Konsepsi dan implantasi (nidasi) sebagai titik awal kehamilan yang ditandai
dengan keterlambatan dating bulan dapat menimbulkan perubahan baik rohani maupun
jasmani. Bagi pasangan dengan perkawinan yang didasari dengan “cinta”
keterlambatan dating bulan merupakan salah satu hal yang menggembirakan, karena
ini merupakan hasil cinta dan akan membuat semakin kokohnya hubungan mereka
dengan kehamilan yang didambakan. Keinginan untuk memastikan kehamilan makin
mendesak, dan akan segera melakukan pemeriksaan terutama keluarga yang telah
lama mendambakan keturunan. Setelah terbukti hamil, pasangan gembira dan cinta
semakin bertambah, yang menjiwai suasana keluarga tetapi kebahagiaan tersebut
kadang diikuti perasaan cemas, karena ketakutan pada kemungkinan keguguran.
Untuk lebih memahami perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil akan dibahas
lebih rinci pada setiap trimester dalam uraian berikut ini:
1. Trimester I
Perasaan bingung yang dialami ibu hamil tersebut secara normal akan berakhir spontan
pada saat dia menerima kehamilannya. Penerimaan ini biasanya terjadi pada akhir
trimester pertama dan didukung oleh perasaannya yang cukup aman untuk
mengungkapkan perasaannya terhadap konflik yang dialami selama ini. Trimester
pertama juga sering merupakan masa kekhawatiran dari penantian kehamilan menjadi
aman. Teruama pada wanita yang pernah mengalami keguguran sebelumnya dan
tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan wanita yang khawatir terhadap
keguguran dan teratogen. Wanita ini tidak sabar menunggu trimester pertama sampai
mereka dapat tenang dan percaya dengan kehamilannya.
Pada trimester pertama seorang ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk lebih
meyakinkan bahwa dirinya memang hamil. Setiap perubahan pada dirinya akan selalu
diamati dengan seksama. Karena perutnya masih kecil, kehamilan merupakan rahasia
seorang ibu yang dapat diberitahukannya kepada orang lain atau mungkin
dirahasiakannya.
Bertambahnya berat badan adalah bagian yang signifikan pada wanita hamil selam
trimester pertama. Ini menjadi bagian uji nyata yang dilakukan wanita seperti yang
terlihat pada tubuhnya jelas bahwa ia hamil. Bagi kebanyakan wanita, betambahnya
berat badan malah dijadikan bukti awal berkembangnya bayi meskipun sebenarnya
bukanlah kejadian secara fisik. Wanita yang terlihat bertambah berat badannya
berperan pada perlindungan dan pertumbuhan abdomennya, yang berarti hamil
baginya. Dan sebaliknya, bagi wanita yang hamil dan ingin menyembunyikannya bias
mencegah mereka untuk menunjukkan dan mencoba untuk mengatasi masalahnya.
Semua keadaan diatas membutuhkan komunikasi dengan suami secara terbuka dan
jujur. Banyak wanita merasa butuh untuk dicintai dan merasakan kuat untuk mencintai
namun tanpa berhubungan seks. Libido sangan dipengaruhi kelelahan, rasa mual,
pembesaran payudara, keprihatinan, dan kekhawatiran. Semua ini merupakan bagian
normal dari proses kehamilan pada trimester pertama.
Contoh Kasus
Ibu Farida dating ke klinik untuk memeriksakan kehamilannya. Dalam anamneses yang
dilakukan ibu farida menyatakan bahwa kehamilannya ini sudah direncanakan, tetapi
ibu Farida kelihatannya tidak peduli pada kehamilannya dan tidak pernah mengajukan
pertanyaan tentang bayinya. Ibu mengatakan bahwa merasa lelah dan mual serta tidak
ingin hamil untuk saat sekarang.
Dalam kasus ini si ibu nampaknya menolak kehamilannya. Dia sedih dan kecewa
walaupun kehamilannya direncanakan. Dalam kasus diatas apa yang dirasakan ibu ini
adalah sesuatu yang sangat normal, hal ini dapat terjadi pada sebagian besar wanita
yang akan merasakan hal yang serupa pada umur kehamilan seperti ini.
2. Trimester II
Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan, saat ibu
merasa sehat. Ini disebabkan selama trimester ini umumnya wanita sudah merasa baik
dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar
hormone yang lebih tinggi dan rasa tidak nyaman karena hamil sudah berkurang. Perut
ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Ibu sudah menerima
kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energy dan pikirannya secara lebih
konstruktif. Pada trimester ini pula ibu dapat merasakan gerakan bayinya, dan ibu mulai
merasakan kehadiran bayinya sebagai seseorang di luar dari dirinya sendiri. Banyak ibu
yang merasa terlepas dari rasa kecemasan dan rasa tidak nyaman seperti yang di
rasakannya pada trimester pertama dan merasakan meningkatnya libido.
Hubungan sosial wanita akan meningkat dengan wanita hamil lainnya atau yang
baru menjadi ibu, ketertarikan dan aktivitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran dan
persiapan untuk peran yang baru. Hubungan sosial yang rumit ini membutuhkan
sejumlah pekerjaan yang rumit, yang pada gilirannya akan bertindak sebagai katalis
bagi peran barunya.
Ketika janin menjadi semakin jelas, yang terlihat dengan adanya gerakan dan
denyut jantung, kecemasan orang tua yang terutama ialah kemungkinan cacat pada
anaknya. Orang tua mungkin akan membicarakan rasa cemasnya ini secara terbuka
dan berusaha memperoleh kepastian bahwa anaknya dalam keadaan sempurna. Pada
tahap lanjut kehamilan, rasa takut bahwa anaknya dapat meninggal semakin melemah.
Contoh Kasus
3. Trimester III
Trimester ketiga sering di sebut sebagai periode penantian. Pada periode ini
wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari dirinya, dia menjadi tidak sabar
untuk segera melihat bayinya. Ada perasaan tidak menyenangkan ketika bayinya tidak
lahir tepat pada waktunya, fakta yang menempatkan wanita tersebut gelisah dan hanya
bisa melihat dan menunggu tanda-tanda dan gejalanya.
Wanita juga mengalami proses berduka seperti kehilangan perhatian dan hak
istimewa yang dimiliki selama kehamilan, terpisahnya bayi dari bagian tubuhnya, dan
merasa kehilangan kandungan dan menjadi kosong. Perasaan mudah terluka juga
terjadi pada massa ini, Wanita tersebut mungkin merasa canggung, jelek, tidak rapi, dia
membutuhkan perhatian yang lebih besar dari pasangannya. Pada pertengahan
trimester ketiga, hasrat seksual tidak setinggi pada trimester kedua karena abdomen
menjadi sebuah penghalang.
Contoh Kasus
Pada kasus ini ibu tampak mengkhawatirkan bayinya dan takut akan melahirkan.
Apa yang di rasakan bu Dyah ini adalah normal. Kebanyakan ibu hamil memiliki
perasaan dan kekhawatiran yang serupa pada umur kehamilan seperti ibu ini.
Adaptasi Maternal
Adaptasi terhadap peran sebagai ibu akan di lakukan oleh semua ibu hamil selama 9
bulan kehamilannya. Adaptasi ini merupakan proses sosial dan kognitif kompleks yang
bukan di dasarkan pada naluri, tetapi di pelajari. Untuk menjadi seorang ibu, seorang
remaja harus beradaptasi dari kebiasaan di rawat ibu menjadi seorang ibu yang
melakukan perawatan. Sebaliknya, seorang dewasa harus mengubah kehidupan rutin
yang di rasa mantap menjadi suatu kehidupan yang tidak dapat di prediksi, yang di
ciptakan seorang bayi. Adaptasi ini merupakan adaptasi nullipara, atau wanita tanpa
anak, menjadi wanita yang mempunyai anak; dan multipara, wanita yang memiliki anak,
menjadi wanita yang memiliki anak-anak.
Pengalaman subjektif tentang waktu dan ruang berubah selama masa hamil
karena rencana dan komitmen, kini diatur oleh tanggal taksiran partus (TTP). Pada awal
masa hamil tampaknya tidak ada yang terjadi dan untuk dapat menikmati waktu kosong
tanpa beban ada keinginan untuk menghentikan tuntutan sosial dan aktivitas. Banyak
waktu dihabiskan dengan tidur. Dengan munculnya quickening atau pergerakan janin
yang dirasakan ibu pada trimester kedua, wanita mulai meluangkan waktu untuk
memberikan perhatiannya ke dalam, yakni pada kandungannya dan pada hubungan
dengan ibunya dan wanita lain yang pernah atau sedang hamil. Pada trimester ketiga
terjadi perlambatan aktivitas dan waktu terasa cepat berlalu karena aktivitas wanita
tersebut di batasi.
Menerima Kehamilan
Langkah pertama dalam beradaptasi terhadap peran ibu ialah menerima ide kehamilan
dan mengasimilasi status hamil ke dalam gaya hidup wanita tersebut. Tingkat
penerimaan di cerminkan dalam kesiapan wanita dan respon emosionalnya dalam
menerima kehamilan.
Kesiapan Menyambut Kehamilan
Ada suatu kebahagiaan sejati dalam mengetahui bahwa diri sendiri secara fungsional
mampu untuk hamil. Ada kebahagiaan tersendiri saat mengetahui bahwa orang lain
turut gembira terhadap harapan untuk mendapatkan atau diberi seorang anak. Akan
tetapi perasaan-perasaan ini muncul dengan bebas tanpa pertimbangan waktu. Secara
personal dan pribadi , ia belum siap, tidak sekarang.
Respons Emosional
Wanita yang bahagia dan senang dengan kehamilannya akan memandang hal
tersebut sebagai pemenuhan biologis dan bagian dari rencana hidupnya. Mereka
memiliki harga diri yang tinggi dan cenderung percaya diri akan hasil akhir untuk dirinya
sendiri, untuk bayinya, dan untuk anggota keluarga yang lain. Meskipun secara umum
keadaan mereka baik, namun sering dijumpai kelabilan emosional yang terlihat pada
perubahan mood pada wanita hamil.
Apabila kehamilan tersebut diinginkan, rasa tidak nyaman yang timbul akbat
kehamilan cenderung dianggap sebagai suatu gangguan biasa dan upaya yang
dilakukan untuk meredakan rasa tidak nyaman tersebut biasanya membawa
keberhasilan. Rasa senang yang timbul karena memikirkan anak yang akan lahir dan
perasaan dekat dengan anak membantu ibu menyesuaikan diri terhadap rasa tidak
nyaman ini.
Perasaan ambivalen ini bias muncul pada semua wanita hamil bahkan pada saat
wanita yang menghendaki dan bahagia dengan kehamilannya. Wanita dapat memiliki
sekap bermusuhan terhdap kehamilan atau janin. Perasaan ambivalen ini dapat
meningkat hanya karena hal-hal sepele seperti pernyataan pasangan tentang
kecantikan seorang wanita yang tidak hamil atau pembicaraan teman mengenai
keputusan untuk memiliki seorang anak berarti melepaskan pekerjaan dan lain-lain.
Sensasi tubuh, perasaan bergantung, dan kenyataan tanggung jawab dalam merawat
anak dapat memicu perasaan tersebut.
Banyak wanita selalu menginginkan seorang bayi, menyukai anak-anak dan menanti
untuk menjadi seorang ibu. Mereka sangat dimotivasi untuk menjadi orang tua.
Pada wanita lain yang tidak mempertimbangkan arti menjadi seorang ibu bagi diri
mereka sendiri maka konflik selama masa hamil seperti tidak menginginkan kehamilan
dan keputusan-keputusan yang berkaitan denga karir dan anak, harus diselesaikan
segera agar dapat segera menyesuaikan diri dan tidak menimbulkan masalah-masalah
yang lebih banyak dalam masa kehamilannya.
Menyiapkan Hubungan Ibu-Anak
Ikatan emosional dengan anak mulai pada periode prenatal, yakni ketika wanita mulai
membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu. Mereka yang menantikan
seorang bayi berkeinginan untuk menjadi orang tua yang hangat, penuh cinta, dan
dekat denga anaknya. Mereka mencoba mengantisipasi perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi pada kehidupannya akibat kehadiran sanga anak dan membayangkan
apabila mereka bias tahan terhadap kebisingan, kekacauan, kekurangbebasan dan
bentuk perawatan yang harus mereka berikan.
Hubungan ibu dan anak terus berlangsung sepanjang masa hamil sebagai suatu proses
perkembangan. Tiga fase dalam pola perkembangannya menjadi jelas.
Ibu menerima janin yang bertumbuh sebagai sesuatu yang terpisah dari dirinya dan
sebagai seorang yang perlu dirawat. Ia sekarang dapat berkata “Saya akan memiliki
bayi”. Selama trimester kedua, biasanya pada bulan kelima, kesadarannya akan anak
sebagai makhluk yang terpisah semakin nyata, kemampuan untuk membedakan anak
dari diri wanita itu sendiri ialah awal hubungan ibu dengan anak yang melibatkan bukan
saja perawatan tapi juga tanggung jawab.
Dengan menerima realitas seorang anak (mendengar denyut jantung dan merasa
gerakan janin) dan persaan sejahtera yang utuh wanita memasuki periode tenang dan
lebih menjadi mawas diri. Anak fantasi suatu impian menjadi berharga dimata ibu. Ia
tampak lebih memusatkan perhatiannya pada anak kandungnya. Suaminya kadang-
kadang merasa diacuhkan dan anak-anak yang lain menuntut lebih banyak sebagai
upaya untuk menarik kembali perhatian ibu kepada anak mereka.
Ibu memulai dengan realistis mempersiapkan diri untuk melahirkan dan mengasuh
anaknya. Ia akan mengatakan “Saya akan menjadi seorang ibu” dan ia mulai
mendefinisikan sifat-sifat anak tersebut. Walaupun hanya ibu yang merasakan anak
yang berada dalam kandungannya, kedua orang tua dan saudara-saudara percara
bahwa anak dalam kandugan berespon dengan cara yang sangat pribadi dan
individual. Anggota keluarga dapat berinteraksi sebanyak-banyaknya dengan anak
dalam kandungan tersebut, misalnya dengan berbicara kepada janin dan mengelus
perut ibu terutama ketika janin berubah posisi.