STUDI HADIS
O
L
E
H
„AINA WAFIQ
AZRA NISWI
M.BUKHARI
SITI NURHALIZA
SEMESTER : II EKSEKUTIF B
PRODI : PAI
DOSEN PENGAMPU :
MUKHLIS,MA
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya
makalah ini. Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan
serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi
makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan,
baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan.
Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki saya. Oleh sebab itu, saya
membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun
untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting
masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-
kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara histories.
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW. Hadits merupakan sumber hukum dalam agama Islam
selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas.
Secara struktural maupun fungsional Hadis telah disepakati oleh mayoritas
kaum Muslimin dari berbagai mazhab Islam, sebagai sumber ajaran dan pedoman
hidup yang menduduki posisi kedua setelah al-Qur'an. Hadis yang tercantum
dalam berbagai kitab hadis yang ada telah melalui proses penelitian ilmiah yang
rumit dan mendapat perhatian yang khusus sejak dari masa pra kodifikasi sampai
dengan saat ini sehingga menghasilkan kualitas Hadis yang diinginkan oleh para
penghimpunnya..
Hadits pada awalnya hanyalah sebuah literatur yang mencakup semua
ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Persetujuan Nabi yang
tidak diucapkan terhadap orang-orang pada zamannya, dan gambaran-gambaran
tentang pribadi Nabi. Mula-mula hadits dihafalkan dan secara lisan disampaikan
secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
B. Rumusan Masalah
1. Hadis pada periode rasul saw
2. Hadis pada periode sahabat
3. Hadis pada periode tabi’in
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hadis pada periode rasululla saw
2. Untuk mengetahui hadis pada periode sahabat
3. Untuk mengetahui hadis pada periode tabi’in
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah hadis pada masa prakodifikasi maksudnya adalah pada masa sebelum
1
pembukuan . Mulai sejak zaman Rasulullah SAW hingga ditetapkannya
pembukuan hadis secara resmi(kodifikasi). Masa ini penulis membagi menjadi
tiga periode yaitu masa Rasulullah SAW, masa sahabat daan masa tabi’in.
Adapun periode tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1
Mangunsuwito, kamus saku ilmiah populer disertai dengan istilah-istilah Aing(
Jakarta: Widyatama Pressindo, 2011), 298
2
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Uliumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 34
2
Rasulullah melarang keras penulisan hadits karena dikhawatirkan akan tercampur
dengan Al-Qur’an.
Namun dibalik larangan Rasulullah dalam menulis hadits tidak sedikit sahabat
yang menulis hadits untuk membantu hafalannya atau hanya diperbolehkan bagi
para sahabat yang hafalannya kurang dan hanya diperuntukan untuk dirinya
sendiri tidak untuk disebarkan kepada orang lain. Setelah ditulis kemudian harus
dihapalkan sampai benar-benar hapal. Jika sudah hapal, catatan-catatan hadits
tersebut mereka bakar sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa sahabat.
3
meriwayatkan hadits, serta kebalikannya, Umar menekankan agar para sahabat
mengerahkan perhatiannya buat mengembangkan Al-Qur’an
Tercatat pada masa sahabat ini ada 6 (enam) orang diantara para sahabat yang
tergolong banyak meriwayatkan Hadits diantaranya:3
1. Abu Hurairah sebanyak 5.374 hadits.
2. Abdullah bin Umar bin Al-Khathab sebanyak 2.635.
3. Anas bin Malik sebanyak 2.286 buah hadits.
4. Aisyah Ummi al-Mukminin sebanyak 2.210 buah hadits.
5. Abdullah bin Abbas sebanyak 1.560 buah hadits.
6. Jabir bin Abdullah sebanyak 1.540 buah hadits.
Selain buat mengecek hadits, mereka juga sekaligus mencari ilmu kepada
para sahabat senior pasca Khulafaur Rasyidin (41-98 H). Para sahabat senior
ketika itu banyak yang pindah ke berbagai wilayah yg sudah dikuasai oleh Islam.
wilayah-wilayah yang telah dikuasai Islam itu diantaranya Syam dan Irak (17 H),
Mesir (20 H), Persia (21 H), Samarkand (56 H), dan Spanyol (93 H). Selesainya
perlawatan terselesaikan, mereka lalu menyampaikan akibat perlawatan tadi pada
umat Islam secara transparan. Demikian perhatian para Ulama terhadap Hadits,
mereka rela mengorbankan mal serta meninggalkan kampung halamannya
beberapa hari untuk mencari ilmu.
3
Khon, Hadis., 49
4
amaliah para sahabat yang mereka saksikan serta mereka ikuti. kedua ini saling
melengkapi, sehingga tidak ada satu hadist pun yang tercecer atau terlupakan
Pada periode ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak
beranggung. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali. r.a. Pada masa ini, umat islam
mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan. Yakni, : ‘Ali Ibn Abi Thalib,
Khawarij, dan Jumruh.
Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak
bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-yang berasal dari Rasulullah
SAW.untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat
hadits palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.4
4
Agus Solahudin.2009.Ulumul Hadis.Bandung : Pustaka Setia
5
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejarah hadist pra kodifikasi ini terbagi menjadi beberapa bagian, untuk lebih
mudah memahaminya, kami akan meringkasnya menjadi beberapa uraian berikut
ini:
1. pada periode Nabi Muhammad SAW, dia dalam menyampaikan hadits
di berbagai kawasan diantarnya pada banyak sekali majlis-majlis, masjid,
tempat tinggal dia, pasar (ketika pada perjalanan), ceramah dan pidato pada
kawasan-daerah terbuka. pada ketika itu penulisan hadits masih sangat
terbatas disamping Rasul sendiri juga melarangnya. ketika itu para sahabat
masih mengandalkan hafalan, namun ada juga yang menulisnya tapi
diperuntukan buat dirinya sendiri dan tidak buat disebarkan kepada orang
lain.
2. pada periode sahabat, belum ada pembukuan hadits secara resmi. Hal ini
dikarenakan rakyat masih banyak yg belum mengenal Al-Qur’an sebagai
syariat, serta para sahabat lebih selektif serta berhati-hati pada menentukan
hadits, menguji kebenaran hadits tersebut terlebih dahulu karena pada saat itu
telah mulai muncul aneka macam hadits palsu sang orang-orang yg tidak
bertanggung jawab pasca pertikaian Ali dengan Mu’awiyyah.
6
DAFTAR PUSTAKA