Anda di halaman 1dari 11

Perubahan Adaptasi Psikologis dalam Masa Kehamilan

Konsepsi dan implantasi (nidasi) sebagai titik awal kehamilan yang ditandai
dengan keterlambatan dating bulan dapat menimbulkan perubahan baik rohani maupun
jasmani. Bagi pasangan dengan perkawinan yang didasari dengan “cinta”
keterlambatan dating bulan merupakan salah satu hal yang menggembirakan, karena
ini merupakan hasil cinta dan akan membuat semakin kokohnya hubungan mereka
dengan kehamilan yang didambakan. Keinginan untuk memastikan kehamilan makin
mendesak, dan akan segera melakukan pemeriksaan terutama keluarga yang telah
lama mendambakan keturunan. Setelah terbukti hamil, pasangan gembira dan cinta
semakin bertambah, yang menjiwai suasana keluarga tetapi kebahagiaan tersebut
kadang diikuti perasaan cemas, karena ketakutan pada kemungkinan keguguran.

Bagi pasangan yang kehamilannya tidak dikehendaki, akan muncul kegelisahan


dan kecewa serta berusaha menghilangkan buah kehamilannya dengan cara apapun.
Pada keadaan seperti ini, peran bidan atau tenaga kesehatan sangat diperlukan dalam
memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi serta konseling. Hal ini dikarenakan
sebab kehamilan bukanlah proses biologis semata, tetapi lebih dari sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan apapun yang dilakukan dengan tujuan
menghilangkan kehamilan adalah pembunuhan. Negara Indonesia yang berdasarkan
Pancasila tidak membenarkan tindakan “aborsi” dan ini didukung oleh undang-undang
kesehatan Indonesia yaitu undang-undang No. 23 Tahun 1992 terutama tercantum
dalam pasal 15. Selain itu secara agama melakukan aborsi ini adalah termasuk dosa
besar.

Periode syok dan menyangkal kehamilan kemudian kebingungan dan


preoccupation dengan berbagai masalah yang diperkirakan penyebabnya, terdiri dari 3
faktor yaitu (1) persepsi terhadap kejadian (2) dukungan situasional (3) mekanisme
coping. Proses psikologis ini sering terlihat berhubungan dengan perubahan biologic
yang mengambil peran dalam tiap tahapan kehamilan.

Untuk lebih memahami perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil akan dibahas
lebih rinci pada setiap trimester dalam uraian berikut ini:

1.      Trimester I

Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan untuk membuktikan


bahwa wanita dalam keadaan hamil. Pada saat inilah tugas psikologis pertama sebagai
calon ibu untuk dapat menerima kenyataan atas kehamilannya.
Selain itu, akibat dari dampak terjadinya peningkatan hormone esterogen dan
progesterone pada tubuh ibu hamil akan mempengaruhi perubahan pada fisik sehingga
banyak ibu hamil yang merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan.

Perasaan bingung yang dialami ibu hamil tersebut secara normal akan berakhir spontan
pada saat dia menerima kehamilannya. Penerimaan ini biasanya terjadi pada akhir
trimester pertama dan didukung oleh perasaannya yang cukup aman untuk
mengungkapkan perasaannya terhadap konflik yang dialami selama ini. Trimester
pertama juga sering merupakan masa kekhawatiran dari penantian kehamilan menjadi
aman. Teruama pada wanita yang pernah mengalami keguguran sebelumnya dan
tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan wanita yang khawatir terhadap
keguguran dan teratogen. Wanita ini tidak sabar menunggu trimester pertama sampai
mereka dapat tenang dan percaya dengan kehamilannya.

Pada trimester pertama seorang ibu akan selalu mencari tanda-tanda untuk lebih
meyakinkan bahwa dirinya memang hamil. Setiap perubahan pada dirinya akan selalu
diamati dengan seksama. Karena perutnya masih kecil, kehamilan merupakan rahasia
seorang ibu yang dapat diberitahukannya kepada orang lain atau mungkin
dirahasiakannya.

Bertambahnya berat badan adalah bagian yang signifikan pada wanita hamil selam
trimester pertama. Ini menjadi bagian uji nyata yang dilakukan wanita seperti yang
terlihat pada tubuhnya jelas bahwa ia hamil. Bagi kebanyakan wanita, betambahnya
berat badan malah dijadikan bukti awal berkembangnya bayi meskipun sebenarnya
bukanlah kejadian secara fisik. Wanita yang terlihat bertambah berat badannya
berperan pada perlindungan dan pertumbuhan abdomennya, yang berarti hamil
baginya. Dan sebaliknya, bagi wanita yang hamil dan ingin menyembunyikannya bias
mencegah mereka untuk menunjukkan dan mencoba untuk mengatasi masalahnya.

Hasrat untuk melakukan hubungan seks, pada trimester pertama berbeda-beda.


Walaupun beberapa wanita mengalami gairah seks yang lebih tinggi, kebanyakan
mereka mengalami penurunan libido selama periode ini. Ekspresi seksual selam hamil
bersifat individual. Beberapa pasangan menyatakan puas dengan hubungan seksual
mereka, sedang yang lain mengatakan sebaliknya.

Semua keadaan diatas membutuhkan komunikasi dengan suami secara terbuka dan
jujur. Banyak wanita merasa butuh untuk dicintai dan merasakan kuat untuk mencintai
namun tanpa berhubungan seks. Libido sangan dipengaruhi kelelahan, rasa mual,
pembesaran payudara, keprihatinan, dan kekhawatiran. Semua ini merupakan bagian
normal dari proses kehamilan pada trimester pertama.

Contoh Kasus
Ibu Farida dating ke klinik untuk memeriksakan kehamilannya. Dalam anamneses yang
dilakukan ibu farida menyatakan bahwa kehamilannya ini sudah direncanakan, tetapi
ibu Farida kelihatannya tidak peduli pada kehamilannya dan tidak pernah mengajukan
pertanyaan tentang bayinya. Ibu mengatakan bahwa merasa lelah dan mual serta tidak
ingin hamil untuk saat sekarang.

Dalam kasus ini si ibu nampaknya menolak kehamilannya. Dia sedih dan kecewa
walaupun kehamilannya direncanakan. Dalam kasus diatas apa yang dirasakan ibu ini
adalah sesuatu yang sangat normal, hal ini dapat terjadi pada sebagian besar wanita
yang akan merasakan hal yang serupa pada umur kehamilan seperti ini.

2.      Trimester II

Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan, saat ibu
merasa sehat. Ini disebabkan selama trimester ini umumnya wanita sudah merasa baik
dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar
hormone yang lebih tinggi dan rasa tidak nyaman karena hamil sudah berkurang. Perut
ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Ibu sudah menerima
kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energy dan pikirannya secara lebih
konstruktif. Pada trimester ini pula ibu dapat merasakan gerakan bayinya, dan ibu mulai
merasakan kehadiran bayinya sebagai seseorang di luar dari dirinya sendiri. Banyak ibu
yang merasa terlepas dari rasa kecemasan dan rasa tidak nyaman seperti yang di
rasakannya pada trimester pertama dan merasakan meningkatnya libido.

Trimester kedua di bagi menjadi dua fase yaitu prequickening dan


postquickening Akhir dari trimester pertama dan selama prequickening dalam trimester
kedua, wanita tersebut akan terus melengkapi dan mengevaluasi segala aspek yang
menghubungkannya dengan ibunya sendiri. Semua masalah pribadi dengan ibunya
yang telah atau sedang terjadi dianalisis. Kemampuan untuk dapat mempertahankan
hubungan ibu dan anak di uji. Dengan pengujian ini mendatangkan pengertian dan
kriteria penerimaan oleh ibunya yang ia hargai dan hormati.

Hubungan sosial wanita akan meningkat dengan wanita hamil lainnya atau yang
baru menjadi ibu, ketertarikan dan aktivitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran dan
persiapan untuk peran yang baru. Hubungan sosial yang rumit ini membutuhkan
sejumlah pekerjaan yang rumit, yang pada gilirannya akan bertindak sebagai katalis
bagi peran barunya.

Quickening mungkin menyerang wanita untuk memikirkan bayinya sebagai


individu yang merupakan bagian dari dirinya. Kesadaran yang baru ini memulai
perubahan dalam memusatkan dirinya ke bayi. Pada saat ini, jenis kelamin bayi tidak
begitu penting. Perhatian di tujukan pada kesehatan bayi dan kehadiran di dalam
keluarga.

Ketika janin menjadi semakin jelas, yang terlihat dengan adanya gerakan dan
denyut jantung, kecemasan orang tua yang terutama ialah kemungkinan cacat pada
anaknya. Orang tua mungkin akan membicarakan rasa cemasnya ini secara terbuka
dan berusaha memperoleh kepastian bahwa anaknya dalam keadaan sempurna. Pada
tahap lanjut kehamilan, rasa takut bahwa anaknya dapat meninggal semakin melemah.

Contoh Kasus

Ibu Shanty datang ke klinik untuk memeriksakan kehamilannya. Dalam


anamnesa Anda memperhatikan bu Shanty begitu gembira dan aktif bicara. Ia
mengatakan bahwa rasa mual di waktu pagi dan kelelahannya dapat di atasi. Ia sangat
senang merasakan gerak bayi untuk pertama kali. Ia menceritakan kepada anak-
anaknya yang lain mengenai bayinya dan tampaknya perut bu Shanty mulai membesar.
Ia menyatakan bahwa bayi-bayinya yang dulu lahir sangat kecil dan lemah dan ia
menanyakan bagaimana caranya agar bayi yang ada dalam kandungannya dapat
tumbuh sehat dan lahir normal.

Pada kasus ini bu Shanty nampaknya bahagia dan menginginkan kehamilan


tersebut. Dia membayangkan bahwa bayi merupakan makhluk tersendiri yang
membutuhkan pertolongan ibu untuk dapat tumbuh. Dengan memberitahukan
kehamilannya kepada orang lain, ia menunjukkan bahwa dia sedang menghadapi
kehamilannya dengan baik.

3. Trimester III

Trimester ketiga sering di sebut sebagai periode penantian. Pada periode ini
wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari dirinya, dia menjadi tidak sabar
untuk segera melihat bayinya. Ada perasaan tidak menyenangkan ketika bayinya tidak
lahir tepat pada waktunya, fakta yang menempatkan wanita tersebut gelisah dan hanya
bisa melihat dan menunggu tanda-tanda dan gejalanya.

Trimester tiga adalah waktu untuk mempersiapkan kelahiran dan kedudukan


sebagai orang tua, seperti terpusatnya perhatian pada kehadiran bayi. Saat ini orang-
orang di sekelilingnya akan membuat rencana pada bayinya. Wanita tersebut akan
berusaha melindungi bayinya, dengan menghindari kerumunan atau seseorang atau
apapun yang dianggap membahayakan. Dia akan membayangkan bahwa bahaya
terdapat di dunia luar. Memilih nama adalah aktivitas yang di lakukan dalam
mempersiapkan kehadiran bayi. Dia mungkin akan mencari buku yang berisi nama-
nama atau mengikuti penyuluhan-penyuluhan kesehatan yang berkaitan dalam rangka
mempersiapkan kelahiran dan kesiapan menjadi orang tua. Membuat atau membeli
pakaian bayi, dan mengatur ruangan. Banyak hal yang di berikan untuk merawat
bayinya.

Sejumlah ketakutan terlihat selama trimester ketiga. Wanita mungkin khawatir


terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak akan tahu kapan dia melahirkan. Mimpinya
mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya. Dia lebih sering bermimpi tentang
bayinya, anak-anaknya, persalinan, kehilangan bayi, atau terjebak di suatu tempat kecil
dan tidak bisa keluar. Ibu muali merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang
akan timbul pada waktu melahirkan. Rasa tidak nyaman timbul kembali karena
perubahan body image yaitu merasa dirinya aneh dan jelek. Ibu memrlukan dukungan
dari suami, keluarga dan bidan.

Wanita juga mengalami proses berduka seperti kehilangan perhatian dan hak
istimewa yang dimiliki selama kehamilan, terpisahnya bayi dari bagian tubuhnya, dan
merasa kehilangan kandungan dan menjadi kosong. Perasaan mudah terluka juga
terjadi pada massa ini, Wanita tersebut mungkin merasa canggung, jelek, tidak rapi, dia
membutuhkan perhatian yang lebih besar dari pasangannya. Pada pertengahan
trimester ketiga, hasrat seksual tidak setinggi pada trimester kedua karena abdomen
menjadi sebuah penghalang.

Contoh Kasus

Ibu Dyah datang ke klinik untuk memeriksakan kehamilannya. Dalam anamnese


yang Anda lakukan bu Dyah menyatakan bahwa perutnya semakin hari semakin
mengeras dan sering kenceng-kenceng, ibu khawatir bayinya (yang akan di beri nama
Retno kalau bayinya perempuan) sudah mencoba untuk mencari jalan keluar. Ibu ini
cemas karena dia belum siap menerima kehadiran bayinya. Ibu juga mencemaskan
persalinan kali ini sebab persalinannya yang pertama dulu berlangsung sangat lama
dan sulit.

Pada kasus ini ibu tampak mengkhawatirkan bayinya dan takut akan melahirkan.
Apa yang di rasakan bu Dyah ini adalah normal. Kebanyakan ibu hamil memiliki
perasaan dan kekhawatiran yang serupa pada umur kehamilan seperti ibu ini.

Adaptasi Maternal

Adaptasi terhadap peran sebagai ibu akan di lakukan oleh semua ibu hamil selama 9
bulan kehamilannya. Adaptasi ini merupakan proses sosial dan kognitif kompleks yang
bukan di dasarkan pada naluri, tetapi di pelajari. Untuk menjadi seorang ibu, seorang
remaja harus beradaptasi dari kebiasaan di rawat ibu menjadi seorang ibu yang
melakukan perawatan. Sebaliknya, seorang dewasa harus mengubah kehidupan rutin
yang di rasa mantap menjadi suatu kehidupan yang tidak dapat di prediksi, yang di
ciptakan seorang bayi. Adaptasi ini merupakan adaptasi nullipara, atau wanita tanpa
anak, menjadi wanita yang mempunyai anak; dan multipara, wanita yang memiliki anak,
menjadi wanita yang memiliki anak-anak.

Pengalaman subjektif tentang waktu dan ruang berubah selama masa hamil
karena rencana dan komitmen, kini diatur oleh tanggal taksiran partus (TTP). Pada awal
masa hamil tampaknya tidak ada yang terjadi dan untuk dapat menikmati waktu kosong
tanpa beban ada keinginan untuk menghentikan tuntutan sosial dan aktivitas. Banyak
waktu dihabiskan dengan tidur. Dengan munculnya quickening atau pergerakan janin
yang dirasakan ibu pada trimester kedua, wanita mulai meluangkan waktu untuk
memberikan perhatiannya ke dalam, yakni pada kandungannya dan pada hubungan
dengan ibunya dan wanita lain yang pernah atau sedang hamil. Pada trimester ketiga
terjadi perlambatan aktivitas dan waktu terasa cepat berlalu karena aktivitas wanita
tersebut di batasi.

Kehamilan dapat menyebabkan suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan


stress, tetapi ini dapat di imbangi dengan kesadaran wanita tersebut untuk menyiapkan
diri untuk memberi perawatan dan mengemban tanggung jawab yang lebih besar.
Seiring persiapannya untuk menghadapi peran baru, wanita sebaiknya mengubah
konsep dirinya supaya ia siap menjadi orang tua. Secara bertahap, wanita seharusnya
berubah dari seseorang yang bebas dan berfokus pada diri sendiri menjadi seorang
yang seumur hidup berkomitmen untuk merawat individu lain. Pertumbuhan ini
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dalam penguasaan tugas-tugas
perkembangan tertentu: menerima kehamilan, mengidentifikasi peran ibu, mengatur
kembali hubungan antara dirinya dan pasangannya, membangun hubungan dengan
anak yang belum lahir, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pengalaman
melahirkan. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosi dari pasangan merupakan
factor penting dalam mencapai keberhasilan tugas perkembangan ini.

Menerima Kehamilan

Langkah pertama dalam beradaptasi terhadap peran ibu ialah menerima ide kehamilan

dan mengasimilasi status hamil ke dalam gaya hidup wanita tersebut. Tingkat
penerimaan di cerminkan dalam kesiapan wanita dan respon emosionalnya dalam
menerima kehamilan.
Kesiapan Menyambut Kehamilan

Ketersediaan keluarga berencana mengandung makna bahwa kehamilan bagi banyak

wanita merupakan suatu komitmen tanggung jawab bersama pasangan. Namun,


merencanakan suatu kehamilan tidak selalu berarti menerima kehamilan. Wanita lain
memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan perkawinan, baik
diinginkan maupun tidak di inginkan, bergantung pada keadaan. Pada beberapa wanita,
termasuk banyak remaja, kehamilan merupakan akibat percobaan seksual tanpa
menggunakan kontrasepsi.

Wanita yang siap menerima suatu kehamilan akan mendeteksi gejala-gejala


awal dan mencari kebenaran tentang kehamilannya. Beberapa wanita yang memiliki
perasaan kuat, seperti “tidak sekarang”, “bukan saya”, dan “tidak yakin”, mungkin
menunda mencari pengawasan dan perawatan. Namun beberapa wanita menunda ke
pelayanan kesehatan karena akses ke perawatan terbatas, merasa malu, atau karena
alasan budaya. Untuk orang lain, kehamilan di pandang sebagai suatu peristiwa alami
sehingga tidak perlu terburu-buru periksa ke tenaga kesehatan untuk memastikan
kehamilannya.

Respon wanita menghadapi kenyataan hamil berbeda-beda dan bervariasi, dari


perasaan sangat gembira sampai syok, tidak yakin, dan putus asa. Reaksi yang
diperlihatkan banyak wanita ialah respon “suatu hari nanti, tetapi tidak sekarang”.

Ada suatu kebahagiaan sejati dalam mengetahui bahwa diri sendiri secara fungsional
mampu untuk hamil. Ada kebahagiaan tersendiri saat mengetahui bahwa orang lain
turut gembira terhadap harapan untuk mendapatkan atau diberi seorang anak. Akan
tetapi perasaan-perasaan ini muncul dengan bebas tanpa pertimbangan waktu. Secara
personal dan pribadi , ia belum siap, tidak sekarang.

Beberapa wanita pasrah dan menerima kehamilannya sebagai kehendak Tuhan.


Meskipun banyak wanita mula-mula terkejut mendapatkan diri mereka hamil. Namun,
seiring meningkatnya penerimaan terhadap kehadiran seorang anak, mereka akhirnya
akan menerima kehamilannya. Tidak menerima kehamilan tidak dapat disamakan
dengan menolak anak. Seorang wanita mungkin tidak menyukai kenyataan dirinya
hamil, tetapi ingin agar anak itu dilahirkan.

Respons Emosional

Wanita yang bahagia dan senang dengan kehamilannya akan memandang hal
tersebut sebagai pemenuhan biologis dan bagian dari rencana hidupnya. Mereka
memiliki harga diri yang tinggi dan cenderung percaya diri akan hasil akhir untuk dirinya
sendiri, untuk bayinya, dan untuk anggota keluarga yang lain. Meskipun secara umum
keadaan mereka baik, namun sering dijumpai kelabilan emosional yang terlihat pada
perubahan mood pada wanita hamil.

Perubahan mood dan peningkatan sensitivitas terhadap orang lain akan


membingungkan mereka sendiri dan juga orang-orang di sekelilingnya. Mudah
tersinggung, menangis tiba-tiba, dan ledakan kemarahan serta perasaan suka cita,
serta kegembiraan yang luar biasa muncul silih berganti hanya karena suatu masalah
kecil atau bahkan tanpa masalah sama sekali.

Penyebab perubahan mood ini kemungkinan karena perubahan hormonal dalam


kehamilan, ini hampir sama seperti pre menstrual syndrome atau selama menopause.
Selain itu masalah seksual atau rasa takut terhadap nyeri melahirkan, mungkin juga
menjadi penyebab perubahan mood ini.

Semakin tuanya kehamilan, wanita akan menjadi lebih terbuka tentang


perasaannya pada dirinya dan pada orang lain. Mereka mulai mau membicarakan hal-
hal yang tidak pernah dibahas sebelumnya atau yang dibahas hanya dalam keluarga
dan tampak yakin bahwa pikiran-pikirannya dan gejala-gejala yang dialaminya akan
menarik untuk si pendengar yang dianggapnya protektif. Keterbukaan ini, membawa
manfaat karena wanita lebih siap untuk mempelajari segala sesuatu tentang kehamilan
dan persalinan, mudah untuk bekerja sama dengan wanita hamil yang lain.

Apabila kehamilan tersebut diinginkan, rasa tidak nyaman yang timbul akbat
kehamilan cenderung dianggap sebagai suatu gangguan biasa dan upaya yang
dilakukan untuk meredakan rasa tidak nyaman tersebut biasanya membawa
keberhasilan. Rasa senang yang timbul karena memikirkan anak yang akan lahir dan
perasaan dekat dengan anak membantu ibu menyesuaikan diri terhadap rasa tidak
nyaman ini.

Pada beberapa keadaan wanita yang biasanya mengeluh ketidaknyamanan fisik


dapat mencari bantuan untuk mengatasi konflik peran ibu dan tanggung jawabnya.
Pengkajian lebih lanjut tentang toleransi dan kemampuan koping perlu dilakukan.

Respon Terhadap Perubahan Bentuk Tubuh

Perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk tubuh yang


cepat dan nyata. Selama trimester pertama bentuk tubuh sedikit berubah dan kadang-
kadang belum terlihat perubahan dalam bentuk tubuh. Tetapi, pada trimester kedua,
pembesaran abdomen yang nyata, penebalan pinggang dan pembesaran payudara
memastikan perkembangan kehamilan. Wanita merasa seluruh tubuhnya bertambah
besar dan terlihat lebih gemuk. Perasaan ini semakin kuat seiring kemajuan kehamilan.
Sikap wanita terhadap tubuhnya diduga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
diyakininya dan sifat pribadinya. Sikap ini sering berubah seiring kemajuan kehamilan.
Sikap positif terhadap tubuh biasanya terlihat selama trimester pertama. Namun, seiring
kemajuan kehamilan, perasaan tersebut menjadi lebih negative. Pada kebanyakan
wanita perasan tersebut hanya bersifat sementara dan tidak permanen karena akan
segera hilang apabila mereka menerima kehamilannya dan hal ini tidak menyebabkan
perubahan persepsi yang permanen tentang diri mereka.

Ambivalensi Selama Masa Hamil

Ambivalensi didefinisikan sebagai konflik perasaan yang simultan berubah-ubah,


seperti inta dan benci terhadap seseorang, sesuatu, atau keadaan. Ambivalensi adalah
respon normal yang dialami individu yang mempersiapkan diri untuk suatu peran baru.
Kebanyakan wanita memiliki sedikit perasaan ambivalen selama kehamilannya.

Perasaan ambivalen ini bias muncul pada semua wanita hamil bahkan pada saat
wanita yang menghendaki dan bahagia dengan kehamilannya. Wanita dapat memiliki
sekap bermusuhan terhdap kehamilan atau janin. Perasaan ambivalen ini dapat
meningkat hanya karena hal-hal sepele seperti pernyataan pasangan tentang
kecantikan seorang wanita yang tidak hamil atau pembicaraan teman mengenai
keputusan untuk memiliki seorang anak berarti melepaskan pekerjaan dan lain-lain.
Sensasi tubuh, perasaan bergantung, dan kenyataan tanggung jawab dalam merawat
anak dapat memicu perasaan tersebut.

Perasaan ambivalen berat yang menetap sampai trimester ketiga dapat


mengidentifikasi bahwa konflik peran sebagai ibu belum diatasi. Kenangan akan
perasaan ambivalen ini biasanya lenyap dengan lahirnya seorang bayi yang sehat.
Tetapi kelahiran bayi yang cacat, kemungkinan akan mengingatkan kembali saat-saat
ia tidak menginginkan anak tersebut dan merasa sangat bersalah. Pada keadaan
seperti ini ibu memerlukan penyuluhan dan dukungan yang memadai, agar ia menjadi
yakin bahwa perasaan ambivalennya bukanlah penyebab kecacatan pada anaknya
sendiri.

Menyiapkan Peran Ibu

Banyak wanita selalu menginginkan seorang bayi, menyukai anak-anak dan menanti
untuk menjadi seorang ibu. Mereka sangat dimotivasi untuk menjadi orang tua.

Pada wanita lain yang tidak mempertimbangkan arti menjadi seorang ibu bagi diri
mereka sendiri maka konflik selama masa hamil seperti tidak menginginkan kehamilan
dan keputusan-keputusan yang berkaitan denga karir dan anak, harus diselesaikan
segera agar dapat segera menyesuaikan diri dan tidak menimbulkan masalah-masalah
yang lebih banyak dalam masa kehamilannya.
Menyiapkan Hubungan Ibu-Anak

Ikatan emosional dengan anak mulai pada periode prenatal, yakni ketika wanita mulai
membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu. Mereka yang menantikan
seorang bayi berkeinginan untuk menjadi orang tua yang hangat, penuh cinta, dan
dekat denga anaknya. Mereka mencoba mengantisipasi perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi pada kehidupannya akibat kehadiran sanga anak dan membayangkan
apabila mereka bias tahan terhadap kebisingan, kekacauan, kekurangbebasan dan
bentuk perawatan yang harus mereka berikan.

Hubungan ibu dan anak terus berlangsung sepanjang masa hamil sebagai suatu proses
perkembangan. Tiga fase dalam pola perkembangannya menjadi jelas.

Pada Fase ke-1

Wanita menerima fakta biologis kehamilannya. Ia harus mampu mangatakan “saya


hamil”, dan menyatukan anak tersebut ke dalam tubuh dan citra dirinya. Pada awal
kehamilan pusat pikiran ibu berfokus pada dirinya sendiri. Anak dipandang sebagai
bagian dari seseorang dan kebanyakan wanita berfikir bahwa janinnya tidak nyata pada
awal periode masa hamil.

Pada Fase ke-2

Ibu menerima janin yang bertumbuh sebagai sesuatu yang terpisah dari dirinya dan
sebagai seorang yang perlu dirawat. Ia sekarang dapat berkata “Saya akan memiliki
bayi”. Selama trimester kedua, biasanya pada bulan kelima, kesadarannya akan anak
sebagai makhluk yang terpisah semakin nyata, kemampuan untuk membedakan anak
dari diri wanita itu sendiri ialah awal hubungan ibu dengan anak yang melibatkan bukan
saja perawatan tapi juga tanggung jawab.

Dengan menerima realitas seorang anak (mendengar denyut jantung dan merasa
gerakan janin) dan persaan sejahtera yang utuh wanita memasuki periode tenang dan
lebih menjadi mawas diri. Anak fantasi suatu impian menjadi berharga dimata ibu. Ia
tampak lebih memusatkan perhatiannya pada anak kandungnya. Suaminya kadang-
kadang merasa diacuhkan dan anak-anak yang lain menuntut lebih banyak sebagai
upaya untuk menarik kembali perhatian ibu kepada anak mereka.

Pada Fase ke-3

Ibu memulai dengan realistis mempersiapkan diri untuk melahirkan dan mengasuh
anaknya. Ia akan mengatakan “Saya akan menjadi seorang ibu” dan ia mulai
mendefinisikan sifat-sifat anak tersebut. Walaupun hanya ibu yang merasakan anak
yang berada dalam kandungannya, kedua orang tua dan saudara-saudara percara
bahwa anak dalam kandugan berespon dengan cara yang sangat pribadi dan
individual. Anggota keluarga dapat berinteraksi sebanyak-banyaknya dengan anak
dalam kandungan tersebut, misalnya dengan berbicara kepada janin dan mengelus
perut ibu terutama ketika janin berubah posisi.

Anda mungkin juga menyukai