Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

JUAL BELI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada
Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Disusun Oleh Kelompok II:

NAMA : AYU UTAMA


JURUSAN : PERBANKAN SYARI’AH
SEMESTER : III

Dosen Pembimbing : MAISARAH LELI, SHI, M.A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


YAYASAN PERGURUAN TINGGI PASAMAN
STAI-YAPTIP KAMPUS II UJUNG GADING
1441 H / 2019 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT , yang memberikan nikmat-Nya


sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat
dan salam kita kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena berkat
beliaulah kita dapat merasakan pendidikan seperti sekarang ini.
Dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini penulis tidak terlepas
dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak terutama dosen pembimbing.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada beliau dan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang terlibat dalam
penyelesaian makalah ini.
Mudah-mudahan segala bantuan dan dorongan yang diberikan
mendapat imbalan dari Allah SWT. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua dan juga penulis.

Ujung Gading, September 2019

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian, Dasar Hukum, Hukum, Rukun dan Syarat Jual Beli...2
B. Bentuk Jual Beli yang dilarang................................................7
C. Hikmah dan Manfaat Jual Beli.........................................................10
D. Pelaksanaan Jual Beli yang Benar dalam Kehidupan.......................10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................11
B. Saran.....................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan
muamalah ma’allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang
biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan dengan sesama
inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan
Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan
dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan umat yang
lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual
menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang
itu dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika
zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya
kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas
pada satu ruang saja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, dasar hukum, hukum dan rukun dan syarat jual bei?
2. Bagaimana bentuk jual beli yang dilarang?
3. Apa manfaat dan hikmah jual beli?
4. Bagaimana pelaksanaan jual beli yang benar dalam kehidupan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian, dasar hukum, hukum dan rukun jual beli.
2. Mengetahui bentuk jual beli yang dilarang.
3. Mengetahui hikmah dan manfaat jual beli.
4. Mengetahui pelaksanaan jual beli yang benar dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Dasar Hukum, Hukum, Rukun dan Syarat Jual Beli
Definisi Jual Beli1
Jual beli (al-bay) secara bahasa artinya memindahkan hak milik
terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakann : ba’a asy-
syaia jika ia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba’ahu jika ia
membelinya dan memasukannya ke dalam hak miliknya. Adapun
makna bay’i (jual beli) menurut istilah menurut syaikh Al-Qalyubi
dalam Hasyiyah-nya bahwa : “Akad saling mengganti dengan harta yang
berakibat kepemilikan terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo
waktu selamanya dan bukan untuk bertaqarrub kepada Allah.”
Ada juga yang mendefinisikan jual beli sebagai pemilikan terhadap
harta atau manfaat untuk selamanya dengan bayaran harta.
Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli disyariatkan berdasarkan al-Qur’an. Allah Subhanahu
wata’ala berfirman :
‫َو َاَح َّل ْا ُهَّلل ْاْلَبْيَع َو َح َّر َم ْالِّر َبوْا‬
“padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(al-
Baqarah : 275)
Juga berdasarkan as-Sunnah al-Qauliyyah (sabda Rasullullah
salallahu alaihi wassallam) dan as-Sunnah al- Fi’liyah (perbuatan
Rasullullah salallahu alaihi wassallam )
‫َاْلَبِّيَع اِن ِبا ْلِخَياِر َم ا َلْم َيَتَفَّر َقا‬
“pihak pembeli dan pihak pejual memiliki hak khiyar (memilih) selama
keduanya belum berpisah.”

1 http//referensimakalah.com/2012/09/pengertian-bahsa-dari-segi-bahasa-dan-
istilah.html?m=1
Allah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara batil
yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil berdasarkan
ijma’ umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad yang rusak
yang tidak boleh secara syara’ baik karena ada unsur riba atau jahalah (tidak
diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak seperti minuman keras, babi
dan yang lainya dan jika yang diakadkan itu adalah harta perdagangan,
maka boleh hukumnya, sebab pengecualian dalam ayat di atas adalah
terputus karena harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh
dijualbelikan. Ada juga yang mengatakan istitsna’ (pengecualian) pada ayat
bermakna lakin (tetapi) artinya akan tetapi, makanlah dari harta
perdagangan, dan perdagangan adalah gabungan antara penjualan dan
pembelian.2
Adapun dalil sunnah diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan
dari Rasulullah salallahu’alaihi wassallam, beliau bersabda :“Sesungguhnya
jual beli itu atas dasar saling ridha.” Ketika ditanya tentang usaha apa yang
paling utama, Nabi salallahu’alaihi wassallam menjawab : “Usaha seseorang
dengan tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang mabrur.” Jual beli yang
mabrur adalah setiap jual beli yang tidak ada dusta dan hianat, sedang dusta
itu adalah penyamaran dalam barang yang dijual, dan penyamaran itu adalah
menyembunyikan aib barang dari penglihatan pembeli. Adapun makna
hianat ia lebih umum dari itu, sebab selain menyamarkan bentuk barang
yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seprti ia menyifatkan dengan sifat yang
tidak benar atau memberi tau harga yang dusta.
‫َنَهى َر ُسْو ُل ِهَّللا َع ْن َبْيِع اْلَغ َر ِر‬
“Telah melarang Rasulullahu’alaihi wassallam jual-beli barang yang
samar.”(H.R. Muslim)
‫َال َتْش َتُرو االَس َم َك ِفى ْالَم اِء َفِاَّنُه َغ َر ٌر‬

2 Prof. Dr. Abdul Azis Muhammad Azzam,Fiqih Muamalat,(Jakarta : Amzah,


2010), hlm. 06
“Jangan kamu sekalian membeli ikan dalam air, karena itu samar.”(H.R.
Ahmad)
‫ِاَّن َهَّللا َح َّر َم َبْيَع ْاَخ ْم ِر َو اْلَم ْيَتِة َو اْلِح ْنِزْيِر َو اَالْص َناِم‬
“Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual : arak, bangkai, babi dan
berhala.” (H.R. Muslim).
Berdasarkan dalil-dalil di atas hukum jual beli adalah halal
sedangkan riba adalah haram. Sedangkan menjual barang yang ghaib yang
tidak kelihatan, maka hukumnya tidak boleh. Dan syah menjual setiap
barang yang suci yang bisa dimanfaatkan (menurut syara’) yang dimiliki.
Dan tidak syah menjual barang yang najis (seperti arak, kotoran manusia,
bangkai dll) dan tidak syah menjual barang yang tidak ada manfaatnya
(seperti semut kaljengking dsb.)
Hukum Jual Beli dalam Islam3
Adapun hukum jual beli adalah mubah akan tetapi menjadi wajib
ketika dalam situasi membutuhkan makanan atau minuman untuk menjaga
diri supaya tidak binasa, bisa juga makruh seperti membeli barang yang
makruh, bisa juga haram seperti membeli khomer dan mubah pada hal
selain yang telah disebutkan tadi. (Abdul Halîm U’wais, Mustalahât ‘Ulûm
al-Quran, hlm. 386)

Rukun dan Syarat Jual Beli


Rukun Jual Beli ada lima perkara Yaitu :
1.Penjual
2. Pembeli
3. Barang Yang Dijual
4.Kalimat Transaksi4

3 Prof. Dr. Abdul Azis Muhammad Azzam,Fiqih Muamalat,(Jakarta : Amzah,


2010), hlm. 23

4 Prof. Dr. Abdul Azis Muhammad Azzam,Fiqih Muamalat,(Jakarta : Amzah,


2010), hlm. 24
Kalimat ijab dan qobul. Misalnya pembeli berkata, “juallah barang
ini kepadaku” atau dengan sikap yang mengisyaratkan kalimat transaksi.
Misalnya pembeli berkata, “jualah pakaian ini kepada ku”. Kemudian
penjual memberikan pakaian tersebut kepadanya.
5.Adanya Kerdhoan Di Antara Keduabelah Pihak
Tidak sah jual beli yang dilakukan tanpa ada keridhaan di antara
keduabelah pihak berdasarkan sabda Rasullullah salallahu ‘alaihi
wasallam :“Jual beli itu (dianggap sah) hanyalah dengan berdasarkan
keridhaan. (H.R. Ibnu Majah)
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan jumhur ulama diatas sebagai berikut :
a. Syarat-Syarat Orang Yang Berakad
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli
itu harus memenuhi syarat, yaitu :
1) Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli harus memiliki
akal yang sehat agar dapat meakukan transaksi jual beli dengan keadaan
sadar. Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang
gila, hukumnya tidak sah.
2) Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak dipaksa
pihak manapun.
3) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya
seorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual
sekaligus sebagai pembeli.
b. Syarat Yang Terkait Dalam Ijab Qabul
1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
2) Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai
maka jual beli tidak sah.
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua belah
pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topic yang sama.
c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai
berikut :
1) Suci, dalam islam tidak sah melakukan transaksi jual beli barang najis,
seperti bangkai, babi, anjing, dan sebagainya.
2) Barang yang diperjualbelikan merupakan milik sendiri atau diberi kuasa
orang lain yang memilikinya.
3) Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya. Contoh barang yang tidak
bermanfaat adalah lalat, nyamauk, dan sebagainya. Barang-barang seperti
ini tidak sah diperjualbelikan. Akan tetapi, jika dikemudian hari barang ini
bermanfaat akibat perkembangan tekhnologi atau yang lainnya, maka
barang-barang itu sah diperjualbelikan.
4)Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai.
5)Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui kadarnya, jenisnya, sifat,
dan harganya.
6) Boleh diserahkan saat akad berlangsung .
d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)5
Nilai tukar barang yang dijull (untuk zaman sekarang adalah uang)
tukar ini para ulama fiqh membedakan al-tsamandengan al-si’r.Menurut
mereka, al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat secara actual, sedangkan al-si’r adalah modal barang yang
seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen
(pemakai).Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga antar
pedagang dan harga antar pedagang dan konsumen (harga dipasar).
Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) yaitu :
1)Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2)Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukumseperti
pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar
kemudian (berutang) maka pembayarannya harus jelas.

5 Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri,Minhajul Muslim,(Jakarta : Darul Haq 2017) hlm. 635
3)Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang
maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh
syara’, seperti babi, dan khamar, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai
menurut syara’.
B. Macam-Macam Jual Beli yang dilarang6
1) Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad

Jual beli yang dilarang dengan sebab yang berakad (penjual dan

pembeli) adalah:

a) Jual beli orang gila dan sedang mabuk

b) Jual beli anak kecil baik yang sudah tamyiz maupun tidak, sampai baligh.

Catatan tentang hukum jual beli anak kecil yang belum baligh

namun sudah tamyiz.Para ulama sepakat bahwa jual beli anak kecil yang

belum tamyiz tidak sah, namun yang sudah tamyiz tapi belum baligh ada

yang mengatakan jual belinya sah ada juga yang mengatakan tidak

sah. Penulis berpendapat bahwa jual beli anak kecil yang sudah tamyiz

namun belum baligh adalah sah jika mendapat izin dari orang tua/wali

namun jika tidak mendapat izin maka tidak sah.

Oleh karena itu seorang anak kecil yang sudah tamyiz (dapat

membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya), adapun

usia tamyiz adalah 7 tahun, namun belum baligh maka jual belinya adalah

sah apabila ia mendapat izin dari orang tua/wali dan karena menempati

tempat orang tua sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Nisa: 6

‫َو اْبَتُلوا اْلَيَتاَم َح َّتى ِإَذ ا َبَلُغ وا الِّنَك اَح َفِإْن آَنْس ُتْم ِم ْنُهْم ُر ْش ًدا َفاْدَفُعوا ِإَلْيِهْم َأْم َو اَلُهم‬

6 Prof. Dr. Abdul Azis Muhammad Azzam,Fiqih Muamalat,(Jakarta : Amzah, 2010), hlm.
26
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.

kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai

memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-

hartanyapen). Namun, jika tidak ada izin wali/orang tua maka jual belinya

tidak sah.”

c) Jual beli terpaksa

Terpaksa ada dua macam:

• Pemaksaan karena hak seperti seorang hakim memaksa seseorang untuk

menjual tanahnya untuk membayar hutang, memaksa menjual rumah untuk

memperluas mesjid, jalan atau kuburan. Maka pemaksaan ini jual belinya

sah. Keridhoan syara menggantikan keridhoannya

• Pemaksaan bukan karena hak, maka akad jual beli ini sah, seperti diancam

akan dibunuh atau dipukul. Pemaksaan itu menghilangkan keridhoan yang

merupakan syarat sah jual beli.7

d) Jual beli yang ditahjir (orang yang ditahan hartanya). Ditahjir yaitu orang

yang dilarang untuk mengelola dan membelanjakan hartanya. Seperti orang

yang bodoh atau karena ada bagian orang lain seperti orang yang punya

hutang . orang yang bodoh yang boros tidak sah jual belinya. Begitu juga

orang yang bangkrut yang punya hutang tidak diperbolehkan

membelanjakan hartanya karena padanya ada hak-hak kreditur.

e) Jual beli taljiah (berlindung). Seperti seseorang takut serangan orang

zalim atas sebagian apa yang dimiliki. Ia pura pura membelinya untuk

7 H. Moch Anwar, Fiqih Islam,(Bandung : Pt. Alma’arif, 1972), hlm. 114


menyelamatkan hartanya. Akad seperti ini tidak sah karena dia penjual dan

pembeli tidak bermaksud jual beli


2) Jual beli yang terlarang dengan sebab sighat akad/kontrak8
a) Tidak ada kesepakatan ijab dan kabul
b) Jual beli dengan korespondensi atau utusan. Jual beli ini sah selama
masih berada dalam masjlis (tempat menjual dan membeli, pen). Jika ijab
dan qabul terjadi setelah mereka berpisah dari majelis maka tidak sah
akadnya.
c) Jual beli dengan orang yang tidak ada pada pada majlis akadnya adalah
tidak sah. (mis, membeli krupuk pada sebuah warung saat penjual tidak
ada, pen)
d) Jual beli yang belum selesai. Seperti jual beli yang digantungkan
dengan syarat atau disandarkan kepada waktu yang akan datang, jual beli
ini tidak sah.
• Jual beli yang digantungkan dengan syarat, seperti saya jual rumah ini
kepadamu dengan harga sekian jika ayah saya datang dari perjalanannya.
Jual beli ini adalah gharar, karena penjual dan pembeli tidak tahu apakah
akan terjadi apa yang digantungkan dan kapan?
• Jual beli yang disandarkan dengan waktu seperti saya jual kendaraan ini
awal bulan depan. Jual beli ini adalah gharar karena tidak akan diketahui
bagaimana barang pada waktu yang akan datang.
3) Jual beli yang terlarang dengan sebab m’aqud ‘alaih
Ma’qud ‘alaih adalah barang yang dijual, dan harga (alat tukar)
Jual beli yang dilarang dengan sebab ma’qud ‘alaih ada lima macam:

a) yang dilarang dengan sebab gharar (penipuan) dan jahalah (ketidak

tahuan)

b) yang dilarang dengan sebab riba

8 H. Moch Anwar, Fiqih Islam,(Bandung : Pt. Alma’arif, 1972), hlm. 113


c) yang dilarang dengan sebab merugikan dan penipuan

d) yang dilarang dengan sebab dzatnya haram

e) yang dilarang dengan sebab yang lainnya

C. Hikmah dan manfaat Jual Beli9


Berikut ini beberapa hikmah jual beli dan pejelasanya :
1. Mencari dan Mendapatkan Karunia Allah
2. Menjauhi Riba
3. Menegakkan Keadilan dan Keseimbangan dalam Ekonomi
4. Menjaga Kehalalan Rezeki
5.Produktifitas dan Perputaran Ekonomi
6.Silahturahmi dan Memperbanyak Jejaring
D. Pelaksanaan Jual Beli yang Benar dalam Kehidupan

Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang


ditentukan oleh al-qur’an dan sunnah rasul. Bahwa hukum islam memberi
kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam muamalat baru sesuai
dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.Muamalat dilakukan
atas dasar sukarela , tanpa mengandung unsur paksaan. Agar kebebasan
kehendak pihak-pihak bersangkutan selalu diperhatikan.Muamalat
dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari
madharat dalam hidup masyarakat. Bahwa sesuatu bentuk muamalat
dilakukan ats dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari
madharat dalam hidup masyarakat.Muamalat dilaksanakan dengan
memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-
unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan. Bahwa segala bentuk
muamalat yang mengundang unsur penindasan tidak dibenarkan.

9 Drs. Gufron Ihsan, M.A, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2008), hlm. 89.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Hukum jual beli adalah halal sedangkan riba adalah haram.
Sedangkan menjual barang yang ghaib yang tidak kelihatan, maka
hukumnya tidak boleh. Dan syah menjual setiap barang yang suci yang bisa
dimanfaatkan (menurut syara’) yang dimiliki. Dan tidak syah menjual
barang yang najis (seperti arak, kotoran manusia, bangkai dll) dan tidak
syah menjual barang yang tidak ada manfaatnya (seperti semut kaljengking
dsb.)Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan
syarat dan rukun jual beli.
Ada hikmah jual beli seperti, Mencari dan Mendapatkan Karunia
Allah, Menjauhi Riba, menjaga kehalalan rizki, Produktifitas dan Perputaran
Ekonomi, Silahturahmi dan Memperbanyak Jejaring.Sebagai makhluk
sosial, manusia akan selalu berkeinginan untuk menjalin hubungan dengan
mahluk soaial yang lain, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup,
yaitu dengan cara berinteraksi dan menjalin komunikasi lewat bahasa yang
merupakan sarana untuk menyatakan pikiran dan maksud keinginan
individu, bahkan bahasa telah digunakan manusia sejak
zaman purba untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, misalnya di
dalam proses perdagangan.
Peran pasar dalam perekonomian sangatlah penting karena banyak
aspek yang bergantung pada keberadaan pasar
B. SARAN
Demikianlah makalah ini saya selesaikan. Saya menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
konstruktif sangat saya harapkan demi kesempernaan makalah-makalah
selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Azzam Abdul Azis Muhammad, 2010,Fiqih Muamalat,Jakarta : Amzah


al-Jaza’iri Syaikh Abu Bakar Jabir, 2017,Minhajul Muslim,Jakarta : Darul
Haq
Anwar Moch, 1972, Fiqih Islam,Bandung : Pt. Alma’arif Azzam Abdul
Azis Muhammad, 2010,Fiqih Muamalat,Jakarta : Amzah
https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/hikmah-jual-beli
http//referensimakalah.com/2012/09/pengertian-bahsa-dari-segi-bahasa-dan-
istilah.html?m=1
https://www.kompasiana.com/victorpondaag/prilaku-pedagang-dalam-
berdagang_54f80401a33311c27b8b5124
Ihsan Gufron,2008, Fiqh Muamalah,Jakarta : Prenada Media Grup

Anda mungkin juga menyukai