Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM NILAI BUDAYA GAYO

Di Susun Oleh: Kelompok 3

NAMA : MUHAMMAD HUSAINI NPM: 201111265

FAKULTAS : SYARI’AH, DAKWAH DAN USHULUDDIN

JURUSAN/SEM : HTN/ III (TIGA)

DOSEN : Dr. Al MUSANNA, M.Ag

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON

KABUPATEN ACEH TENGAH

ACEH 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dalam arti manusia hidup dalam
interaksi dan interdepedensi sesamanya. Manusia saling membutuhkan sesamanya baik
jasmani maupun rohani. Dalam proses interaksi inilah diperlukan nilai-nilai , norma, dan
aturan-aturan, karena ia menentukan batasan-batasan dari perilaku dalam kehidupan
masyarakat. Jadi dalam hubungan sosial dalam masyarakat itulah secara mutlak adanya nilai-
nilai karena tiada nilai-nilai tanpa adanya hubungan sosial. Aturan hidup tersebut tidak selalu
diwujudkan secara nyata, tetapi terdapat dorongan dalam diri manusia untuk melakukan atau
tidak melakukan hal tertentu. Sifatnya abstrak namun dapat dirasakan manfaatnya.

Dalam masyarakat, sebagai suatu Gemeinschafts manusia hidup bersama. manusia


sebagai pribadi, dengan sifat-sifat individualitas yang unik bergaul satu sama lain. Kadang-
kadang saling mengerti, saling simpati, saling menghormati dan mencintai. Tetapi adapula
watak manusia adanya anti pati, salah paham, membenci, mengkhianat dan sebagainya adalah
bentuk-bentuk tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang berlaku.
Setiap hubungan antar manusia selalu disertai dengan proses penilaian, baik aktif maupun
pasif, baik terhadap hubungan sesamanya maupun dengan lingkungan alam semesta. Proses
penilaian itu dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar. Realita yang demikian merupakan
kecenderungan dan kodrat manusia.

Sistem budaya gayo yang terdiri atas nilai utama, nilai penunjang dan nilai penggerak
sangat penting diperkenalkan dan biasakan. Sistem nilai budaya mencerminkan profil ideal
budaya yang diharapkan menjadi pendasi penting dalam pembentukan pribadi yang dihormati
dalam pergaulan social. Ssitem budaya gayo merupakan aktualisasi akhlak terpuji, yang
menjadi bagian terpenting dalam kehormatan diri dengan demikian sistem nilai budaya gayo
sangat penting. Secara berkesinambungan sehingga dapat terbentuk pemahaman dan
penyikapan yang lebih baik terhadap nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai penting dalam adat dan
budaya masyarakat gayo dikenal prinsip bahwa “edet kuet muperala agama, renggang edet
bahasa nama, edet munukum besipet ujud, ukum munukum bersifet kalam”. (maksudnya
adalah adat berjalan di tuntun oleh hukum agama.

ii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Nilai

Tylor dalam Imran Manan mengemukakan moral termasuk bagian dari kebudayaan, yaitu
standar tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang kesemuanya dalam konsep yang lebih
besar termasuk ke dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian pendidikan yang
dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai. Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang
sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman
perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan
sisitem perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang
bersangkutan.1

Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit atau


implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang
diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat, tujuan-tujuan
perbuatan yang tersedia. Orientasi nilai budaya adalah Konsepsi umum yang terorganisasi,
yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam
alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang
mungkin bertalian dengan hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia. 2

Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup
dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai
apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjado
pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya
terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam
bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk
pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.3

1
Afiful Ikhwan, “Sistem Nilai Dalam Kehidupan”, November 2011. Hlm, 6.
2
Ibid., Hlm, 8
3
Rustan, “Sistem Nilai”, Journal Uin-Alauddin, Juli-Desember 2018, Hlm. 3.

1
B. Pentingnya Sistem Nilai

Segenap aktivitas manusia hakikatnya adalah penerapan dari apa yang diyakini dan
melandasi seluruh aspek hidupnya. Alisyahbana (1986) mengemukakan bahwa nilai-nilai
ialah sesuatu yang diakui orang berdasarkan perasaan sebagai sesuatu yang tersusun rapi.
Orang dapat berbuat terhadap nilai dengan jalan memikirkan, mengakui, menghargai, dan
mendorongnya. Dalam kehidupan individu dan masyarakat, nilai-nilai merupakan tenaga
pendorong dan pemberi arah dari perilaku individu dan masyarakat. Nilai-nilai merupakan
sesuatu yang tidak dapat ditangkap begitu saja secara kebetulan, melainkan diperoleh oleh
seseorang melalui proses indrawi (dorongan hidup dan insting), kata hati (hati nurani), dan
rasio (akal). Siagian (1989) menyebutkan 4 macam sumber nilai bagi seseorang, yaitu: (1)
orang tua; (2) masyarakat; termasuk lembaga pendidikan; (3) teman bergaul; dan (4) diri
sendiri melalui perjalanan pengalaman dan akalnya. Kepribadian seseorang pada hakikatnya
ditentukan oleh nilai-nilai yang terintegrasi dalam dirinya sehingga mendorong untuk berbuat
atau melakukan sesuatu. Tindakan atau perbuatan seseorang mencerminkan nilai-nilai yang
diakui dan dianutnya. 4

Nilai-nilai mengarahkan hidup seseorang. Seseorang bertindak berdasarkan nilai yang


diyakini, dan selalu diulang sehingga menjadi kaidah hidupnya (Sastrapratedja dalam
Kaswardi, 1993). Nilai-nilai merupakan kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan lain.
Dengan kata lain, kenyataan lain merupakan pembawa nilai seperti halnya suatu benda
menjadi pewarna bagi benda lain. Nilainilai itu ada, akan tetapi untuk mengetahui atau
melacaknya, harus melalui pelacakan terhadap kenyataan-kenyataan lain, seperti tindakan,
pola tingkah laku, berpikir dan sikap dari seseorang atau sekelompok orang
(Kadarusmadi,1996). Sistem nilai prestasi sudah menjadi komitmen seluruh keluarga sekolah,
dan sekolah sudah bertekad melaksanakan sesuai latar masing-masing, penerapannya sesuai
dengan karakter masing-masing sebagaimana dalam budaya organisasi. Owens (1995:82)
mendefinisikan, (pola pemecahan masalah eksternal dan internal yang ditekankan secara
konsisten bagi suatu kelompok, dan oleh karenanya diajarkan kepada anggota-anggota baru
sebagai cara yang benar dalam memandang, memikirkan dan merasakan masalah yang
dihadapi tersebut).5

4
Manshur, “Penerapan Sistem Nilai Dalam Budaya Organisasi Sekolah Unggul: Studi Multikasus”,
Journal.Uny. Hlm. 517.
5
Ibid.

2
C. Sistem Nilai Budaya Gayo

Sistem budaya gayo yang terdiri atas nilai utama, nilai penunjang dan nilai penggerak
sangat penting diperkenalkan dan biasakan. Sistem nilai budaya mencerminkan profil ideal
budaya yang diharapkan menjadi pendasi penting dalam pembentukan pribadi yang dihormati
dalam pergaulan social. Ssitem budaya gayo merupakan aktualisasi akhlak terpuji, yang
menjadi bagian terpenting dalam kehormatan diri dengan demikian sistem nilai budaya gayo
sangat penting. Secara berkesinambungan sehingga dapat terbentuk pemahaman dan
penyikapan yang lebih baik terhadap nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai penting dalam adat dan
budaya masyarakat gayo dikenal prinsip bahwa “edet kuet muperala agama, renggang edet
bahasa nama, edet munukum besipet ujud, ukum munukum bersifet kalam”. (maksudnya
adalah adat berjalan di tuntun oleh hukum agama. 6

Adat tidak kuat binasa nama. Adat menghukum bersifat wujud. Hukum agama itu
adalah pasti).”edet mungenal hukum mubeda.” (adat mencari mana yang benar dan mana
yang salah.Hukum membedakan mana yang benar mana yang salah). Nilai-nilai
pembangunan masyarakat gayo tidak terlepas dari ketentuan hukum islam masyarakat gayo
seperti genap mupakat ‘syuro (musyawarah), amanat (amanah), tertib, alang tulung beret
bantu (saling tolong menolong), gemas (kasih sayang), setie (setia), bersikemelen
(berkompetisi), dan mutentu (berdaya guna). 7

Nasib adat istiadat dan nilai-nilai budaya gayo pada saat sekarang, layaknya hidup
segan mati tak mau. Atau seperti apa yang disebut: “ampung-ampung pulo iperin mate ulunge
ijo, iperen murip uyete cimo”. Bila kita merasakan bahwa adat istiadat itu perlu dilestarikan
dan dikembangkan, tentunya kita perlu membuat kerangka atau acuan sebagai alat ukur, adat
serta budaya yang bagaimana perlu dikembangkan berarti perlu dilakukan seleksi serta
adaptasi nilai-nilai yang digolongkan mana yang negative dan mana pula yang positif,
sehingga relevan mengikuti perkembangnya. Kita tentu tanggap, bahwa gayo zaman lampau,
zaman sekarang, dan zaman yang akan dating, sehingga mereka kelak mampu memilah mana
yang benar dan mana yang salah. Adat tidak diwariskan lewat biologis, tetapi harus lewat
pengajaran dan pendidikan. Adat itu bukan manusianya tetapi adat itu adalah sesuatu yang
mereka buat.8

6
Irwansyah, Diklat Studi Literatur Budaya Gayo, Hlm. 27.
7
Ibid.
8
Aman Pinan, Hakikat Nilai-Nilai Budaya Gayo (Aceh Tengah), (Takengon: PEMDA Aceh Tengah,
1998), hlm. 58.

3
Susilo Sudarman mantan Meparposter, pada 22 Desember 1989 dalam sambutan pada
acara ‘alek batagak rumah gadang Tuan Gadih. Istana Putih Si Lindung Bulan’ di desa
Janggo Pagaruyung, Kabupaten Tanah Datar, Ia berkata: “ mempertahankan budaya bangsa
merupakan suatu kewajiban moral yang mendasar bagi seluruh bangsa Indonesia untuk bisa
memperkokoh jati diri (indentitas) ditengah gelombang modernisasi yang melanda dunia”.
Menghadapi era globalisasi adalah suatu gejolak perubahan pada lingkaran yang sulit dinilai,
antar benar dan salah, andai kata kita tidak jeli didalam menghadapinya jelas akan merubah
kehidupan social budaya. Berbagai bentuk perubahan itu maju dengan pesatnya, sehingga
kita bisa saja tenggelam dan arus dua sisi kehidupan, yaitu positif dan negative.9

Dalam suatu masyarakat lazimnya memiliki sistem nilai yang dapat dirinci menjadi,
Nilai-nilai adat, budaya, nilai pengetahuan, nilai relizi, secara koronologis ada beberapa
sistem nilai adat yang dijadikan upaya penyelesaian konflik hukum pada masyarakat gayo
untuk menciptakan penyelesaian yang berkeadilan dan kebersamaan untuk mewujudkan
masyarakat, aman, damai sejahtera dan bermartabat, yaitu:

1. Mukemel (harga diri)

Di masa lalu masyarakat gayo telah merumuskan prinsip-prinsip adat yang di maksud
kemalun ni edet (pantangan adat). Prinsip adat ini menyangkut “harga diri”, kemel (malu)
yang harus di jaga, diamalkan, ditegakkan, dan di pertahankan oleh kelompok kerabat
tertentu kelompok satu rumah (sara umah). Nilai mukemel itu implementasikan dalam
karakter masyarakat gayo. Menurut ajaran islam manusia selalu berhubungan dengan Allah,
manusia dan alam. 10

Mukemel dalam ketiga hubungan itu merupakan satu kesatuan yang tidak boleh
dipisahkan dengan fokus mukemel terhadap Allah. Didalam hadis yang diriwayatkan oleh
bukhari dari abu Hurairah r.a Rasullulah SAW bersabda yang artinya: “Biarkan dia, karena
malu termaksut iman”. Abu Ubaid Al-Harawi Rahimahullah berkata, “maknanya, bahwa
orang itu berhenti dari perbuatan maksiatnya karena rasa malunya, sehingga rasa malu itu
seperti iman yang mencegah antara dia dengan perbuatan maksiat. Rasa malu yang paling
tinggi kedudukanya, paling mulia keadaanya, dan yang paling utama untuk kita perhatikan
adalah rasa malu kepada Allah SWT.

9
Ibid. Hlm. 59.
10
Irwansyah, Diklat Studi Literatur Budaya Gayo, Hlm. 28-30.

4
2. Tertib (teratur)

Kata ini berasal dari bahasa Arab “tartib” artinya terartur atau berurutan. Dalam ilmu
fikih islami, tartib sering dijadikan syarat atau rukun dalam proses dalam melaksanakan
ibadah seperti tartib berwudhu, mengerjakan sholat, melaksanakan ibadah haji dan lain-lain.
Tidak melaksanakan “tartib”berarti ibadah yang dilaksanakan itu menjadi batal, sekurang-
kurangnya tidak sempurna. Tertib sebagai salah satu sistem nilai budaya gayo selain
dipegang teguh dalam mengerjakan ibadah, juga dalam proses kehidupan sehari-hari Seperti
tertib bergaul, berkeluarga, berkerja, dan sebagainya. Orang yang tidak memperlihatkan
“nilai” tertib dianggap sebagai orang yang kurang berakal. Sebagai sistem nilai yang
diterapkan dalam karakter masyarakat Gayo berarti teratur menurut aturan, atau rapi. Antara
tertib dan disiplin adalah sangat erat hubunganya. 11

Bila tertib tidak dilakukan, sama halnya dengan centang perenang. Akhirnya semua
kegiatan tidak terarah, dan satu ketika akan menemukan kegagalan dalam satu kegiatan. Peri
bahasa berbunyi: “tertib bermejelis umet bermelie”. Maksutnya adalah perlunya tertib dalam
dewan atau rapat yang mengemban tugas atau pertemuan orang banyak, rapat, kerapatan,
berhimpun untuk membicarakan suatu hal. Berkumpul seperti ini dipandang pekerjaan yang
paling mulia. Dalam hidup dan kehidupan ini, tertib itu adalah modal pokok. Tertib iotu
berlaku disegala masalah, serta berlaku kepada siapa pun. Dilihat dari pandangan adat bila
tidak tertib bisa saja sesewaktu menjurus pada delik adat. Bila sempat terjadi tentu saja
mengundang keresahan masyarakat dan bukan tidak mustahil akan menerima sanksi yang
berlaku. Contoh: seorang pria memasuki wunen ni jema banan (kamar mandi wanita). Ini
sudah termaksut amat salah. Terjadinya ini karena tidak mengikuti tertib, dalam tertib,
mengandung nilai, gagasan, konsefsi, norma, hukum dan lain-lain yang bersamaan.12

3. Setie (setia)

Setie murip gemasih papa, (dalam hidup ini perlu saling setia serta kasih mengasihi).
Kesetian dalam keluarga dan pergaulan sehari-hari dikambarkan dalam pribahasa: “ike jema
musara satu ate, ungke pe terasa gule, ike gere musara ate bawal peh lagu bangke”. 13

11
Ibid. Hlm. 32-33.
12
Aman Pinan, Hakikat Nilai-Nilai Budaya Gayo (Aceh Tengah), (Takengon: PEMDA Aceh Tengah,
1998), hlm. 71.
13
Ibid., Hlm. 78.

5
Kalau kontak batin atau kesetiaan telah terjalin, ungke (sejenis buah yang agak pahit) terasa
enak bagai ikan. Kalau kotak batin atau kesetiaan tidak ada, ikan bawal terasa bangkai. Bila
nilai setie dikaitkan dengan ajaran islam, maka kesetiaan seseorang baru terjadi, apabila
sama-sama beriman dan beribadah kepada Allah. Kebersamaan itu secara kongkrit
dilaksanakan melalui sholat berjamaah, meraskan penderitaan orang lain melalu puasa dan
membayar zakat, infak, dan shadaqah, untuk mengempaskan kemiskinan dan memajukan
umat, memelihara anak yatim dan tidak mengungkap kejelekan orang lebi-lebih orang yang
telah meninggal dunia.

4. Semayang Gemasih (kasih sayang)

Semayang-gemasih artinya kasih sayang. Istilah semayang berasal dari kata sayang yang
dalam penggunaannya menunjukkan kasih-sayang yang tulus. Pada mulanya
istilah semayang diidentikkan dengan sipat seorang ibu yang menyayangi anak setulus hati.
Sementara itu, istilah gemasih mencerminkan kepribadian seseorang yang suka memberi atau
pemurah (lawannya kikir atau bakhil). Semayang-gemasih perlu diimbangi sikap adil atau
kemampuan menempatkan kasih sayang secara proporsional. Ibrahim dan Pinan (2010: 24)
mengungkapkan bahwa pada masa lalu, manifestasi dari nilai semayang-gemasih terlihat
pada kebiasaan para kejurun atau pengulu yang mengakui orang lain menjadi keluarga
kampung atau belah (klen) dilandasi semangat harga diri kampung (sara kekemelen). 14

Peri bahasa berbunyi : “kasih enti lanih, saying enti lelang”. (kasih pada orang lain itu
jangan sampai terlambat, saying juga jangan kepala tangung). Mendukung peri bahasa ini,
juga berbunyi: “I yamik enti lelang, I tona enti lale”. (papah lah seikhlas hati, bimbinglah
sampai berhasil guna). Kata semayang gemasih merupakan cirri khas yang sangat perlu di
pertahankan, diimplementasikan dan di lestarikan dalam pembinaan karakter masyarakat
gayo yang mulia sejahtera, dan bermartabat. Karena semayang gemasih pada orang lain tepat
pada waktunya adalah kasih sayang yang sejati dan abadi serta amat berguna bagi orang ynag
dikasihi. Namun pembuktian kasih sayang yang dilakukan pada waktunya adalah bentuk
kasih sayang yang sempurna. Sebaliknya kasih sayangyang tidak tepat pada waktunya, sering
mengakibatkan bencana seperti terlalu memanjakan anak, membantu orang lain dengan
jumlah yang sangat besar, tetapi dilakukam dengan sombong, angkuh, congkak, hal iyu tidak
dibenarkan dalam sitem nilai budaya kehidupan di gayo 15.

14
Al Musanna, “Revitalisasi Sistem Nilai Budaya Gayo”. (Lintas Gayo: 2015).
15
Irwansyah, Diklat Studi Literatur Budaya Gayo, Hlm. 28-30.

6
5. Mutentu (bedaya guna)

Mutentu dapat diartikan terkendali, sifat mutentu lebih diarahkan pada pribadi seseorang.
Pada zaman dahulu remaja atau dara menjadi bintang dikampungnya, karena perangainya
yang terpuji. Seseorang itu biasanya lebih banyak dilihat dari tingkah lakunya, contohnya
16
rajin bekerja, setia, amanah, tertib, sopan santunya dan sebagainya.

Mutentu adalah rajin atau bekerja keras dan rapi melaksanakan sesuatu. Orang yang tidak
rajin dan tidak rapi bekerja dalam bahasa gayo disebut: “umertet” (malas). Orang yang
melaksanakan nilai “mutentu” baik laki-laki maupun perempuan terutama remaja akan amat
dihormati dan disayangi masyarakat. 17

Kedudukan nilai mutentu tercermin pula dalam visi hidup yang terangkum dalam
ungkapan bidik, mersik, lisik dan cerdik. Bidik artinya cepat dan tepat dalam melaksanakan
sesuatu yang bermanfaat, tidak suka berlama-lama apabila sebuah pekerjaan dapat
dituntaskan segera. Mersik artinya berani, sabar, tabah, dan tahan uji dalam menghadapi
resiko, tantangan, cobaan, atau musibah dalam berusaha. Mersik digunakan dalam menilai
dimensi fisik berarti mempunyai tubuh yang sehat. Lisik artinya mempunyai target jelas dan
kesungguhan melakukan sampai tuntas. Adapun cerdik artinya mempunyai ilmu, pandai
memahami situasi, terampil melakukan dan bijaksana menyelesaikan masalah. 18

6. Amanah
Amanah artinya kepercayaan atau dipercaya dan bertanggung jawab, amanah merupakan
salah satu sifat rasulullah Muhammad SAW, yang wajib di ikuti oleh umatnya. Nilai amanah
berkaitan dengan kesesuaian ucapan dan perbuatan atau nilai kejujuran. Terdapat
sejumlah perimustike yang menunjukkan kedudukan nilai amanah dalam sistem nilai budaya
Gayo: “kukur i amat guk e, akang i amat bekas e, jema i amat leng e.” (burung ditandai dari
suaranya, rusa ditandai dari jejaknya, manusia dikenal dari ucapan atau janjinya). Ungkapan
tersebut menggambarkan bahwa nilai amanah merupakan hal yang sangat penting yang harus
dimiliki seseorang karena menjadi penanda terpenting yang membedakannya dengan
makhluk lain.19

16
Aman Pinan, Hakikat Nilai-Nilai Budaya Gayo (Aceh Tengah), (Takengon: PEMDA Aceh Tengah, 1998),
hlm. 81.
17
Irwansyah, Diklat Studi Literatur Budaya Gayo, Hlm. 47.
18
Al Musanna, “Revitalisasi Sistem Nilai Budaya Gayo”. (Lintas Gayo: 2015).
19
Ibid.

7
7. Genap mupakat atau Keramat mupakat

Genap mupakat atau keramat mupakat merupakan nilai budaya Gayo yang berkaitan
dengan musyawarah untuk menemukan solusi terbaik (mupakat). Nilai musyawarah menjadi
salah satu norma yang telah dibudayakan dalam pergaulan sosial masyarakat Gayo.
Hurgronje (1903/ 1992: iv) ketika membahas mengenai budaya Gayo pada awal abad ke-20
menyebut orang Gayo sebagai orang republik yang bebas dan berani mengungkapkan
pendapat tanpa terlalu terikat hierarki yang tegas sehingga mobilitas vertikal berlangsung
tanpa hambatan berarti. Nilai genap-mupakat tercermin pula dalam struktur pengelolaan
pemerintahan adat sebagaimana terangkum dalam ungkapan “keramat mupakat, behu
berdedele” yang menekankan pentingnya kedudukan musyawarah untuk memperoleh
mupakat dan penghormatan terhadap hasil musyawarah yang dipandang keramat (mulia).
Manifestasi pentingnya nilai keramat mupakat dan genap-mupakat dalam masyarakat Gayo
tercermin pula pada penggunaan istilah ini pada lambang daerah di dataran tinggi Gayo
(Lambang daerah Kabupaten Aceh Tengah menyebut keramat mupakat; Kabupaten Aceh
Tenggara menyebut sepakat-segenep; Gayo Lues dengan musara; dan Kabupaten Bener
Meriah dengan musara-pakat).20

8. Alang Tulung Berat Bantu ( saling tolong menolong)

Saling tolong menolong itu, salah satu hidup dan kehidupan dalam masyarakat.
Disamping hal ini dianggap bantuan sesame manusia, dipandang dari sudut agama adalah
kewajiban sesama umat. Alang tulung berat bantu itu, perlu dijabarkan dalam pengertian luas,
dan tidak kaku. Jelasnya tolong menolong itu juga, dapat digaris bawahi sudah menjadi salah
satu cabang budaya tradisional yang membangku sejak dahulu kala. 21

9. Berikemelen (Berkompetisi)

Nilai penggerak yang melandasi berkembangnya nilai-nilai penunjang


disebut bersikekemelen atau nilai kompetitif. Melalui bersikekemelen, nilai-nilai penunjang
lebih berkembang dan bermuara pada kukuhnya nilai utama, mukemel. Nilai kompetitif ini
menunjang struktur sosial, memacu dinamika. Nilai ini dapat diidentikkan dengan perintah
berlomba-lomba melakukan yang terbaik (fastabiqul khairat). 22

20
Ibid.
21
Aman Pinan, Hakikat Nilai-Nilai Budaya Gayo (Aceh Tengah), (Takengon: PEMDA Aceh Tengah, 1998),
hlm. 81.
22
Al Musanna, “Revitalisasi Sistem Nilai Budaya Gayo”. (Lintas Gayo: 2015).

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sistem budaya gayo yang terdiri atas nilai utama, nilai penunjang dan nilai penggerak sangat
penting diperkenalkan dan biasakan. Sistem nilai budaya mencerminkan profil ideal budaya
yang diharapkan menjadi pendasi penting dalam pembentukan pribadi yang dihormati dalam
pergaulan social. Sitem budaya gayo merupakan aktualisasi akhlak terpuji, yang menjadi
bagian terpenting dalam kehormatan diri dengan demikian sistem nilai budaya gayo sangat
penting. Dalam suatu masyarakat lazimnya memiliki sistem nilai yang dapat dirinci menjadi,
Nilai-nilai adat, budaya, nilai pengetahuan, nilai relizi, secara koronologis ada beberapa
sistem nilai adat yang dijadikan upaya penyelesaian konflik hukum pada masyarakat gayo
untuk menciptakan penyelesaian yang berkeadilan dan kebersamaan untuk mewujudkan
masyarakat, aman, damai sejahtera dan bermartabat, yaitu: Mukemel, tertib, setie, semayang
gemasih,mutentu, amanah, genap mufakat, alang tulung beret mubantu.

DAFTAR PUSTAKA

Ikhwan ,Afiful. 2011. November “Sistem Nilai Dalam Kehidupan”.


Irwansyah, Diklat Studi Literatur Budaya Gayo.
Manshur, “Penerapan Sistem Nilai Dalam Budaya Organisasi Sekolah Unggul: Studi
Multikasus”, Journal.Uny.
Musanna, Al. 2015. “Revitalisasi Sistem Nilai Budaya Gayo”. Lintas Gayo.
Pinan, Aman. 1998. Hakikat Nilai-Nilai udaya Gayo (Aceh Tengah). Takengon. PEMDA
Aceh Tengah.
Rustan, “Sistem Nilai., 2018. Juli-Desember. Journal Uin-Alauddin.

Anda mungkin juga menyukai