Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

ISTILAH KITAB – KITAB HADIST

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist

Dosen Pengampu : Drs. Materan M.HI

Disusun Oleh :

Ahmad Zulfikar 2321508011

Luthfiyyah Dwiyanita 2321508014

Arsita Wati 2321508020

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS

(UINSI) SAMARINDA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Rasa syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena berkat


karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai
tepat pada waktunya. Tidak lupa kami mangucapkan terima kasih
kepada para pihak yang membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Ulumul Hadist dari Dosen Pengampu. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami
para penulis dan juga para pembaca. Khususnya dalam hal
mempelajari materi yang berkaitan dengan judul makalah: “ISTILAH
KITAB KITAB HADIST”. Saya selaku penulis tidak lupa untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs.
Materan, M.HI selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadist.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu kami membutuhkan kritik serta saran
agar bisa membantu membangun kemampuan kami, agar kedepannya
bisa menulis makalah dengan lebih baik dan benar. Besar harapan
kami, semoga dengan adanya makalah ini bisa menjadi manfaat bagi
para pembaca dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

Samarinda, 19 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................3

C. Tujuan..........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................4

A. Mengenal istilah kitab-kitab hadist.............................................4

1. Kitab-kitab Matn Hadits: Kitab Induk Hadits..........................4

2. Kitab-kitab hadist yang Enam (Kutubus Sittah).....................12

b. Al Jami’ Ash-Shahih Al Imam Muslim..................................13

c. Sunan Abu Dawud..................................................................14

d. Sunan At Tirmidzi...................................................................15

e. Sunan An Nasa’i.....................................................................15

f. Sunan Ibnu Majah...................................................................17

g. Kitab Sembilan (kutubut Tis’ah)............................................18

B. Mengenal Kitab-Kitab Syarah Hadist...................................26

1. Syarh Al Hadist.......................................................................26

2. Kitab-kitab syarah Shahih Al-Bukhari...................................28

3. Kitab-kitab syarah Shahih Muslim.........................................29

ii
4. Kitab-kitab syarah Sunan Abi Dawud....................................30

C. Cara Periwayat Menerima dan Meriwayatkan Hadis Nabi


Saw...................................................................................................32

a. “Sama Min Lafadz al-Syaikh”...............................................34

b. Al-Qira’ah ‘ala al-Syaikh (‘aradh)........................................34

c. Ijazah......................................................................................35

BAB III PENUTUP...........................................................................37

A. Kesimpulan................................................................................37

B. Kritik dan Saran.........................................................................37

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................38

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah Al-Quran, hadis telah menjadi sumber ajaran
Islam yang sangat penting dan telah mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan masyarakat. Keberadaan hadis sangat
signifikan sehingga hadis menempati posisi sentral dalam
seluruh kajian agama. Otoritas nabi Muhammad di luar Al-
Quran tidak dapat disangkal lagi dan mendapatkan legitimasi
melalui wahyu. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa
pengkajian terhadap hadis, baik dari segi keotentikan, makna
dan ajaran yang terkandung di dalamnya, tingkatan-
tingkatannya, penulisan dan metodologi penyusunan kitab
hadis, serta fungsinya dalam menjelaskan isi Al-Quran dan
semua aspek kajian yang terkait dengan keberadaan hadis, tidak
pernah sepi sepanjang sejarah.
Keberadaan hadis tidak dapat dipisahkan dari sejarah
yang melatarinya. Dalam setiap perkembangan sejarah,
diperlukan penelusuran untuk memahami karakteristik
perkembangannya. Hal yang sama juga terjadi dalam
perkembangan metodologi kitab himpunan hadis dari abad ke
abad.
Setelah wafatnya Nabi, upaya pelestarian hadis tidak
berjalan sesuai harapan karena kondisi yang heterogen dari para
sahabat. Heterogenitas para sahabat ini menyulitkan umat Islam

1
dalam membenarkan bahwa semua fatwa sahabat berasal dari
Nabi dan tulisan-tulisan mereka tentang hadis Nabi tidak
seragam.
Namun, pada masa empat khalifah, kondisi tersebut
mengalami pergeseran. Mereka lebih membatasi penyebaran
hadis secara bebas. Meskipun demikian, penulisan hadis tetap
dilakukan sejak zaman sahabat hingga tabi'in, meskipun masih
terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh atau tidaknya
penulisan hadis.
Perubahan signifikan terjadi pada masa Umar ibn al-
Aziz. Beliau memerintahkan para ulama untuk menulis hadis
dan mengirimkannya kepada para gubernur. Keputusan Umar
bin Abdul Aziz ini menjadi keputusan resmi negara dengan
menyebarkan surat edaran ke beberapa wilayah gubernur untuk
memperkuat dan memperluas penulisan hadis. Kebijakan Umar
bin Abd Aziz ini memiliki dampak yang luas terhadap
perkembangan tradisi penulisan. Kesadaran akan pentingnya
penulisan sangat dirasakan dan keengganan terhadap penulisan
berubah menjadi keharusan.
Artikel ini merupakan kajian literatur yang membahas
tentang kitab-kitab hadis setelah abad ke-3 H, ciri-ciri dan jenis
kitab hadis pada abad ke-3 H, serta ciri-ciri, jenis-jenis, dan
kitab Miftah, Jami', Hasyiyah, Ta'liq, Tahqiq, dan Syarah.1

1
Abdul Wahab Syakhrani, “Kitab-Kitab Hadist Sesudah Abad Ke 3 H,”
MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran Dan Hadis 2, no. 1 (2022): 1–12,
https://doi.org/10.54443/mushaf.v2i1.15.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja istilah kitab-kitab hadist?
2. Apa saja kitab-kitab syarah hadist?
3. Bagaimana cara mendapatkan hadist dan meriwayatkan
hadist?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui istilah kitab-kitab hadist
2. Untuk mengetahui kitab-kitab syarah hadist
3. Untuk mengetahui cara mendapatkan hadist dan
meriwayatkan hadist

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mengenal istilah kitab-kitab hadist

1. Kitab-kitab Matn Hadits: Kitab Induk Hadits


Pertama, ada dua kitab yang menggunakan metode ini
yang terkenal, yaitu kitab al-Muwattha' dan al-Musannaf. Kitab
al-Muwattha' disusun oleh Imâm Mâlik ibn Anas Abû`Abdullâh
al-Ashbahi (93-179 H). Kitab ini terdiri dari 2 juz dan 61 bab,
dimulai dari pembahasan tentang waktu shalat dan diakhiri
dengan pembahasan tentang nama-nama nabi Muhammad saw.
Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama ketika
ditanya apakah al-Muwattha' merupakan kitab fiqh atau kitab
Hadits. Abû Zahwu berpendapat bahwa al-Muwattha' bukan
hanya kitab fiqh namun juga kitab Hadits, karena sistematika
penulisannya yang menggunakan bab-bab fiqh yang tidak hanya
digunakan oleh Imâm Mâlik, tetapi juga oleh para penyusun
kitab Hadits lainnya. Selain itu, Imâm Mâlik juga memberikan
komentar dan kritik terhadap sebuah riwayat Hadits di beberapa
tempat dalam kitabnya. Dalam menyusun kitabnya, Imâm
Mâlik biasanya melakukan beberapa tahapan tertentu, seperti
menuliskan Hadits, menyebutkan fatwa para sahabat, fatwa
tâbi`în, ijmâ` ulamâ’ Madinah, dan seringkali ditutup dengan
pendapatnya sendiri. Tahapan-tahapan tersebut tidak selalu ada

4
dalam setiap pembahasan, tetapi menyebutkan Hadits nabi
merupakan acuan pertama yang dilakukan oleh Imâm Mâlik.2
Kitab-kitab jenis ini terdapat hampir di tiap kota besar
saat itu, seperti al-Mushannaf karya Abd al-Mâlik ibn Abd al-
Azîz al-Bashrî (w. 150 H) di Mekkah, al-Muwattha’ di
Madinah, al-Mushannaf karya al-Rabi` ibn al-Shâbih di
Bashrah, dan lain-lain.3
Kedua, Kitab-kitab al-Musnad juga termasuk dalam jenis
kitab hadis. Orang pertama yang menyusun kitab hadis dengan
konsep ini adalah Abû Dawûd Sulaymân ibn al-Jarrad al-
Tayyalasi (133-204 H). Salah satu kitab al-Musnad yang
dianggap paling luas dan memadai adalah Musnad Ahmad bin
Hanbal, yang disusun oleh Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal
bin Hilâl (164-241 H). Kitab ini berisi sekitar 40.000 hadis,
dengan beberapa di antaranya diulang-ulang sekitar 10.000 kali.
Putra Ahmad bin Hanbal yang bernama Abdullâh juga
menambahkan sekitar 10.000 hadis, begitu pula rawi yang
meriwayatkan dari Abdullâh, yaitu Ja`far al-Qathi`i,
memberikan beberapa tambahan di dalamnya. Namun, perlu
diketahui bahwa Ahmad ibn Hanbal telah meninggal dunia
sebelum sempat memperbaiki kitab tersebut. Oleh karena itu,
peran dalam mengurutkan kitab Musnad ini diambil alih oleh
anaknya, Abdullâh. Sedangkan untuk mengurutkan Musnad
berdasarkan huruf hija`iyah, tugas tersebut dilakukan oleh Abû
2
Dosen Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadis
(Yogyakarta: Teras, 2003), hlm. 14
3
Muh. Zuhri, Hadits Nabi: Telaah Historis dan Metodologis (Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana, t.t.), hlm. 58-59

5
Bakr Muhammad ibn Abdillâh al-Muqaddasi. Karena
sistematika yang digunakan dalam kitab Musnad ini adalah
berdasarkan nama sahabat yang meriwayatkan, maka pencarian
hadis dalam kitab ini harus dimulai dari Musnad Abû Bakr dan
diakhiri dengan Musnad Fâthimah bint Abî Jaysy. Selain
Musnad Ahmad bin Hanbal.4
Terdapat juga beberapa kitab al-Musnad lainnya seperti
Musnad Abû Hanîfah, Musnad Ishaq bin Rahawiyah, Musnad
al-Bazzar, Musnad al-Humaydi, dan lain sebagainya.5
Ketiga, kitab-kitab al-Juz`u merupakan kitab-kitab yang
disusun dengan cara mengumpulkan Hadits-Hadits yang
memiliki tema yang sama dengan konsep yang sederhana.
Kitab-kitab ini sebenarnya tidak ditulis secara khusus sebagai
kitab Hadits. Contohnya, kitab al-Jihâd dan al-Zuhud karya Ibn
al-Mubârâk, Fadhâ`il al-Qur’ân dan al-Umm karya al-Syâfi`î,
Tafsîr al-Thabâri dan Târîkh al-Thâbari karya Thabâri, dan lain-
lain. Meskipun tidak ditulis secara khusus sebagai kitab hadis,
namun Hadits-Hadits yang terdapat dalam kitab al-Juz’u,
semuanya diriwayatkan oleh penulisnya secara langsung dari
nabi tanpa mengutip dari karya orang lain. Oleh karena itu,
kitab-kitab tersebut juga dapat disebut sebagai referensi utama
Hadits.

4
CD al-Maktabah al-Alfiyah li al-Sunnah al-Nabawiyah (Yordania:
Markaz al-Turâts, 1999)
5
`Abd al-Rahmân, `Ilm Fahrasah al-Hadîts, hlm. 15

6
Keempat, kitab-kitab yang disebut al-Shahîh.6 Ulamâ’
yang menjadi pelopor penulisan jenis ini adalah Muhammad
Ismâ’il al-Bukhârî (194-256 H) dengan kitabnya yang terkenal
bernama Shahîh al-Bukhari. Imâm al-Bukhârî menulis kitab
Shahîh-nya selama 16 tahun dan merupakan hasil seleksi dari
sekitar 600.000 Hadits. Setiap kali dia ingin menyertakan
Hadits shahîh dalam kitabnya, dia selalu melakukan bersuci dan
shalat dua rakaat terlebih dahulu. 7 Al-Bukhârî hanya mencatat
Hadits dari periwayat tingkat pertama dalam kitabnya, dan
hanya sedikit dari tingkat kedua, yaitu mereka yang memiliki
sifat âdil dan kuat hafalan, teliti, jujur, dan telah lama berguru.
Tingkat kedua memiliki kriteria yang sama dengan tingkat
pertama, namun tidak harus lama dalam berguru.8
Penyusunan yang dilakukan oleh al-Bukhârî kemudian
diikuti oleh salah seorang muridnya, Imâm Abî al-Husayn
Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyayri al-Naysaburi (206-261 H),
dengan kitabnya Shahîh Muslim. Kitab ini menggunakan
sistematika yang sama dengan shahîh al-Bukhârî. Dalam
muqaddimah-nya, Muslim mengklasifikasikan Hadits menjadi
tiga macam, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh para
periwayat yang `âdil dan dlâbit, diriwayatkan oleh para
periwayat yang tidak diketahui keadaannya (mastûr) dan
hafalannya biasa-biasa saja, serta diriwayatkan oleh periwayat
6
Metode shahîh ialah metode penulisan kitab Hadits berdasarkan kualitas
keshahihan Hadits, cakupan pembabannya menggunakan tekhnik al-jâmi’, yaitu
berusaha mencakup seluruh kajian keislaman, dimulai dari kitab al-îmân dan
diakhiri dengan kitab al-tawhîd
7
Al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubalâ, juz. XVI, hlm. 402
8
Ibn Hajar al-`Asqalânî, Hâdi al-Syâri`, juz I (Kairo: tnp, t.t.), hlm. 6

7
yang lemah hafalannya dan Haditsnya ditinggalkan orang. Dari
kategori-kategori tersebut, apabila Muslim telah meriwayatkan
kategori pertama, beliau selalu menyertakan kategori kedua,
sedangkan kategori ketiga tidak digunakannya. Dua kitab ini
(al-Bukhârî dan Muslim), menurut para ulamâ’, adalah kitab
yang paling shahîh setelah al-Qur`an, karena syarat yang
mereka gunakan sangat ketat.9 Metode ini kemudian diikuti oleh
beberapa ulamâ’ yang menyusun kitabnya berdasarkan syarat
al-Bukhârî dan Muslim, antara lain Shahîh Abû `Awânah,
Shahîh ibn Khuzaymah (w. 311 H), dan Shahîh ibn Hibbân (w.
254 H).10
Kelima, kitab-kitab al-Sunan11 yang dimaksud adalah
Sunan Abû Dawûd yang ditulis oleh Abû Dawûd bin Sulaymân
al-Sijistan (202-275 H), Sunan al-Tirmidzi karya Abû ‘Isâ
Muhammad ibn ‘Isâ ibn Sawrah al-Tirmidzi (209-279 H),
Sunan al-Nasa`i (al-Mujtabâ) oleh Ahmad ibn Syu`ayb ibn Alî
ibn Sinan ibn Bahr alias Abû Abd al-Rahman al-Nasa`i (215-
303 H), Sunan ibn Mâjah, dan lain-lain. Pada masa ini, istilah-
istilah baru yang berdasarkan pada klasifikasi kualitas Hadits
mulai muncul, salah satunya adalah Hadits hasan. Istilah ini
diperkenalkan oleh al-Tirmidzî, sebelumnya para ulama hanya
membagi Hadits menjadi dua kategori, yaitu Hadits shahîh dan

9
Muhammad ‘Abd al-Azîz al-Khûlî, Miftah al-Sunnah wa al-Funûn al-
Hadîts (Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1980), hlm. 47
10
Muh. Zuhri, Hadits Nabi, hlm. 61
11
Metode sunan adalah penulisan kitab Hadits dengan menggunakan bab-
bab fiqh. Ibid., hlm. 63

8
dla`îf. Karena kitab al-Tirmidzî banyak memuat Hadits hasan,
maka kitab ini juga dikenal dengan sebutan kitab Hadits hasan.
Keenam, terdapat beberapa kitab al-Mustadrâk yang
terkenal. Salah satunya adalah karya Muhammad ibn Abdullâh
al-Hakîm al-Naysabûrî yang memiliki sistematika penyusunan
jami` yang sangat terkenal. Selain itu, terdapat juga karya al-
Mustadrâk yang ditulis oleh Abû Dzâr dan al-Daraquthnî.
Ketujuh, kitab-kitab al-Mustakhraj ini umumnya
digunakan pada abad ke-4 H dan abad ke-5 H. Beberapa contoh
kitab yang disusun dengan konsep ini antara lain Mustakhraj
Abî `Awanah `Alâ Muslim, Mustakhraj al-Ismâ`ili `alâ al-
Bukhârî, dan lain sebagainya.
Pada abad ke-8, terjadi perubahan dalam penyusunan
Hadits. Penyusunan Hadits tidak lagi dilakukan secara
independen, melainkan lebih cenderung pada studi dan
penelitian Hadits yang mengelaborasi karya-karya ulama pada
lima abad pertama. Salah satu bentuk penghimpunan Hadits
adalah dengan menyatukan beberapa kitab Hadits dan
menghimpun Hadits-Hadits dari kitab-kitab Hadits induk yang
memiliki tema yang sama. Contohnya adalah karya Ibn Hajar
dengan kitabnya Bulugh al-Marâm yang menghimpun Hadits-
Hadits hukum, serta karya Imâm al-Nawâwî dengan Riyâdh al-
Shâlihîn yang menghimpun Hadits-Hadits tentang keutamaan
amal.
Kesembilan, kitab-kitab Syarh. Semakin meluasnya
wilayah Islam, mendukung terjadinya akulturasi budaya yang

9
juga berdampak pada berkurangnya perbendaharaan bahasa
Arab. Bahasa Nabi yang sederhana namun memiliki kualitas
sastra yang tinggi, membuatnya sulit dipahami oleh generasi
yang hidup setelah masa kenabian. Oleh karena itu, merujuk
kepada kitab-kitab syarh dalam mempelajari Hadits menjadi
suatu kewajiban yang tidak dapat dihindari. Salah satu kitab
syarh yang terkenal adalah Syarh Muwattha’ Mâlik, Tanwîr al-
Hawâlik yang ditulis oleh Abd al-Rahmân ibn Abî Bakar al-
Suyûthî (849-911 H). Kitab ini menjelaskan makna-makna yang
sulit dipahami dalam teks, penulisnya kadang-kadang
menjelaskan tentang keadaan sanad dan berusaha
membandingkannya dengan jalur sanad yang berbeda dari para
mukharrij lainnya.12
Beberapa syarh lain dari al-Muwattha’ termasuk al-
Tamhîd limâ fî al-Muwattha’min al-Ma`ânî wa al-Masânid
karya Abû Umar bin Abd al-Bârr, Syarh al-Ta`lîq al-Mumajjad
`alâ al-Muwattha’ karya al-Laknawi al-Hindi, dan beberapa
lainnya hingga sekitar 8 kitab syarh.
Syarh Shahih al-Bukhârî, dari banyaknya kitab Hadits
yang ada, kitab ini adalah yang paling banyak disyarh oleh para
ulama. Menurut penulis kitab Kasyf al-Zhunun, ada 82 syarh 13
untuk kitab ini.
Salah satu dari kitab syarh Shahîh al-Bukhari adalah
Syarh al-Bukhârî li Ibn al-Baththâl karya Ibn al-Baththâl,
`Umdat al-Qârî Syarh Shahîh al-Bukhârî karya Badr al-Dîn al-
12
Abd al-Rahman bin Abî Bakr al-Suyûthî, Tanwîr al-Hawâlik, juz I
(Kairo: Maktabah al-Tijâriyah Kubrâ, 1969), hlm. 36
13
Sebagaimana dikutip Shâlih, Membahas Imu-Ilmu Hadits, hlm. 365

10
`Aynî al-Hanafî, dan yang paling populer di antara syarh al-
Bukhârî adalah karya Ibn Hajar al-`Asqalâni, yaitu Fath al-Bârî.
Dapat dikatakan bahwa Fath al-Bârî karya Ibn Hajar al-
`Asqalâni merupakan salah satu yang paling menonjol di antara
syarh-syarh tersebut. Ibn Hajar menjelaskan banyak hal dalam
syarh-nya, mulai dari penjelasan makna Hadits, sanad, bahkan
mengembalikan keterhubungan Hadits-Hadits al-Bukhârî yang
dianggap oleh sebagian orang sebagai mu`allaq maupun
mawqûf.14
Salah satu dari Syarh Shahih Muslim adalah Syarh al-
Nawâwî `alâ Shahîh al-Muslim yang ditulis oleh Abû Zakariya
Yahya bin Syaraf al-Nawâwî (631-676 H). Dalam
penjelasannya, Imam Nawâwî menjelaskan tentang prinsip-
prinsip hukum yang terkandung dalam Hadits, adab, zuhud,
prinsip-prinsip syara`, makna kata-kata, narator yang
menggunakan nama samaran, prinsip-prinsip ilmu Hadits, dan
berusaha mencari kesepakatan antara dua Hadits yang terlihat
bertentangan secara jelas.15 Selanjutnya, ada juga al-Dîbâj Syarh
Shahîh Muslim bin al-Hajjâj yang ditulis oleh Abd al-Rahmân
bin Abî Bakr al-Suyûthî, dan lain-lain. Seperti yang disebutkan
sebelumnya, semua kitab Hadits yang dianggap terpercaya
memiliki penjelasan (syarh)nya sendiri, bahkan terkadang
memiliki lebih dari satu penjelasan. Di antara kitab-kitab
penjelasan yang terkenal untuk empat sunan, ada `Awn al-
14
Ibn Hajar al-`Asqalânî, Muqaddimah Fath al-Bârî (Beirut: Dâr al-
Ma`rifah, 1980), hlm. 2
15
Abû Zakariya Yahyâ bin Syaraf al-Nawâwî, Syarh al-Nawâwî `Ala
Shahîh Muslim, juz I (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-`Arabî, tth.), hlm. 5

11
Ma`bûd yang ditulis oleh Muhammad Syams al-Haq al-`Azhîm
Âbâdzî sebagai penjelasan untuk Sunan Abû Dawûd, Tuhfah al-
Ahwadzî Syarh Sunan al-Tirmidzi yang ditulis oleh Muhammad
bin `Abd al-Rahmân ibn Abd al-Rahîm al-Mubârakfûrî (1283-
1353 H), Syarh Sunan al-Nasâ’i yang ditulis oleh Imam al-
Sandiy, dan Syarh Sunan Ibn Mâjah yang ditulis oleh al-Sandiy.

2. Kitab-kitab hadist yang Enam (Kutubus Sittah)


Kutubus Sittah merupakan kumpulan dari enam kitab
hadits yang dirangkum oleh para ulama pada masa Dinasti
Abbasiyah. Kitab-kitab tersebut meliputi Shahih Bukhari,
Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan
An-Nasa'i, dan Sunan Ibnu Majah.
Menurut Umma Farida dalam tulisannya yang berjudul
Al-Kutub As-Sittah: Karakteristik, Metode, dan Sistematika
Penulisnya, dia menyatakan bahwa dari banyaknya kitab hadits
yang ada, enam kitab yang termasuk dalam Kutubus Sittah
adalah yang paling banyak digunakan sebagai pedoman oleh
umat Islam.
Berikut enam kitab hadits yang termasuk dalam Kutubus
Sittah beserta profil penulisnya.
a. Al Jami’ Ash-Shahih Al Bukhari
Imam al-Bukhari adalah penulis Kitab Shahih Bukhari yang
memiliki nama lengkap al-Jami' al-Musnad as-Shahih al-
Mukhtasar min Umur Rasulillah Sallallahu 'Alaihi wa
Sallam wa Sunanih wa Ayyamih. Kitab ini berisi hadits-
hadits tentang hukum, keutamaan amal, etika pergaulan,

12
sejarah, dan berita tentang kejadian-kejadian di masa
mendatang. Imam Bukhari lahir di Bukhara pada Jumat, 13
Syawal 194 H dengan nama lengkap Abu Abdillah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn
Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari.
Sejak usia 10 tahun, Imam Bukhari sudah mulai mengkaji
hadits dan pada usianya yang ke-11 tahun ia sudah berani
mengoreksi ulama yang keliru dalam menyampaikan hadits.
Ketertarikan Imam Bukhari untuk mendalami ilmu hadits
sangat besar. Di usia 16 tahun ia telah menghafal matan
hadits kitab Abdullah ibn al-Mubarak dan Waki' ibn al-Jarrah
lengkap dengan sanadnya.
Imam al-Bukhari mendapat gelar Imam al-muhadditsin fi al-
hadits atas kepandaiannya dalam studi hadits dan memiliki
beberapa guru seperti Yahya ibn Ma'in, Ibn Rahawaih,
Ahmad ibn Hanbal, dan Ali ibn al-Madini. Adapun, murid-
muridnya antara lain Imam Muslim, At-Tirmizi, dan An-
Nasa'i.

b. Al Jami’ Ash-Shahih Al Imam Muslim


Imam Muslim adalah penulis dari kitab Shahih Muslim yang
terkenal. Kitab ini memiliki judul lengkap al-Jami' al-
Musnad as-Sahih al-Mukhtasar min as-Sunan bi Naql al-'Adl
'an al-'Adl 'an Rasulillah SAW. Seperti Imam Bukhari, Imam
Muslim juga hanya memilih hadits shahih untuk disertakan
dalam kitabnya. Selain itu, ia juga melakukan sistemisasi
dalam penyusunan kitab haditsnya.

13
Imam Muslim lahir di Naisabur, Iran pada tahun 204 H atau
206 H menurut beberapa sumber. Sejak kecil, ia sudah tekun
mengkaji hadits dan belajar di Makkah pada usia 12 tahun.
Ia banyak menghabiskan waktunya untuk belajar hadits di
berbagai wilayah seperti Khurasan, Ray, Hijaz, Irak, dan
Mesir. Di setiap tempat tersebut, ia belajar dari para ulama
hadits terkenal seperti Yahya ibn Yahya, Ishaq, Muhammad
ibn Mahran, Abu Ghassan, Sa'id ibn Mansur, Abu Mus'ab,
Abdullah ibn Maslamah, Ahmad ibn Hanbal, Harmalah ibn
Yahya, dan Amir ibn Sawwad.

c. Sunan Abu Dawud


Sunan Abu Dawud adalah sebuah kitab hadis yang
dikompilasi oleh Abu Dawud. Kitab hadis ini disusun
berdasarkan bab-bab fikih. Abu Dawud memfokuskan diri
pada hadis-hadis yang berkaitan dengan fikih dan masalah
hukum saja.
Abu Dawud lahir pada tahun 202 H di Sijistan, Basrah, dan
tumbuh dalam keluarga yang taat beragama. Nama
lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy'as ibn
Ishaq ibn Basyir ibn Syidad ibn Imran al-Azdi as-Sijistani.
Penyusunan Sunan Abu Dawud ini dimulai oleh Abu Dawud
ketika ia berusia sekitar 20 tahun, sebagai bagian dari
perjalanan ilmiah yang pada saat itu menjadi salah satu
syarat dalam menuntut ilmu, terutama dalam bidang hadis.

14
Perjalanan pertamanya adalah ke Baghdad, kemudian ke
Hijaz, Mesir, Irak, Syam, Khurasan, Basrah, dan Nasaibur.
Pengetahuan Abu Dawud dalam bidang hadis semakin
diakui ketika ia menetap di Basrah. Gubernur setempat
bahkan meminta Abu Dawud untuk pindah ke Basrah dan
menyebarkan ilmunya di sana.

d. Sunan At Tirmidzi
Kitab hadits yang disusun oleh Imam At-Tirmidzi memiliki
judul asli al-Jami' al-Mukhtasar min as-Sunan 'an Rasulillah.
Ia menulis kitab ini pada masa keemasan dalam sejarah
perkembangan hadits, yakni pada abad ke-3 H. Pada masa
ini, para ulama termasuk Imam Tirmidzi melakukan
penyempurnaan hadits. Imam At-Tirmidzi sendiri memiliki
nama lengkap Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah ibn
Musa ibn ad-Dahhak as-Sulami al-Bughi at-Tirmidzi. Ia
lahir pada 209 H dan wafat di usianya yang ke-70. Meskipun
mengalami kebutaan semasa hidupnya, Imam At-Tirmidzi
tetap gigih belajar hadits di sejumlah tempat, seperti Hijaz,
Khurasan, Irak, dan lainnya. Beberapa gurunya antara lain
Qutaibah ibn Sa'id, Ishaq ibn Rahawaih, Abu Mus'ab az-
Zuhri, Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Muhammad ibn
Amr as-Sawwaq, Ismail ibn Musa al-Fazari, Bisyr ibn Mu'az
al-'Aqadi, Qutaibah ibn Sa'id dan lainnya.

e. Sunan An Nasa’i
Sunan An-Nasa'i adalah sebuah kitab hadits yang disusun
oleh Imam An-Nasa'i. Kitab ini berisi 5761 hadits Nabi

15
Muhammad SAW. Semua hadits yang terdapat dalam kitab
ini memiliki kualitas shahih dan tidak ada hadis yang
berkualitas dhaif di dalamnya.
Kitab hadits ini disusun berdasarkan bab-bab fikih. Imam
An-Nasa'i hanya mencantumkan hadits-hadits marfu' yang
berasal dari Nabi SAW. Sedangkan hadits yang berasal dari
sahabat hanya sedikit yang dimasukkan.
Imam An-Nasai dilahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa',
salah satu wilayah di Khurasan. Nama lengkapnya adalah
Ahmad ibn Syu'aib ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr ibn Dinar al-
Khurasani an-Nasa'i, dan ia juga dikenal dengan sebutan
Abu Abd ar-Rahman an-Nasa'i.
Sejak kecil, ia telah menghafal Al-Qur'an dan mempelajari
ilmu-ilmu agama dari para guru. Bahkan, ia pernah belajar
secara khusus kepada Qutaibah ibn Sa'id al-Baglani al-
Balkhi untuk mendalami ilmu hadits.
Imam An-Nasai melakukan perjalanan ilmiah untuk
mempelajari ilmu hadits ke Syam, Mesir, Irak, dan Hijaz
sejak usia 15 tahun. Akhirnya, ia memutuskan untuk
mengamalkan ilmunya di Mesir dan menetap di sana.
Beberapa guru yang pernah mengajarnya antara lain Ishaq
ibn Rahawaih, Hisyam ibn 'Ammar, Ziyad ibn Yahya al-
Hasani, Tamim ibn al-Muntasir, Abu Qudamah Ubaidillah
ibn Sa'id, Utbah ibn Abdillah al-Marwazi, Umar ibn Zurarah,
Muhammad ibn Ubaid al-Muharibi, Muhammad ibn al-'Ala'
al-Hamdani, Yusuf ibn Isa az-Zuhri, dan masih banyak lagi.

16
f. Sunan Ibnu Majah
Kitab hadits Sunan Ibnu Majah adalah karya yang disusun
oleh Ibnu Majah. Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab ini
merupakan hadits yang dapat diterima (maqbul).
Dalam muqaddimah kitabnya, Ibnu Majah menggunakan
untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan hadits
Nabi SAW dan ilmu hadits. Ia menyusun kitab hadits ini
dengan fokus pada pokok bahasan fikih, seperti halnya lima
ulama lainnya.
Ibnu Majah dilahirkan pada tahun 209 H dengan nama
lengkap Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid ibn Majah ar-
Ruba'i al-Qazwaini. Sejak kecil, ia rajin mempelajari ilmu
agama terutama hadits.
Seperti kelima ulama sebelumnya, Ibnu Majah melakukan
perjalanan ilmiah ke berbagai daerah untuk belajar hadits
langsung dari para guru hadits terkemuka. Beberapa daerah
yang dikunjunginya antara lain Kufah, Madinah, Makkah,
Basrah, Mesir, dan Syria.
Beberapa guru yang diajari oleh Ibnu Majah antara lain
Mu'ab ibn Abdillah az-Zubairi, Muhammad ibn Abdillah ibn
Namir, Jubarah ibn al-Muglis, Abu Bakr ibn Abi Syaibah,
Muhammad ibn Rumh, dan Hisyam ibn Ammar.

17
Dari keenam kitab hadits tersebut, Shahih Bukhari
menduduki urutan pertama dalam Kutubus Sittah yang
sering dijadikan acuan oleh para ulama.16

g. Kitab Sembilan (kutubut Tis’ah)


Kutubut Tis'ah adalah sebutan untuk sembilan kitab
hadits yang terdiri dari Shahihain (Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim), 4 kitab Sunan (Sunan Abu Daud, Sunan An
Nasai, Sunan At Tirmidzi, dan Ibnu Majah), serta 3 buku
terakhir yakni Musnad Ahmad, Al Muwaththa' Imam Malik
dan Sunan Ad Darimi. Namun, sebutan yang lebih populer
adalah Kitab Kutubus Sittah yang terdiri dari enam kitab
hadits ditambah dengan tiga kitab terakhir tersebut.
Adapun kitab-kitab hadits yang sembilan (al-kutub al-
tis'ah) adalah kitab-kitab hadits diatas ditambah dengan:
1. Musnad Ahmad
Kitab Musnad Ahmad merupakan salah satu karya
monumental Imam Ahmad di bidang hadis yang masih
menjadi acuan dalam berbagai persoalan umat hingga saat
ini. Kitab ini ditulis pada awal abad ke-3 H, sebagaimana
tercatat dalam sejarah, bahwa pada awal abad ke-3 H
sudah ada upaya untuk membersihkan hadis-hadis dan
fatwa-fatwa ulama yang tidak termasuk hadis. Menurut
sebagian ulama, kitab ini memiliki derajat yang lebih
rendah dibandingkan dengan kitab sunan. Kitab-kitab

16
Kristina, “6 Kitab yang temasuk kutubus sittah dan profil penulisnya”,
Diakses dari https://www.detik.com/edu/detikpedia tanggal 20 November 2023
pada pukul 20:58

18
yang menduduki peringkat pertama adalah Sahih al-
Bukhari karya Imam Bukhari, Sahih Muslim karya Imam
Muslim, dan al-Muwatta’ karya Imam Malik.
Musnad Ahmad termasuk kitab yang terkenal dan terbesar
yang disusun pada periode kelima perkembangan hadis
(abad ke-3 H). Kitab ini melengkapi dan menghimpun
kitab-kitab hadis yang telah ada sebelumnya dan menjadi
satu sumber yang dapat memenuhi kebutuhan umat
Muslim dalam hal agama dan dunia pada masanya.
Seperti ulama-ulama pada abad ketiga, Ahmad menyusun
hadis dalam kitabnya secara musnad. Hadis-hadis yang
terdapat dalam musnad tersebut tidak semuanya
diriwayatkan oleh Ahmad sendiri, sebagian merupakan
tambahan dari putranya yang bernama Abdullah dan
tambahan dari Abu Bakar al-Qat’i.
Berdasarkan penelitian para ulama hadis, hadis-hadis yang
terdapat dalam kitab Musnad ada yang sahih, ada yang
hasan, dan ada yang dhaif. Di dalamnya terdapat hadis-
hadis sahih yang diriwayatkan oleh penyusun kitab
tersebut, namun juga terdapat hadis-hadis yang tidak
diriwayatkan oleh mereka.
Hadis-hadis yang terdapat dalam Musnad Ahmad
dihimpun dari 6 sumber, yaitu:
1. Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari ayahnya,
Ahmad ibn Hanbal, dengan mendengar langsung.

19
Hadis seperti ini paling banyak jumlahnya di dalam
Musnad Ahmad.
2. Hadis yang didengar Abdullah dari ayahnya dan dari
orang lain. Hadis semacam ini sangat sedikit
jumlahnya.
3. Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari selain ayahnya.
Hadis-hadis ini, ahli hadis menyebutnya Zawaid
Abdullah (tambahan-tambahan).
4. Hadis yang tidak didengar Abdullah dari ayahnya
tetapi dibacakan kepada sang ayah.
5. Hadis yang tidak didengar dan tidak dibacakan
Abdullah kepada ayahnya, tetapi Abdullah
menemukannya dalam kitab sang ayah yang ditulis
dengan tangan.
6. Hadis yang diriwayatkan oleh al-Hafiz Abu Baqar al-
Qati’i.17

Penyusunan kitab Musnad Ahmad memiliki perbedaan


yang jelas dengan metode penyusunan kitab lainnya. Jika
kitab sunan dan sahih, misalnya, mengurutkan
pembahasannya berdasarkan sistematika fikih, seperti
memulai dari bab ibadah, pernikahan, muamalah, dan
seterusnya, Musnad tidak demikian. Hadis-hadis dalam
Kitab Musnad disusun berdasarkan riwayat para perawi.
Ini berarti bahwa semua hadis yang diriwayatkan oleh
17
Media Mahasiswa Indonesia, “Mengenal lebih dalam kutubut tis’ah
menurut perspektif ilmu hadist”, diakses dari https://mahasiswaindonesia.id/
tanggal 20 November 2023 pada pukul 21:27

20
seorang perawi ditampilkan dalam satu bagian, sedangkan
bagian berikutnya memaparkan himpunan hadis yang
diriwayatkan oleh perawi lain.

h. Al Muwatta’Malik
Kitab ini ditulis oleh Imam Malik, yang nama lengkapnya
adalah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abu
Amir bin Amr bin al-Harits bin Gayman bin Husail bin
Amr bin al-Harits al-Asbahi al-Madani. Kitab ini dikenal
dengan nama al-Muwatta'. Sebelum kitab ini disebarkan,
Imam Malik telah memperkenalkan karyanya kepada 70
ulama Fiqih Madinah, dan mereka semua menyetujuinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat al-Suyuti,
Imam Malik mengatakan, "Aku mempersembahkan
kitabku ini kepada 70 ahli Fikih Madinah, dan mereka
semua setuju dengan kitabku tersebut, maka aku beri
nama al-Muwatta'."
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kitab ini berisi
hadis-hadis Rasulullah saw., baik yang memiliki sanad
maupun yang tidak, fatwa sahabat Nabi, dan juga fatwa
tabi'in. Para ulama memiliki perbedaan pendapat
mengenai jumlah hadis yang terdapat dalam kitab ini.
1. Ibnu Habbab yang dikutip Abu bakar Al-A’rabi dalam
syarah Al-Tirmidzi menyatakan ada 500 hadis yang
disaring dari 100.000 hadis.

21
2. Abu Bakar Al-Abhari berpendapat ada 1726 hadits
dengan perincian 600 musnad, 222 mursal, 613
mawquf dan 285 fatwa tabi’in.
3. Muhmmad Syuhudi Ismail menyatakan kitab al-
Muwatta’ 1804 hadits.
4. Muhammad Fuad Abdul Al-baqi mengatakan Al-
Muwatta’ berisi 1824 hadits.
5. Arnold John Wensinck menyatakan dalam Al-
Muwatta’ ada 1612 hadits.

Metode yang digunakan adalah metode pembukuan hadis


berdasarkan klasifikasi hukum Islam (fiqih) dengan
mencantumkan hadis-hadis yang berasal langsung dari
Nabi saw, yang disebut Marfu', hadis-hadis yang berasal
dari sahabat Nabi saw, yang disebut Mauquf, dan hadis-
hadis yang berasal dari tabi'in, yang disebut Maqthu'.

i. Sunan Ad Darimi
Kitab hadis karya al-Darimi yang berjudul "al-Hadist al-
Musnad al-Marfu' wa al-Mawquf al-Maqtu'" disusun
dengan sistematika berdasarkan bab-bab fikih. Kitab ini
lebih dikenal dengan nama "Sunan al-Darimi". Kitab ini
berisi hadis-hadis marfu', mauquf, dan maqtu'. Hadis
marfu' merupakan bagian terbesar dari hadis yang
terdapat dalam kitab tersebut. Namun, terkadang al-
Darimi juga mengemukakan atsar dari sahabat maupun
tabi'in dalam beberapa bab tentang hukum fikih, seperti
dalam bab taharah dan faraid.

22
Kitab ini memiliki penyusunan yang baik, terdiri dari 24
kitab, ratusan bab, dan 3367 hadis. Al-Darimi hanya
mengemukakan satu, dua, atau tiga hadis saja dalam suatu
bab. Hal ini dikarenakan ia hanya memasukkan hadis-hadis
dengan kualitas yang tinggi. Oleh karena itu, hadis
mu'allaq hanya sedikit dimasukkan ke dalam kitab ini.
Al-Darimi menyusun kitab ini berdasarkan sistematika
yang digunakan oleh penyusun-penyusun kitab-kitab fikih.
Meskipun demikian, ia berusaha agar pengulangan hadis
tidak terjadi. Apabila pengulangan itu terjadi dalam bab
yang sama, al-Darimi akan mengemukakan hadis lain yang
menjadi mutabi'-nya, atau mengemukakan hadis lain yang
memiliki ziyadah pada matannya. Namun, apabila
pengulangan tersebut terjadi pada bab yang berbeda,
terkadang al-Darimi mengemukakan hadis yang sama
persis, baik sanad maupun matan.18
j. Kitab-kitab Hadist Shahih yang lain
Berikut ini beberapa kitab hadits yang memuat hadits-
hadits shahih selain Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim:
1. Shahih Ibn Khuzaimah (wafat tahun 311 H)
2. Shahih Ibn Hibban (wafat tahun 354 H)
3. Al-Mustadrak karya Al-Hakim (wafat tahun 405 H)
4. Al-Ahadits Al-Mukhtarah karya Imam Al-Dhiya'
(wafat tahun 643 H)
k. Kitab-kitab As Sunan yang lain
18
Media Mahasiswa Indonesia, “Mengenal lebih dalam kutubut tis’ah
menurut perspektif ilmu hadist”, diakses dari https://mahasiswaindonesia.id/
tanggal 20 November 2023 pada pukul 21:27

23
Berikut ini beberapa kitab Al-Sunan yang lain:
1. Al-Sunan karya Imam Sa'id ibn Manshur (wafat tahun
227 H)
2. Al-Sunan Al-Kubra karya Imam Nasai (wafat tahun
303 H)
3. Al-Sunan karya Imam Al-Daruquthni (wafat tahun 385
H)
4. Al-Sunan Al-Sughra dan Al-Sunan Al-Kubra karya
Imam Al-Baihaqi (wafat tahun 458 H)
6. Kitab-kitab musnad yang lain
Berikut ini beberapa kitab Al-Musnad selain Musnad
Ahmad:
1. Musnad Imam Syafi'i (wafat tahun 204 H)
2. Musnad Al-Bazzar (wafat tahun 292 H)
3. Musnad Abi Ya'la (wafat tahun 307 H)
l. Kitab Al Muwatta’ yang lain:
Berikut ini beberapa kitab Al-Muwaththa' selain
Muwaththa' Imam Malik:
1. Muwaththa' Abdil Aziz Al-Majisyun (wafat tahun 164
H)
2. Muwaththa' Ibrahim ibn MUhammad ibn Abi Yahya
(wafat tahun 184 H)
3. Muwaththa' Abdillah ibn Wahb (wafat tahun 197 H)
m. Kitab-kitab hadist pilihan dalam maudhu’ khusus
Terdapat pula kitab-kitab hadits yang memuat hadits-
hadits pilihan dalam maudhu' khusus, antara lain:

24
1. Al-Arba'in Al-Nawawiyah, karya Imam Al-Nawawi
(wafat tahun 676 H), yang memuat 42 hadits pilihan
tentang prinsip-prinsip aqidah dan akhlaq
2. Riyadh Al-Shalihin, karya Imam Al-Nawawi (wafat
tahun 676 H), yang memuat hadits-hadits tentang
akhlaq
3. Bulughul Maram, karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
(wafat tahun 852 H), yang memuat hadits-hadits
tentang fiqih. Syarah yang banyak dikaji dari kitab
hadits ini adalah kitab Subulus Salam karya Imam Al-
Shan'ani.
4. Muntaqa Al-Akhbar atau biasa disebut Al-Muntaqa,
karya Imam Majduddin ibn Taimiyah (wafat tahun 652
H), kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, yang memuat
hadits-hadits tentang fiqih. Kitab ini kemudian di-
syarah oleh kitab Nail Al-Authar karya Imam Al-
Syaukani (wafat tahun 1250 H)
5. 'Umdatul Ahkam, karya Imam Abdul Ghani Al-
Maqdisi (wafat tahun 600 H), yang berisi hadits-hadits
tentang fiqih yang diambil dari Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim19

19
Abdur Rosyid, “Mengenal Kitab-Kitab Hadist”, diakses dari
https://menaraislam.com pada tanggal 20 November 2023 pukul 21:48

25
B. Mengenal Kitab-Kitab Syarah Hadist

1. Syarh Al Hadist
Kata "syarh" berasal dari bahasa Arab - ‫ش رح – يش رح‬

‫ ش رحا‬yang memiliki arti menerangkan, membukakan, dan

melapangkan. Istilah "syarh" umumnya digunakan dalam


konteks hadis, sedangkan istilah "tafsir" digunakan dalam
kajian Al-Qur'an. Meskipun keduanya secara substansial
memiliki tujuan yang sama dalam menjelaskan arti, maksud,
dan pesan yang terkandung di dalamnya, namun secara istilah,
keduanya memiliki perbedaan. Istilah "tafsir" secara khusus
digunakan untuk menjelaskan arti, maksud, kandungan, atau
pesan ayat-ayat Al-Qur'an, sedangkan istilah "syarh" digunakan
dalam disiplin ilmu lain, terutama dalam konteks hadis, untuk
menjelaskan arti, maksud, kandungan, atau pesan hadis.
Secara istilah, definisi "syarh al-hadis" adalah sebagai
berikut:
‫شرح شرح الحديث معاني األحاديث واملسائل بكل محتوياته‬
‫بما في ذلك القانون والحكمة‬

Artinya: “Syarh al-hadis adalah menjelaskan makna-makna


hadis dan mengeluarkanseluruh kandungannya, baik
hukum maupun hikmah.”
Definisi ini hanya menyangkut syarh terhadap matn
hadis, sedangkan definisi syarh yang mencakup semua

26
komponen hadis itu, baik sanad maupun matn-nya, adalah
sebagai berikut:
‫والحديث الشرع هو التوضيح صحة السند‬
،‫ وبيان معانيها‬،‫وعيوبه تفسير األحاديث‬
‫وإصدار القوانين‬

‫والحكمة‬

Artinya: “Syarah hadis adalah menjelaskan keshahihan dan


kecacatan sanad dan matan hadis, menjelaskan
maknamaknanya, dan mengeluarkan hukum dan
hikmahnya.”
Dengan definisi di atas, maka kegiatan penjelasan hadis
secara umum terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Menjelaskan kuantitas dan kualitas hadis, baik dari segi
sanad (rantai periwayatan) maupun matn (teks hadis).
Dalam langkah ini, dilakukan penjelasan mengenai jalur-
jalur periwayatan hadis, identitas dan karakteristik para
periwayat hadis, serta analisis matn hadis dari sudut
pandang kaidah kebahasaan.
2. Menguraikan makna dan maksud hadis. Langkah ini
meliputi penjelasan mengenai cara membaca lafal-lafal
tertentu dalam hadis, struktur kalimat hadis, makna
leksikal dan gramatikal dalam hadis, serta makna yang
dimaksudkan dalam hadis tersebut.
3. Mengungkap hukum dan hikmah yang terkandung dalam
hadis. Langkah ini meliputi penafsiran terhadap hukum

27
dan hikmah yang terkandung dalam teks hadis, baik yang
tersurat maupun yang tersirat.
Ketiga langkah tersebut memerlukan pemahaman
terhadap berbagai teori dan disiplin ilmu pengetahuan agar
dapat menghasilkan pemahaman hadis yang komprehensif.
Selain itu, kegiatan penjelasan hadis juga berkaitan dengan
upaya memahami ajaran Islam sesuai dengan teks dan
konteksnya, serta otoritas dan validitas hadis dari segi sanad
dan matn.
Dalam perkembangan pengetahuan yang terus
berlangsung, kegiatan penjelasan hadis dan penerapan ajaran
Islam yang kontekstual juga menuntut penggunaan metode dan
pendekatan yang sesuai dengan perkembangan pengetahuan
dan keadaan masyarakat.20

2. Kitab-kitab syarah Shahih Al-Bukhari


Berikut ini beberapa kitab syarah dari kitab-kitab hadits
yang utama. Kitab-kitab syarah Shahih Al-Bukhari antara lain:
a. A'laam Al-Hadits karya Imam Al-Khaththabi (wafat tahun
388 H)
b. Syarh Al-Nawawi 'ala Al-Bukhari (belum tuntas) karya
Imam Al-Nawawi (wafat tahun 676 H)
c. Al-Kawakib Al-Durari karya Imam Al-Karmani (wafat
tahun 786 H)

20
Mukhlis Mukhtar, “Syarh Al-Hadis Dan Fiqh Al-Hadis,” Ash-Shahabah:
Jurnal Pendidikan Studi Islam 4, no. 2 (2018): 109–18.

28
d. Fathul Baari (belum tuntas) karya Imam Ibnu Rajab Al-
Hanbali (wafat tahun 795 H)
e. Al-Taudhih karya Imam Ibnul Mulaqqin (wafat tahun 804
H)
f. Fathul Baari karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat
tahun 852 H)
g. 'Umdatul Qaarii karya Imam Badruddin Al-'Aini (wafat
tahun 855 H)
h. Irsyad Al-Saari karya Imam Al-Qasthalani (wafat tahun 923
H)
3. Kitab-kitab syarah Shahih Muslim antara lain:
a. Al-Mu'lim bi Fawa-id Muslim karya Imam Al-Maziri (wafat
tahun 536) yang belum tuntas, lalu kemudian dilanjutkan
oleh muridnya, Al-Qadhi 'Iyadh (wafat tahun 544 H),
dengan kitabnya Ikmal Al-Mu'lim li Fawa-id Muslim
b. Al-Mufhim karya Imam Abul 'Abbas Al-Qurthubi (wafat
tahun 656 H)
c. Al-Minhaj karya Imam Al-Nawawi (wafat tahun 676 H)
d. Ikmal Al-Ikmal karya Abu Abdillah Al-Ubay (wafat tahun
827 H)
e. Mukmil Ikmal Al-Ikmal karya Imam Al-Sanusi (wafat 895
H)
f. Al-Dibaj karya Imam Al-Suyuthi (wafat tahun 911 H)

29
Selain itu, terdapat pula kitab-kitab yang menggabungkan
hadits-hadits dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, antara
lain:
a. Al-Jam'u baina Al-Shahihain karya Imam Al-Humaidi
(wafat tahun 488 H)
b. Al-Jam'u baina Al-Shahihain karya Imam Al-Isybili (wafat
tahun 581 H)
c. Al-Jam'u baina Al-Shahihain karya Imam Al-Mushili (wafat
tahun 622 H)
Adapun kitab-kitab kontemporer yang menggabungkan
antara Shahih Bukhari dan Shahih Muslim antara lain:
a. Zaadul Muslim karya Syaikh Muhammad Al-Syinqithi
(wafat tahun 1362 H)
b. Al-Lu'lu' wa Al-Marjan karya Syaikh Muhammad Fuad
Abdul Baqi (wafat tahun 1388 H)
c. Al-Jaami' baina Al-Shahihain karya Syaikh Shalih ibn
Ahmad Al-Syaami
d. Al-Waafii baina Al-Shahihain karya Syaikh Shalih ibn
Ahmad Al-Syaami
4. Kitab-kitab syarah Sunan Abi Dawud antara lain:
a. Ma'alim Al-Sunan karya Imam Al-Khaththabi (wafat tahun
388 H)
b. Syarh Sunan Abi Dawud karya Imam Badruddin Al-'Aini
(wafat tahun 855 H)
c. Tahdzib Sunan Abi Dawud karya Imam Ibnul Qayyim

30
d. 'Aunul Ma'bud karya Syaikh Muhammad Syamsul Haqq
Abadi (wafat tahun 1329 H)
e. Al-Munhil Al-'Adzb Al-Mawrud karya Syaikh Mahmud
Khattab Al-Subki (wafat tahun 1352 H)
5. Kitab-kitab syarah Sunan Al-Tirmidzi antara lain:
a. 'Aaridhatul Ahwadzi karya Imam Ibnul 'Arabi (wafat tahun
543 H)
b. Al-Nafh Al-Syadzi karya Imam Ibn Sayyidinnas (wafat
tahun 734 H)
c. Quut Al-Mughtadzi karya Imam Al-Suyuthi (wafat tahun
911 H)
d. Tuhfatul Ahwadzi karya Syaikh Al-Mubarakfuri (wafat
tahun 1138 H)
6. Kitab-kitab syarah Sunan Al-Nasai antara lain:
a. Zahr Al-Rabbiy karya Imam Al-Suyuthi (wafat tahun 911
H)
b. Hasyiyah Al-Sindiy karya Imam Al-Suyuthi (wafat tahun
911 H)
c. Al-Ta'liqat Al-Salafiyah karya Syaikh Atha'illah Al-
Bahujayani
d. Dakhirah Al-'Uqbaa karya Syaikh Muhammad ibn 'Ali Al-
Atsyubi
7. Kitab-kitab syarah Sunan Ibn Majah antara lain:
a. Al-I'laam karya Imam 'Alaudin Mughaltawi (wafat tahun
762 H)

31
b. Maa tamussu ilaihi al-hajah karya Imam Ibnul Mulaqqin
(wafat tahun 804 H)
c. Al-Dibajah karya Imam Kamaluddin Ad-Damiri (wafat
tahun 808 H)
d. Kifayah Al-Hajah karya Imam Al-Sindiy (wafat tahun 1138
H)
8. Kitab-kitab syarah Muwaththa' Imam Malik antara lain:
a. Al-Muntaqa karya Imam Abul Waliid Al-Baajii
b. Al-Qabs karya Imam Ibnul 'Arabi (wafat tahun 514 H)
c. Al-Masalik karya Imam Ibnul 'Arabi (wafat tahun 514 H)
d. Tanwir Al-Hawalik karya Imam Al-Suyuthi (wafat tahun
911 H)
9. Kitab-kitab syarah Musnad Ahmad antara lain:
a. Al-Qawl Al-Musaddad karya Imam Ibnu Hajar Al-
Asqalani (wafat tahun 852 H)
b. Al-Dzub Al-Ahmad karya Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani
c. Hasyiyah 'ala Al-Musnad karya Imam Al-Sindiy (wafat
tahun 1138 H)
d. Bulughul 'Amaanii karya Syaikh Ahmad Al-Banna21

C. Cara Periwayat Menerima dan Meriwayatkan Hadis Nabi


Saw.

21
Abdur Rosyid, “Mengenal Kitab-Kitab Syarh Hadist”, diakses dari
https://menaraislam.com pada tanggal 20 November 2023 pukul 23:05

32
Proses penerimaan Hadis oleh seorang Rawi dari seorang
gurunya dan setelah dipahami, dihafal, dihayati, diamalkan,
ditulis, dan disampaikan kepada orang lain sebagai murid dengan
menyebutkan sumber pemberitaan riwayat tersebut merupakan
periwayatan Hadis. Dalam bahasa Indonesia, kata "Riwayat"
memiliki arti seperti cerita, sejarah, dan tambo. Menurut Ilmu
Hadis, periwayatan adalah kegiatan penerimaan dan
penyampaian Hadis, serta penyandaran Hadis itu kepada
rangkaian para periwayatan dengan bentuk-bentuk tertentu.
Seseorang yang telah menerima Hadis dari seorang periwayat
namun tidak menyampaikan Hadis tersebut kepada orang lain
disebut periwayat. Namun, jika orang tersebut menyampaikan
Hadis yang telah diterimanya oleh orang lain namun tidak
menyebutkan rangkaian para periwayatnya, maka orang tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai orang yang telah melakukan
periwayatan Hadis
Jadi ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwatan
Hadist yakni:
a. Kegiatan menerima Hadis dari periwayat Hadis
b. Kegiatan menyampaikan hadis itu kepada orang lain
c. Dan ketika hadis itu disampaikan, susunan rangkaian
periwayatnya disebutkan
Perbedaan cara periwayatan Hadis pada zaman Nabi dan
zaman sahabat Nabi serta periwayatan pada zaman sesudahnya
sangatlah jelas. Pada zaman Nabi, cara periwayatan Hadis lebih
terbatas dan memiliki syarat-syarat tertentu yang lebih sedikit

33
dibandingkan dengan periwayatan pada masa sesudahnya. Hal ini
disebabkan karena pada masa Nabi, belum ada bukti pasti
mengenai adanya pemalsuan Hadis dan seseorang lebih mudah
melakukan pemeriksaan apabila ada Hadis yang diragukan
kebenarannya. Namun, semakin jauh jarak waktu dan masa hidup
Nabi, semakin sulit pula pengujian kebenaran suatu Hadis.
Pada umumnya Ulama membagi tata cara atau sistem
penerimaan dan penyampaian hadis kepada delapan macam
yaitu:

a. “Sama Min Lafadz al-Syaikh”


Hal ini melibatkan mendengarkan langsung dari kata-kata
guru, baik melalui ucapan atau tidak, baik dari hafalan atau
dibaca dari tulisan, maupun mendengarkan dari balik hijab,
asalkan yakin bahwa suara yang didengar adalah suara guru,
kemudian disampaikan kepada orang lain.
Kualitas cara yang sama oleh mayoritas ulama dinilai tinggi,
karena lebih meyakinkan tentang pengungkapan riwayat.
Lafaz-lafaz yang digunakan oleh rawi dalam menyampaikan
Hadis berdasarkan cara yang sama adalah:
i. ‫= ن ا اخ بر ـ نى خ بر ا‬ Seorang telah mengabarkan

kepadaku/kami.
ii. ‫ = نا حد ـ ثنى حد‬Seorang telah bercerita kepadaku/kami.

iii. ‫= س معنا ـ س معت‬ Saya telah mendengar, kami telah

mendengar.

34
b. Al-Qira’ah ‘ala al-Syaikh (‘aradh)
yakni murid membaca Hadis didepan gurunya, baik ia sendiri
yang menyampaikan atau yang mendengar dan yang
meriwayatkan.
i. ‫ =لیھ قرات‬Saya membacakan dihadapannya.

ii. ‫= ق رئ على فالن وان ا اس مع‬ Dibacakan oleh seseorang

dihadapannya (guru) sedang saya mendengarkannya.


c. ‫ = حدثنا واخبر نا قرا ءة علیھ‬Telah mengabarkan/menceritakan

padaku secara pembacaan dihadapannya.

c. Ijazah
adalah pemberian izin dari seseorang kepada orang lain untuk
mengajarkan Hadis darinya atau dari kitab-kitabnya. Ini
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
i. Izin untuk meriwayatkan suatu yang tertentu kepada orang
tertentu
ii. Izin untuk meriwayatkan suatu yang tidak tertentu kepada
orang tertentu.
iii. Izin untuk meriwayatkan suatu yang tidak tertentu kepada
orang tertentu.
d. Munawalah adalah ketika seorang guru memberikan
kepada muridnya sebuah naskah asli atau salinan yang
telah dikoreksi untuk diriwayatkan.
e. Mukhtabah adalah ketika seorang guru menulis sendiri
atau meminta orang lain untuk menulis beberapa Hadis

35
untuk orang di tempat lain atau yang berada di
hadapannya.
f. Wijadah adalah ketika seseorang memperoleh tulisan
Hadis dari orang lain yang tidak diriwayatkan dengan
cara yang sama, qira'ah, atau lainnya, dari pemilik Hadis
atau pemilik tulisan tersebut.
g. Wishilah adalah ketika seseorang memberikan pesan
ketika akan meninggal atau bepergian dengan sebuah
kitab atau tulisan agar diriwayatkan.
h. I'lam adalah ketika seorang guru memberitahu muridnya
bahwa Hadis yang diriwayatkannya adalah riwayatnya
sendiri yang diterima dari seorang guru tanpa menyuruh
murid untuk meriwayatkannya.22

22
Sulaemang, “Teknik Periwayatan Hadis,” Al-Adl 1, no. 1 (2008).

36
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terdapat banyak sekali kitab-kitab hadis yang ada. Namun,
hanya ada beberapa kitab hadis yang dianggap dapat dijadikan
pedoman (mu’tabarah). Penting bagi para pengkaji hadis untuk
mengenal kitab-kitab hadis yang mu’tabarah ini sebagai
referensi dalam mempelajari ajaran-ajaran Islam, termasuk
hukum
Kitab-kitab hadis mu’tabarah tersebut antara lain Shahih
al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan an-
Nasa’i, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad,
Sunan al-Darimi, dan Muwaṭṭa’ Malik. Kesembilan kitab ini
dikenal sebagai Kutub as-Tis’ah (kitab yang sembilan).
Setiap kitab hadis tersebut memiliki kelebihan dan
sistematika penulisan yang berbeda-beda. Selain itu, setiap
kitab hadis ini juga telah dijelaskan oleh ulama-ulama
berikutnya.

B. Kritik dan Saran


Dari penulisan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunannya baik pada kerangka makalah, maupun

37
kelengkapan materi. Oleh karena itu, kami berharap para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran untuk bisa
dijadikan pelajaran dalam penulisan makalah selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
Mukhtar, Mukhlis. “Syarh Al-Hadis Dan Fiqh Al-Hadis.” Ash-
Shahabah: Jurnal Pendidikan Studi Islam 4, no. 2 (2018): 109–
18.
Sulaemang. “Teknik Periwayatan Hadis.” Al-Adl 1, no. 1 (2008).
Wahab Syakhrani, Abdul. “Kitab-Kitab Hadist Sesudah Abad Ke 3
H.” MUSHAF JOURNAL: Jurnal Ilmu Al Quran Dan Hadis 2, no.
1 (2022): 1–12. https://doi.org/10.54443/mushaf.v2i1.15.
Dosen Tafsir Hadits IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Hadis (Yogyakarta: Teras, 2003).
Muh. Zuhri, Hadits Nabi: Telaah Historis dan Metodologis
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, t.t.).
CD al-Maktabah al-Alfiyah li al-Sunnah al-Nabawiyah (Yordania:
Markaz al-Turâts, 1999)
` al-Rahmân, Abd, `Ilm Fahrasah al-Hadîts
‘Abd, Muhammad al-Azîz al-Khûlî, Miftah al-Sunnah wa al-Funûn
al-Hadîts (Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1980).
al-Rahman, Abd bin Abî Bakr al-Suyûthî, Tanwîr al-Hawâlik, juz I
(Kairo: Maktabah al-Tijâriyah Kubrâ, 1969).
al-`Asqalânî, Ibn Hajar, Muqaddimah Fath al-Bârî (Beirut: Dâr al-
Ma`rifah, 1980)
al-Nawâwî, Abû Zakariya Yahyâ bin Syaraf, Syarh al-Nawâwî `Ala
Shahîh Muslim, juz I (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-`Arabî, tth.)

38
Kristina, “6 Kitab yang temasuk kutubus sittah dan profil
penulisnya”, Diakses dari
https://www.detik.com/edu/detikpedia tanggal 20 November
2023
Media Mahasiswa Indonesia, “Mengenal lebih dalam kutubut tis’ah
menurut perspektif ilmu hadist”, diakses dari
https://mahasiswaindonesia.id/ tanggal 20 November 2023
Rosyid, Abdur, “Mengenal Kitab-Kitab Hadist”, diakses dari
https://menaraislam.com pada tanggal 20 November 2023
Rosyid, Abdur, “Mengenal Kitab-Kitab Syarh Hadist”, diakses dari
https://menaraislam.com pada tanggal 20 November 2023
Al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubalâ, juz. XVI
al-`Asqalânî, Ibn Hajar, Hâdi al-Syâri`, juz I (Kairo: tnp, t.t.)

39

Anda mungkin juga menyukai