Anda di halaman 1dari 15

AKAD JUAL BELI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalat

Dosen Pengampu: Rizal Maulana, S.E. I., M. A.

Disusun Oleh:

Rizka Nur Aulia (1200202056)

Suroyo (1200202070)

FAKULTAS SYARIAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AZ-ZAYTUN INDONESIA

INDRAMAYU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta
salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW karena atas jasa
beliau umatnya dapat membedakan antara yang haq dan yang batil.

Adapun tujuan dari penulisan maklah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fiqh Muamalat. Selain itu, makalah ini juga untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai “Akad Jual Beli” bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Rizal Maulana, S.E. I., M. A.
selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Muamalat yang telah memberikan tugas ini
serta semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya.

Indramayu, 21 September 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
BAB I.......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................................3
1. Latar Belakang.............................................................................................................3
2. Rumusan Masalah........................................................................................................3
3. Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................................4
A. Pengertian Akad dan Jual Beli.....................................................................................4
B. Rukun dan Syarat Akad Jual Beli.................................................................................4
C. Asas dan Macam-macam Jual Beli...............................................................................8
D. Macam-Macam Akad...................................................................................................9
E. Berakhirnya Akad......................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................................13
A. Kesimpulan................................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad ini. Dari akad jual beli ini masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer), kebutuhan
tambahan (sekunder) dan kebutuhan tersier. Kehidupan bermuamalah memberikan
gambaran mengenai kebijakan perekonomian. Banyak dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat memenuhi kehidupannya dengan cara berbisnis. Dalam ilmu ekonomi,
bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau
bisnis lainnya untuk mendapatkan laba.
Suatu akad jual beli di katakan sebagai jual beli yang sah apabila jual beli itu
disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat sah yang di tentukan, bukan milik orang
lain, tidak tergantung pada hak khiyar. Sebaliknya jual beli di katan batal apabila
salah satu rukun atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada
dasarnya tidak disyariatkan, seperti jual beli yang di lakukan anak kecil, orang gila,
atau barang yang di jual itu barang-barang yang di haramkan oleh syara’, seperti
bangkai, darah, babi, dan khamar.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akad dan Jual beli?

2. Apa saja rukun dan syarat Jual beli?

3. Apa saja asas dan macam-macam dari Jual beli?

4. Apa saja macam-macam dari Akad?

5. Apa yang menyebabkan berakhirnya Akad?

3. Tujuan
1. Menjelaskan yang dimaksud dengan Akad dan Jual beli

2. Menjelaskan rukun dan syarat apa saja yang mengsahkan Jual beli

3. Menjelaskan asas dan macam macam Jual beli

4. Menjelaskan macam-macam Akad

3
5. Menjelaskan hal yang menyebabkan berakhirnya Akad

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad dan Jual Beli
Akad ( ُ‫ ) ْدقَالع‬adalah ikatan, perjanjian, dan pemufakatan. Menurut istilah,
akad adalah suatu ikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan
syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijab adalah
pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan
qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Dari pengertian
tersebut, akad terjadi antara dua pihak dengan sukarela dan menimbulkan
kewajiban atas masing-masing secara timbal balik.

Jual beli menurut terminologi fikih, diartikan dengan al-bai’ yang berarti
menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lainnya.
Sedangkan jual beli secara istilah syara’ adalah perjanjian tukar menukar benda
atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak,
dimana pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan
disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi
persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli,
sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai
dengan kehendak syara’.
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa akad jual
beli merupakan suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang dengan
barang, uang dengan barang yang mempunyai nilai dengan pemindahan
kepemilikan benda tersebut yang dilakukan secara sukarela diantara kedua belah
pihak dan sesuai dengan aturan hukum di dalam Islam.

B. Rukun dan Syarat Akad Jual Beli


Dalam pembahasan jual beli, ada beberapa syarat dan rukun yang harus
dipenuhi. Menurut ulama Hanafiyah rukun jual beli ialah ijab (ungkapan
membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual) yang
menunjukkan pertukaran barang secara ridha, baik dengan ucapan maupun
dengan perbuatan.
Adapun rukun jual beli menurut jumhur Ulama ada empat yaitu:
1. Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2. Shighat (ijab dan qabul)
3. Ma’qud alaih (Benda atau barang)

4
4. Ada nilai tukar pengganti barang.

Adapun syarat dari jual beli yang sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan oleh jumhur Ulama di atas adalah sebagai berikut :
1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
Para Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad jual
beli harus memenuhi syarat:
a. Berakal
Orang yang berakad haruslah berakal, artinya jika dia gila atau bodoh
maka tidak sah jual belinya. Orang berakal dapat membedakan atau memilih
mana yang terbaik bagi dirinya dan orang lain. Apabila salah satu pihak tidak
berakal maka jual beli yang diadakan tidak sah. Jika jual beli yang dilakukan
anak kecil yang belum berakal hukumnya tidak sah.
b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.
Dalam artian bahwa, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang
bersamaan sebagai penjual, sekaligus pembeli.
c. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa)
Maksudnya, dalam jual beli tidak terdapat unsur paksa yang dapat
merugikan, baik bagi si penjual maupun pembeli. Sehingga pihak yang lain
tersebut melakukan perbuatan jual beli bukan lagi disebabkan kemauannya
sendiri, tapi disebabkan adanya unsur paksaan. Jual beli yang dilakukan bukan
atas dasar ‚kehendaknya sendiri adalah tidak sah untuk dilakukan.
Adapun yang menjadi dasar acuan suatu jual beli harus atas kehendak
sendiri dapat dilihat dalam ketentuan Al-quran surat an-Nisa’ ayat 29 yang
artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan (jual
beli) yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”. “Perkataan ‚suka
sama suka” dalam ayat tersebut menjadi dasar bahwa jual beli haruslah
merupakan ‚kehendak bebas atau kehendak sendiri‛ yang bebas dari unsur
tekanan atau paksaan dan tipu daya.
d. Baligh atau dewasa
Anak kecil tidak sah melakukan jual beli. Dikatakan dewasa dalam
hukum Islam ialah apabila telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi
anak laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan).

2. Syarat Benda atau Barang yang Menjadi Objek Akad

Objek jual beli di sini dapat diartikan sebagai benda yang menjadi sebab
terjadinya perjanjian jual beli. Adapun syarat-syaratnya adalah :
a. Suci
Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk
dibelikan seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak. Suci adalah
syarat yang harus ada pada benda tersebut untuk melakukan transaksi.
Mazhab Hanafi dan Mazhab Zhahiri mengecualikan barang yang ada

5
manfaatnya, hal itu dinilai halal untuk dijual. Untuk itu mereka mengatakan:
“Diperbolehkan seseorang menjual kotoran-kotoran atau tinja dan sampah-
sampah yang mengandung najis, karena sangat dibutuhkan untuk keperluan
perkebunan. Barang-barang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
perapian dan juga dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.”

b. Ada manfaatnya
Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula
mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyianyiakan
(memboroskan) harta yang terlarang dalam Al-quran, sebagaimana di dalam
surat al-Isra’ ayat 27 yang berbunyi; “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
saudara setan”. Jual beli seperti serangga, ular, dan tikus tidak diperbolehkan
kecuali untuk dimanfaatkan. Juga, boleh menjualbelikan lebah, kambing, sapi
dan binatang lainnya yang berguna untuk berburu atau dimanfaatkan kulit dan
dagingnya.
c. Barang itu dapat diserahkan
Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada
yang membeli, misalnya ikan di dalam laut, barang rampasan yang masih ada
ditangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua
itu mengandung tipu daya atau gharar. Sebagaimana Hadist Nabi yang
Artinya: “Rasulullah saw melarang menjual sesuatu yang belum
diserahterimakan.” menegaskan bahwa menjual sesuatu yang belum dimiliki
atau belum diserahterimakan (dimiliki secara sah) itu tidak bolehkan oleh
syariah. Oleh karena itu, para ahli fikih sudah menjelaskan abhwa bai’ al-
ma’dum (menjual barang yang tidak ada) itu termasuk bai’ al-gharar (jual
beli tidak jelas).
d. Milik sendiri
Objek dari jual beli haruslah milik sendiri. Tidak dapat dikatakan jual
beli yang sah apabila barang tersebut miik orang lain. Jikalau jual beli
berlangsung sebelum ada izin dari pemilik barang, maka jual beli seperti itu
dinamakan bai’ fudul.
e. Diketahui
Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu keduanya tidak
diketahui maka jual beli tersebut tidak sah karena mengandung unsur
penipuan.
f. Barang yang diakadkan ada di tangan
Adapun menjual barang sebelum di tangan maka tidak boleh. Karena
dapat terjadi barang itu sudah rusak pada waktu masih berada ditangan
penjual, sehingga menjadi jual beli gharar , dan jual beli gharar tidak sah

6
hukumnya baik itu bentuk gharar iqar (yang tidak bergerak) atau yang dapat
dipindahkan, baik itu yang dapat dihitung kadarnya atau jazaf.
3. Syarat Ijab dan Qabul

Para Ulama fikih sepakat bahwa unsur utama dari jual beli yaitu kerelaan dari
kedua belah pihak. Kerelaan dari kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan
qabul yang dilangsungkan. Menurut mereka, ijab dan qabul perlu diungkapkan
secara jelas dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti
akad jual beli, sewa-menyewa, dan nikah. Terhadap transaksi yang sifatnya
mengikat salah satu pihak, seperti wasiat, hibah dan wakaf, tidak perlu qabul
karena akad seperti ini cukup dengan ijab saja. Bahkan menurut Ibn Taimiyah
(Ulama fikih Hanbali) dan Ulama lainnya ijab pun tidak diperlukan dalam masalah
wakaf.

Apabila ijab dan qabul telah diucapkan dalam akad jual beli maka pemilikan
barang atau uang telah berpindah tangan dari pemilik semula. Barang yang dibeli
berpindah tangan menjadi milik pembeli, dan nilai/ uang berpindah tangan
menjadi milik penjual. Para Ulama fikih mengemukakan bahwa syarat ijab dan
qabul itu adalah sebagai berikut:

a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.


b. Qabul sesuai dengan ijab.
c. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis atau satu tempat.
d. Ijab dan qabul dinyatakan di satu tempat. Konkritnya, kedua pelaku transaksi
hadir bersama di tempat atau transaksi dilangsungkan di satu tempat dimana pihak
yang absen mengetahui terjadinya pernyataan ijab.

4. Mempunyai nilai tukar, termasuk unsur penting dalam jual beli adalah nilai
tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang).

Sighat akad adalah suatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad yang
menunjukkan apa yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal itu
dapat diketahui dengan ucapan perbuatan, isyarat, dan tulisan, sighat tersebut bisa
disebut ijab dan qabul. Metode Sighat dengan akad dapat diungkapkan dengan
berbagai cara yaitu:
a. Sighat akad secara lisan adalah cara alami untuk menyatakan keinginan bagi
seseorang adalah kata-kata. Maka akad dipandang telah terjadi apabila ijab
dan qabul dinyatakan secara lisan oleh pihak-pihak bersangkutan. Bahasa
apapun yang digunakan asal dapat dipahami oleh pihak-pihak yang
bersangkutan
b. Sighat akad dengan tulisan adalah cara kedua setelah lisan untuk menyatakan
sesuatu keinginan. Maka jika kedua pihak yang akan melakukan akad tidak

7
ada disatu tempat, akad tersebut dapat dilakukan melalui yang dibawa
seseorang utusan atau melalui perantara.
c. Sighat akad dengan isyarat adalah apabila seseorang tidak mungkin
menyatakan ijab dan qabul dengan perkataan karena bisu, akad tersebut dapat
terjadi dengan memakai isyarat. Namun dengan isyarat Ia pun tidak dapat
menulis sebab keinginan seseorang yang dinyatakan dengan tulisan lebih
dapat meyakinkan daripada yang dinyatakan dengan isyarat.
d. Sighat dengan perbuatan adalah cara lain selain cara lisan, tulisan, dan isyarat.
Misalnya seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang tertentu, kemudian
penjual menyerahkan barang yang dibelinya. Cara ini disebut jual beli dengan
saling menyerahkan harga dan barang (jual beli dengan mu’atah). Yang
penting dengan cara mu’atah ini untuk dapat menumbuhkan akad itu yang
jangan sampai terjadi semacam tipuan, kecohan, dan lain sebagainya. Segala
sesuatu harus dapat diketahui dengan jelas

C. Asas dan Macam-macam Jual Beli


Dalam melaksanakan kemitraan ekonomi dalam jual beli agar sesuai dengan
tujuan dan prinsip dasar fiqih muamalah maka harus memenuhi asas-asas
muamalah yang meliputi pengertian-pengertian dasar yang dikaitkan sebagai teori
yang membentuk hukum muamalah, asas-asas tersebut yakni:

1. Asas Taba’dul Manafi


Bahwa segala bentuk kegiatan muamalah harus memberikan keuntungan dan
manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Asas ini bertujuan
menciptakan kerjasama antara individu atau pihak-pihak dalam masyarakat
dalam rangka saling memenuhi keperluan masing-masing dalam rangka
kesejahteraan bersama.
2. Asas pemerataan
Merupakan penerapan prinsip keadilan dalam bidang muamalat yang
menghendaki agar harta itu tidak dikuasai oleh segelintir orang sehingga harta
itu harus terdistribusikan secara merata diantara masyarakat, baik kaya
maupun miskin.
3. Asas Antaradim atau suka sama suka
Merupakan kelanjutan dari prinsip pemerataan, bahwa setiap bentuk
muamalat antar individu atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-
masing. Kerelaan disini dapat berarti kerelaan melakukan suatu bentuk
muamalat maupun dalam arti kerelaan dalam menerima atau menyerahkan
harta yang dijadikan objek perikatan dalam bentuk muamalat lainnya.
4. Asas Adam Al-Gharar
Bahwa pada setiap bentuk muamalat tidak boleh adanya gharar yaitu tipu daya
atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak

8
lainnya sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak
dalam melakukan suatu transaksi atau perikatan.
5. Asas Al-Birr wa at-taqwa
Merupakan bentuk muamalat yang termasuk dalam kategori suka sama suka
ialah sepanjang bentuk muamalat dan pertukaran manfaat itu dalam rangka
pelaksanaan saling tolong menolong antar sesama manusia untuk al-birr wa
at-taqwa, yakni kebijakan dan kebijakan dalam berbagai bentuknya.
6. Asas Musyarakah
Asas ini menghendaki bahwa setiap bentuk muamalat merupakan musyarakah
yakni kerjasama antar pihak yang saling menguntungkan bukan hanya pihak
yang terlibat, melainkan juga bagi kelurusahan masyarakat. Asas ini
melahirkan bentuk pemilikan. Pertama, milik pribadi atau perorangan adalah
harta atau benda dan manfaatnya dapat dimiliki perorangan. Kedua, milik
bersama atau milik umum yang disebut hak Allah atau haqqullah.

Enam prinsip diatas mengungkapkan bahwa jual beli bukan hanya sekedar
kegiatan tukar menukar barang oleh kedua belah pihak yang saling membutuhkan,
tetapi jual beli merupakan manifestasi manusia untuk saling tolong menolong,
sehingga tidak dibenarkan dalam jual beli terdapat sifat saling merugikan. Jual beli
harus saling menguntungkan.

Dalam hal jual beli ada tiga macam yaitu jual beli yang sah dan tidak
terlarang, jual beli yang terlarang dan tidak sah, jual beli yang sah tetapi terlarang:

1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang diizinkan oleh
agama artinya, jual beli yang memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.

2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh
agama, artinya jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya jual beli.
Contohnya: jual beli barang najis, jual beli anak hewan yang masih berada
dalam perut induknya, jual beli yang ada unsur kecurangan dan jual beli
sperma hewan.

3. Jual beli yang sah tapi terlarang yaitu jual belinya sah, tidak membatalkan
akad dalam jual beli tapi dilarang dalam agama Islam karena menyakiti si
penjual, si pembeli atau orang lain; menyempitkan gerakan pasaran dan
merusak ketentraman umum. Contohnya: membeli barang dengan harga
mahal yang tujuannya supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut.

9
D. Macam-Macam Akad
Di dalam akad jual beli terdapat beberapa macam jenis akad untuk melakukan
transaksi dalam bermu’amalah, yaitu:

1. Tabungan/penghimpun dana (Funding)


a) Wadi’ah artinya Titipan, dalam terminologi, artinya menitipkan barang
kepada orang lain tanpa ada upah. Jika Bank meminta imbalan (ujrah)
atau mensyaratkan upah, maka akad berubah menjadi ijaroh. Pada bank
Syariah seperti Giro berdasarkan prinsif wadi’ah.
b) Mudharobah adalah Kerja sama antara dua pihak di mana yang satu
sebagai penyandang dana (shohib al-maal) dan yang kedua sebagai
pengusaha (mudhorib) sementara keuntungan dibagi bersama sesuai
nisbah yang disepakati dan kerugian finansial ditanggung pihak
penyandang dana. Dalam bank syariah seperti Tabungan maunpun
Deposito berdasarkan prinsip mudharobah

2. Berbasis jual beli (al- bay) seperti murabahan, salam dan istishna.

a) Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati,
b) Salam adalah pembelian barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta
kualitasnya kepada penjual dan setelah ada kesepakatan dengan
membayar uang terlebih dahulu dan barang yang dibeli diserahkan
dikemudian hari.
c) Istishna, adalah merupakan suatu jenis khusus dari bai’ as-salam yang
merupakan akad penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
akad ini pembuat barang menerima pesanan dari pembeli, pembuat
barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli
barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada
pembeli akhir.

3. Berbasis Sewa Menyewa, seperti Ijarah dan Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik

a) Ijarah adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah


untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban menyewa barang
tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan akad.
Atau kata istilah lain akad untuk mendapatkan manfaat dengan
pembayaran. Aplikasinya dalam perbankan berupa leasing.
b) Ijarah Muntahiiyah Bit-Tamlik adalah akad sewa menyewa barang antara
bank dengan penyewa yang diikuti janji bahwa pada saat ditentukan

10
kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada penyewa, ringkasnya
adalah sewa yang berakhir dengan kepemilikan.

4. Berbasis Upah/Jasa Pelayanan, seperti Kafalah, Wakalah, Hiwalah, dan Rahn

a) Kafalah adalah yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)


kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil). Dalam produk perbankan kafalah
dipakai untuk LC (Letter of Credit), Bank guarantee dll.
b) Wakalah yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain
dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Dalam perbankan wakalah biasanya
dengan upah (ujroh) dan dipakai dalam fee based income seperti
pembayaran rekening listrik, telpon dll.
c) Hiwalah yaitu akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang
kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-nya. Dalam
industri perbankan hiwalah dengan upah (fee, ujroh) dipergunakan untuk
pengalihan utang dan bisa juga untuk LC.
d) Rahn (gadai) yaitu adalah menyimpan sementara harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh si piutang, perbedaan
gadai syariah dengan kpnvensional adalah hal pengenaan bunga. Gadai
Syariah menerapkan beberapa sistem pembiayaan, antara lain qardhun
hasan (pinjaman kebajikan), mudharobah ( bagi hasil) dan muqayyadah
(jual beli).
e) Jualah, yaitu jasa pelayanan pesanan/permintaan tertentu dari nasabah,
misalnya untuk pemesanan tiket pesawat atau barang dengan
menggunakan kartu debit/cek/transfer. Atas jasa pelayanan ini bank
memperoleh fee, Selain di dunia perbankan, akad juga dikenal dalam
perasuransian syariah atau dikenal dengan akad takaful, yaitu akad
dimana saling menanggung. Para peserta asuransi takaful memiliki rasa
tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain
yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena
memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.

Disamping itu, kesepakatan melakukan transaksi jual beli dapat juga disebut
dengan khiyar. Khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan akad jual
beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli). Diadakan khiyar
oleh syara’ agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan
masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari
lantaran merasa tertipu. Khiyar ada 3 macam, yaitu:

11
a) Khiyar majelis, artinya si pembeli dan si penjual boleh memilih antara dua
perkara tadi selama keduanya masih tetap berada ditempat jual beli.
b) Khiyar syarat, artinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh
keduanya atau oleh salah seorang, seperti kata si penjual “Saya jual barang
ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang
dari tiga hari.”
c) Khiyar ‘aibi, artinya si pembeli boleh mengembalikan barang yang
dibelinya apabila pada barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi
kualitas barang itu, atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang
yang seperti itu baik, dan sewaktu akad cacatnya itu sudah ada tetapi si
pembeli tidak tahu atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.
Keterangannya adalah ijma (sepakat ulama mujtahid).

E. Berakhirnya Akad
Menurut Abdul Rahman Ghazaly dkk, dalam bukunya Fiqh Muamalah
menyebutkan ada empat sebab berakhirnya akad. Akad dikatakan berakhir
ialah sebagai berikut:
1. Berakhirnya masa berlaku akad, yaitu apabila ada perjanjian sebelumnya.
2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, yaitu apabila akad itu bersifat
tidak mengikat.
3. Apabila akad itu mengikat maka akad itu dapat berakhir jika:
a) Jual beli itu fasad
b) Berlakunya khiyar
c) Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak
d) Tercapainya tujuan akad itu sampai sempurna
4. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Akad Jual Beli yaitu perjanjian tukar-menukar benda atau barang dengan
barang, uang dengan barang yang mempunyai nilai dengan pemindahan
kepemilikan benda tersebut yang dilakukan secara sukarela diantara kedua
belah pihak dan sesuai dengan aturan hukum di dalam Islamtukar menukar
barang atau sesuatu yang meberi manfaat dengan cara yang ditentukan.
2. Rukun jual beli menurut jumhur Ulama ada empat yaitu: 1. Orang-orang yang
berakad (penjual dan pembeli). 2. Shighat (ijab dan qabul). 3. Ma’qud alaih
(Benda atau barang). 4. Ada nilai tukar pengganti barang.
3. Macam-macam akad: Wadi’ah, mudharobah, murabahah, salam istishna,
ijarah, ijarah muntahiiyah bit-tamlik, kafalah, wakalah, hiwalah, rahn.
4. Berakhirnya akad
-Berakhirnya masa berlaku akad, yaitu apabila ada perjanjian sebelumnya.
-Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, yaitu apabila akad itu bersifat
tidak mengikat.
-Apabila akad itu mengikat maka akad itu dapat berakhir jika:
 Jual beli itu fasad
 Berlakunya khiyar
 Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak
 Tercapainya tujuan akad itu sampai sempurna
-Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa untuk meningkatkan
pengetahuan tentang jual beli. Agar dapat bermuamalah dengan baik menurut syariat
islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amanda, M. (2018). Retrieved Sepetember 21, 2021, from digilib.uinsgd.ac.id:


http://digilib.uinsgd.ac.id/12862/4/4_bab1.pdf

ASHARI, M. I. (2016, October 08). MAKALAH MUAMALAH (JUAL BELI DALAM


ISLAM). Retrieved September 21, 2021, from Serba Serbi: https://izha-
serbaserbi.blogspot.com/2017/09/makalah-muamalah-jual-beli-dalam-
islam.html

Nurdiyanti, W. (2017, Agustus 04). Studi komparasi pasal 76 KHES dan hukum
Islam terhadap pandangan tokoh agama tentang jual beli anak sapi dalam
kandungan di Desa Sumber Anyar Kecamatan Maesan Kabupaten
Bondowoso. Retrieved September 21, 2021, from
http://digilib.uinsby.ac.id/18597/5/Bab%202.pdf

Syah, U. A. (2019). Retrieved September 21, 2021, from MACAM-MACAM AKAD


DAN PENERAPANNYA DALAM LEMBAGA: http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/15717/1/REVISI_MAKALAH_HES_ULIL%20%281%29.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai