Anda di halaman 1dari 14

JUAL-BELI DALAM HUKUM ISLAM

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Maragustam, M.A.,
Muhammad Aufal Minan, M.Pd.

Disusun oleh :
Charis Jauhari (19104010120)
Aqila Fadilahaya (19104010119)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridhanya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah pada mata kuliah Fiqih Ibadah dan Muamalah yang berjudul
“Jual-beli Dalam Hukum Islam”. Makalah ini berisikan uraian penjelasan tentang
Jual-beli mulai dari pengertian, hukum, serta syarat dan rukunnya dengan
referensi berbagai kitab klasik maupun buku kontemporer.
Tidak lupa, kami mengucapkan rasa terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
H. Maragustam, M.A., dan Bapak Muhammad Aufal Minan, M.Pd. selaku dosen
pembimbing kami dalam pembelajaran mata kuliah Fiqih Ibadah dan Muamalah,
serta kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Harapan terdalam kami, semoga penyusunan makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua serta menjadi tambahan informasi dan ilmu dalam mengamalkan
hukum jual-beli di kehidupan bermasyarakat.
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih banyak hal yang
belum terlampirkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif guna menyusun makalah yang lebih baik. Demikian makalah ini
kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak terdapat
kekurangan, kami mohon maaf. Semoga bermanfaat. Amin.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................iv
A. Latar Belakang..................................................................................iv
B. Rumusan Masalah..............................................................................v
C. Tujuan................................................................................................v
BAB II ISI......................................................................................................1
A. Jual-beli Dalam Hukum Islam...........................................................1
B. Syarat dan Rukun Jual-beli................................................................2
C. Macam-macam Jual-beli....................................................................5
BAB IV PENUTUP........................................................................................8
A. Kesimpulan........................................................................................8
B. Saran...................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa
orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, saling tolong-
menolong, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik
dengan cara jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam atau suatu usaha
yang lain, baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Atas dasar
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, maka terjadilah suatu kegiatan yang di
namakan jual-beli.
Jual-beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara suka-rela diantara kedua belah pihak, dimana
pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan
disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi
persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual-beli,
sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai
dengan kehendak syara’.
Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan
menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia
dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan
dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-
baiknya.

iv
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jual-beli dalam hukum Islam?
2. Apa saja rukun dan syarat dalam jual-beli?
3. Apa saja macam-macam jual-beli?
C. Tujuan
1. Menjawab pertanyaan publik mengenai materi jual-beli.
2. Mengetahui seluk-beluk jual-beli serta penerapan ilmunya dalam
kehidupan bermasyarakat.

v
BAB II
ISI
A. Jual-beli Dalam Hukum Islam
1. Pengertian Jual-beli
Secara bahasa, jual-beli berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu.
Kata al-bai’ (jual) dan al-syira (beli) biasanya dipergunakan dalam
pengertian yang sama, tetapi mempunyai makna yang bertolak belakang. 1
Abdul Azhim bin Badawi dalam bukunya mengatakan bahwa kata buyu’
yang merupakan bentuk jamak dari kata bai’ itu mempunyai arti jual-beli.
Sedangkan bai’ secara istilah ialah pemindahan hak milik dari satu orang
ke orang lain dengan imbalan harga. Sedangkan syira’ (pembelian) adalah
penerimaan barang yang dijual (dengan menyerahkan harganya kepada si
penjual). Dan seringkali masing-masing dari dua kata tersebut (bai’ dan
syira’) diartikan sebagai jual-beli.2
Adapun jual-beli secara terminologi adalah suatu transaksi yang
dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu
barang dengan harga yang disepakatinya, yang mana jual-beli tersebut atas
dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang
dapat dibenarkan.3
2. Landasan Hukum Jual-beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual-beli ini disyariatkan
berdasarkan Al-Qur’an, hadits nabi, dan ijma’ yakni4:
a. Berdasarkan Al-Qur’an diantaranya:

‫م ٱلرِّ بَ ٰو ۚ ْا‬Oَ ‫َوأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ۡٱلبَ ۡي َع َو َح َّر‬


“Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba.” [Al Baqarah:275]

‫اض‬ َ Oَ‫ َرةً عَن ت‬O‫ونَ تِ ٰ َج‬OO‫ ِل إِٓاَّل أَن تَ ُك‬O‫وا اَل ت َۡأ ُكلُ ٓو ْا أَمۡ ٰ َولَ ُكم بَ ۡينَ ُكم بِ ۡٱل ٰبَ ِط‬
ٖ ‫ر‬O
ْ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
]29-29:‫ [ النساء‬٢٩ ‫ِّمن ُكمۡۚ َواَل ت َۡقتُلُ ٓو ْا أَنفُ َس ُكمۡۚ إِ َّن ٱهَّلل َ َكانَ بِ ُكمۡ َر ِح ٗيما‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

1
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Bandung: PT Alma’arif, 1995).
2
Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-Aziz,
diterjemahkan Ma‟ruf Abdul Jalil, al-Wajiz, cet. III (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2007).
3
Ali Imran Sinaga, Fikih bagian pertama: taharah, ibadah, muamalah (Bandung: Cita
Pustaka Media Perintis, 2011).
4
Rachmat Syafe’i, Fiqih muamalah : untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan umum / Rachmat
Syafe’i (Pustaka Setia, 2001).

1
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” [An Nisa":29]
b. Berdasarkan Sunnah
Rasulullah Saw. Bersabda:
“dari Rifa’ah bin Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya:
pencarian apakah yang paling baik? Beliau menjawab: “Ialah orang
yang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual-beli yang bersih”.
(H.R Al-Bazzar dan disahihkan oleh Hakim).
Rasulullah Saw, bersabda:
“sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka (saling
meridhoi)” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).

c. Bardasarkan Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan
alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau harta
milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai.
D. Syarat dan Rukun Jual-beli
1. Syarat Jual-beli
Syarat jual-beli merupakan sesuatu yang harus ada dan
menentukan sah atau tidaknya suatu jual-beli, tapi sesuatu itu tidak berada
di dalam pekerjaan itu. Dalam hal ini terdapat beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar jual-beli tersebut dianggap sah.5
a. Syarat sighat lafadz dalam jual-beli, adapun lafadz yang diucapkan
pada saat jual-beli yaitu ijab dan qabul. Ijab yang dikatakan seperti
“saya jual barang ini....”, Sedangkan lafadz Qabul seperti “saya beli
barang ini dengan harga....”. Ijab Qabul harus dilakukan dalam satu
majelis dan dilafadzkan oleh orang yang baligh dan berakal.
b. Syarat penjual dan pembeli, penjual dan pembeli dalam melakukan
kegiatan jual-beli harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Berakal, jual-beli harus dilakukan oleh seseorang yang sadar dan
sehat akal pikirannya. Jual-beli yang dilakukan oleh orang gila,
pingsan, anak-anak dihukumi tidak sah.

5
M. Abdul Mujieb, Mabruri Thalhah, dan Syafi’ah AM, Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: PT.
Pustaka Firdaus, 1994).

2
2) Baligh, baligh diartikan sebagai suatu tanda seseorang telah
mencapai masa kedewasaannya. Dapat membedakan yang benar
dengan yang salah, dan dapat mengerti mana yang bermanfaat bagi
dirinya dan mana yang akan membahayakan dirinya.
3) Atas kemauan sendiri.
4) Jual-beli akan sah jika barang tersebut dijual atas kemauan pemilik
suatu barang. Jika barang yang dijual karena paksaan dari orang
lain maka jual-beli tersebut dianggap tidak sah. Oleh karena itu,
pada dasarnya jual-beli dilakukan karena adanya rasa suka sama
suka tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
5) Ijab dan Qabul dilakukan oleh orang yang berbeda, dalam artian
ijab dan Qabul harus berbeda orang tidak boleh satu orang
melakukan ijab sekaligus Qabul.6
c. Syarat barang yang diperjualbelikan
1) Bersih barangnya.
2) Dapat dimanfaatkan.
3) Milik sendiri.
4) Mampu menyerahkan.
5) Diketahui barangnya dengan jelas.
6) Barang yang diakadkan ada di tangan.7
d. Syarat nilai tukar
1) Harga yang digunakan untuk jual-beli harus disepakati oleh
kedua belah pihak.
2) Boleh diserahkan pada saat ijab Qabul meskipun dalam bentuk
cek atau kartu kredit (jika akan dibayarkan pada saat tertentu),
dan harus jelas kapan pembayarannya.
3) Jika jual-beli merupakan tukar menukar antar barang maka
barang yang digunakan pada saat jual-beli adalah barang yang
tidak diharamkan.8

2. Rukun Jual-beli
Dalam jual-beli terdapat rukun yang harus dipenuhi agar jual-beli
tersebut dikatakan sah menurut Syara’. Adapun rukun merupakan kata
mufrad dari bentuk jamak “Arkan” yang berarti asas, sendi, atau tiang.
Rukun menjadi salah satu penyebab syahdan tidaknya jual-beli jika rukun
tersebut terpenuhi maka jual-beli tersebut dikatakan sah dan jika tidak

6
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007).
7
MS Wawan Djunaedi, Fikih (PT Listafariska Putra, 2008).
8
H. Abd Rahman Ghazaly, H. Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq, Fiqh muamalat
(Jakarta: Kencana Prenada, 2010).

3
terpenuhi maka jual-beli tersebut dianggap tidak sah.9 Menurut
Abdurrahman Aljaziri, rukun jual-beli dibagi menjadi tiga, yaitu10:
a. Al-‘Aqidani, yaitu dua pihak yang berakad yakni penjual dan
pembeli.
b. Mauqud ‘alaih, yaitu sesuatu yang dijadikan akad yang terdiri dari
harga dan barang yang diperjualbelikan.
c. Sighat, yaitu ijab dan Qabul.
Menurut ulama Hanafiyah, jual-beli hanya memiliki satu
rukun yaitu ijab dan Qabul. Menurut mereka jual-beli hanyalah
kerelaan hati antara penjual dan pembeli dalam melakukan jual-
beli.

Sedangkan rukun jual-beli menurut jumhur ulama dibagi menjadi


empat, yaitu:
a. Ada orang yang melakukan akad atau al-muta’aqidain (penjual dan
pembeli),
b. Ada sighat (lafal ijab dan qabul),
c. Ada barang yang dibeli
d. Ada nilai tukar pengganti barang11

d.

9
M. Abdul Mujieb, Mabruri Thalhah, dan Syafi’ah AM.
10
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, Alih Bahasa Chatibul Umam dan Abu
Hurairah, Muamalat II (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001).
11
Harun, Fiqh Muamalah.

4
E. Macam-macam Jual-beli
Menurut para jumhur ulama jual-beli dapat ditinjau dari beberapa segi.
Dilihat dari segi hukumnya, jual-beli ada tiga macam yaitu12:
1. Jual-beli yang sah
Jual-beli yang telah memenuhi ketentuan syara’, baik rukun
maupun syaratnya, syarat jual-beli antara lain :
a. Barangnya suci
b. Bermanfaat
c. Milik penjual (dikuasainya)
d. Bisa diserahkan
e. Diketahui keadaannya
2. Jual-beli yang batal
Jual-beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun
sehingga jual-beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, menurut
jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama
hanafiyah membagi hukum dan sifat jual-beli menjadi sah, batal, dan
rusak.
3. Jual-beli yang dilarang dalam islam
Jual-beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak menurut
jumhur ulama. Berkenaan dengan jual-beli yang di larang dalam islam,
Wahbah Al-Zuhaili meringkasnya sebagai berikut13:
a. Terlarang Sebab Ahliyah (Ahli Akad)
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli dikategorikan sahih
apabila dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan dapat
memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka
yang dipandang tidak sah jual-belinya adalah berikut ini :
1) Jual-beli orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual-beli orang gila tidak sah.
Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk, dan lain-lain.
2) Jual-beli anak kecil
Menurut ulama fiqih jual-beli anak kecil di pandang tidak
sah, kecuali dalam perkara-perkara yang ringan atau sepele.
Menurut ulama Syafi’iyah, jual-beli anak yang belum baligh,
tidak sah sebab tidak ada ahliyah.
Adapun menurut ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan
Hanabilah, jual-beli anak-anak kecil dianggap sah jika diizinkan
walinya. Mereka antara lain beralasan, salah satu cara untuk

12
M. Ali Hasan, Berbagai macam transaksi dalam Islam (fiqh muamalat) (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2003).
13
Wahbah al-Zuhayli dan Abdul Hayyie Al-Kattani, Fiqih Islam wa adillatuhu (Kuala
Lumpur: Darul Fikir, 2010).

5
melatih kedewasaan adalah dengan cara memberikan keleluasaan
untuk jual-beli.
3) Jual-beli orang buta
Jual-beli orang buta dikategorikan sahih munurut jumhur
ulama jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-
sifatnya). Menurut Syafi’iyah, jual-beli orang buta tidak sah
sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang
baik.
4) Jual-beli terpaksa
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual-beli ini tidak
sah, sebab tidak ada keridaan ketika akad.
5) Jual-beli fudhul
Adalah jual-beli milik orang tanpa seizinnya. Munurut
Hanafiyah dan Malikiyah, jual-beli ditangguhkan sampai ada
izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual-beli fudhul
tidak sah.
6) Jual-beli orang yang terhalang
Maksudnya adalah terhalang karena bangkrut ataupun sakit.

b. Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (barang jualan)


Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat
pertukaran olah orang yang akad, yang biasa disebut mabi’ (barang
jualan) dan harga.
1) Jual-beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.
2) Jual-beli barang yang tidak dapat diserahkan.
3) Jual-beli gharar atau disebut juga dengan jual-beli yang tidak
jelas (majhul).
4) Jual-beli barang yang najis dan yang terkena najis.
5) Jual-beli barang yang tidak ada di tempat akad (ghaib).

c. Terlarang sebab syara’


1) Jual-beli riba
2) Jual-beli barang yang najis
Barang yang diperjual-belikan harus suci dan bermanfaat
untuk manusia. Tidak boleh (haram) berjual-beli barang yang
najis atau tidak bermanfaat seperti: arak, bangkai, babi, anjing,
berhala, dan lain-lain.
Nabi saw. Bersabda ;
)‫ (رواه الشيخان‬. ‫لخ ْم ِر َو ْال َم ْي َت ِة َو ْال ِخ ْن ِزي ِْر َواألَصْ َن ِام‬
َ ‫هلل تعالى َحرَّ م َبي َْع ْا‬
َ ‫اِنّ ا‬
“Nabi bersabda : Allah ta’ala melarang jual-beli arak,
bangkai, babi, anjing, dan berhala.” (bukhari dan muslim)

6
3) Jual-beli dengan barang yang diharamkan
4) Jual-beli barang dari hasil pencegatan barang
5) Jual-beli waktu ibadah sholat jum’at, berdasarkan Q.S. Al-
Jumu’ah ayat 9, yaitu:
ۡ َ‫ ِة ف‬O‫صلَ ٰو ِة ِمن يَ ۡو ِم ۡٱل ُج ُم َع‬
ِ ‫ ِر ٱهَّلل‬O‫ َع ۡو ْا إِلَ ٰى ِذ ۡك‬O ‫ٱس‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِ َذا نُو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬
]9-9:‫ [ الـجـمـعـة‬٩ َ‫ر لَّ ُكمۡ إِن ُكنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬ٞ ‫ُوا ۡٱلبَ ۡي ۚ َع ٰ َذلِ ُكمۡ خ َۡي‬ Oْ ‫َو َذر‬
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.” [Al Jumu'ah:9]
6) Jual-beli anggur untuk dijadikan khamar
7) Jual-beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
8) Jual-beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
9) Jual-beli memakai syarat.

7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa, jual-beli berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Dan
secara terminologi jual-beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak
penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang
disepakatinya, yang mana jual-beli tersebut atas dasar saling merelakan atau
memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Adapun rukun jual-beli menurut jumhur ulama dibagi menjadi empat,
yaitu: ada orang yang melakukan akad atau al-muta’aqidain (penjual dan
pembeli), ada sighat (lafal ijab dan qabul), ada barang yang dibeli, ada nilai
tukar pengganti barang.
Menurut para jumhur ulama jual-beli dapat ditinjau dari beberapa segi.
Dilihat dari segi hukumnya, jual-beli ada tiga macam yaitu: jual-beli yang sah,
jual-beli yang batal, dan jual-beli yang dilarang dalam Islam.

F. Saran
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih banyak hal
yang belum terlampirkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif guna menyusun makalah yang lebih baik.
Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan dan banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf. Semoga
bermanfaat. Amin

8
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi. al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah wa al-Kitab al-
Aziz. Diterjemahkan Ma‟ruf Abdul Jalil, Al-Wajiz, cet. III. Jakarta:
Pustaka as-Sunnah, 2007.
Abdurrahman Al-Jaziri,. Fiqh Empat Mazhab. Alih Bahasa Chatibul Umam dan
Abu Hurairah. Muamalat II. Jakarta: Darul Ulum Press, 2001.
Ali Imran Sinaga. Fikih bagian pertama: taharah, ibadah, muamalah. Bandung:
Cita Pustaka Media Perintis, 2011.
Djunaedi, MS Wawan. Fikih. PT Listafariska Putra, 2008.
Ghazaly, H. Abd Rahman, H. Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq. Fiqh
muamalat. Jakarta: Kencana Prenada, 2010.
Harun, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Hasan, M. Ali. Berbagai macam transaksi dalam Islam (fiqh muamalat). Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2003.
M. Abdul Mujieb, Mabruri Thalhah, dan Syafi’ah AM. Kamus Istilah Fiqih.
Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994.
Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah. Bandung: PT Alma’arif, 1995.
Syafe’i, Rachmat. Fiqih muamalah : untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan umum /
Rachmat Syafe’i. Pustaka Setia, 2001.
Zuhayli, Wahbah al-, dan Abdul Hayyie Al-Kattani. Fiqih Islam wa adillatuhu.
Kuala Lumpur: Darul Fikir, 2010.

Anda mungkin juga menyukai