Anda di halaman 1dari 21

MUAMALAT ANTI RIBA

Oleh:

Nama : Listia Ningsih

NIM : B2020009

Prodi : D3 Kebidanan

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

TAHUN PELAJARAN 2020 / 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan berkat, rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang membahas

tentang“Muamalah anti Riba”.

Sholawat serta salam semoga senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita

Nabi Besar Muhammad SAW, para sahabat dan para pengikutnya sampai di

harikiamat.

Tentunya dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat

membangun dari forumdiskusi ini.Semoga dengan adanya kritik dan saran

tersebut dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi penulis dalam penyusunan

makalah ini pada khususnya dan para pembaca pada umumnya, segala kelebihan

hanyamilik Allah dan segala kekurangan milikhambanya.

ii
Daftar Isi

KATAP ENGANTAR..............................................................................................................2
Daftar Isi.............................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A.     Latar Belakang........................................................................................................4
B.   Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
A.   Pengertian Muamalah..............................................................................................6
a.   Jual Beli.................................................................................................................7
b.   Ariyah (Pinjam meminjam)...................................................................................7
c. Sewa Menyewa.......................................................................................................8
d. Kerjasama dagang atau bisnis................................................................................9
B.  Macam-macam Jual Beli............................................................................................9
C.  Rukun Dan Syarat Jual Beli......................................................................................10
D.     Syarat Sah Jual Beli...............................................................................................10
E.  Hal-Hal Dalam Melakukan Transaksi.......................................................................11
F. Pengaplikasian Muamalah anti Riba.........................................................................12
BAB III...............................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................17
A.     Kesimpulan...........................................................................................................17
B.    Saran.....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang

lain, masing-masing berhajat kepada yang lain,saling tolong-menolong, tukar

menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli,

sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat

pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu

kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak

masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar

semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan

peraturan yang sebaik-baiknya.

B.   Rumusan Masalah

1.    Apa yang dimaksud dengan Muamalah?

2.    Apa saja macam-macam jual beli?

3.    Rukun dan syarat apa saja yang mengesahkan jual beli?

4.    Hal-hal apa saja yang harus dilakukan agar transaksi tersebut sah atau tidak

5. pengaplikasian muamalah anti riba

C. Tujuan

1. Agar dapat menjelaskan apa yang dimaksud Muamalah

2. Agar dapat menjelaskan macam – macam jual beli

5
3. Agar dapat menjelaskan rukun dan syarat yang mengesahkan jual beli

4. Agar dapat menjelaskan apa saja yang harus dilakukan agar transaksi tersebut

sah atau tidak

5. Mengetahui contoh pengaplikasian muamalah anti riba

6
7
BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian Muamalah

Menurut fiqhi, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang

memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal

muamalah adalah jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan kerjasama

dagang.Muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai

syariat,karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri

sendiri. Dalam hubungan dengan manusia lainnya, manusia dibatasi oleh Syariat

tersebut, yang terdiri dari hak dan kewajiban. Lebih jauh lagi interaksi antara

manusia tersebut akan membutuhkan kesepakatan demi kemaslahatan bersama.

Dalam arti luas muamalah merupakan aturan Allah untuk manusia untuk bergaul

dengan manusia lainnya dalam berinteraksi. Sedangkan dalam arti khusus

muamalah adalah aturan dari Allah SWT dengan manusia lain dalam hal

mengambangan harta benda.

Muamalah merupakan cabang ilmu syari'ah dalam cakupan ilmu Fiqih.

Sedangkan muamalah mempunyai banyak cabang, diantaranya muamalah politik,

ekonomi, sosial. Secara umum muamalah mencakup dua aspek, yakni aspek

adabiyah dan madaniyah. Aspek adabiyah yakni kegiatan muamalah yang

berhubungan dengan kegiatan adab dan akhlak, contohnya menghargai sesama,

kejujuran, saling meridhoi, kesopanan, dan sebagainya. Sedangkan aspek


madaniyah adalah aspek yang berhubungan dengan kebendaan, seperti halal

haram, syubhat, kemudharatan, dan lainnya.

a.   Jual Beli

Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan

cara yang tertentu (akad). Firman Allah SWT:

‫وا إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ بَا‬ َ ِ‫الَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ ال ِّربَا الَ يَقُوْ ُموْ نَإِالَّ َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ َذل‬
ْ ُ‫ قَال‬ ‫ك بِأَنَّهُ ْم‬

  َ‫َوأَ َح َّل هللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا فَ َمن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ِه فَا ْنتَهَى فَلَهُ َما َسلَفَ َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هللاِ َو َم ْن عَا َد فَأُوْ لَئِك‬

ِ َّ‫أَصْ َحابُ الن‬


َ‫ار هُ ْم فِ ْيهَا خَالِ ُدوْ ن‬

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan)

penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka

berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang

telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari

mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum

datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang

9
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni

neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah (2) : 275).

b.   Ariyah (Pinjam meminjam)

Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain

untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya agar dapat dikembalikan

zat barang itu. Dalam hal ariyah terdapat rukun dan hukumnya yaitu sebagai

berikut:

1.   Rukun Ariyah

a. Orang yang meminjamkan syaratnya berhak berbuat kebaikan

sekehendaknya, manfaat barang yang dipinjam dimiliki oleh yang

meminjamkan

b. Orang yang meminjam berhak menerima kebaikan

c. Barang yang dipinjam syaratnya barang tersebut bermanfaat,

sewaktu diambil manfaatnya zatnya tetap atau tidak rusak.

Orang yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang

dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya dan apabila barang yang

dipinjam hilang, atau rusak sebab pemakaian yang diizinkan, yang meminjam

tidak menggantinya. Tetapi jikalau sebab lain, dia wajib mengganti.

10
2.   Hukum Ariyah

Asal hukum meminjamkan sesuatu adalah sunat. Akan tetapi kadang

hukumnya wajib dan kadang-kadang juga haram. Hukumnya wajib contohnya

yaitu meminjamkan pisau untuk menyembelih hewan yang hampir mati. Dan

hukumnya haram contohnya sesuatu yang dipinjam untuk sesuatu yang haram.

c. Sewa Menyewa

Sewa menyewa adalah suatu perjanjian atau kesepakatan dimana penyewa

harus membayarkan atau memberikan imbalan atau manfaat dari benda atau

barang yang dimiliki oleh pemili barang yang di pinjamkan. Hukum dari sewa

menyewa ini mubah atau diperbolehkan.

d. Kerjasama dagang atau bisnis

Dalam istilah syariah, kerja sama bisnis sering disebut sebagai syirkah,

syirkah termasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan syarat dan rukun

tertentu. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il

mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri‘), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata

dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat. Menurut arti asli bahasa Arab (makna

etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa

sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya. Adapun

menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih,

yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh

keuntungan.

11
B.  Macam-macam Jual Beli

Dalam hal jual beli ada tiga macam yaitu jual beli yang sah dan tidak

terlarang, jual beli yang terlarang dan tidak sah, jual beli yang sah tetapi terlarang:

1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang diizinkan oleh

agama artinya, jual beli yang memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.

2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh

agama, artinya jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya jual beli,

contohnya jual beli barang najis, Jual beli anak hewan yang masih berada

dalam perut induknya, jual beli yang ada unsur kecurangan dan jual beli

sperma hewan.

3. Jual beli yang sah tapi terlarang yaitu jual belinya sah, tidak membatalkan

akad dalam jual beli tapi dilarang dalam agama Islam karena menyakiti si

penjual, si pembeli atau orang lain; menyempitkan gerakan pasaran dan

merusak ketentraman umum, contohnya membeli barang dengan harga mahal

yang tujuannya supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut.

C.  Rukun Dan Syarat Jual Beli

Jual beli memiliki 3 (tiga) rukun masing-masing rukun memiliki syarat yaitu;

1. Al-‘Aqid (penjual dan pembeli) haruslah seorang yang merdeka, berakal

(tidak gila), dan baligh atau mumayyiz (sudah dapat membedakan baik/buruk

atau najis/suci, mengerti hitungan harga).

12
2. Al-‘Aqdu (transaksi/ijab-qabul) dari penjual dan pembeli. Ijab (penawaran)

yaitu si penjual mengatakan, “saya jual barang ini dengan harga sekian”. Dan

Qabul (penerimaan) yaitu si pembeli mengatakan, “saya terima atau saya

beli”.

3. Al-Ma’qud ‘Alaihi ( objek transaksi mencakup barang dan uang ).

D.     Syarat Sah Jual Beli

Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang

tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi

dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli,

dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan:

1. Yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk

melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta

berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang

dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang

dipaksa.

2. Yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:

 Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan

milik penuh salah satu pihak.

 Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak

terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena

hal tersebut dilarang.

13
 Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk

jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

E.  Hal-Hal Dalam Melakukan Transaksi

Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim

akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi

yang dilakukan sah atau tidak, lebih dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu

Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.

1. Maisir : Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah

maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir

sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang

dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian,

seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam

mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Larangan terhadap maisir /

judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an (2:219 dan 5:90)

2. Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka

yang menyatakan bahawa gharar bermaksud syak atau keraguan. Setiap

transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam

kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar.

3. Haram : Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka

transaksi nya menjadi tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.

14
4. Riba : Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran.

Ayat-ayat mengenai pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-

tahapan turunnya ayat dimulai dari peringatan secara halus hingga

peringatan secara keras.

5. Bathil : Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah

tidak ada kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya

harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya.

F. Pengaplikasian Muamalah anti Riba

Perumusan  setiap  produk  perbankan  dan  keuangan  syariah tidak  

terlepas   dari   kajian   ushul   fiqh   dan   maqshid   syariah. Kalangan    

akademisi    dan    praktisi    lembaga    perbankan    dan keuangan,  tidak  cukup

hanya  mengetahui  produk  fiqh  muamalah dan   aplikasi   dari   produk-produk  

perbankan   saja,   tetapi   harus memahami     metodologi istimbath dan

ijtihad ulama dalam merumuskan   dan   menetapkan   suatu   masalah  

hukum   Islam, khususnya  terhadap  kebijakan,  sistem,  mekanisme,  dan

produk-produk perbankan syariah.

Terkait  dengan  produk  perbankan  syariah,  ushul  fiqh  yang berwawasan

maqshid syariah memberikan perspektif filosofis dan

pemikiran rasional,entang akad-akad pada    setiap    produk perbankan syariah.

15
Semua   produk   perbankan   syariah   mengacu   pada   fatwa

Dewan SyariahNasional (DSN), yang selanjutnyadiatur dalambentuk  Peraturan

Bank  Indonesia  (PBI). Setiap perbankan syariah diwajibkan   memiliki

Dewan   Pengawas   Syariah   (DPS)   yang memiliki  tugas  pokok  di  antaranya,

mengontrol  seluruh  produk yang  digulirkan.  DPS  juga  dibebani  kewajiban

mengoreksi  dan mengevaluasi sisi-sisi syariah yang lain, termasuk melakukan

upaya strategis untuk menanamkan nilai-nilai syariah dalam perilaku insan

perbankan syariah secara menyeluruh. Namun  yang  menjadi  permasalahan

adalah,  sejauh  mana kaidah-kaidah   maqshid   syariah   tersebut   diterapkan  

oleh   para pihak  yang  merumuskan  produk-produk  perbankan  syariah,  yaitu

DSN selaku pemberi fatwa. Dan sejauh mana kemampuan mereka

mengidentifikasikan  dan  mengeliminasi  unsur-unsur  riba  dalam fatwa-fatwa

mereka.  Mengingat  keberadaan  bank  syariah  cukup strategis, dalam

mengembangkan misi bisnis dan mengemban misi sosial,  sehingga

operasionalnya  harus  sejalan  dengan  keyakinan teologis dan nilai-nilai etis

religius lainnya.  Melalui makalah singkat ini akan dipaparkan tentang konsep

maqshid syariah dan penerapannya oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)  dalam

mengeluarkan  fatwa  yang  berkaitan  dengan  produk perbankan syariah di

Indonesia.

Terkait  dengan  bidang  pengembangan  ekonomi  syariah, seseorang  dituntut

kehati-hatian dalam   menemukan   illat  hukumdan  menggali  mashlahat.

Dibutuhkan  pengetahuan  disiplin  ilmu lain  yang  terkait,  misalnya  ilmu

ekonomi  makro.  Mungkin  secara fiqh   muamalah   formal,   suatu   kasus  

16
dibolehkan,   tetapi   setelah mengkaji maslahat dan mudharatnya dari

perspektif ilmu ekonomi makro,  sesuatu  kasus  itu  bisa

dilarang.  Oleh  karena  itu  seorang dituntut  untuk  menemukan illat,  dan

menggali  mashlahat  serta mengeliminir mudharat dalam sinaran maqshid

syariah. Misalnya    ada    seorang    pakar    di    luar    negeri    yang

membolehkan    transaksi    bursa    komoditi    berjangka    karena

mengqiyaskannya dengan Secara formal antara keduanya memang  kelihatannya

mirip,  namun  secara illat  dan  maqshid, terdapat  unsur  derivatif  ribawi  di

dalamnya  sehingga  transkasi  itu menjadi  terlarang.  Contoh  lain  yang  cukup

sederhana  antara  lain tentang illat  larangan  riba  yang  dikatakan  illatnya zhulm

(zhalim). Kesalahan menemukan illat riba akan menimbulkan kesalahan fatal

berikutnya, misalnya menganggap suku bunga bank di Jepang yang berkisar  2

hingga  3  persen  setahun  bukanlah  riba  karena  tidak mengandung  unsur

zhalim,  dimana  prosentasenya  dinilai  rendah, dibanding margin murabahah di

Indonesia yang mencapai 10 hingga 12  persen  setahun.  Di  sini,  dibutuhkan

teori-teori  ilmu  ekonomi makro   Islami   seperti   teori   inflasi,   teori bubble  

dan   krisis, hubungannya dengan produksi, employment, dan

sebagainya.Tercapainya  keseimbangan  antara  sektor  moneter  dan  riil

merupakan  tujuan  yang  hendak  dicapai  (maqshid),  khususnya dalam

penerapan  regulasi  perbankan  syariah.  Bila  ini  dilakukan maka  akan  mampu

mencegah  gelembung  dan  inflasi  ekonomi. Ketika  regulasi  perbankan

didasarkan  pada  prinsip  keseimbangan, maka sudah tentu regulasi tersebut

sesuai syariah. Sebaliknya,maqshid  syariah,  maka  semua  regulasi,  fatwa,

17
produk  keuangan dan  perbankan,  kebijakan  fiscal  dan  moneter,  akan

kehilangan substansi  syariahnya.  Fikih  muamalah  yang  dikembangkan  serta

regulasi  perbankan  dan  keuangan  yang  hendak  dirumuskan  akan kaku  dan

statis.  Akibatnya  lembaga  perbankan  dan  keuangan syariah akan sulit dan

lambat berkembang. Berdasarkan  uraian  di  atas  dapat  dipahami

bahwa  dalam penerapan   regulasi   perbankan   syariah   yang   terpenting  

adalah tercapainya     maqshid     syariah,     yakni     keseimbangan     dan

terwujudnya  kemaslahatan  antara  sektor  moneter  dan  sektor  riil. Dengan

demikian kemaslahatan itu tidak hanya diperuntukkan bagi sektor   moneter  

(lembaga   keuangan   syariah)   akan   tetapi   juga kemaslahatan  bagi  sektor  riil

yang  membutuhkan  (nasabah  atau dunia usaha).

Konsep  ekonomi  Islam  adalah  suatu  keniscayaan  yang  harus  dikembangkan

lebih  jauh,  tidak  hanya  dalam  tataran  konseptual teapi juga dalam tataran

praktis, khususnya praktek di perbankan syariah. Islam telah menyediakan

sumber-sumber tekstual  yang  memadai  untuk  memberikan  batasan  prilaku

manusia, namun hal itu tidak cukup jika tidak diimbangi dengan inferensi  sosial.

Adanya  teori  maqasid  asy-syar'ah  dalam kajian  perekonomian  Islam

merupakan  langkah  maju  dalam  pengembangan model ekonomi Islam yang

paling ideal. Hal ini karena maqasid asy-syari'ah dapat dijadikan alat bantu dalam

membantu menyelesaikan dalil dalam menetapkan suatu hukum dalam rangka

mencapai tujuan disyariatkannya hukum tersebut.

Contoh muamalah dalam kehidupan sehari-hari adalah aktivitas pinjam

meminjam yang didalam bahasa Arab yaitu Ariyah. Yaitu memberikan sesuatu

18
yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dan tidak merusakkan

barangnya. Dan juga kegiatan jaul beli.

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Dalam pembahasan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa muamalah

ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang meberi manfaat dengan cara yang

ditentukan. Hal yang termasuk muamalah yaitu:

1. Jual beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah

mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.

19
2. Menghindari riba.

Dalam pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:

a. Penjual dan pembeli

b. Uang dan benda yang dibeli

c. Lafaz ijab dan kabul

B.    Saran

Kita sebagai umat muslim agar memperhatikan hukum muamalah dan tata

cara jual beli yang sah menurut agama islam. Dan kita juga harus memperhatikan

riba yang terkandung didalam hal jual beli tersebut, karena terdapat hadist yang

mengharamkan riba dalam islam.

DAFTAR PUSTAKA

20
DR. Ahmad Hatta, MA. Tafsir Qur’an perkata, 2009. Magfirah Pustaka

Dr. H. Hendy Suhendi, M.Si, Fiqih Muamalah. 2002

H. Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam. Pada bab kitab muamalah

Lathif, AH. Azharuddin. Fiqh Muamalat. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

21

Anda mungkin juga menyukai