Anda di halaman 1dari 15

JUDUL

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Studi Hadits
Dosen Pengampun :

Oleh:
Nurrochmah Sri Rahayu (1908105114)
Nisa Azka Nurhomsa (1908105099)
Lia Amalia (1908105102)

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2020

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “______” ini tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
dari mata kuliah Studi Hadits. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang ___________ bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasi kepada bapak _______ selaku dosen mata kuliah Studi
Hadits yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Cirebon, __ Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................................2

1.3. Tujuan....................................................................................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................................................3

2.1. Kodifikasi Hadis pada Abad ke-II..............................................................................................3

2.2. Kodifikasi Hadis pada Abad ke-III.............................................................................................5

2.3. Kodifikasi Hadis pada Abad ke-IV.............................................................................................7

2.4. Kodifikasi Hadis pada Abad ke-V sampai sekarang...................................................................8

2.5 Alasan-alasan Pengkodifikasian Hadist.....................................................................................10

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................13

3.1. Simpulan...................................................................................................................................13

3.2. Saran.........................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kodifikasi atau tadwin secara bahasa adalah mengikat yang terpisah dan
mengumpulkan yang tercecer kepada satu diwan/kitab. Dan tadwin secara istilah adalah
aktifitas mengklasifikasikan dan penyusunan.
Pengkodifikasian hadis-hadis Rasulullah saw secara resmi baru dimulai 100
tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Tepatnya pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul
Aziz. Sehingga seorang orientalis bernama Joseph Schacht mengatakan, “sangat sulit
sekali menganggap bahwa hadis-hadis yang ada kaitannya dengan fiqih itu ada yang
shahih. Sebab hadis-hadis itu dibikin untuk diedarkan di kalangan masyarakat sejak
paruh pertama dari abad kedua sampai seterusnya”. Tidaklah perlu heran dengan
pernyataan mereka yang meragukan hafalan para sahabat, karena pada ajaran mereka
tidak ada budaya menghafal suatu teks. Berbeda dengan kaum muslimin yang selalu
menghafal firman Allah dan Rasul-Nya disertai keyakinan terhadap kebenarannya dan
aktivitas menghafal firman Allah dan Rasulnya merupakan ibadah yang diperintahkan
dalam ajaran mereka. Sedangkan mereka kaum Yahudi dan Kristen tidak punya yang
harus mereka hafal, kitab suci yang mereka punya pun diragukan keotentikannya
sehingga menimbulkan perdebatan panjang dalam menentukan apakah kitab suci mereka
benar-benar berasal dari Nabi mereka atau tidak. Sehingga mereka tidak merasa penting
untuk menghafal kitab mereka. Dan mereka melihat kitab mereka banyak terjadi
perubahan seiring dengan waktu. Sehingga mereka pun tidak akan langsung percaya bila
Al-Qur’an dan Al-Hadis disebut asli dari Nabi.
Pada awal perkembangan islam, pengkodifikasian hadis tidak terlalu penting
karena pada waktu itu banyak sekali orang-orang yang mengetahui hadis Nabi. Seiring
dengan perjalanan waktu, orang-orang yang hafal terhadap Al-Hadis semakin berkurang
disebabkan mereka gugur di peperangan. Maka dengan segera umat Islam
mengantisipasiya dengan melakukan kodifikasi hadis.
Akan tetapi kodifikasi Hadis tidak mungkin dapat dilakukan tanpa ada usaha
sebelumnya. Para sahabat telah menyusun pondasi-pondasi kodifikasi dengan menghafal
sabda Rasulullah SAW dengan hafalannya mereka yang terkenal kuat. Di samping itu
terdapat sebagian sahabat yang mencatat hadis-hadis ke dalam catatan mereka.

1
Kemudian usaha yang dilakukan pada masa sahabat ini terus dikembangkan oleh
generasi Tabi'in dan generasi selanjutnya menggunakan sistem sanad. Sehingga
kodifikasi yang dilakukan secara resmi pada paruh pertama dari abad kedua dan
seterusnya dapat dipertanggung jawabkan dan diuji keotentikannya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana kodifikasi hadis pada abad ke-II?
2. Bagaimana kodifikasi hadis pada abad ke-III?
3. Bagaimana kodifikasi hadis pada abad ke-IV?
4. Bagaimana kodifikasi hadis pada abad ke-V sampai sekarang?
5. Mengapa hadis dikodifikasi?
6. Apa saja upaya pengkodifikasian yang telas dicapai?
1.3. Manfaat dan Tujuan
1. Untuk mengetahui kodifikasi hadis pada abad ke-II.
2. Untuk mengetahui kodifikasi hadis pada abad ke-III.
3. Untuk mengetahui kodifikasi hadis pada abad ke-IV.
4. Untuk mengetahui kodifikasi hadis pada abad ke-V sampai sekarang.
5. Untuk mengetahui alasan-alasan pengkodifikasian hadis.
6. Untuk mengetahui upaya-upaya pengkodifikasian yang telah dicapai.

2
BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Kodifikasi Hadis pada Abad ke II


2.1.1 Kodifikasi Pertama Pada Awal Abad Ke 2
Pengkodifikasian hadits secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah
secara luas, dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz (l. 63H- w.
101H). Ia menjadi khalifah selama 2,5 tahun (99-101H). Ia adalah keturunan Umar
bin al-Khattab melalui ibunya. Laila Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Al-
Khattab. Pada saat itu beliau mendorong semua ulama di berbagai negeri untuk
mencatat hadis Rasulullah saw. yang mereka hafal.
Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat kepada Qadi dan Gubernur Madinah
Abu bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm (w. 117 W), yang isinya:
“Perhatikanlah hadis Rasulullah saw, lalu tulislah. Karena sesungguhnya aku khawatir
kepada pengkajian ilmu dan wafatnya para ulama. Dan janganlah kamu menerima
kecuali hadis nabi saw. dan sebarluaskanlah ilmu, dan duduklah sehingga mengetahui
orang yang tidak tahu. Karena sesungguhnya ilmu tidak akan musnah sehingga
keadaannya menjadi sesuatu yang rahasia.”
Kemudian Umar bin Abdul Aziz menugaskan tugas mulia ini kepada
Muhammad bin Muslim bin Syihab (l. 50 H - w. 124 H) yang terkenal dengan Imam
Az Zuhri. Imam Az-Zuhri mulai mengumpukan hadis, sehingga beliau menjadi orang
yang pertama kali mengumpulkan hadis ke dalam sebuah kitab. kemudian beliau
mengirimkan kitab-kitab hadisnya itu ke berbagai belahan daerah islam. Az-Zuhri
pernah berkata: “Umar bin Abdul Aziz telah menyuruh kami untuk menghimpun
sunah-sunah nabi, maka kami mencatatnya buku demi buku, lalu setiap buku dikirim
ke daerah-daerah”
Umar bin Abdul Aziz tidak merasa cukup menugaskan Imam Az-Zuhri dan
Ibn Hazm saja. Ia pun mengirimkan surat ke seluruh penjuru negeri, menandaskan
permintaan beliau sekaligus memberikan motivasi kepada segenap Ahli Ilmu untuk
memperdalam dan menghidupkan sunnah.
Ajaaj al-Khatib berkata bahwa pengkodifikasian hadis yang pertama adalah
yang dilakukan oleh Abdul Aziz bin Marwan (w. 85 H) Ayahanda Umar bin Abdul
Aziz (w 101H). Pada tahun 75 Hijriyah ketika beliau menjadi seorang Amir di mesir.
Beliau memerintahkan kepada Murrah Al-Khadrami (w 70-80H), seorang tabi’in yang
sezaman dengan 70 orang sahabat di daerah Himsha, agar dia menulis untuknya

3
hadis-hadis yang ia dengar dari sahabat Nabi kecuali Abu Hurairah karena telah
dimilikinya. Namun pendapat ini bertentangan dengan pendapat jumhur ulama.
Perkembangan Kodifikasi pada Abad ini.
a. Penyusunan yang dilakukan oleh ulama pada awal abad kedua ini, dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, kitab-kitab yang berisi hadis
nabi semata. Kedua, kitab-kitab yang berisi hadis Nabi yang bercampur
dengan keputusan resmi para khalifah, sahabat lainnya serta para tabi’in.
b. Kitab-kitab pada abad ini belum disusun secara sistematis.
2.1.2 Kodifikasi Pada Pertengahan Awal Abad Ke II
Pada Abad ke II hijriah. Daulah islamiyyah semakin luas dan para ulama
semakin banyak, serta usaha pencatatan hadis pun semakin meluas di masyarakat
Islam waktu itu. Pengkodifikasian hadis pada waktu itu ada pada tangan tabi’in kecil
dan tabiut tabi’in. Perkembangan Kodifikasi Pada Abad ini
a. Pentadwinan hadis pada abad ini tidaklah begitu berbeda dengan abad
sebelumnya. Kitab-kitab hadis terbagi dua, ada yang sengaja mengumpulkan
hadis-hadis Nabi saja dan ada pula yang mencampurkan hadis Nabi dengan
perkataan sahabat, dan fatwa tabi’in. Bedanya, sekarang bertujuan untuk
istinbatul ahkam. Sedangkan sebelumnya dikarenakan kekhawatiran hilangnya
sunnah.
b. Pada masa ini belum ada pemisahan antara hadis Shahih, Hasan, Dloif, dan
maudlu’.
c. Pada masa ini hadis telah disusun secara mubawwab (berdasarkan bab).
Hadis-hadis yang berkaitan dikumpulkan dalam satu bab, kemudian bab-bab
dikumpulkan kepada suatu kitab (satu kitab terdiri dari beberapa bab). Cara ini
merupakan penyempurnaan metode pengkodifikasian periode sebelumnya
yang pernah dilakukan oleh ‘Amr bin Syarahil Asy-Sya’bi (l. 19 H – w 103 H)
Adapun karya-karya kodifikasi pada abad ini:
Beberapa Ulama yang pertama kali pernah melakukan kodifikasi secara mubawwab di
berbagai kota sebagai berikut:
a. Abu Muhammad Abd al-Malik bin Abd al-Aziz bin Juraij di Makkah (w. 150
H)
b. Muhammad bin Ishaq bin Yasar al-Mathlabi di Madinah (w. 151 H)
c. Ma’mar bin Rasyid al-Bashry Tsumma Al-Shan’aniy di Yaman (w. 153 H)
d. Sa’id bin Abi Arubah di Bashrah (w. 156 H)

4
e. Abu ‘Amr Abd ar-Rahman bin ‘Amr al-Auza’iy di Syam (w. 156 H)
f. Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Dzi’bin di Madinah (w. 158 H)
g. Ar-Rabi’ bin Shubaih al-Bashri di Bashrah (w. 160 H)
h. Syu’bah bin Al-Hajjaj di Bashrah (w. 160 H)
i. Abu Abdullah Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri di Kufah (w. 161 H)
j. Al-Laits bin Sa’d al-Fahmi di Mesir (w. 175 H)
k. Abu Salamah Hammad bin salamah bin dinar di Bashrah (w. 175 H)
l. Al-Imam Malik bin Anas di Madinah (w. 179 H)
m. Abdullah bin al-Mubarak di Khurasan (w. 181 H)
n. Jarir bin Abd al-Hamid Adh-Dhobi di Rayy (w. 188 H)
o. Abdullah bin Wahb al-Mishri di Mesir (w. 197 H)
p. Sufyan bin ‘Uyainah di Makkah (w. 198 H)
q. Waqi’ bin Al-Jarrah Ar-Ra-asi di Kufah (w. 197 H)
r. Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafe’i di Mesir (w. 204 H)
s. Abd Ar-Razzaq bin Hammam Ash-Shan’ani di Shan’a (w. 211H)
Diantara kitab hadis yang sampai generasi sekarang, diantaranya adalah:
a. Kitab Al-Muwaththo karya imam Malik bin Anas.
b. Al-Musnad, karya Imam Syafi’i
c. Al-Jami’, karya Abdul Razaq al-Shan’any
d. Al-Mushannaf, karya Sufyan ibn Uyainah
e. Al-Mushannaf, karya Syu’bah ibn Hajjaj
f. Al-Maghazi al-Siyar, karya Muhammad ibn Ishaq
g. Al-Mushannaf, karya al-Laits ibn Sa’ad,
h. Al-Mushannaf, karya al-‘Auza’i,
i. Al-Mushannaf, karya al-Humaidy
j. Al-Maghazi al-Nabawiyyah, karya Muhammad bin Waqid
k. Al-Musnad, karya Zaid bin Ali
l. Al-Musnad, karya Abu Hanifah
m. Al-Mukhtalif al-Hadits, karya Imam Asy-Syafe’i

2.2 Kodifikasi Hadis Pada Abad Ke III


Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu upaya
mudawwin hadis menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai ketika

5
pemerintahan dipegang oleh dinasti bani ‘Abbasiyah khususnya pada masa Al-
Makmun
Perkembangan ilmu keislaman pada abad ini mengalami perkembangan yang
sangat pesat, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu hadis. Pada masa itu para ulama rela
berpergian jauh untuk mencari hadis, menyusun kitab tentang ilmu Rijal, dan
membukukan hadis. Sehingga pada masa ini muncullah karya-karya tentang ilmu-ilmu
hadis semisal ilmu Jarh wa Ta’dil, ilmu Tarikh Ruwath, dan lainnya. Juga pada abad ini
terjadi perkembangan sistematika penyusunan kitab hadis sehingga lahirlah kitab-kitab
Musnad dan kutub as-Sittah yang menjadi pegangan para ulama hingga saat ini.
Perkembangan Kodifikasi Pada Abad ini
a. Pada masa ini kitab yang berisi hadis Rasulullah telah dipisahkan dari qoul
sahabat dan fatwa tabi’in.
b. Para ulama pada zaman ini telah mampu menentukan derajat hadis kepada shohih
dan Dlo’if.
c. Sistem penyusunan kitab hadis pada masa ini pun makin berkembang, ada yang
menyusun kitab hadis dengan sistem mushonnaf. Dan ada pula yang menyusun
dengan sistem Musnad.
d. Pada masa ini pula muncul pula kitab-kitab ilmu Hadis, diantaranya tentang ilmu
Mukhtalif al-Hadis. Misalnya, Kitab Ta-wil Mukhtalif Al-Hadits karya Ibn
Qutaibah dan Kitab Ikhtilafu Al-Hadits karya ‘Ali bin Al Madini.
Karya-karya kodifikasi pada abad ini
1) Kitab Shahih dan Sunan
a. Shahih Al-Bukhari (194 H-256 H)
b. Shahih Muslim (204 H-261 H)
c. Sunan Abu Dawud As-Sijistani (202 H-275 H)
d. Jami’/ Sunan At-Tirmidzi (209 H-279 H)
e. Sunan An-Nasa-i (215 H-303 H)
f. Sunan Ibn Majah (209 H-273 H)
2) Kitab-kitab Musnad
a. Musnad Abu Dawud Sulaiman bin Dawud Ath-Thayalisi (w. 204 H)
b. Musnad Abu Bakr bin Abi Syaibah (w. 235 H)
c. Musnad Ishaq bin Ibrahim al-Handzoli dikenal dengan Ibn Rahawaih (w. 238
H)

6
d. Musnad Al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (w. 241 H)
e. Musnad Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi (w. 246 H)
f. Al-Muntakhab min Musnad Abd bin Hamid Kusyi (w. 249 H)
g. Musnad Ya’qub bin Syaibah Abu Yusuf As-Sudusi Al-Bashri (w. 262 H)
h. Musnad Ahmad bin Ibrahim Ath-Thursusi Al-Khuza’i (w. 283 H)
i. Musnad Ibn Abi Gharizah Ahmad bin Hazim Al-Ghifari Al-Kufi (w. 257 H)
j. Musnad Al-Harits bin Muhammad bin Abi Usamah At-Tamimi Al-Baghdadi
(w. 282 H)
k. Musnad Ahmad bin ‘Amr bin Abd Al-Khaliq al-Bazzar (w. 292 H)
l. Musnad Abu Ya’la Ahmad bin ‘Ali bin Al-Mutsanna At-Tamimi Al-Maushili
(w. 307 H)
m. Musnad Abi Sa’id Al-Haitsami bin Kulaib Asy-Syaasyi (w. 335 H)
n. Musnad Al-Maqollin oleh Da’laj bin Ahmad As-Sijistani (w. 351 H)

2.3 Kodifikasi Hadis Pada Abad Ke IV


Masa seleksi di lanjutkan pengembangan dan penyempurnaan sistem
penyusunan kitab-kitab hadis. Masa ini disebut dengan masa
pemeliharaan,penerbitan, penambahan, dan penghimpunan.
Setelah berlalu abad ke 3 yang merupakan masa keemasan bagi perkembangan
ilmu-ilmu islam, khususnya ilmu-ilmu tentang hadis Nabi. Ulama pada abad ke 4 ini
mengikuti usaha pendahulu mereka dalam berkhidmat kepada Sunnah Nabi saw.
Perkembangan Kodifikasi Pada Abad ini
1) Di antara mereka ada menyusun kitab hadis mengikuti metode kitab Shahih Al-
Bukhari dan Shahih Muslim dalam mentakhrij hadis-hadis shahih.[26]
Diantaranya:
a. Shahih Ibn Khuzaimah (223 H-311 H)
b. Shahih Ibn Hibban (270 H-354 H)
c. Al Mustadrak al-Hakim (321 H-405 H)
2) Ada pula beberapa ulama yang menyusun kitab hadis dengan menggunakan
metode As-Sunan dalam penyusunannya. Diantaranya:
a. Muntaqo ibn Jarud (w. 307 H)
b. Sunan Ad-Daruquthni (306 H-385 H)
c. Sunan Al-Kubra Al-Baihaqi (384 H-458 H)

7
3) Muncul pula pada masa ini kitab hadis yang sangat bemanfaat sekali dalam
menjelaskan antara hadis yang tampaknya bertentangan. Diantaranya: Syarh
Musykil al-Atsar Ath-Thahawi (239 H-321 H)
4) Pada masa ini pun para ulama ada yang membuat kitab hadis yang mentartib
hadis-hadis berdasarkan nama sahabat periwayatnya. Diantaranya: Mu’jam Al-
Kabir Ath-Thabrani (260 H-360 H)
5) Beberapa ulama membuat kitab-kitab Mustakhraj. Mustakhraj artinya adalah
yang dikeluarkan, maksudnya adalah seorang mengeluarkan (meriwayatkan)
hadis dari satu kitab, dan sanadnya dari dia sendiri. Lalu sanadnya bertemu
dengan syaikh pengarang kitab itu, selanjutnya bertemu dengan rawi yang lebih
atas dari syaikh tersebut. Diantara kitab Mustakhraj ini adalah:
a. Mustakhraj Abu Bakar Al-Isma’ili ‘ala Shahih al-Bukhari (w. 371 H)
b. Mustakhraj Muhammad bin Ahmad bin Al-Hasan Al-Ghatrifi ‘ala al-
Bukhari (w. 377 H)
c. Mustakhraj Ibn Abi Dzihlin ‘ala al-Bukhari (w. 378 H)
d. Mustakhraj Ahmad bin Musa bin Mardawaih Al-Ashbahani ‘ala Shahih
al-Bukhari(w. 416 H)
e. Mustakhraj Ya’qub bin Ishaq Al-Isfirayaini ‘ala shahih Muslim (w. 316
H)
f. Mustakhraj Ahmad bin Salamah An-Naisaburi ‘ala Shahih muslim (w.
286 H)
g. Mustakhraj Ahmad bin Hamdan bin ‘Ali Al-Hairy An-Naisaburi ‘ala
Muslim (w. 311 H)
h. Mustakhraj Muhammad bin Muhammad bin Raja’ An-Naisaburi ‘ala
Muslim (w. 286 H)
i. Mustakhraj Muhammad bin Muhammad bin Yusuf Ath-Thusi ‘ala Shahih
Muslim(w. 344 H)

2.4 Kodifikasi Hadis Pada Abad Ke V Sampai Sekarang


Masa ini disebut dengan masa pensyarahan, penghimpunan,pentakhrijan,
dan pembahasan. Pada masa ini ulama berupaya mensyarahi kitab hadis
yang sudah ada.

8
Usaha ulama ahli hadits pada abad ke V samapi sekarang adalah ditujukan untuk
mengklasifikasikan Hadits dengan menghimpun hadits-hadits yang sejenis
kandungannya atau sejenis sifat-sifat isinya dalam satu kitab hadits. Disamping itu
mereka pada men-syarahkan dan mengikhtishar kitab-kitab hadits yang telah disusun
oleh ulama yang mendahuluinya. seperti yang dilakukan oleh Abu 'Abdillah al-Humaidi
(448 H.) adapun contoh kitab-kitab hadits pada periode ini antara lain:
a. Sunan al-Kubra, Karya abu Bakar Ahmad bin Husain 'Ali al-Baihaqy (384-458
H)
b. Muntaqa al-Akhbar, karya Majduddin al-Harrany (652 H)
c. Fathu al-Bari Fi Syarhi al-Bukhari, Karya Ibnu Hajar al-'Asqolany (852 H)
d. Nailu al-Awthar, Syarah kitab Muntaqa al-Akhbar, karya al-Imam Muhammad
bin Ali al-Syaukany (1172- 1250 H)
Hadits dimasa abad V H sampai sekarang hanya ada sedikit tambahan dan
modifikasi kitab-kitab terdahulu. Sehingga karya-karya ulama hadits abad kelima lebih
luas, simple dan sistematis. Diantara mereka adalah :
a. Abu Abdillah al-Humaidi tahun 448 H beliau mengumpulkan 2 kitab sahih sesuai
urutan sanad.
b. Abu Sa’adah Mubarak bin al-‘Asyir tahun 606 H beliau mengumpulkan enam
kitab hadis dengan urutan bab.
c. Nuruddin Ali al-Haitami beliau melengakapi 6 kitab dengan karangan-karangan
lain ( selain kutub al-sittah ).
d. Al-Suyuthi tahun 911 H beliau menulis kitab yang berjudul al-Jami al-Kabir
Dan muncul pula Kitab-kitab hadits targhib dan tarhib, seperti :
a. Al-Targhib wa al-Tarhib, karya al-Imam Zakiyuddin Abdul ‘Adzim al-Mundziry
(656 H)
b. Dalailu al-falihin, karya al-Imam Muhammad Ibnu ‘Allan al-Shiddiqy (1057 H.)
sebagai kitab syarah Riyadu al-Shalihin, karya al-Imam Muhyiddin abi zakaria
al-Nawawawi (676 H)
Pada periode ini para ulama juga menciptakan kamus hadits untuk mencari
pentakhrij suatu hadits atau untuk mengetahui dari kitab hadits apa suatu hadits
didapatkan, misalnya :
a. al-Jami’u al-Shaghir fi Ahaditsi al-Basyiri al-Nadzir , karya al-Imam Jalaluddin
al-Suyuthy (849-911 H)

9
b. Dakhairu al-Mawarits fi Dalalati ‘Ala Mawadhi’i al-Ahadits, karya al-Imam
al-‘Allamah al-Sayyid Abdul Ghani al-Maqdisy al-Nabulisy.
c. Al-Mu'jamu al-Mufahras Li al-Alfadzi al-Haditsi al-Nabawy, Karya Dr. A.J.
Winsinc dan Dr. J.F. Mensing.
d. Miftahu al-Kunuzi al-Sunnah, Karya Dr. A.J. Winsinc

2.5 Alasan-alasan Pengkodifikasian Hadist


Setelah agama Islam tersiar dengan luas di masyarakat, dipeluk dan dianut oleh
penduduk yag bertempat tinggal di luar jazirah arab, dan para sahabat mulai terpencar
dibeberapa wilayah bahkan tidak sedikit jumlahnya yang telah meninggal dunia, maka
terasa perlu al-Hadits diabadikan dalam bentuk tulisan dan dibukukan.
Urgensi ini menggerakkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (61-101 H.) sebagai
(Khalifah kedelapan dari Bani Umayyah) berinisiatif mengkodifikasikan al-Hadits
dengan beberapa pertimbangan :
1) Keinginan beliau yang kuat untuk menjaga keontetikan hadits. Karena beliau
khawatir lenyapnya hadits dari perbendaharaan masyarakat, disebabkan belum
adanya kodifikasi al-Hadits.
2) Keinginan beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara al-Hadits dari
hadits-hadits maudhu' yang dibuat oleh masyarakat untuk mempertahankan
ediologi golongan dan mempertahankan madzhabnya, disebabkan adanya Konflik
Politik ataupun "Fanatisme Madzhab" berlebihan, yang mulai tersiar sejak awal
berdirinya Khilafah Ali bin Abi thalib.
3) Alasan tidak terkodifikasinya al-Hadits di zaman Rasulullah saw. Dan
khulafaurrasyidin karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya dengan al-
Quran, telah hilang. Hal ini disebabkan al-Quran telah dikumpulkan dalam satu
mushaf dan telah merata diseluruh pelosok. Ia telah dihafal dan diresapkan di hati
sanubari beribu-ribu umat Islam.

10
BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan
Pengkodifikasian kitab hadis dari Abad kedua sampai abad kelima, merupakan
usaha para ulama untuk menyelamatkan sunnah dan Hadis sebagai sumber ajaran islam.
Pencatatan hadis yang pada awalnya dipertentangkan, menjadi hal yang mesti untuk
dilakukan. Bukankah pelarangan pencatatan hadis oleh Rasulullah saw dilakukan untuk
kemaslahatan. Oleh karena itu, pencatatan hadis untuk memelihara keaslian sunnah dan
hadis nabi mesti pula dilakukan. Supaya umat islam di masa depan tidak kehilangan
petunjuk yang akan menunjukkan mereka ke jalan yang benar.
3.2. Saran
Sudah sepantasnya kita berterima kasih kepada imam-imam hadits yang begitu
susah payah dalam mengumpulkan hadits. Akan tetapi sebagai pelajar yang sedang
mempelajari hadits, sudah waktunya kita kritis terhadap hadits yang kita jumpai, apakah
itu kajian tentang sanad maupun matan hadits. Karena dengan begitu kita berarti telah
mencoba mengkontekstualisasikan haditst, dengan harapan menghilangkan asumsi-
asumsi bahwa hadits merupakan sebuah budaya yang terikat dengan ruang, waktu dan
zaman yang pada akhirnya menuntut pembekuan hadits itu sendiri. Bagaimanapun juga
kondisi sosial dan budaya telah mengalami perubahan sehingga diperlukan pula
dinamisasi pemahaman pedoman hidup yang dalam hal ini adalah al-Quran dan hadits.

11
DAFTAR PUSTAKA

Gunakan Kaidah APA Style 6th

12

Anda mungkin juga menyukai