Anda di halaman 1dari 15

JUAL BELI (AL-BAI’)

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah
Dosen Pengampu: Agus Alimuddin M.E.

Di Susun Oleh :
Kelompok 2
1. Annisa Rahmani Rabby (2203032001)
2. Rindy Astrid Ramadhani (2203030031)
3. Muhammad Yusuf Amar (2203030011)

AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TA. 2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Puji syukur Alhamdulilah senantiasa kami haturkan kehadirat Allah SWT atas
berkat limpahan rahmat, taufik, anugrah serta hidayahnya, sehingga kami dapat
menuntaskan tugas penyusunan Makalah mata kuliah Fiqh Muamalah dengan judul
“Jual Beli (Al-BAI’)”.
Kami sebagai penyusun makalah juga mengucapkan banyak terimakasih kepada
bapak Agus Alimuddin selaku dosen mata kuliah Fiqh Muamalah yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk membuat makalah ini dengan rujukan
dari berbagai sumber dan bantuan dari teman teman serta orang tua yang selalu
mendoakan kelancaran tugas kami.
Penulis menyadari bahwasanya dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan walaupun penulis telah berusaha menyajikan yang terbaik bagi
pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran senang hati penulis terima untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.
Waalaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli (Al-Bai’)........................................................................ 3
B. Dasar Hukum Jual Beli ................................................................................. 4
C. Rukun dan Syarat Jual Beli ........................................................................... 5
D. Jual Beli Didunia Maya ................................................................................. 7
E. Jual Beli Dengan Sistem Kredit .................................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jual beli merupakan aktifitas yang dihalalkan oleh Allah. Setiap manusia
diperkenankan melakukan jual beli. Hal ini merupakan sunatullah yang dijalankan
terus-menerus. Jual beli biasanya dilihat dari cara pembayaran, akad dan penyerahan
barang yang diperjual belikan. Islam sangat memperhatikan unsur-unsur jual beli.
Islam memiliki beberapa kaidah dalam jual beli. Adapun kaidah dalam jual
beli,hendaknya perdagangan yang dilakukan memperdagangkan barang-barang yang
diperbolehkan bukan yang dilarang atau diharamkan, dilarang menipu dalam
perdagangan, dilarang menjual barang dengan menaikan harga baku agar mendapat
laba yang besar. Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak. Yang satu menerima
benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan syara.
Kehidupan bermuamalah memberikan gambaran mengenai kehidupan
perekonomian. Dalam kehidupan sehari-hari banyak masyarakat memenuhi
kebutuhannya dengan cara berdagang atau berbisnis. Dalam ilmu ekonomi bisnis
adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen untuk
mendapatkan laba.Suatu akad jual beli dapat dikatakan sah apabila memenuhi rukun
dan syarat sah yang ditentukan. Sebaliknya jual beli dikatakan batal apabila salah
satu rukun atau seluruh rukunnya tidak dipenuhi.
Rasulullah SAW melarang jual beli barang yang terdapat unsur penipuan
sehingga mengakibatkan termakannya harta manusia denga cara yang bathil, begitu
juga jual beli yang mengakibatkan lahirnya kebencian, perselisihan dan permusuhan
di kalangan kaum muslim. Pada transaksi jual beli secara elektronik dan dunia maya
sama halnya dengan transaksi jual beli yang dilakukan dalam dunia nyata, dilakukan
oleh pihak terkait, walaupun jual beli secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak
bertemu dengan secara langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet.
Dalam makalah sederhana ini menulis berusaha untuk menguraikan mengenai
pengertian jual beli, dasar hukum, rukun dan syarat jual beli serta jual beli melalui
dunia maya maupun jual beli dengan sistem kredit.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan jual beli (Al-Bai') ?
2. Apa saja yang menjadi dasar hukum jual beli ?
3. Apa saja rukun dan syarat jual beli ?
4. Bagaimana jual beli didunia maya?
5. Bagaimana jual beli dengan sistem kredit?

1
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian jual beli ( Al-Bai' )
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar hukum jual beli.
3. Untuk mengetahui apa saja rukun dan syarat jual beli.
4. Untuk mengetahui jual beli melalui dunia maya.
5. Untuk mengetahui jual beli melalui sistem kredit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli ( Al-Bai' )


Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan (al-bai') yang artinya menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan yang lain. Lafad (al-bai') dalam bahasa
Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira’ (beli).
Dengan demikian kata (al-bai') berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.
Al-bai’ menurut istilah bahasa artinya “menukar sesuatu dengan sesuatu (yang
lain)”,sedangkan menurut istilah syara’ ialah “menukar sejumlah harta dengan
harta (yang lain) dengan cara yang khusus”.1
Secara bahasa jual beli berarti pertukaran secara mutlak. Sedangkan secara
terminologi, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk
pemindahan milik dan pemilik.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa arti jual beli adalah suatu
perjanjian untuk mempertukarkan barang atau suatu benda yang bernilai, antara para
pihak dengan sukarela, salah satu pihak menerima benda dan pihak lainnya
menerima uang sebagai kompensasi barang, sesuai dengan perjanjian dan ketentuan
yang telah di benarkan syara dan disepakai.2Sesuai dengan ketetapan hukum
maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada
kaitanya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi
berarti tidak sesuai dengan kehendak syara .
Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad ini. Allah SWT. Mensyariatkan jual beli sebagai
suatu kemudahan untuk manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan
manusia,seperti kebutuhan pokok (primer), kebutuhan tambahan (sekunder) dan
kebutuhan tersier.3
Allah mensyaratkan bahwa untuk sahnya jual beli harus sesuai dengan
perjanjian antara mereka kecuali ada syarat khiyar mereka berdua atau antara pihak-
pihak. Hukum jual beli pada prinsipnya adalah mubah atau boleh, artinya setiap
muslim diperbolehkan mencari nafkah dengan cara jual beli dan boleh juga dengan
cara yang lainnya.
Namun apabila melakukan jual beli, maka wajib melaksanakannya dengan
cara yang halal sesuai tuntunan Islam. Dilarang berjual beli dengan cara yang haram
misalnya menipu, dusta, curang, riba dan sejenisnya.

1
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fannani, Terjemahan Fat-hul Mu’in, (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2013), hlm. 763.
2
Munir Salim, “ Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam”, Al-Daulah, Vol.6
No.2, 2017,347.
3
Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Raja Persada, 2016), hlm. 64.

3
B. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli adalah aktifitas ekonomi yang hukumnya boleh berdasarkan
kitabullah dan sunah rasul serta ijma para ulama.
1. Al-quran
Didalam al-quran banyak ayat mengenai jual beli, salah satunya firman Allah
dalam surat Al-Baqrah ayat 275. Yang artinya : " Dan Allah telah menghalalkan
jual beli dan telah mengharamkan riba" (Q.S Al-Baqarah: 275).4
2. As-sunah
Pemahaman hukum jual beli dalam syariat agama islam yang kedua adalah
bersumber dari Al-hadits yaitu dalah sumber hukum islam yang berasal dari
ucapan Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan tentang jual beli yang benar
menurut syariat Islam5.
3. Ijma
Secara ijma para ulama telah sepakat tentang halalnya jual beli. Manusia sangat
membutuhkan adanya jual beli. Ada ketergantuangan antara manusia dengan
lainnya dalam hal memperoleh uang dan barang. Oleh karena itu jual beli di
bolehkan untuk mencapai hal yang di maksud.
Asal hukum jual beli adalah halal namun bisa menjadi haram apabila
melanggar ketentuan- kerentuan syariat.Menurut jumhur ulama, hokum jual beli
terbagi menjadi dua yaitu jual beli halal dan jual beli haram.6
a) Jual beli halal
Berdasarkan asalnya jual beli merupakan hal yang hukumnya mubah atau
diperbolehkan. Imam syafi'i juga menegaskan bahwa hukum jual beli itu mubah.
Yaitu apabila dengan keridhaan antara kedua belah pihak. Transaksi jual beli
biasa dianggap sah jika terjadi sebuah kesepakatan (shiighah) baik secara lisan
(shiighah qauliyyah) atau dengan perbuatan (shiighah fi’liyyah).7Namun
kehalalan ini dapat berubah menjadi haram apabila jual beli itu dilarang oleh
Rasulullah atau yang maknanya termasuk dilarang oleh beliau.
b) Jual beli haram
Diluar jual beli yang hukumnya halal, ada juga jual beli yang hukumnya haram
atau terlarang. Para ulama mengelompokkan keharaman jual beli dengan
mengurutkan sebab-sebab keharamannya. Penyebab keharamannya akad beli
antara lain:
1. Haram terkait dengan akad.
Keharaman jual beli yang terkaid dengan akad dibagi menjadi dua yaitu:
a. Barang melanggar syariah
Keharamannya yaitu terkait dengan barang yang menjadi objek akad
tidak memenuhi syarat dan ketentuan dalam akad, seperti benda najis,
4
Ahmad Sarwat, Fiqh Jual Beli, (Jakarta: Rumah Fiqh Publish, 2018), hlm. 6.
5
Fajarwati Kusuma Adi, “Persfektif Jual Beli Online Dalam Pesfektif Hukum Islam dan
KUHPerdata,” Lisyabab, Vol. 2 No. 1 2021, hlm. 96.
6
Saleh Al- Fauzan, Fiqh Sehari-hari,(Jakarta: Gema Insani,2005), hlm. 365.
7
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 93.

4
atau barang tidak pernah ada, atau barang itu merusak dan tidak memberi
manfaat, atau bisa juga barang itu tidak mungkin diserahkan.
b. Akad melanggar syariah
jual-beli yang mengandung unsur riba dan gharar dengan segala macam
jenisnya.
Jual-beli yang diharamkan karena ada unsur riba antara lain bai'ul 'inah,
al-muzabanah, al-muhaqalah, al-araya, al-'urbun, baiul akli' bil kali', dan
seterusnya.Sedangkan jual-beli yang diharamkan karena unsur gharar antara
jual-beli janin hewan yang masih di perut induknya, jual-beli buah yang
belum masak, jual-beli ikan di dalam air, jual-beli budak yang kabur dari
tuannya dan lain-lain.
2. Haram terkait dengan hal-hal di luar akad
Jual-beli yang diharamkan karena terkait dengan hal-hal di luar akad ada dua
macam, yaitu :
a. Dharah mutlak
Misalnya jual-beli budak yang memisahkan antara ibu dan anaknya, jual-
beli perasan buah yang akan dibikin menjadi khamar, jual-beli atas apa
yang ditawar atau dibeli oleh saudaranya.
b. Melanggar larangan agama
Diantara contoh jual-beli haram karena melanggar agama misalanya jual-
beli yang dilakukan pada saat terdengar azan untuk shalat Jumat, dan
jual-beli mushaf kepada orang kafir.
Tidak semua jual beli yang dilakukan seseorang dibolehkan dalam Islam,
tetapi ada ketentuan hukumnya. Ketentuan hukum itu bisa berfariasi sesuai
dengan situasi dan kondisi tertentu. Diantara ketentuan hukum jual beli
sebagai berikut :
1) Mubah (boleh) adalah asal hukum jual beli
2) Wajib, seperti seorang hakim wajib menjual harta orang yang muflis
(bangkrut) yaitu, orang yang lebih banyak hutangnya dari pada hartanya.
3) Haram, apabila melanggar ketentuan syara.
4) Sunnah, seperti jual beli kepada sahabat atau famili dan kepada orang
yang sangat membutuhkan.8

C. Rukun dan Syarat Jual Beli.


Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus di penuhi agar jual beli dapat
dikatakan sah oleh syara. Ulama hanafiyah berpendapat bahwa rukun jual beli hanya
satu, yaitu ijab qobul. Ijab yang berarti ungkapan membeli dari pembeli sedangkan
qobul berarti ungkapan menjual dari penjual. Pada dasarnya ijab qobul dilakukan
dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya, bole

8
Siti Choiriyah, MUAMALAH ( Jual Beli dan Selain Jual Beli), (Surakarta: CDAQ STAIN
Surakarta, 2009), hlm. 24.

5
hijab qobul dengan surat menyurat yang mengandung arti ijab dan qobul. 9Ulama
hanafiyah berpendapat seperti ini karena mereka menganggap rukun dalam jual beli
itu hanyalah kerelaan antara penjual dan pembeli, akan tetapi unsur kerelaan
tersebut adalah unsur hati yang sulit dilihat, maka diperlukan indikator untuk
menunjukan kerelaan antara kedua belah pihak dalam bentuk perkataan yaitu ijab
dan qobul serta bentuk perbuatan yaitu penyerahan barang dan penerimaan uang.
Sedangkan jumhur ulama sepakat berpendapat bahwa rukun jual beli ada lima
yaitu:
1. Penjual ( orang yang menjual barang atau jasa )
2. Pembeli ( orang yang membeli barang atau jasa )
3. Benda yang di perjualbelikan ( benda yang diperjualbelikan harus memenuhi
syara )
4. Alat penukar ( berupa uang atau barang )
5. Ijab qobul ( perkataan pembeli dan penjual )
Syarat sah jual beli terdiri dari dua baagian, yaitu:
1. Syarat sah bagi penjual dan pembeli yaitu:
a) Berakal sehat, Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya karna
dikhawatirkan akan terjadi penipuan.
b) Baligh, Hal ini mempunyai tujuan agar penjual dan pembeli dapat
memahami apa yang seharusnya dilakukan dalam jual beli tujuannya untuk
menghindari penipuan atau sejenisnya. Anak yang belum baligh di anggap
belum cakap dalam menggunakan harta sehingga anak kecil tidak sah dalam
menjalankan ijab qobul.
c) Kehendak sendiri (tidak dipaksa), Dalam jual beli tidak dibenarkan adanya
unsur keterpaksaan, melainkan harus dilakukan atas dasar suka sama suka.
d) Tidak mubazir (pemborosan), Dalam hal jual beli jangan diberikan kepada
orang yang memiliki sifat boros sebab mereka kurang bisa mengatur
keuangan sehingga dikhawatirkan menimbulkan penyesalan.
2. Syarat sah barang yang diperjual belikan yaitu :
a) Suci atau mungkin untuk disucikan, Barang yang najis tidak bolek diperjual
belikan seperti babi, bangkai dan khamr.
b) Bermanfaat, Tidak boleh memperjual belikan barang yang tidak ada
manfaatnya maka akan menyebabkan barang tersebut sia-sia.
c) Jelas dan dapat di ketahui oleh penjual dan pembeli, Barang yang diperjual
belikan harus jelaa wujud, ukuran, zat, sifat, timbangan termasuk harganya.
Bahkan barang yang cacat sekalipun harus ditunjukkan kepada pembeli
sehingga tidak akan ada yang merasa dirugikan.
d) Dapat diserahkan, Tidak sah apabila menjual barang yang tidak dapat
diseraahkan seperti: ikan di kolam, buah yang masih di pohonnya dan lain-
lain. Hal ini menghindari agar tidak ada pihak yang tertipu.

9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 70.

6
e) Milik sendiri, Barang yang dititipkan atau barang pinjaman tidak sah
diperjual belikan kecuali diberikan kuasa kepadanya.
f) Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan " kujual motor ini kepada tuan
selama satu tahun", maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli
merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi
apapun kecuali ketentuan syara.
Hikmah jual beli adalah memberitahukan adanya tukar menukar manfaat antara
manusia dan merealisasikan tolong menolong dengan adanya jual beli teraturlah
tata kehidupan manusia dan bangkitlah setiap orang untuk mencapai aspek
kehidupannya.10

D. Jual Beli Didunia Maya


Secara garis besar dapat diartikan sebagai jual beli barang dan jasa media
elektronik, khususnya melalui internet atau secara online. Mungkin ada definisi lain
untuk bisnis online, ada istilah e-commerce. Tetapi yang pasti, setiap kali orang
berbicara tentang e-commerce, mereka memahaminya sebagai bisnis yang
berhubungan dengan internet. Dari definisi diatas, bisa diketahui karakteristik bisnis
online, yaitu:
1. Terjadinya transaksi antara dua belah pihak;
2. Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi;
3. Internet merupakan media utama dalam proses atau mekanisme akad tersebut.
Dari karakteristik di atas, bisa di lihat bahwa yang membedakan bisnis
onlinedengan bisnis offline yaitu proses transaksi (akad) dan media utama dalam
proses tersebut.11
1. Hukum Jual Beli Secara Online
Transaksi seperti ini (jual beli online) mayoritas para Ulama
menghalalkannya selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan, dengan
memberikan spesifikasi baik berupa gambar, jenis, warna, bentuk, model dan
yang mempengaruhi harga barang.
Dalam transaksi mengunakan internet, penyediaan aplikasi permohonan
barang oleh pihak penjual di website merupakan ijab dan pengisian serta
pengiriman aplikasi yang telah diisi oleh pembeli merupakan qabul.
Setelah ijab qabul, pihak penjual meminta pembeli melakukan tranfer uang
ke rekening bank milik penjual. Setelah uang diterima, si penjual baru mengirim
barangnya melalui kurir atau jasa pengiriman barang.Jadi, Transaksi seperti ini
(jual beli online) mayoritas para Ulama menghalalkannya selama tidak ada unsur
gharar atau ketidakjelasan, dengan memberikan spesifikasi baik berupa gambar,
jenis, warna, bentuk, model dan yang mempengaruhi harga barang.

10
Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 71.
11
Tira Nur Fitria, “Bisnis Jual Beli Online Shop Dalam Hukum Islam dan Hukum Negara,” Vol.
3 No. 1, 2017, 55.

7
2. Mekanisme Jual beli Online
Mekanisme jual beli online dapat melalui beberapa tahapan yaitu:
Information sharing, merupakan proses paling awal dalam transaksi.
Selanjutnya ada Online orders, merupakan tahap pemesanan dari calon pembeli
yang tertarik dengan produk. Dan ada juga E-Payment, merupakan suatu sistem
pembayaran yang dilakukan secara elektronik.12
3. Kelebihan dan kekurangan jual beli online
a. kelebihan jual beli online, yaitu pembeli tidak perlu mendatangi toko,
menghemat waktu dan biaya transportasi belanja, pilihan yang ditawarkan
sangat beragam, dengan perantara via internet pembeli dapat membeli
barang dinegara lain secara online, serta harga yang ditawarkan sangat
kompetitif.
b. Kekurangan jual beli online, yaitu produk tidak dapat dicoba, standar dari
barang tidak sesuai, pengiriman mahal, dan resiko penipuan.

E. Jual Beli Dengan Sistem Kredit


Istilah kredit dalam bahasa Arab dikenal dengan al-bay’ bi thaman ājil
(nasīah). Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, term kredit didefinisikan dengan akad
atau transaksi jual beli dengan cara berutang. 13 penjual memberikan cicilan kepada
pembeli, lalu pembeli akan membayar barang tersebut dengan mengangsur selama
waktu yang telah disepakati. 14Jual beli dengan sistem kredit berarti jual beli tidak
secara tunai, apabila pembeli menerima barang sebagai objek jual beli, tetapi tidak
membayar barang seluruhnya atau sebagian. Pembayaran dilakukan secara cicilan
sesuai kesepakatan. Sulaiman bin Turki mendefinisikan jual beli kredit:
“Jual beli dimana barang diantarkan terlebih dahulu dan pembayaran
dilakukan beberapa waktu kemudian sesuai kesepakatan”.
Ulama empat mazhab Syafiyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanbaliyah, Zaid bin
Ali dan mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini tanpa
memandang apakah harga barang itu sama atau lebih tinggi dari harga tunai.
Namun, mereka membutuhkan kejelasan dalam akad, yaitu kesepakatan antara
penjual dan pembeli bahwa jual beli sebenarnya adalah sistem kredit. Dalam
transaksi tersebut, penjual biasanya mengutip dua harga, yaitu harga tunai dan harga
kredit. pembeli harus jelas ingin membeli secara tunai atau kredit.
Islam memperbolehkan pihak yang membeli barang, kemudian menjualnya,
baik secara cash Mupun kredit. Menambahkan harga karena penundaan pembayaran
(ajal) diperbolehkan brdasarkan hadits nabi yang diriwayatkan Amr bin ash:

12
Desy Safira, Ali Ilham Akbar Fatriansyah, “ Bisnis Jual Beli Online Dalam Perspektif Islam,”
Vol. 5 No. 1, 2020, 62-63.
13
Maskun, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Dengan Sistem Kredit,” AKADEMIKA,
Vol. 8 No. 2, 2014, 256.
14
Misbakhul Khaer, Ratna Nurhayati, “ Jual Beli Taqsith (kredit) Dalam Perspektif Hukum
Ekonomi Islam,” Jurnal Hukum Islam Nusantara, Vol. 2 No. 1, 2019, 100.

8
“Dari Abdulloh Bin Amr bin Al-Ash r.a dan ayahnya berkata: Rasulullah
SAW. Menyuruhku menghutang seekor unta akan dibayar dengan dua ekor unta
zakat”.
Menanggapi hadits diatas, alasan yang dikemukakan Al-Syantiqi yang
memperbolehkan penambahan harga karena penundaan pembayaran dan bukan
merupakan riba adalah karena penambahan harga bukan merupakan suatu terukur,
seperti ditimbang,diukur dan sebagainya. Sementara riba merupakan berkaitan yang
terukur.
Islam membolehkan pihak untuk membeli barang dan kemudian menjualnya
secara tunai dan kredit. Kenaikan harga karena keterlambatan pembayaran (ajal)
diperbolehkan berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Amr bin Ash:
“Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a. dan ayahnya berkata:Rosululloh SAW
Saya diberitahu bahwa saya berutang satu unta untuk membayar dengan dua unta
zakat”.
Menanggapi hadits di atas, Al-Syantiqi memberikan alasan diperbolehkannya
kenaikan harga karena keterlambatan pembayaran dan bukan riba karena kenaikan
harga tidak terukur seperti menimbang, menakar dll. Sedangkan riba merupakan
sesuatu yang dapat diukur.
Sulaiman At-Turki menegaskan, para ulama sepakat jika pembayaran
dilakukan secara kredit, harga bisa dinaikkan secara tunai. Memang ada yang
berpendapat bahwa kenaikan harga barang akibat keterlambatan pembayaran adalah
riba. Namun pendapat ini minim dan syadz yang dalilnya sangat lemah. Memang
ada kesamaan antara riba dan marka dalam sistem jual beli kredit. Namun
keterlambatan pembayaran barang tersebut dikompensasikan dengan menambahkan
harga pada kredit pembelian dan penjualan. Ada perbedaan mendasar antara jual
beli kredit dan riba, Allah menghalalkan jual beli termasuk jual beli kredit karena
terpaksa. Penegakan berdasarkan biaya tambahan hanya karena keterlambatan tidak
diperbolehkan.
Dalam jual beli secara kredit, kewajiban membayar tidak dapat berakhir
setelah kematian pembeli. Pembeli berhak memutuskan apakah meneruskan atau
menghentikan transaksi, penjual berhak mengambil kembali barangnya selama tidak
menerima uang angsuran atau uang muka pembeli. Jual beli kredit harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh ulama, yaitu sebagai berikut:
a. Jual beli secara kredit tidak boleh menimbulkan riba.
b. Penjual adalah pemilik penuh atas barang yang akan dijual. Seseorang tidak
dapat menjual barang yang bukan miliknya atau barang yang masih dimiliki oleh
pihak lain.
c. Penjual menyerahkan barang kepada pembeli.
d. Barang dan harga jangan sampai terjadi ribanasi'ah.
e. Harga beli dan jual kredit adalah hutang (tidak dibayar tunai) Barang yang
dijual secara kredit dikirim langsung.

9
f. Jangka waktu pembayaran jelas, sesuai dengan akad jumlah angsuran, berapa
yang dibayarkan setiap angsuran dan berapa lama pembayaran berakhir harus
jelas dan tidak dapat disengketakan oleh salah satu pihak.
g. Pembayaran harus dilakukan secara cicilan, tidak langsung. Namun dalam Al-
Muntaqa Min Fatawa Al-Fauzan kami diperbolehkan jual beli pulsa sekaligus.15

15
Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018), hlm.
49-63.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jual beli (Al-bai) adalah suatu perjanjian untuk mempertukarkan barang
atau suatu benda yang bernilai. Jual beli hukumnya boleh atau mubah, selagi tidak
melanggar ketentuan-ketentuan syariat. Ulama sepakat bahwa rukun jual beli ada
lima yaitu: penjual, pembeli, benda yang diperjualbelikan, alat penukar, ijab qabul.
Sedangkan syarat dibagi menjadi dua yaitu syarat sah bagi penjual dan pembeli
meliputi: berakal sehat, baligh, kehendak sendiri, tidak mubazir. Selanjutnya
syarat bagi barang yang diperjualbelikan meliputi: suci,bermanfaat,jelas,
dapat diserahkan. Jual beli didunia maya adalah jual beli barang melalui internet
atau secara online. Transaksi seperti ini mayoritas ulama menghalalkannya selama
tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan. Jual beli dengan sistem kredit adalah
transaksi jual beli dengan cara berutang, penjual memberikan cicilan kepada
pembeli, lalu pembeli akan membayar dengan cara menganggur selama waktu
yang disepakati.

11
DAFTAR PUSTAKA

Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fannani, Terjemahan Fat-hul Mu’in, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2013), hlm. 763.

Munir Salim, “ Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam”, Al-Daulah, Vol.6 No.2,
2017,347.

Rosalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Raja Persada, 2016), hlm. 64.

Ahmad Sarwat, Fiqh Jual Beli, (Jakarta: Rumah Fiqh Publish, 2018), hlm. 6.

Fajarwati Kusuma Adi, “Persfektif Jual Beli Online Dalam Pesfektif Hukum Islam dan KUHPerdata,”
Lisyabab, Vol. 2 No. 1 2021, hlm. 96.

Saleh Al- Fauzan, Fiqh Sehari-hari,(Jakarta: Gema Insani,2005), hlm. 365.

Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 93.

Siti Choiriyah, MUAMALAH ( Jual Beli dan Selain Jual Beli), (Surakarta: CDAQ STAIN Surakarta,
2009), hlm. 24.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 70.

Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 71.

Tira Nur Fitria, “Bisnis Jual Beli Online Shop Dalam Hukum Islam dan Hukum Negara,” Vol. 3 No. 1,
2017, 55.

Desy Safira, Ali Ilham Akbar Fatriansyah, “ Bisnis Jual Beli Online Dalam Perspektif Islam,” Vol. 5 No.
1, 2020, 62-63.

Maskun, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Dengan Sistem Kredit,” AKADEMIKA, Vol. 8 No.
2, 2014, 256.

Misbakhul Khaer, Ratna Nurhayati, “ Jual Beli Taqsith (kredit) Dalam Perspektif Hukum Ekonomi
Islam,” Jurnal Hukum Islam Nusantara, Vol. 2 No. 1, 2019, 100.

Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018), hlm. 49-63.

12

Anda mungkin juga menyukai