Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADIS PADA MASA KODIFIKASI DAN PASCA KODIFIKASI

DOSEN PENGAMPU : MUHAMAD ALI ASRI FAEN, S.Ag, M.Ag

KELOMPOK 5 :
HANNA HARDIYANA AZIZAH (NIM : 230602012)
MAULIDA YANTI (NIM : 230602021)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi kita semua.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan, baik
pada Teknik penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan makalah ini.

Mataram, September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
2.1 Pengertian Kodifikasi Hadis.............................................................................2
2.2 Hadis Pada Masa Kodifikasi.............................................................................3
2.3 Perkembangan Hadis Pasca Kodifikasi...........................................................4
2.3.1 Periode Penyeleksian dan Pentashihan Hadis (Abad III).......................4
2.3.2 Hadis Pada Abad IV-VII Hijriah...............................................................5
2.3.3 Hadits Pada Abad Ketujuh Hijriah Sampai Sekarang............................6
BAB III PENUTUP.....................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................8
3.2 Saran...................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................9

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis ini
diharapkan dapat mengetahui sikap dan tindakan umat islam yang sebenarnya,
khususnya para ulama ahli ilmu hadis, terhadap hadis serta usaha pembinaan
dan pemeliharaan mereka pada tiap-tiap periodenya sampai akhirnya
terwujud kitab-kitab tadwin secara sempurna.

Oleh karena itu, mengkaji sejarah ini berarti melakukan upaya untuk
mengungkapkan fakta-fakta yang sebenarnya sehingga sulit ditolak
keberadaannya, pada perjalanan hadis di tiap-tiap periodenya mengalami
berbagai banyak persoalan dan hambatan, sehingga antara periode satu
dengan periode lainnya berada dalam sejarahnya.

Di antara ulama tidak seragam dalam menyusun periodesasi


pertumbuhan dan perkembangan hadis ini.ada yang membaginya ke tiga
periode saja, seperti pada masa Rasul SAW sahabat dan tabi’in, masa
tadwin/kodifikasi, dan pada masa setelah kodifikasi. Pada bahasan ini secara
khusus menguraikan masa seleksi atau penyaringan hadis/masa sesudahnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kodifikasi hadis?
2. Bagaimana perkembangan hadis pada masa kodifikasi?
3. Bagaimana perkembangan hadis pasca kodifikasi?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui pengertian kodifikasi hadis
2. Untuk mengetahui perkembangan hadis pada masa kodifikasi
3. Untuk mengetahui perkembangan hadis pasca kodifikasi

1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kodifikasi Hadis
Kodifikasi adalah mengumpulkan, menghimpun, atau membukukan, yakni
mengumpulkan dan menerbitkannya. Sedangkan Hadis disebut juga sunnah,
adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad
SAW. yang dijadikan landasan syariat islam.

Kodifikasi hadis adalah penulisan, penghimpunan, dan pembukuan hadis-


hadis nabi yang disusun dalam bentuk mushaf yang ditindak lanjuti oleh para
ulama di berbagai daerah hingga pada masa-masa berikutnya hadis-hadis
terbukukan dalam kitab-kitab hadis.

Kodifikasi hadis pada zaman Umar ibn Abd Al-aziz dilatar belakangi
oleh dua faktor yaitu: pertama, para ulama hadis telah tersebar ke berbagai
negeri, di khawatirkan hadis akan hilang bersama wafatnya mereka, sementara
generasi penerus tidak diperkirakan tidak menaruh perhatian terhadap hadis.
Kedua, banyak berita yang diada-adakan oleh orang-orang yang suka berbuat
bid’ah seperti Khawarij, Rhafidhah, Syi’ah dan lain-lain.

Faktor-faktor penyebab dilakukanya kodifikasi hadis tersebut dapat


menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yaitu:

1. Pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi hadis ,hadis nabi sangat


berarti dalam rangka untuk memberikan petunjuk bagi umat islam untuk
kemaslahatan dalam menempuh kehidupan dunia dan akhirat.
2. Semangat untuk menjaga hadis, sebagai salah satu warisan nabi yang sangat
berharga karena nabi memang pernah bersabda bahwa beliau meninggalkan
dua hal yang jika umat islam berpegang pada keduanya mereka tidak akan
sesat selamanya, yaitu al-qur’an dan hadis nabi (HR. al-Hakim Al Nasyaburi).
3. Semangat keilmuan yang tertanam dalam umat Islam saat itu termasuk di
dalamnya aktivitas tulis menulis dan periwayatan hadis.

2
4. Adanya kebolehan dan izin untuk menulis hadis pada saat itu.
5. Para penghafal periwayatan hadis semakin berkurang karena meninggal dunia
baik disebabkan karena adanya peperangan maupun yang lainya.
6. Rasa bangga dan puas Ketika mampu menjaga hadis nabi dengan menghafal
dan kemudian meriwayatkannya.

2.2 Hadis Pada Masa Kodifikasi


Setelah agama Islam tersiar dengan luas sampai keluar jazirah Arab,
masalah yang timbul di masyarakat menjadi kompleks sehingga memerlukan
petunjuk dan hadis Rasul di samping al-Qur’an. Para sahabat Nabi sudah tidak
menetap pada satu tempat, mereka mulai terpencar di beberapa wilayah, bahkan
tidak sedikit jumlahnya para sahabat, para penghafal hadis yang telah meninggal
dunia, baik karena gugur dalam peperangan maupun karena usia yang telah tua.
Akibatnya semakin sedikit sahabat yang masih hidup. Di samping itu, telah
berkembangnya hadis-hadis palsu (Hadis Maudhu’) dan Al-Qur’an telah
dikodifikasi secara resmi dan lestari. Dari situ maka terasa perlunya hadis
diabadikan dalam bentuk tulisan dan kemudian dibukukan dalam dewan hadits.

Ketika pemerintahan sampai pada khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
terkenal dengan dengan sikap adil dan wara’ tergerak hatinya untuk membukukan
hadis. Kendati pada masa awal Islam sudah ada catatan-catatan hadis yang ditulis
beberapa sahabat, penulisan hadis secara khusus baru dimulai pada awal abad
ke-2 H, saat Umar bin Abdul Aziz dari bani Umayyah menduduki jabatan
khalifah (717-720 M). Bukan berarti sebelum masa Umar bin Abdul Aziz tidak
pernah terjadi pengkodifikasian hadis, akan tetapi sebelum masa Umar ibn Abdul
Aziz, pengkodifikasian hadis masih bersifat personal, dalam arti belum menjadi
kebijakan pemerintah secara resmi.

Hadis baru terkodifikasi secara resmi yang pertama pada masa Umar ibn
Abdul Aziz. Akan tetapi menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, bahwa
pengkodifikasian hadis secara resmi itu telah dilakukan oleh Abdul Aziz bin
Marwan (ayah Umar ibn Abdul Aziz) ketika ia menjabat gubernur Mesir selama

3
20 tahun. Dan Umar bin Abdul Aziz hanya melanjutkan kegiatan pembukuan
hadis yang telah dilakukan oleh bapaknya. Tetapi fakta yang ada tidak demikian.
Karena kemungkinan kecil jabatan seorang gubernur dapat menjangkau wilayah
Islam yang luas hanya dengan jabatannya itu. Namun begitu, apa yang telah
ditempuh oleh gubernur mesir tersebut, sedikit banyaknya telah memberikan
inspirasi kepada khalifah Umar ibn Abdul Aziz untuk menerbitkan surat perintah
penghimpunan hadis.

Permulaan Zaman Pembukaan Hadis (Abad II H)

Khalifah Umar ibn Abdul Aziz mengintruksikan kepada para gurbenurya dan
para ulama yang memegang kekuasaan di wilayah kekuasaannya untuk
mengumpulkan dan membukukan hadis. Umar ibn Abdul Aziz juga
mengintruksikan kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr
bin Hazm (w. 117 H/735 M), untuk mengumpulkan hadis yang ada padanya dan
pada tabi’iy wanita, Amrah binti Abdurrahman dan al-Qasim bin Muhammad bin
Abi Bakr al Shiddiq, keduanya murid Aisyah dan berada di Madinah. Ia juga
mengintruksikan kepada Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhry (w. 124
H / 742 M), seorang iman dan ulama besar di negeri Hijaz dan Syam.Beliau
mengumpulkan hadis dan ditulis dalam lembaran-lembaran dan diklaim pada
masing-masing penguasa di setiap wilayah satu lembar

2.3 Perkembangan Hadis Pasca Kodifikasi


2.3.1 Periode Penyeleksian dan Pentashihan Hadis (Abad III)
Karena pada abad kedua hadis masih tercampur aduk maka di
permulaan abad ke-III para ahli hadis berusaha membukukan hadis
Rasulullah dan menyisihkan dari fatwa sahabat dan tabi’in. namun masih
mempunyai kelemahan, yakni belum memisahkan antara yang shahih,
hasan dan da’if termasuk juga hadis maudu’ yang diselundupkan oleh
golongan yang bermaksud hendak menodai agama Perkembangan
pembukuan hadis pada periode abad III ini ada 3 bentuk, yaitu sebagai
berikut:

4
1. Musnad, yaitu menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa
memperhatikan masalah atau topiknya, tidak perbab seperti Fikih dan
kualitas hadisnya ada yang shahih, hasan, dan dha’if. Misal, semua
Hadis Nabi yang diperoleh dari periwayat Abu Hurairah di kelompokan
pada bab hadis-hadis AbuHurairah. Contoh kitab yang disusun secara
musnad ialah: Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H) dan
Musnad Ahmad Rahawaih (161-238 H).
2. Al-Jami’, yaitu teknik mengakumulasi sembilan masalah yaitu aqa’id,
hukum, perbudakan (riqaq), adab makan minum, tafsir, tarikh dan
sejarah, sifat-sifat akhlak, (syama’il), fitnah (fitan), dan sejarah
(Manakib). Misalnya kitab Al- Jami’ As-Shahih li Al-bukhari, Al-Jami’
As-Shahih li Muslim dan Jami’ At-Tirmidzi.
3. Sunan, teknik penghimpunan hadis secara bab seperti fiqh, setiap bab
memuat beberapa hadis dalam satu topik, seperti Sunan An-Nasa’i,
Sunan ibn Majah, dan Sunan abu Dawud. Para perawi menjadi sasaran
penelitian mereka, untuk diselidiki kejujurannya, hafalannya, dan lain-
lain. Ulama yang memulai usaha memisahkan hadis-hadis yang sahih
dan yang tidak

2.3.2 Hadis Pada Abad IV-VII Hijriah


Kalau abad pertama, kedua, dan ketiga, hadis berturut-turut
mengalami masa periwayatan, penulisan, pembukuan, serta penyaringan
dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, yang sistem pengumpulannya
didasarkan pada pencarian sendiri, maka pada abad keempat dan seterusnya
digunakan metode yang berlainan. Demikian pula, para ulama yang terlibat
pada sebelum abad keempat disebut ulama mutaqaddimun dan ulama yang
terlibat dalam kodifikasi hadis pada abad keempat dan seterusnya disebut
ulama mutaakhirun.

Hadis-hadis yang dikumpulkan oleh ulama pada abad ini kebanyakan


dikutib atau dinukil dari kitab-kitab karya ulama mutaqaddimun, sedikit

5
sekali yang mencari kepada para penghafal hadis, karena semua hadis
sudah ditulis dalam beberapa kitab sehingga tradisi periwayatan hadis
mulai berkuranng.

Pembukuan pada periode ini bertujuan untuk mengembangkan variasi


pen-tadwin-an terhadap kitab hadis-hadis yang sudah ada, seperti al-Kutub,
al-Sittah, al-Muwaththa’ Imam Malik ibn Anas, dan Al-Musnad Ahmad ibn
Hanbal, untuk menyusun kitab-kitab yang berbentuk jawami’, takhrij,
athraf, syarah, dan muktashar, dan menyusun hadis untuk topik-topik
tertentu.

Dengan demikian, usaha-usaha ulama hadis pada abad-abad ini


meliputi beberapa hal berikut:

a) Mengumpulkan hadis-hadis al-Bukhari dan Muslim dalam sebuah


kitab sebagaimana dilakukan oleh Ismail ibn Ahmad yang dikenal
dengan sebutan Ibn al-Furrat (w. 414 H) dan Muhammad ibn ‘Abd
Allah al-Jawzaqa dengan kitabnya al-Jami’ bayn al-Shahihayn.
b) Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab yang enam dalam sebuah
kitab, sebagaimana dilakukan oleh ‘Abd ai-Haqq ibn ‘Abd Rahman al-
Syibli yang dikenal dengan Ibn Khurrath dengan kitabnya al-Jami’.
c) Mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab ke dalam satu kitab,
sebagaimana dilakukan oleh al-Imam Husayn ibn Mas’ud al-Baghawi
(w. 516 H) dengan kitabnya Mashahib al-sunnah yang kemudian
diseleksi oleh al-Khath ibn al-Thabrizi dengan kitabnya Misykah al-
Mashabih.
d) Mengumpulkan hadis-hadis hukum dalam satu kitab hadis,
sebagaimana dilakukan oleh Ibn Taymiyah dengan kitabnya Muntaqa
al-Akhbar yang kemudian disyarah oleh oleh al-Syawkanidengan
kitabnya Nayl al-Awthar.

2.3.3 Hadits Pada Abad Ketujuh Hijriah Sampai Sekarang

6
Kodifikasi hadis yang dilakukan dengan abad ketujuh dilakukan
dengan cara menertibkan isi kitab hadis, menyaringnya dan menyusun
kitab takhrij, membuat kitab jami’ yang umum, kitab yang mengumpulkan
kitab hadis hukum, mentahrij hadis yang terkenal di masyarakat, menyusun
kitab athraf, mengumpulkan hadis disertai dengan menerangkan derajatnya,
mengumpulkan hadis dari shahih bukhari dan shahih muslim, men-tashih
sejumlah hadis yang belum di tashih oleh ulama sebelumnya,
mengumpulkan hadis-hadis tertentu sesuai topik dan mengumpulkan hadis
dalam jumlah tertentu.

Periode ini memang tidak jauh berbeda dengan abad sebelumnya


ketika muncul kitab-kitab hadis yang model penyusunanya hampir sama
seperti penyusunan kitab-kitab jami’, tahkrij, athraf.

7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kami penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Kodifikasi adalah penghimpunan, penulisan, dan pembukuan hadis Nabi atas


perintah resmi dari penguasa negara (khalifah) bukan dilakukan atas inisiatif
perorangan atau untuk keperluan pribadi, para sahabat, tabi’in, dan tabi’
tabi’in.
2. Dalam proses pengkodifikasian ini pasti ada suatu faktor yang mendukung
suatu perkembangan dan penyebaran baik itu internal maupun eksternal,
contohnya sebagai petunjuk bagi umat islam untuk kemaslahatan dalam
menempuh kehidupan dunia dan akhirat dan islam dapat disebarkan secara
meluas.
3. Pada perkembangan hadis pasca kodifikasi, proses pembukuan hadis
dilakukan dengan cara seleksi, penyaringan, dan pemisahan antara sabda
Rasulullah dengan fatwa sahabat dan tabi’in yang dilakukan oleh tabi’in dan
tabi’tabi’in, selain melakukan hal diatas tabi’in dan tabi’tabi’in juga
mengembangkan proses pembukuan di atas.

3.2 Saran
Dalam makalah ini tentunya ada banyak sekali koreksi dari para pembaca,
karena kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.

8
DAFTAR PUSTAKA
http://e-jurnal.staisumatera-medan.ac.id/index.php/hikmah/article/download

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Diroyah/article/download/4680/pdf

https://jurnal.kopertais5aceh.or.id/index.php/al-qiraah/article/viewFile

https://www.scribd.com/document/380288248/Hadis-Pada-Masa-Kodifikasi-Dan-
Pasca-Kodifi

Anda mungkin juga menyukai