Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Kitab Tafsir Klasik Tafsir Fath Al- Qadir Karya Al- Syaukani

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kitab Tafsir Klasik-
Modern

Dosen Pengampu : Fitah Jamaluluddin, S.Th.I., M.Ag.

Disusun oleh kelompok 14 :

Mohammad Dwi Ismanto (212104010003)

Ichtarom Haris (212104010043)

Rifdah Nur Afiifah (212104010041)

UNIVERSITAS ISLAM KIAI HAJI AHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN HUMANIORA

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

2023
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami diberikan kemudahan dalam
mengerjakan makalah yang berjudul “Kitab Tafsir Klasik Tafsir Fath Al- Qadir
Karya Al- Syaukani” guna memenuhi tugas mata kuliahilmu al – qur‟an dan tafsir
nusantara. Tak lupa Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Dalam menyelesaikan makalah ini, tentunya penyusun dibantu oleh


berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada Fitah
Jamaluluddin, S.Th.I., M.Ag. selaku dosen pembimbing mata kuliah, serta rekan
– rekan yang membantu dalam penyelesaian tugas ini. Semoga allah memberikan
balasan yang berlipat ganda, aamiin.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya.


Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar kedepannya penyusun bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat memberikan kemanfaatan baik bagi penyusun maupun bagi pembacanya.

Jember, 12 September 2023

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................2

Daftar Isi..................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Biografi Al-Syaukani....................................................................................3
B. Latar Belakang Penyusunan Kitab................................................................5
C. Sistematika Penafsiran..................................................................................6
D. Karakteristik Penafsiran................................................................................7
E. Kritik Tokoh Lain Terhadap Kitab..............................................................12
F. Contoh Penafsiran........................................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................15

A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab tafsir Al-Quran adalah kumpulan penjelasan dan interpretasi
terhadap teks suci Al-Quran, yang bertujuan untuk memahami makna,
hukum, dan pesan yang terkandung di dalamnya. Tafsir ini dilakukan oleh
para ulama Islam yang ahli dalam ilmu agama dan bahasa Arab. Tujuannya
adalah untuk membantu umat Islam memahami ajaran dan petunjuk yang
terkandung dalam Al-Quran agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Kitab tafsir Al-Quran memainkan peran penting dalam memperdalam
pemahaman terhadap ajaran Islam dan memberikan konteks historis serta
penafsiran ayat-ayat Al-Quran.
Telah diketahui secara umum dan telah disepakati oleh para ulama
bahwa ilmu yang paling mulia dan paling utama adalah ilmu tafsir, karenanya
menafsirkan perkataan Dzat yang maha kuat lagi maha kuasa, terlebih
kemuliaan ilmu ini terletak pada kekayaan dalilnya dan kedekatannya dengan
pemahaman dan penalaran. Oleh karenanya Imam al-Syaukani tertarik untuk
mengkajinya,
Oleh karena itu, banyak bermunculan kitab – kitab tafsir sebagai
hasil dari penafsiran mufassir. Dimana antara kitab tafsir yang satu dan yang
lainnya tidaklah sama. Maka dimakalah kali ini, pemateri ingin membahas
mengenai kitab tafsir klasik yang berjudul ”Kitab Tafsir Klasik Tafsir Fath
Al- Qadir Karya Al- Syaukani”. Semoga tulisan ini dapat diterima dan
bermanfaat bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Al-Syaukani ?
2. Apa latar belakang penyusunan kitab tersebut ?
3. Apa karakteristik penafsirannya ?
4. Bagaimana kritik tokoh lain terhadap tokoh maupun penafsiran ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Menjelaskan Bagaimana Biografi Al-Syaukani
2. Untuka Memaparkan latar belakang penyusunan kitab
3. Untuk Menjelaskan karakteristik penafsiran
4. Menjelaskan bagaimana kritik tokoh lain terhadap tokoh maupun
penafsiran

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Syaikh Abd. Rauf


Beliau memiliki nama lengkap Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad
ibn ‘Abdullâh ibn al-Hasan ibn Muhammad ibn Shalâh ibn ‘Ali ibn ‘Abdullâh
al-Syaukânî, al-Khaulâny, al-Shan’âny (Abû Abdillâh). Disebut Asy-
Syaukani karena dinisbatkan kepada Syaukan yaitu salah satu desa yang
berada di As- Suhamiyah, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitabnya al-
Badr al-Thali’. Selain itu, Imam al-Syaukani juga salah satu kabilah Haulan
yang terletak di distrik yang berada di daerah Yaman, jaraknya dengan daerah
Shana’a adalah sehari perjalanan. 1
Ulama ini lahir pada siang hari Senin 28 Dzulqa’dah pada tahun 1173
H di desa Shaukan dan wafat pada hari Rabu tanggal 27 Jumadilakhir tahun
1250H.2 Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab karangannya Badr Ath-
Thali', beliau merupakan keturunan dari Al Khaisyinatr Ibnu Zabbad.
Ayahnya merupakan seorang ulama besar dan juga seorang hakim di Shana’.
Asy-Syaukani belajar banyak dari ayahnya, sosok ayahnya yang menganggap
penting pendidikan rela membimbing dan mendukung pendidikan Asy-
Saukani dengan mengeluarkan banyak hartanya, hingga pada akhirnya
ayahnya wafat pada tahun 1221 H.
Selain di didik oleh orang tuanya, Imam al-Syaukani juga belajar
kepada para masyayikh di daerahnya seperti belajar kepada para syeikh ahli
qira’at sehingga ia khatam dalam menghafal al-Qur’an, dan bahkan ia telah
banyak menghafal isi kitab dalam berbagai disiplin ilmu. Sebagai contoh di
dalam catatannya ia telah menghafal Kitab al-Azhar yang dikarang oleh Imam
al-Mahdi, yang membahas tentang Zaidiyah, juga ia telah menghafal kitab

1
Imam Asy-Syaukani, “tafsir Fathul Qadir” hlm.31
2
Muhammad Ihsan, “METODOLOGI TAFSIR IMAM AL-SHAWKÂNÎ DALAM
KITAB FATH AL-QADÎR: Kajian terhadap Surah Al-Fâtihah”, Jurnal Hunafa Vol.5, No.
2, Agustus 2008:201-214

3
Mukhtashar al Ushaifiri, al-I’rab karangan al-Hariri, al-Kafiyah al-Syafiyah
karangan Ibnu al-Hajib, al-Talkhish karangan al-Qazwaini dan lain-lain.
Dari banyaknya guru Asy-Shaukani, beliau pernah menuntut ilmu
paling lama kepada Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Harazi, yatu selama
tiga beas tahun. Ditambah belajar tentang nahwu dan bahasa arab kepada
syaikh Isma’il bin al-Hasan, Abdullah bin Ismail al-Nahmi dan al-Qasim bin
Yahya al-Haulani dan lain-lain. Dalam keilmuan ilmu Hadist beliau belajar
kepada Ali bin Ibrahim bin Ahmad dan Abdul Qadir bin Ahmad, yang
meliputi hadits al-Bukhari, Shahih Muslim, Shaih al-Tirmidzi dan sebagian
al-Muwatha’ dan sebagian Sunan al-Nisa’i. Ia juga belajar kitab al-Muntaqa
Majdi bin Taimiyah dan Syarh Bulugh al-Maram kepada Abdul Qadir bin
Ahmad dan al-Hasan bin al-Magribi.
Dengan menimba ilmu kepada beragai tokoh alim ulama’ serta dengan
kecerdasan beliau, Asy Shaukani berhasil menjadi mujtahid yang alim dan
mulia, beliau juga dikenal sebagai mujtahid yang menguasai berbagai disiplin
keilmuan, bahkan menjadi seorang pembaharu dan reformis seperti halnya
Imam Malik, Ibnu Hanifah al-Nu’man, Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i dan
Ibnu Taimiyah. Selain itu, Al- Syaukani merupakan ulama berakidah salaf.
Padahal, beliau termasuk orang Yaman dan banyak belajar kepada para ulama
Zaidiyah, yang mana ulama Zaidiyah merupakan salah satu Madzhab Syi’ah
disana.3
Dengan keluasan ilmu Asy-Shaukani, beliau mengamalkan ilmunya
dengan menulis dan mengajar. Sehingga ia memiliki banyak murid dan
bahkan banyak dari mereka yang menjadi ulama dan seorang Qadhi. Seperti
Muhammad bin al-Hasan al-Sajni al-Dzimar, al-Hasan bin Ahmad Akisy al-
Dhamadi, Lutfullah bin Ahmad Hajaf al-Shana’ani, Abdurrahman bin Ahmad
alHaikali dan lain sebagainya.
Berikut merupakan karya karya beliau. Meskipun karya-karya al-
Syaukanî cukup banyak baik yang masih manuskrip maupun yang sudah
3
Ahmad Agus Salim, Abdul Kadir Riyadi, TAFSIR SYI’AH SEBAGAI DAKHIL:
KAJIAN KRITIK HUSEIN AL-DHAHABI ATAS TAFSIR FATH AL-QADIR, al-Munir:
Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022

4
dicetak, pada ke nyataan nya kami hanya menjumpai beberapa kitab saja yang
ada di beberapa perpustakaan lingkungan kita, yaitu:
1. Al-Fawaid al-Majmu’ah fi al-Ahudits al-Maudlu’ah.
2. Al-Badr al-Thali’ bi Mahasin Man Ba’da al-Qarn al-Sabi’.
3. Tuhfat al-Dzakirin Syarh ‘Iddati al-Hishn al-Hashin.
4. Nail al-Authar Syarh Muntaqa al Ahbar. Kitab ini merupakan syarh
dari kitab hadits-hadits hukum yang telah dihimpun oleh Ibn
Taimiyyah (w. 652 H). Karya ini merupakan kajian komprehensif
tentang hukum Islam. Di kitab ini, al-Syaukani tidak hanya mentakhrij
hadis, tapi juga memberikan hujjah hukum yang rajih menurut dirinya
dan ke banyakan menceritakan tentang ijtihad nya yang disinyalir
berbeda dengan ulama sebelumnya
5. Irsyad al-Fathila Tahqiq min ’Ilm al-Ushul.
6. Qatru al-Wali ‘ala Hadîts al-Wali yang telah ditahqiq oleh Ibrahim
Hilal.
7. Al-Dawa’ al-‘Âjil fi Daf’i al-‘Aduww al-Sah`il.
8. Al-Darary al-Maudhu’ah fi Syarh al-Darary al-Bahiyyah.
9. Al-Sa`il al-Jarrar al-Mutadaffaq ‘ala Hada’iq al-Azhar.
10. Fath al-Qadîr al-Jami’ baina Fannaiy al-Riwayah wa al-Dirayah min
Ilmi al-Tafsîr.4

B. Latar Belakang Penyusunan Kitab


Asy-Shaukani menegaskan bahwa banyak hadist yang membicarakan
tentang keutamaan Al-Qur’an. Dengan mengutip pendapat Al-Qurtubi, beliau
mengatakan bahwa orang islam harus mempelajari hukum-hukum di dalam
Al-Qur’an sehingga mereka memahami maksud dan hal-hal yang difardhukan
Allah kepada mereka, serta memberikan manfaat dan mengamalkan apa yang
dibacanya.

4
Muhammad Maryono,”IJTIHAD AL-SYAUKÂNÎ DALAM TAFSÎR FATH AL-QADÎR:TELAAH
ATAS AYAT-AYAT POLIGAMI”, al-adalah,vol.X, No. 2, 2011

5
Dari berbagai kitab yang beliau tulis Tafsir Fath al-Qadir al-Jami’
baina Fanni al-Riwayah wa al-Dirayah min ‘Ilmi al-Tafsir atau biasa disebut
dengan tafsir Fath al-Qadir merupakan salah satu karya Imam al-Syaukani
yang paling masyhur dikalangan para ulama, sampai sampai menurut A’jaj al-
Khatib mengatakan bahwa kitab tafsir Fath al-Qadir adalah salah satu kitab
tafsir yang terbaik dalam memadukan metode riwayah dan dirayah,
pembahasan di dalam kitab ini juga tajam dan akurat serta pembahasan dalam
bab dirayah yang sangat luas sehingga memuaskan para pembacanya. Kitab
ini juga banyak dijadiakan refrensi oleh para ulama, begitu yang dikatakan
oleh Husein al-Zahabi.
Adapun latar belakang mengapa Asy-Shaukani menyusun kitab ini
adalah karena telah diketahui secara umum dan telah disepakati oleh para
ulama bahwa ilmu yang paling mulia dan paling utama adalah ilmu tafsir,
karenanya menafsirkan perkataan Dzat yang maha kuat lagi maha kuasa,
terlebih kemuliaan ilmu ini terletak pada kekayaan dalilnya dan kedekatannya
dengan pemahaman dan penalaran.
Oleh karenanya Imam al-Syaukani tertarik untuk mengkajinya,
menyelaminya dan memasukinya dari berbagai pintu-pintunya terutama untuk
memantapkan diri dalam menempuh suatu metode yang benar-benar bisa
diterima oleh berbagai kalangan atau kelompok yaitu dengan melakukan
penggabungan (Riwayat dan Dirayah). Dimana menurut Imam al-Syaukani
pada umumnya mufassir terbagi menjadi dua kelompok dan menempuh dua
metode, yaitu kelompok pertama hanya memfokuskan penafsiran mereka
pada masalah riwayat saja dan sudah puas dengannya dan hanya
mengemukakan riwayat tersebut. Sedangkan kelompok kedua, hanya
memfokuskan pada sisi bahasa arab dan ilmu alatnya saja tanpa
mengemukakan sisi riwayatnya sekalipun. yang saling bertentangan dan juga
menjelaskan makna dari sisi bahasa arab, i’rab dan balaghah dan lain-lain.5

5
Ahmad Agus Salim,Abdul Kadir Riyadi, TAFSIR SYI’AH SEBAGAI DAKHIL: KAJIAN KRITIK
HUSEIN AL-DHAHABI ATAS TAFSIR FATH AL-QADIR , al-Munir:jurnal ilmu Al-Qur’an dan
tafsir,Volume 4, No. 2 Juli – Desember 2022

6
Dua kondisi di atas, tampaknya membuat keprihatinan al-Syaukânî.
Belum lagi kondisi masyarakat yang dalam melakukan praktek-praktek
keagamaan kerapkali bercampur dengan khurafat dan bid’ah. Di sisi lain ia
melihat kemunduran kekusaan Islam sudah semakin tak terelakan. Karenanya,
ia merasa terpanggil untuk turut serta memberikan pencerahan kepada umat
Islam. Baik terhadap para ulama yang senantiasa mendewakan model
penfsiran yang bertumpu pada bahasa maupun yang menganggap bahwa
model atau metode penafsiran ‘ala’ riwayatlah yang benar.
Oleh karenanya dikaranglah suatu kitab tafsir yang biasa dikenal tafsir
Fath al-Qadir, dengan tujuan untuk menyatukan atau menggabungkan kedua
cara tersebut yaitu Riwayat dan Bahasa/dirayah. Selain dengan dua cara
tersebut, al-Syaukani juga menambahkannya dengan cara yang lain yaitu
mentarjih beberapa penafsiran

D. Karakteristik Penafsiran
Jika membahas tentang kitab Fath Al-Qadir, seperti yang dicantumkan
didalam muqakadimahnya, Asy-Shaukani mengataan bahwa ia mulai
menulis kitab tafsir ini pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 1223 H. dan selesai
pada bulan Rajab tahun 1229 H. yaitu beliau menulis kitab ini selama tujuh
taun lamanya. Jika dilihat dari tahun penulisannya kitab tafsir ini bias di
sebut kitab tafsir klasik. Beliau menyebutkan bahwa dalam menulis kitab
ini beliau di pengaruhi oleh pendapat Abi Ja’far a-Nuhas, Ibn Atiyyah al-
Dimasqi, Ibn Atiyyah al-Andalusi, Al-Qurtubi, Al Zamakhshari dan lain
sebagainya.
Kitab ini dapat kita jumpai di al-Jami’ al-Kabir berjumlah enam jilid
besar, dengan nomor katalog 79, berkodekan “Tafsir”, dengan judul
Mathla’ al-Badrain wa Majma’ al-Bahrain. Sungguh telah salah jika
mengatakan bahwa kitab itu adalah karya lain dari al-Syaukani dalam
bidang tafsir. Menurut koreksi Abd. Al-Rahman ‘Umairah, kitab tersebut
dicetak dengan judul Fath al-Qadir, sementara makhthuthnya berjudul
Mathla’ al-Badrain. Kitab ini telah diterbitkan oleh penerbit Matba’ah al-

7
Baby al-Halaby, tahun, 1349 H. Adapun yang dijadikan rujukan dalam
tulisan ini adalah cetakan Riyad, Dar al-Nadwah al-‘Alamiyyah li Nasyr wa
al-Tauzi’, pada tahun 1426 H./2005 M. yang berjumlah lima jilid dalam
kemasan cukup besar.
a. Metode Penafsiran
Al-Syaukani dalam menulis tafsirnya yaitu tafsir fath al-Qadir
menggunakan metode tahlili. Al-Farmawi menyatakan tafsir tahlili adalah
suatu metode yang menjelaskan makna-makna kandungan ayat-ayat Al
Qur’an yang urutannya disesuaikan dengan tertib ayat yang terdapat dalam
mushaf Al-Qur’an, penjelasan makna-makna ayat, baik dilihat dari makna
kata atau penjelasan pada umumnya, susunan kalimatnya, asbab nuzul,
serta keterangan yang dikutip dari Nabi, sahabat, maupun tabi’in6
Sedangkan tafsir Fath al-Qadîr untuk atau dapat dinilai dalam kategori
tafsir yang menggunakan metode tahlili, menurut Muhammad Hasan ibn
Ahmad al-Ghumari secara rinci menyatakan sebagai berikut:
1. Menjelaskan makiyah dan madaniyah
2. Menjelaskan keutamaan surah
3. Menjelaskan huruf munqata’ah
4. Memperhatikan bahasa, asbab al-nuzul dan gramatika bahasanya
5. Menguraikan makna ayat secara global
6. Menutup tafsir suatu ayat dengan riwayah dan atsar
b. Sumber Penafsiran
Sumber penafsiran yang digunakan oleh al-Syaukani yaitu
menggabungkan atau memadukan antara bil ma’tsur dengan bil-ra’yi.
Menurut al-Syaukani begitu banyak hadis yang membicarakan keutamaan
Al Qur’an. Mengutip pendapat Al-Qurtubi, al-Syaukani mengatakan bahwa
orang-orang islam harus mempelajari hukum-hukum Al Qur’an sehingga
mereka memahami maksud dan hal-hal yang difardukan Allah kepada
mereka, memberikan manfaat dan mengamalkan dari apa yang dibacanya.

6
Muhammad Maryono,”IJTIHAD AL-SYAUKÂNÎ DALAM TAFSÎR FATH AL-QADÎR:TELAAH
ATAS AYAT-AYAT POLIGAMI”, al-adalah,vol.X, No. 2, 2011

8
Kitab tafsir ini dianggap sebagai salah satu dasar (kaidah) daari beberapa
kaidah tafsir dan merupakan salah satu referensi dari berbagai tafsir. Hal ini
tidak lain karena kitab tafsir ini memadukan antara tafsir bil-ra’yi dengan
tafsir bil-ma’tsur. Pembahan dalam bab ra’yi sangat tajam dan akurat dan
pembahasan dalam bab ma’tsurnya juga sangat luas 7. Langkah yang al-
Syaukani gunakan dalam kitab tafsirnya tersebut, mendapatkan respon yang
cukup baik oleh para ulama. Bahkan menjadi rujukan atau referensi bagi
kitab tafsir lainnya, karena menggabungkan antara dirayah ( ra’yi) dengan
baik dan riwayah (ma’tsur) dengan luas.
c. Corak Penafsiran
Dilihat dari corak penafsirannya, corak penafsiran yang digunakan
oleh al-Syaukani dalam kitab tafsirnya adalah lebih kepada corak Lughawi
(bahasa). Hak tersebut sebagaimana diakui sendiri al-Syaukani dalam
muqoddimah tafsirnya, “ aku juga akan banyak menjelaskan makna dari sisi
bahasa Arab, I’rab dan balagahnya”. Namun tidak menutup kemungkinan
bahwa dalam kitab tafsir Fath al-Qadir terdapat berbagai macam corak
seperti fiqih, teologi dan sebagainya. Dikarenakan keilmuan yang dimiliki
oleh al-Syaukani sangat luas dan mengusai berbagai jenis bidang keilmuan.
Hal itu juga diungkapkan oleh Husein al-Zahaby yang diungkapkan dalam
kitabnya al-tafsir wa al-Mufassirun yang mengkategorikan tafsir Faht al-
Qadir karya al-Syaukani tersebut sebagai tafsir bercorak teologi yang
beraliran Syiah Ziyadah8.
d. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan kitab tafsir, dikenal adanya sistematika, dan biasanya
dalam sistematika, paling tidak ada tiga pola. Pertama, sistematika
mushhafi, yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman atau
didasarkan pada tartib susunan ayatayat dalam mushhaf, dimulai dari surah
al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya.
7
Muhammad Ihsan, METODOLOGI TAFSIR IMAM AL-SHAWKÂNÎ DALAM KITAB FATH AL-
QADÎR:Kajian terhadap Surah Al-Fâtihah, jurnal Hunafa, Vol. 5, No. 2, 2008
8
Ahmad Agus Salim,Abdul Kadir Riyadi, TAFSIR SYI’AH SEBAGAI DAKHIL: KAJIAN KRITIK
HUSEIN AL-DHAHABI ATAS TAFSIR FATH AL-QADIR , al-Munir:jurnal ilmu Al-Qur’an dan
tafsir,Volume 4, No. 2 Juli – Desember 2022

9
Kedua, sistematika nuzulî, yaitu dalam menafsirkan Al-quran
berdasarkan kronologis turunnya surat-surat Alquran seperti yang
dilakukan oleh Muhammad ‘Izzah Darwazah dalam tafsirnya yang
berjudul al-Tafsir al-Hadîts.
Ketiga, sistematika maudlui, yaitu menafsirkan Alquran berdasarkan
topik-topik tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada
hubungannya dengan topik tertentu kemudian ditafsirkan. 9
Kemudian, mengenai kemasan tafsir Fath al-Qadir, al-Syaukani dalam
menulis tafsirnya terkemas dalam lima jilid besar menggunakan
sistematika mushhafî, yakni sistematika yang didasarkan pada tartib
susunan ayat-ayat Alquran.

F. Kritik ulama lain


Berikut kritik Husein al-Zahaby terhadap tafsir Syiah Zaidiyah khususnya
terhadap tafsir Fath al-Qadir karya Imam al-Syaukani:
Pertama, Imam al-Syaukani banyak menyebutkan riwayat-riwayat yang Mawdu’
(Palsu) maupun yang Dhaif (lemah), serta ia tidak memberikan komentar terhadap
riwayat-riwayat tersebut.
Husein al-Zahaby melihat bahwa al Syaukani menyebutkan riwayat dari Ibnu
‘Abbas sesungguhnya ia berkata: “bersedekahlah kepadaku dengan sebuah cincin dan
dia sedang ruku”, maka Nabi Muhammad SAW berkata untuk bertanya: “Siapa yang
memberimu cincin ini?” dia berkata: “itu dia seseorang sedang ruku”, maka Allah
menurunkan di dalamnya
‫ِاَّنَم ا َو ِلُّيُك ُم ُهّٰللا َو َرُسْو ُلٗه َو اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اَّلِذ ْيَن ُيِقْيُم ْو َن الَّص ٰل وَة َو ُيْؤ ُتْو َن الَّز ٰك وَة َو ُهْم ٰر ِكُعْو َن‬
Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada
Allah).
kemudian al-Syaukani membiarkan riwayat Mawdu’ itu dengan kesepakatan para
ahli ilmi dan tidak memberikan peringatan/komentar di dalamnya.

9
Muhammad Ihsan, “METODOLOGI TAFSIR IMAM AL-SHAWKÂNÎ DALAM KITAB FATH
AL-QADÎR: Kajian terhadap Surah Al-Fâtihah”, Jurnal Hunafa Vol.5, No. 2, Agustus 2008:201-214

10
Kedua, penafsiran al-Syaukani dalam kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha, khususnya
godaan yang dilakukan oleh Istri al-Aziz terhadap Nabi Yusuf. Dalam penafsiran
tersebut al-Syaukani menggunakan riwayat Israiliyyat dan bahkan penafsiranya
disebut khurafat oleh Muhammad al-Syahbah, karena sangat mustahil bagi seorang
Nabi melakukan sebuah tindakan memalukan dimana tindakannya hingga menduduki
istri orang lain, terlebih wanita tersebut merupakan istri dari seorang menteri yang
menolong Nabi Yusuf. Sehingga jika tidak diberi keterangan maupun komentar
terhadap penafsiran kisah ini, maka dapat membuat umat Islam ragu terhadap
kesucian Nabinya.
Ketiga, pandangan al-Syaukani terhadap ayat-ayat Mutasaabih, sebagaimana
diketahui sebelumnya bahwa al Syaukani beraqidah Salafi dan setiap yang ia
sebutkan terhadap lafadz-lafadz di dalam al-Qur’an, ia umpamakan sebagai Tasbiah
dan membawanya kepada makna haqiqinya dan menyerahkan bentuknya bagaimana
kepada Allah SWT. Adapun contoh penafsirannya yaitu: dalam surah al Baqarah ayat
255 ‫ َوِس َع ُك ْر ِس ُّيُه الَّس ٰم ٰو ِت َو اَاْلْر َۚض‬makna kursi yang tampak adalah benda sebagaiamana
yang disebutkan sifatnya oleh sejumlah Atsar yang akan diterangkan nanti. Sebagian
Salaf mengatakan bahwa, kursi disini adalah ungkapan tentang ilmu (pengetahuan
Allah). Darinya ucapan seorang penyair: “Terpancar pada mereka putihnya wajah-
wajah dan semerbaknya pengetahuan-pengetahuan tentang beritaberita saat kembali”
Pendapat tersebut di tarjih atau di unggulkan oleh Ibn Jarir al-Thabari. Ada juga
yang berpendapat bahwa : ‫ كرسيه‬adalah kekuasaanya dengannya Allah memegang
langit dan bumi, sebagaimana dikatakan, jadikan dinding ini sebagai kursi, yakni
sesuatu yang memagarinya. Ada juga yang berpendapat bahwa : ‫ الكرسى‬adalah Arsy.
Ada juga yang berpendapat ini sebagai gambaran tentang keagungannya, tidak ada
hakikatnya. Ada juga yang berpendapat ini sebagai ungkapan tentang kerajaan.
Namun pendapat yang benar adalah pendapat pertama, dan tidak ada landasan untuk
beralih kepada makna yang hakiki kecuali berdasarkan khayalan-khayalan yang
bertolak dari kejahilan dan kesesatan.
Keempat, pandangan al-Syaukani terhadap masalah al-Qur’an adalah makhluk,
menurut pandangan Husein al Zahaby bahwa al-Syaukani tidak puas terhadap
pandangan ahlu sunnah, dan juga tidak puas terhadap pandangan Mu’tazilah dalam

11
masalah kemakhlukan al-Qur’an, melainkan ia puas berada di antara para ulama
untuk berdiri di atas dalam masalah ini, maka ia tidak memberikan pendapatnya
secara tegas tentang hal ini, dan ia mulai menyalahkan orang-orang yang menyatakan
bahwa al Qur’an adalah Qadim atau Makhluk. Sebagaimana ia menafsirkan surah al-
Anbiya’ ayat 2:
‫ۙ َم ا َيْأِتْيِهْم ِّم ْن ِذ ْك ٍر ِّم ْن َّرِّبِهْم ُّم ْح َدٍث ِااَّل اْسَتَم ُعْو ُه َو ُهْم َيْلَعُبْو َن‬
Setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, mereka
mendengarkannya sambil bermain-main
dan telah disifatinya kata ‫ ال•••ذكر‬dengan “muhdatsin” dijadikan dalil dalam
menyatakan bahwa al-Qur’an adalah baru, karena maksud ‫ ال••ذكر‬disini adalah al-
Qur’an. Pandangan ini disanggah, bahwa tidak ada perdebatan mengenai Hudutsnya
(barunya) dari perpaduan suara dan huruf, kerena hal tersebut memang baru dalam
Nuzulnya (turunnya). Jadi, maknanya adalah baru diturunkan. Adapun perdebatan
tersebut adalah dalam hal perkataan.
Husein al-Zahaby selain memberikan kritikannya terhadap tafsir al-Syaukani ia
pun mengapresiasi dan mengakui bahwa Imam al-Syaukani merupakan seorang
ulama yang beraqidah Salaf yang membawa sifat-sifat Allah di dalam al-Qur’an dan
al-Sunnah secara haqiqi tanpa ta’wil dan tidak menyimpang. Sekalipun ia telah
banyak belajar dari para ulama Zaidiyah seperti Sayyid Abdul Qadir bin Ahmad bin
Abdul Qadir dan juga Ahmad bin Yahya yang di juluki al-Mahdi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Imam al Syaukani merupakan seorang alim ulama besar yang mulia,
beliau juga merupakan seorang mujtahid yang memiliki dan menguasai
berbagai disiplin keilmuan Selain itu dalam hidupnya ia selalu produktif,
hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya karya tulis yang ia miliki terutama
dalam berbagai disiplin ilmu ke Islaman. Ia lahir pada hari senin tanggal 28

12
Dzulqa’dah 1173 H dan wafat di Shan’a pada bulan Jumadil akhir tahun
1250 H.
Adapun metode yang digunakan al-Syaukani di dalam karya tafsirrnya
yaitu: dari sumber penafsirannya ia menggunakan tafsir bi al-Iqtirani, dari
metode penafsirannya ia menggunakan metode al-Tahlily, dari corak
penafsirannya ia menggunakan corak bahasa atau Ittijah al-Tafsir
alLughawi, dan dari sistematika penyusunan karya tafsirnya ia menggunkan
sistematika Tartib al-Mushafi
kritik Husein al-Zahaby terhadap tafsir Fath al-Qadir yaitu pertama,
terhadap riwayat-riwayat yang Mawdu’ (Palsu) maupun yang Dhaif
(lemah), serta tidak diberinya komentar terhadap riwayat-riwayat tersebut.
Kedua, terhadap penafsiran al-Syaukani dalam kisah Nabi Yusuf dan
Zulaikha, khususnya godaan yang dilakukan oleh Istri al-Aziz terhadap
Nabi Yusuf. Ketiga, terhadap ayatayat Mutasaabih yang di tafsirkan oleh al-
Syaukani yang mana ia sebutkan pada lafadz-lafadz di dalam al-Qur’an.
Keempat, terhadap pandangan al-Syaukani pada masalah alQur’an adalah
makhluk. Selain itu, meskipun Husein alZahaby memberikan kritikannya
terhadap tafsir al-Syaukani ia pun mengapresiasi dan mengakui bahwa
Imam alSyaukani merupakan seorang ulama yang beraqidah Salaf yang
membawa sifat-sifat Allah di dalam al-Qur’an dan alSunnah secara haqiqi
tanpa ta’wil dan tidak menyimpang.
B. Saran
Mungkin, hanya itu saja materi yang dapat dipaparkan. Penyusun
menyadari bahwa makalahnya ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu penyusun mohon kritik dan saran yang membangun agar penyusun bisa
lebih baik lagi kedepannya.

13
Daftar Pustaka

Imam Asy-Syaukani, “tafsir Fathul Qadir”


Ahmad Agus Salim,Abdul Kadir Riyadi, TAFSIR SYI’AH SEBAGAI DAKHIL:
KAJIAN KRITIK HUSEIN AL-DHAHABI ATAS TAFSIR FATH AL-
QADIR , al-Munir:jurnal ilmu Al-Qur’an dan tafsir,Volume 4, No. 2 Juli –
Desember 2022
Muhammad Ihsan, “METODOLOGI TAFSIR IMAM AL-SHAWKÂNÎ DALAM
KITAB FATH AL-QADÎR: Kajian terhadap Surah Al-Fâtihah”, Jurnal
Hunafa Vol.5, No. 2, Agustus 2008:201-214
Muhammad Maryono,”IJTIHAD AL-SYAUKÂNÎ DALAM TAFSÎR FATH AL-
QADÎR:TELAAH ATAS AYAT-AYAT POLIGAMI”, al-adalah,vol.X,
No. 2, 2011

14

Anda mungkin juga menyukai