumber dari keinginan pribadi seperti waqaf atau bersumber dari dua pihak seperti jual
beli. Wahbah azzuhaili mendefiniskan akad dengan:” pertalian atau keterikatan antara ijab
dan qabul sesuai dengan kehendak syriah yang menimbulkan akibat hukum pada objek
perikatan
 Pengertian jual beli
Jual beli dalam istilah Fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan
menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albai’ dalam bahasa Arab terkadang
digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy syira (beli). Dengan demikian, kata al-
bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli. Pengertian jual beli secara syara‟ adalah
tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan. Atau dengan
kata lain secara syara‟ jual beli adalah pemindahan kepemilikan dengan kompensasi menurut
konteks yang disyariatkan.
 Pengertian Akad Jual Beli
Akad jual beli adalah suatu kesepakatan antara penjual dan pembeli. Dalam agama Islam,
aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa adanya akad, maka kegiatan jual beli dianggap
tidak sah.

 Dasar hukum jual beli terdapat dalam Qur’an surah Al Baqarah ayat 275

َ ِ‫الَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذل‬
ُ ‫ َّل هَّللا‬K‫ا ۗ َوَأ َح‬KKَ‫ ُل ال ِّرب‬K‫ ُع ِم ْث‬K‫ك بَِأنَّهُ ْم قَالُوا ِإنَّ َما ْالبَ ْي‬
ْ ‫ك َأ‬ ٰ
َ ‫ا َد فَُأولَِئ‬KK‫ ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن َع‬K‫لَفَ َوَأ ْم‬K‫ا َس‬KK‫ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَا ْنتَهَ ٰى فَلَهُ َم‬
‫ا‬KKَ‫ار ۖ هُ ْم فِيه‬ ِ َّ‫ َحابُ الن‬K‫ص‬
َ‫خَ الِ ُدون‬
Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli

6
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS Al Baqarah: 275)

2. RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI

Karena perjanjian jual beli sebagai perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi
terjadinya peralihan hak atas suatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka
dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun-rukun dan syarat
syarat tertentu. Para ulama fiqih telah sepakat bahwa, jual beli merupakan suatu bentuk akad
atas harta. Adapun rukun jual beli adalah sebagai berikut :

1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

2. Nilai tukar barang (uang) dan barang yang dibeli

3. Shigat (Ijab qabul).

Transaksi jual beli harus memenuhi rukun-rukun ini. Jika salah satu rukunnya tidak
terpenuhi, maka tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli. Dari paparan di atas
dapat diketahui bahwa rukun yang terdapat dalam transaksi jual beli ada tiga yaitu penjual
dan pembeli, barang yang dijual dan nilai tukar sebagai alat membeli, dan ijab qabul atau
serah terima.

Adapun syarat sahnya jual beli menurut jumhur ulama, sesuai dengan rukun jual beli
yaitu terkait dengan subjeknya, objeknya dan ijab qabul. Selain memiliki rukun, al-bai῾ juga
memiliki syarat. Adapun yang menjadi syarat-syarat jual beli adalah sebagai berikut :

Pertama tentang subjeknya, yaitu kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual
beli (penjual dan pembeli) disyaratkan:

1. Berakal sehat Maksudnya, harus dalam keadaan tidak gila, dan sehat rohaninya
2. Dengan kehendaknya sendiri (tanpa paksaan), maksudnya, bahwa dalam
melakukan perbuatan jual beli salah satu pihak tidak melakukan tekanan atau
paksaan atas pihak lain, sehingga pihak lain tersebut melakukan perbuatan jual

7
beli bukan disebabkan kemauan sendiri, tapi ada unsur paksaan. Jual beli yang
dilakukan bukan atas dasar kehendak sendiri tidak sah.
3. Kedua belah pihak tidak mubadzir, maksudnya pihak yang mengikatkan diri
dalam perjanjian jual beli bukanlah manusia yang boros (mubadzir). Sebab orang
yang boros di dalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap
bertindak. Sehingga ia tidak dapat melakukan sendiri sesuatu perbuatan hukum
walaupun kepentingan hukum itu menyangkut kepentingannya sendiri.
4. Baligh atau Dewasa, maksudnya adalah apabila telah berumur 15 tahun, atau telah
bermimpi (bagi laki-laki) dan haid (bagi perempuan). Namun demikian, bagi
anak-anak yang sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk,tetapi belum dewasa (belum mencapai umur 15 tahun dan belum bermimpi
atau haid), menurut pendapat sebagian ulama diperbolehkan melakukan perbuatan
jual beli, khususnya barang-barang kecil yang tidak bernilai tinggi.

Kedua, tentang objeknya. Yang dimaksud objek jual beli adalah benda yang menjadi
sebab terjadinya perjanjian jual beli. Benda tersebut harus memenuhi syarat-syarat:
1. Suci barangnya, maksudnya, barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang
dikualifikasi sebagai benda najis, atau digolongkan sebagai benda yang
diharamkan. Jadi tidak semua barang dapat diperjual belikan.
2. Dapat di manfaatkan, karena pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan
sebagai objek jual beli merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, seperti untuk
dikonsumsi, (beras, buahbuahan, dll), dinikmati keindahannya (perabot rumah,
bunga, dll.) dinikmati suaranya (radio, TV, burung,dll.) serta dipergunakaN untuk
keperluan yang bermanfaat seperti kendaraan, anjing pelacak, dll.
3. Milik orang yang melakukan akad, maksudnya, bahwa orang yang melakukan
perjanjian jual beli adalah pemilik sah barang tersebut atau telah mendapat izin
dari pemilik sah barang. Jual beli barang yang dilakukan oleh orang yang bukan
pemilik atau yang berhak berdasarkan kuasa pemilik tidak sah.
4. Mampu menyerahkan, maksudnya, penjual baik sebagai pemilik maupun sebagai
kuasa dapat menyerahkan barang yang dijadikan sebagai objek jual beli dengan
bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada
pembeli
5. Mengetahui dan melihat sendiri keadaan barang baik mengenai hitungan, takaran,
timbangan atau kualitasnya. Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang dan
jumlah harganya tidak diketahui, maka perjanjian jual beli itu tidak sah. Sebab
bisa jadi perjanjian tersebut mengandung unsur penipuan.
6. Barang yang diakadkan di tangan. Sehingga perjanjian jual beli atas sesuatu
barang yang belum di tangan (tidak berada dalam penguasaan penjual) dilarang
sebab bisa jadi barang tersebut rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana
telah diperjanjikan

8
Ketiga, lafadz atau ijab qabul. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi
perikatan yang diinginkan. Sedang qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.
Ijab qabul itu diadakan dengan maksud untuk menunjukkan adanya suka rela timbal balik
terhadap perikatan yang dilakukan oleh dua pihak yang bersangkutan.

3. MACAM MACAM AKAD JUAL BELI

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa sisi, yakni dari sisi obyek dan Subjek jual beli.
Pembahasannya sebagai berikut:

a. Ditinjau dari sisi benda yang dijadikan obyek jual beli ada tiga macam:

1) Jual beli benda yang kelihatan, yakni pada waktu mengerjakan akad jual beli benda atau
barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilaksanakan
masyarakat Umum.

2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian, yakni jual beli salam (pesanan).
Salam merupakan jual beli yang tidak tunai (kontan), pada awalnya meminjamkan barang
atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang
penyerahan barangbarangnya ditangguhkan hingga masa-masa tertentu, sebagai imbalan
harga yang telah diputuskan ketika akad.

3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak bisa dilihat, yakni jual beli yang dilarang oleh
agama Islam, sebab barangnya tidak pasti atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang
tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat memunculkan
kerugian diantara pihak.

b. Dari segi obyeknya jual beli dibedakan menjadi empat macam:

1) Bai’ al-muqayadhah,

Yakni jual beli barang dengan barang, atau yang lazim disebut dengan barter. Seperti
menjual garam dengan sapi.

2) Ba’i al-muthlaq,

Yakni jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual barang dengan saman
secara mutlaq, seperti dirham, dolar atau rupiah.

3) Ba’i al-sharf,

9
Yakni menjualbelikan saman (alat pembayaran) dengan tsaman lainnya, seperti rupiah, dolar
atau alat-alat pembayaran lainnya yang berlaku secara umum.

4) Ba’i as-salam.

Dalam hal ini barang yang diakadkan bukan berfungsi sebagai mabi’ melainkan berupa dain
(tangguhan) sedangkan uang yang dibayarkan sebagai saman, bisa jadi berupa ‘ain bisa jadi
berupa dain namun harus diserahkan sebelum keduanya berpisah. Oleh karena itu saman
dalam akad salam berlaku sebagai ‘ain

c. Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek) jual beli terbagi menjadi tiga

bagian, yakni:

a. Akad jual beli yang dilaksanakan dengan lisan, yakni akad yang dilaksanakan oleh
kebanyakan orang, bagi orang bisu diganti dengan isyarat yang merupakan pembawaan alami
dalam menampakkan kehendak, dan yang dipandang dalam akad ialah maksud atau kehendak
dan Definisi, bukan pembicaraan dan pernyataan.

b. Penyampaian akad jual beli melewati utusan, perantara, tulisan atau surat-menyurat, jual
beli seperti ini sama dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya JNE TIKI dan lain
sebagainya. Jual beli ini dilaksanakan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam
satu majlis akad, tapi melalui JNE TIKI. Jual beli seperti ini dibolehkan berdasarkan
pendapat syara’. Dalam pemahaman sebagian Ulama’ , format ini hampir sama dengan
format jual beli salam, hanya saja jual beli salam antara penjual dan pembeli saling
berhadapan dalam satu majlis akad. Sedangkan dalam jual beli via pos dan giro antara
penjual dan pembeli tidak berada dalam satu majlis akad.

c. Jual beli dengan tindakan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu’athah, yakni
mengambil dan menyerahkan barang tanpa ijab dan qabul, seperti seseorang mengambil
rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian
memberikan uang pembayaranya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian
dilaksanakan tanpa ijab qabul antara penjual dan pembeli, berdasarkan pendapat sebagian
ulama’ Syafi’iyah tentu hal ini dilarang, tetapi berdasarkan pendapat sebagian lainnya, seperti
Imam Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang
demikian, yakni tanpa ijab qabul terlebih dahulu

10
B. Macam-macam akad

Akad dibagi menjadi beberapa jenis, yang setiap jenisnya sangat bergantung pada sudut
pandangnya. Jenis akad tersebut adalah :

1. Berdasarkan pemenuhuan syarat dan rukun, seperti sah atau tidak sahnya suatu akad.

2. Berdasarkan apakah syara’ telah memberi nama atau belum, seperti contoh akad yang
telah dinamai syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai dan lain-lain. Sedangkan akad yang belum
dinamai syara’, tetapi disesuaikan dengan perkembangan jaman.

3. Berdasarkan barang diserahkan atau tidak , ( dibaca: zatnya), baik berupa benda yang
berwujud (al-‘ain) maupun tidak berwujud ( ghair al-‘ain).

Dalam transaksi lembaga keuangan syariah dibagi dalam beberapa bagian yaitu:

1. Tabungan/penghimpun dana (Funding)

a. Wadi’ah artinya Titipan, dalam terminologi, artinya menitipkan barang kepada orang lain
tanpa ada upah. Jika Bank meminta imbalan (ujrah) atau mensyaratkan upah, maka akad
berubah menjadi ijaroh. Pada bank Syariah seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah.

b. Mudharobah adalah akad perjanjian (Kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang
salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan
keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuang yang disepakati.

2. Berbasis jual beli (al- bay) seperti murabahan, salam dan istishna.

a. Murabahah secara bahasa adalah mengambil keuntungan yang disepakati. Murabahah


adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Murabahah dala m istilah fiqih merupakan suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual
menyatakan biaya perolehan barang dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Murabahah
masuk kategori jual beli mutghlaq dan jual beli amanat. Ia disebut jual beli muthlaq karena
obyek akad nya adalah barang dan uang. Sedangkan ia termasuk kategori jual beli amanat
karena dalam proses transaksinya penjual harus dengan jujur menyampaikan harga perolehan
dan keuntungan yang diambil ketika akad.

11
b. Salam adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sementara
pembayarannya dilakukan di muka

c. Istishna, adalah merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-salam yang merupakan akad
penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam akad ini pembuat barang menerima
pesanan dari pembeli, pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli
akhir.

3. Berbasis Sewa Menyewa, seperti Ijarah dan Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik

a. Ijarah adalah, pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki
suatu barang/jasa dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu
sesuai dengan kesepakatan akad. Atau kata istilah lain akad untuk mendapatkan manfaat
dengan pembayaran. Aplikasinya dalam perbankan berupa leasing

b. Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik, adalah akad sewa menyewa barang antara bank dengan
penyewa yang diikuti janji bahwa pada saat ditentukan kepemilikan barang sewaan akan
berpindah kepada penyewa, ringkasnya adalah Sewa yang berakhir dengan kepemilikan.

4. Berbasis Upah/Jasa Pelayanan, seperti Kafalah, Wakalah, Hiwalah, Rahn dan jualah

a. Kafalah adalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu,
ashil). Dalam produk perbankan kafalah dipakai untuk LC, Bank guarantee dll.
b. Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal
yang boleh diwakilkan. Dalam perbankan wakalah biasanya dengan upah (ujroh) dan
dipakai dalam fee based income seperti pembayaran rekening listrik, telpon dll.
c. Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain
yang wajib menanggung (membayar)-nya. Dalam industri perbankan hawalah dengan
upah (fee, ujroh) dipergunakan untuk pengalihan utang dan bisa juga untuk LC.
d. Rahn (gadai) yaitu adalah menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh si piutang, perbedaan gadai syariah dengan
konvensional adalah hal pengenaan bunga. Gadai Syariah menerapkan beberapa sistem
pembiayaan, antara lain qardhun hasan (pinjaman kebajikan), mudharobah ( bagi hasil)
dan muqayyadah ( jual beli).

12
e. Jualah, yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan tertentu dari nasabah, misalnya untuk
pemesanan tiket pesawat atau barang dengan menggunakan kartu debit/cek/transfer. Atas
jasa pelayanan ini bank memperoleh fee, Selain di dunia perbankan, akad juga dikenal
dalam perasuransian syariah atau dikenal dengan akad takaful, yaitu akad dimana saling
menanggung. Para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk
membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan
niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.

BAB III

PENUTUP

1. SIMPULAN

Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan antara pihak pihak baik ikatan itu secara
konkrit atau secara abstrak yang berasal dari satu pihak atau kedua belah pihak. Akad
menurut istilah adalah segala yang diinginkan manusia untuk mengajarkannya baik
bersumber dari keinginan pribadi seperti waqaf atau bersumber dari dua pihak seperti jual
beli. Wahbah azzuhaili mendefiniskan akad dengan:” pertalian atau keterikatan antara ijab
dan qabul sesuai dengan kehendak syriah yang menimbulkan akibat hukum pada objek
perikatan. Sedangkan Pengertian jual beli secara syara‟ adalah tukar menukar harta dengan
harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan. Atau dengan kata lain secara syara‟ jual
beli adalah pemindahan kepemilikan dengan kompensasi menurut konteks yang
disyariatkan. Jadi akad jual beli adalah suatu kesepakatan antara penjual dan pembeli.
Dalam agama Islam, aktivitas perdagangan yang dilakukan tanpa adanya akad, maka
kegiatan jual beli dianggap tidak sah.
Adapun rukun jual beli adalah sebagai berikut :
1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2. Nilai tukar barang (uang) dan barang yang dibeli
3. Shigat (Ijab qabul).

Adapun jual beli ada tiga macam:

1) Jual beli benda yang kelihatan, yakni pada waktu mengerjakan akad jual beli benda atau
barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim
dilaksanakan masyarakat Umum.

13
2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian, yakni jual beli salam
(pesanan). Salam merupakan jual beli yang tidak tunai (kontan), pada awalnya
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya
ialah perjanjian sesuatu yang penyerahan barangbarangnya ditangguhkan hingga masa-
masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah diputuskan ketika akad.
3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak bisa dilihat, yakni jual beli yang dilarang oleh
agama Islam, sebab barangnya tidak pasti atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan
barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat
memunculkan kerugian diantara pihak.

2. SARAN

Jual beli tak pernah lepas dalam keseharian kita. Dan islam telah mengatur semua apa
yang ada didalam kehidupan kita termasuk jual beli. Karena terdapat jual beli yang haram
atau tidak boleh dilakukan artinya jual beli harus sesuai syariah. Kami berharap dengan
adanya makalah ini menjadi media kita untuk lebih memerhatikan keseharian kita agar tidak
terlepas dari jalan syariah khususnya jual beli agar rezeki kita mendapatkan keberkahan.
Semoga Allah menjauhkan kita dari hal buruk apabila ada kesalahan kami mengucapkan
permohonan maaf yang sebesar besarnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

HASAN, A. F. (2018). FIQH MUAMALAH. MALANG: UIN-Maliki Malang Press.


MARUTA, H. (2016). Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah serta apllikasinya
dalam masyarakat. IQTISHADUNA Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita.
SHOBIRIN. (2015). JUAL BELI DALAM PANDANGAN ISLAM. BISNIS, VOL 3, NO, 2.
SYAIKHU, A. D. (2020). FIKIH MUAMALAH Memahami Konsep dan Dialetrika
Kontemporer. yogyakarta: k-media.

15

Anda mungkin juga menyukai