Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH”


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam yang diampu
oleh Bapak Abdul Rozak, Lc, M.Ag

Disusun oleh :

1. Durrotul Layyinah A.N (2019080015)


2. Abdurrohman Abbas (2019080016)

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS SAINS ALQUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat taufiq,
hidayah, serta inayahnya kepada kita. Sehingga kita dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Ilmu Kalam yang diampu oleh Bapak Abdul Rozak, Lc, M.Ag.
Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
yang kita nantikan syafa’atnya di hari kiamat.

Penulis bersyukur atas terselesainya tugas makalah dari mata kuliah Ilmu
Kalam dengan judul “Ahlussunnah Waljama’ah”. Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulia
meminta maaf sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, khususnya


kepada dosen mata kuliah Ilmu Kalam, serta teman-teman prodi Ilmu Al Qur’an
dan Tafsir kelas 3A.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfa’at.

Wonosobo, 26 Oktober 2020

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................................
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

A. Pengertian assunnah ..............................................................................................


B. Kedudukan assunnah dan fungsinya......................................................................
C. Pembagian assunnah berdasarkan sanad...............................................................
D. Kehujjahan Hadits.................................................................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................

Kesimpulan....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah ?
2. Bagaimana sejarah Ahlussunnah wal Jama’ah ?
3. Apa pokok aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah ?
2. Mengetahui sejarah Ahlussunnah wal Jama’ah ?
3. Mengetahui pokok aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah ?

4
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Ahlussunnah Waljama’ah merupakan salah satu dari beberapa aliran


dalam ilmu kalam (teologi islam). Ahlussunnah wal jama’ah merupakan gabungan
dari kata ahl as-sunnah dan ahl al-jama’ah.

Ahlussunah wal jama’ah secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu
ahlu, assunnah dan al-jama’ah. Ahl dapat berarti ashab al-mazhab, yaitu “pemeluk
aliran” atau “pengikut mazhab”. Jika dikaitkan dengan mazhab atau aliran, as-
sunnah mempunyai arti at-thariqah, yaitu “jalan” Nabi dan tabi’in. adapun al-
jama’ah adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Jika kata ini dikaitkan
dengan sekte-sekte Islam, maka hanya berlaku di kalangan ahlus sunnah, karena
di kalangan khawarij ataupun Rafidhah belum dikenal dengan penggunaan kata
al-jama’ah. Sementara itu di kalangan Mu’tazilah tidak menerima ijma’sebagai
suatu produk hukum.1

Adapun secara terminologi, Ahlussunnah Wal Jama’ah berarti penganut


Sunah dan mayoritas umat. Sedangkan yang dimaksud mayoritas umat adalah
mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW.

Definisi Ahlussunnah wal jama’ah secara khusus, bisa dilihat dari definisi
yang dikemukakan oleh Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, dalam
Qanun Asasi li Jam’iyati Nahdlat al-Ulama’I, dimana beliau memberi batasan
bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah adalah golongan atau pengikut mazhab yang :

1. Dalam akidah, mengikuti salah satu dari Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan
Imam Abu Manshur al-Maturidi.

1
Said Aqil Siraj, Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: LKPSM, 1997), hal.
17-18.

5
2. Dalam Ubudiyah (praktik peribadatan) mengikuti salah satu mazhab
empat: Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad asy-Syafi’i, dan Ahmad
bin Hambal.
3. Dan dalam bertasawuf mengikuti salah satu dari dua imam: Qasim al-
Junaidi al-Baghdadi, dan Abu Hamid Muhammad al-Ghazali.

Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah
merupakan bagian dari definisi yang secara umum, karena pengertian
Asy’ariyyah, dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh
ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah, namun penamaan golongan
Asy’ariyah dengan nama Ahlussunnah wal jama’ah hanyalah sekadar memberikan
nama juz’ (sebagian) dengan menggunakan namanya kulli (keseluruhan).

b. Sejarah Ahlussunnah wal Jama’ah

Secara implisit (nilai dan kultur) embrio lahirnya gerakan Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah sejatinya sudah ada semenjak masa Rasulullah saw. Secara tegas
rasul mengatakan dalam hadis iftiraq (perpecahan umat) bahwa kelompok
yang konsisten terhadap ajaran Allah (firqah Najiyah) adalah orang-orang
yang setia mengikuti sunnah rasul dan sunnah para sahabatnya (ma ana ‘alaihi
wa ashabi). Namun secara lembaga dan gerakan secara organisasi Aswaja
lahir pada abad ketiga hijriyah disaat umat Islam berada di puncak keemasan
dalam bidang keilmuan dengan dipelopori dua orang deklarator yang
bermadzhab Hanafi dan bermadzhab Syafi’i yaitu Abu Hasan al-Asy’ary yang
bermadzhab Syafi’i dan Abu Mansur al-Maturidy yang bermadzhab Hanafi.
Sementara pencetus nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah semenjak kurun
pertama umat Islam yaitu seorang sahabat Nabi yang bernama Ibnu Abbas
disaat menafsirkan ayat QS Ali Imran:106 yang artinya sebagai berikut: “Pada
hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang
hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada
mereka dikatakan): Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu
rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu. Adapun orang yang putih

6
wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang
hitam wajahnya mereka adalah ahlu bid’ah dan sesat.”

Kemudian istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini diikuti dan perlahan
mulai dipupulerkan oleh mayoritas ulama Salaf di antaranya:

1) Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata,


“Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah
seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”

2) Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku


wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik,
karena mereka adalah al-ghuraba’(orang yang terasing). Alangkah sedikitnya
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

3) Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah (wafat th. 187 H) berkata: “…Berkata


Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”

4) Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (hidup th. 157-224 H)


berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan: “…Maka sesungguhnya
apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang
kesempurnaan iman, bertambah dan berkurangnya iman dan engkau
menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui
tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian…”

5) Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah (hidup th. 164-241 H), beliau
berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul
‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai
pengikut Sunnah Rasul dan para Sahabatnya, dari semenjak zaman para
Shahabat Radhiyallahu Ajmai’in hingga pada masa sekarang ini…”

6) Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata:


“…Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum
mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama
yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah

7
wal Jama’ah berpendapat bahwa ahli Surga akan melihat Allah sesuai dengan
berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

7) Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah


(239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang
masyhur (‘Aqidah Thahawiyah): “…Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Aswaja merupakan sintesa dari berbagai paham Islam yang ada, Aswaja
yang dipelopori dua orang deklarator yang berbeda madzhab tersebut berdiri
diantara gerakan Islam simbolis dan subtansialis, antara gerakan Islam
normatif tekstualis dan rasionalis kontekstualis, antara gerakan Islam liberalis
dan fundamentalis.

Aswaja sebagai raison d’etre keyakinan umat Islam seantero jagad raya
merupakan sebuah faham yang senantiasa berpegang teguh terhadap nilai-nilai
keislaman dan kebangsaan agar tidak terjadi tumpang tindih antara keduanya,
Agama (Islam) dan Negara merupakan dua gugus instansi sosial yang saling
melengkapi antara satu dengan yang lain, al-Ghazali mengatakan bahwa
antara kedua instansi sosial tersebut terjalin hubungan simbiosa, artinya agama
(Islam) membutuhkan Negara untuk mengembangkan dirinya begitu pula
negara meniscayakan agama (Islam) sebagai pembingbing etika dan moral
agar dapat menjaga stabilitas dirinya. artinya menurut al-Ghazali diantara dua
instansi sosial tersebut terjalin simbiosa dan berhubungan secara paralel
sebagaimana pararelisme antara Nabi dan Raja dan berhubungan erat seperti
dua anak kembar yang lahir dari satu rahim (Tawamun).

Dalam konteks ini, Aswaja tetap konsisten menjaga keutuhan komposisi


trilogi Islam yaitu sebagai idea di langit (wahyu), realita di bumi, dan citra.
Aswaja tidak berkehendak untuk menjadi orang yang paling Islam sendiri
sehingga memaksakan negara Indonesia sebagai negara Islam dan juga tidak
berkehendak untuk memaksakan Islam sebagai satu-satunya faham agama
yang ada dalam Indonesia sehingga harus mereduksi segala ragam kebudayaan

8
dan kearifan lokal di dalamnya. Aswaja juga tetap tidak membiarkan negara
ini menjadi negara yang tidak bertuhan dan tidak beragama. Aswaja tetap
dengan prinsip dasarnya menjadi penengah untuk menjembatani segala faham
yang di nilai akan meruntuhkan sendi-sendi Islam. Aswaja tetap berpegang
teguh terhadap kebenaran dengan mencoba mengkompromikan antara nilai-
nilai kebangsaan dengan keislaman sehingga menjadi sesuatu yang utuh dan
kokoh sehingga keduanya bisa seiring sejalan, searah dan satu tujuan, saling
melengkapi antara satu dengan yang lain sehingga terjalin hubungan yang
harmonis dan dinamis dalam mewujudkan negara yang Baldatun Thayyibatun
wa Rabbun Ghafur. Sehingga dari perkawinan antara keduanya aswaja mampu
melahirkan dan mewujudkan romantisme antara agama dan negara.

c. Pokok aqidah Ahlussunnah wal jama’ah

1. Pahamnya tentang seorang Muslim dalam hal dosa

Golongan Aswaja berpendapat bahwa suatu golongan dapat dianggap atau


diakui sebagai muslim apabila memenuhi tiga syarat, yaitu mengucapkan dua
kalimat syahadat dengan lisannya. Dan ucapan itu diikuti kepercayaan dengan
hatinya. Kemudian juga dibuktikan dengan amal nyata.2 Jadi seseorang dapat
dikatakan sebagai mukmin sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan
tersebut.

2. Tentang sifat-sifat Allah SWT

Menurut Aswaja Allah itu Ahad (satu), unik, qadim, dan wujud. Dia bukan
substansi, bukan tubuh, bukan oksigen, tidak terbatasi oleh arah dan ruang. Dia
memiliki sifat-sifat seperti mengetahui, hidup berkuasa, berkehendak, mendengar,
melihat, dan lain-lain. Menurutnya, prinsip-prinsip bahwa Tuhan itu unik dan
pada dasarnya berbeda dari sifat-sifat makhluk doktrin “mukhalafah” atau
perbedaan mutlak.

Berdasarkan doktrin ini, bila suatu sifat diaplikasikan kepada Tuhan, maka
sifat tersebut mesti dipahami secara unik dan jangan dipahami seperti kita
2
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 58.

9
memahaminya terhadap makhluk. Karena doktrin “Mukhalafah” inilah,
Ahlussunnah berpendirian bahwa kita tidak boleh menyebut sifat Tuhan selain
daripada yang termaktub secara jelas di dalam al-Qur’an. Sifat-sifat Tuhan
berbeda dengan sifat makhluk, bukan dalam tingkatan, tetapi dalam jenisnya
yakni dalam segenap hakikatnya.3

3. Tentang melihat dzat Allah di akhirat

Ahlus sunnah berkeyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah


dengan mata kepala sendiri, kelak di akhirat. Keyakinan ini termasuk salahsatu
wujud iman kepada Allah, kitab-kitabNya, dan rasul-rasulNya. Mereka akan
melihatnya secara jelas.

4. Tentang perbuatan manusia

Ahlussunnah mengatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan yang


berpengaruh atas segala perbuatannya dengan izin Allah SWT. Manusia juga
mempunyai pilihan ikhtiar, tapi manusia dipaksa atas pilihannya. Kemampuan
manusia tidak berpengaruh secara asli atas amal perbuatannya, hanya seperti
tangan yang lumpuh. Karena itu, manusia tidak bisa berbuat apa-apa, jika tidak
digariskan oleh izin dan kekuasaan Allah SWT, namun demikian, meskipun
segala sesuatu sudah ditentukan Allah, manusia masih diberi kewenangan untuk
berusaha (ikhtiar).

5. Tentang keadilan Allah SWT

Mengenai konsep keadilan Allah SWT, Ahlussunnah berpendapat bahwa


Allah SWT pencipta segala perbuatan hamba-Nya. Dia berkehendak atas
terjadinya segala perbuatan makhluk-Nya, baik maupun buruk. Apabila seorang
hamba bermaksud akan berbuat sesuatu, maka Allah menentukan apa yang
dikerjakan oleh hamba tersebut, atas perbuatannya itu, si hamba mempunyai kasb.
Menurut Ahlussunnah, kasb ialah berbarengannya kemampuan si hamba dengan
perbuatannya. Jadi hamba hanya punya kasb, sedangkan perbuatannya sendiri
diciptakan Allah SWT.
3
M.M Sharif, Aliran-aliran Filsafat Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2004), hal. 63.

10
6. Tentang janji dan ancaman

Dasar pemikiran Ahlussunnah ialah bahwa Allah SWT itu pemilik mutlak atas
semua makhluk-Nya. Dia berbuat apa saja yang Dia kehendaki dan menghakimi
segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Andaikata Allah memasukkan makhluk-
Nya ke dalam surge semua, hal itu bukanlah suatu ketidakadilan. Sebaliknya jika
Allah memasukkan semua ke dalam neraka, hal itu bukanlah suatu kedzaliman,
sebab yang dinamakan dzalim ialah memperlakukan sesuatu yang bukan
miliknya, atau meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Sedangkan Allah
adalah pemilik mutlak atas segala sesuatu, sehingga tidak bisa digambarkan
timbulnya kedzaliman dari pada-Nya4.

4
Zainuddin, Ilmu Tauhid, hal. 63.

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

12
DAFTAR PUSTAKA

 Dr. KH. Muchotob Hamzah, MM, dkk, Pengantar Studi ASWAJA AN-
NAHDLIYAH (Wonosobo: UNSIQ PRESS, 2017).
 Said Aqil Siraj, Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Lintas Sejarah,
(Yogyakarta: LKPSM, 1997).
 Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991).
 M.M Sharif, Aliran-aliran Filsafat Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia,
2004).

13

Anda mungkin juga menyukai