Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGANTAR HADIS
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hadis
Dosen Pengampu:
Dr. Mochammad Muizzudin

Oleh:
Kelompok 1

Saddam Rizky Azis 221310026


Mochammad Fuad Fadillah 221310040
Hafizjudin Permana 2213100

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Mochammad Muizzudin
sebagai dosen pengampu mata kuliah Hadis yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, Amiin.

Serang, 02 September 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………….……………..……ii
DAFTAR ISI…………………………………………………….……………...…..iii
BAB I
PENDAHULUAN…………………..………………………………………………1
1.1 Latar belakang…………………………………………………….………...……1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………..………………….2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………..…..………….……2
BAB II
PEMBAHASAN………………………………….………………..………………...3
2.1 Pengertian Hadis…..……………………………………………………………..3
2.2 Sejarah dan Perkembangan Hadis…….…………………………....……..……..3
2.3 Ruang lingkup Hadis………………………………………………..……………6
BAB III
PENUTUP ………………………………………………………….…..…..……….7
A. Kesimpulan…………………………………………………..……………………7

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Hadis yaitu adalah segala yang dinisbatkan dari Nabi SAW.baik perkataan,
perbuatan, maupun keizinannya. Menurut Muhadditsin, khabar identik dengan hadis.
Sekalipun ada segolongan yang mengkhususkan khabar yang selain hadis seperti
sejarah.Adapun Atsar ialah segala yang dinisbatkan kepada sahabat Rasul.Sebagian
ulama berpendapat bahwa Atsar adalah periwayatan secara mutlak dari Rasulullah
SAW.atau sahabat.1
Hadis Nabi merupakan sumber hukum ajaran Islam kedua setelah al- Qur’an
dikarenakan ia merupakan bayan (penjelas) terhadap ayat-ayat al- Quran yang masih
global, umum dan yang mutlak. 2 Dengan demikian hadis menduduki posisi dan
fungsi yang cukup signifikan dalam ajaran Islam. Pada sisi lain, al-Qur’an berbeda
dengan hadis, Nabi, misalnya dari segi periwayatan, al-Qur’an seluruhnya bersifat
qath’i al-wurud, sedangkan untuk hadis Nabi pada umumnya bersifat zhannial-
wurud3.
Hadis dalam sejarah kodifikasinya, tidak terjaga sebagaimana al-Qur’an berbagai
macam kesalahan, penyimpangan, dan pemalsuan, walaupun sejarah penulisan hadis
secara individual telah ada pada masa awal Islam, semasa Rasulullah SAW.masih
hidup, dan ditulis secara resmi dan massal pada abad kedua hijriyah atas perintah
khalifah Umar bin Abdul Aziz 4. Terbukti dalam sejarah, ketika pergolakan politik
dan perebutan kepentingan muncul, diketahui banyak beredar hadis-hadis palsu. Atas
dasar motivasi ini dan beberapa motivasi lain mendorong para ulama hadis

1
Mahmud Ali Fayyad, Metodologi Penetapan Keshahihan Hadits,( Bandung: CV Pustaka Setia, 1998),
2
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,
1989), 75.
3
Arifuddin Ahmad, paradigma Baru Memahami Hadits Nabi,( Jakarta: Insan Gemerlang)
4
MM. Azami, Memahami Ilmu Hadits, (Jakarta: Lentera, 1995), terjm. Meth Kieraha,. 49.

1
mengadakan penelitian, baik dari segi sanad maupun matan hadis, walaupun kritik
sanad lebih banyak ditemukan. Dengan adanya kritik ini pula klasifikasi hadis
menjadi sahih, hasan , dan dha’if mulai diidentifikasikan 5.Dua kategori pertama –
hadis sahih dan hasan-, disepakati sah dalam pembentukan dan penetapan
hukum.Berbeda dengan hadis dha’if yang terdapat kontroversi di antara ulama hadis6.

1.1 Rumusan Masalah

Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan penting yang terkait dengan


sub-bab yang akan dibahas pada BAB II Pembahasan. Rumusan masalah dituliskan
dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Bagaimana Pengertian Hadis?
b. Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Hadis?
c. Apa saja Ruang lingkup hadis?

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan berisi pernyataan-pernyataan penting yang berisi jawaban


dari rumusan masalah. Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang Hadis
b. Untuk memahami tentang Sejarah dan perkembangan hadis
c. Untuk Mengetahui Tentang Ruang lingkup hadis

5
M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Kesahihan Sanad Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994). 75.
6
M. Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Yang Tekstual Dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadits Tentang
Ajaran Islam Yang Universal, Temporal Dan Lokal,( Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 89.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadis

Secara etimologis kata "Hadits" merupakan kata serapan dari bahasa arab "Al-
Hadits" berarti pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang
disandarkan kepada Nab SAW hadist memiliki 3 makna yakni jadid, qorib, dan
khabar. Adapun pengertiannya sebagai berikut:

 . Jadid: lawan qadim: yang berarti baru (jamaknya hidast, hudatsa, dan
huduts)
 Qorib yang dekat, yang belum lama terjadi
 Khabar: warta (kabar, berita), yakni: sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang yang lain. Sedangkan memirut ahli ushul fisih,
hadits adalah perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah kenabiannya Adapun
sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang dimaksud
dengan hadits adalah mengerjakan apa yang menjadi setelah kenabian.

Kata "al hadis" dapat juga dipandang sebagai istilah yang lebih umum dari
kata ssunnah Yang mencakup seluruh yang berhubungan sa disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Sedangkan istilah "as sunnah digunakan smuk perbuatan ransaki
shay Nabi SAW saja.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Hadis

3
Selama dua puluh tiga tahun Rasulullah SAW mencurahkan segala
aktifitasnya untuk mendakwahkan Islam kepada umat manusia sehingga belahan
dunia (Arab) tersinari oleh agama yang hanif ini. Perkembangan ilmu hadits selalu
beriringan dengan pertumbuhan pembinaan hadits itu sendiri. Hanya saja ia belum
wujud sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada saat Rasulullah SAW
masih hidup ditengah-tengah kaum muslimin, ilmu ini masih wujud dalam bentuk
prinsip-prinsip dasar, yang merupakan embrio bagi pertumbuhan ilmu hadits
dikemudian hari. Misalnya tentang pentingnya pemeriksaan dan tabayyun, terhadap
setiap berita yang didengar, atau pentingnya persaksian orang adil dan sebagainya.
Firman Allah dalam (Al-Hujurat [49]:6) menyatakan: Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu beriti, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Sepeninggal Rasulullah SAW, para sahabat Nabi sangat hati-hati dalam


periwayatan hadits, karena konsentrasi mereka masih banyak tercurahkan kepada al-
Qur'an, yang baru mulai dibukukan pada zaman khalifah Abu Bakar dan
disempurnakan pada saat sahabat Utsman bin Affan menjadi Khalifah. Selanjutnya
ketika mulai terjadi konflik politik, yang memicu munculnya firqah di kalangan kaum
muslimin; Syi'ah, Murji'ah dan Jama'ah, dan pada gilirannya mendorong timbulnya
periwayatan yang dimanipulasi, dipalsukan dan direkayasa, maka para ulama bangkit
untuk membendung pemalsuan dan menjaga kemurnian hadits Nabi. Dari usaha ini,
terbentuklah teori-teori tentang periwayatan. Keharusan menyertakan sanad menjadi
bagian penting yang dipersyaratakan dalam setiap periwayatan. Hal ini telah
dilakukan antara lain oleh Ibnu Syihab al-Zuhri ketika menghimpun hadits dari para
ulama.

4
Ketika para ulama hadits membahas tentang kemampuan hafalan / daya ingat
para perawi (dhabit), membahas bagaimana system penerimaan dan penyampaian
yang dipergunakan (tahammul wa ada' al-hadits), bagaimana cara menyelesaikan
hadits yang tampak kotradiktif, bagaimana memahami hadits yang musykil dan
sebagainya, maka perkembangan ilmu hadits semakin meningkat. Ketika Imam al-
Syafi'i (wafat 204 H) menulis kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu hadits telah
mengalami perkembangan lebih maju, sebab di dalam kitab tersebut telah dibahas
kaidah-kaidah tentang periwayatan. hanya saja masih bercampur dengan kaidah ushul
fiqih. Demikian pula dalam kitab al- Umm.Di sana telah ditulis pula kaidah yang
berkaitan dengan cara menyelesaikan hadist-hadits yang bertentangan, tetapi masih
bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu hadits pada saat itu sudah mulai tampak
bentuknya, tetapi masih belum terpisah dengan ilmu lain belum menjadi disiplin ilmu
yang berdiri sendiri.

Sesudah generasi al-Syafi'i, banyak sekali para ulama yang menulis ilmu
hadits misalnya Ali bin al-Madini menulis kitab Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Qutaibah
(wafat 276 H) menyusun kitab Ta'wil Mukhtalif al-Hadits. Imam Muslim dalam
Muqaddimah kitab shahihnya, Al-Turmudzi menulis al-Asma' wa al-Kuna,
Muhammad bin Sa'ad menulis al Thabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari
menulis tentang rawi-tawi yang lemah dalam kitab al-Dlu afa". Dengan banyaknya
ulama yang menulis tentang persoalan yang menyangkut ilmu hadits pada abad III H
ini, maka dapat difahami mengapa abad ini disebut sebagai awal kelahiran Ilmu
Hadits, walaupun tulisan yang ada belum membahas ilmu hadits secara lengkap dan
sempurna.

Penulisan ilmu hadits secara lebih lengkap baru terjadi ketika Al-Qadli Abu
Muhammad al-Hasan bin Abd. Rahman al-Ramahurmudzi (wafat 360 H) menulis
buku Al- Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawi wa al-Wa'i. Kemudian disusul al-Hakim

5
al-Naisaburi (wafat 405 H) menulis Ma'rifatu Ulum al-Hadits al-Khathib Abu Bakar
al-Baghdadi menulis kitab Al-Jami' li Adab al-Syaikh wa al-Sami", al-Kifayah fi Ilmi
al-Riwayat dan al-Jami' li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami.

2.3 Ruang lingkup Hadis

Hadits dapat di artikan sebagai perkataan (aqwal), perbuatan (af'al),


pernyataan (taqrir) dan sifat, keadaan, himmah dan lain-lain yang diidhafatkan
kepada Nabi SAW. Salah satu ruang lingkup atau objek pembahasan Hadits adalah
al-ihwal hadits dalam criteria qauliyah, fi'liyah, taqririyah, kauniyah dan hamiyah
Nabi itu sendiri.

Pada periwayatan Hadits harus terdapat empat unsur yakni:


1. Rawi ialah subjek periwayatan, rawi atau yang meriwayatkan Hadits.
2. Sanad atau thariq ialah jalan menghubungkan matan Hadits kepada Nabi
Muhammad SAW. Sanad ialah sandaran hadits, yakni referensi atau sumber yang
memberitahukan Hadits, yakni rangkaian para rawi keseluruhan yang meriwayatkan
Hadits.
3. Matan adalah materi berita, yakni lafazh (teks) Haditsnya, berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi SAW, sahabat atau tabi'in,
yang letaknya suatu Hadits pada penghujung sanad.
4. Rijalul Hadits ialah tokoh-tokoh terkemuka periwayat hadits yang di akui ke
absahannya dalam bidang hadits. Dengan demikian untuk mengetahui seseorang di
sebut sebagai rijahul hadits ditentukan oleh ilmu rijalul hadis.

Ruang lingkup pembahasan Tentang Hadits harus juga sampai pada


penelaahan mengenai aspek-aspek dari materi isi kandungan tersebut. Adapun ruang
lingkup pembahasan ilmu Hadits atau ilmu musthalah Hadits pada garis besarnya

6
Mencakup ilmu Hadits Riwayah dan ilmu Hadits Dirayah, Manfaat mempelajari ilmu
Hadits Riwayah in ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip
terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun obyek ilmu
Hadits Dirayah terutama ilmu musthalah yang khas, ialah meneliti kelakuan para
perawi, keadaan sanad dan keadaan marwi (matan)-nya.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hadis dalam hukum Islam sebagai mashdarun tsanin (sumber kedua) setelah Al-
Quran. Ia berfungsi sebagai penjelas dan penyempurna ajaran-ajaran Islam yang
disebutkan secara global dalam Al-Quran. Bisa dikatakan bahwa kebutuhan Al-Quran
terhadap hadis sebenarnya jauh lebih besar ketimbang kebutuhan hadis terhadap Al-
Quran.

Kendati demikian, seorang Muslim tidak dibenarkan untuk mengambil salah satu
dan membuang yang lainnya karena keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tidak
bisa dipisahkan.

Untuk mengeluarkan hukum Islam, pertama kali para ulama harus menelitinya di
dalam Al-Quran. Kemudian setelah itu, baru mencari bandingan dan penjelasannya di
dalam hadis-hadis Nabi karena pada dasarnya tidak satupun ayat yang ada dalam Al-
Quran kecuali dijelaskan oleh hadis-hadis Nabi.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Qohar, Daclan, Wali songo (Terjemahan Dari Kitab Kanzul Ulum Ibnu Bathutah)
Sebagai Kenang – kenangan Haul Agung Sunan Ampel ke – 544, Surabaya :
Panitia Haul Masjid Agung Sunan Ampel.

Abu Abdullah bi Idris, Imam Syafii, Mukhtashar KItab Al – Umm Fiil Fiqhi,
Mohammad Yasir Abd. Muthallib, Andi Arlin, “Ringkasan Kitab Al – Umm”,
Jakarta : Pustaka Azzam, 2004.

Hamidiy, Mu’ammal, AM, Imron, Fanany BA, Umar, Terjemahan Nailul Authar
Himpunan Hadis – hadis, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1991, Jilid 2.

Syaikh Manna Al - Qaththan, Penerjemah, Mifdhol Abdurrahman LC, September


2005, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Penerbit : Maktabah Wahbah, Jakarta.

Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Agustus 1998, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis, PT: Pustaka Rizki Putra, Semarang.

H. Mohd Iqbal Abdul Muin, Lc, MA, 2020, Summary Al Hadis, elearning.uinsu.ac.id.,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai