Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM KLASIK


(ASY’ARIYAH dan MATURIDIYAH)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Noor Hayati, S.Pd, M.Ag

IAIN PEKALONGAN

Disusun Oleh :

1. Artanti Talitha Nurfiona (4220077)


2. Nur Afifatul Arbaiyah (4220085)
3. Edi Saputra (4220100)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2020/2021
i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah filsafat umum.
Tidak lupa shalawat serta salam kami sampaikan kepada Rasulullah SAW. yang syafa’atnya
kita nantikan kelak.
Kami berharap makalah kami yang berjudul “Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam Klasik
(Asy’Ariyah dan Maturidiyah)” dapat menjadi referensi bagi pihak yang membutuhkan
informasi tentang hal yang terkait. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan
sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat tentunya masih banyak kekurangan. Kami
menerima segala bentuk kritik dan saran demi penyempurnaan makalah yang kami telah kami
susun. Apabila terdapat kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekalongan, 20 September 2020

Penulis

i
ii

Daftar Isi
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. SEJARAH AHLUSSUNAH WAL JAMAAH................................................3
B. SEJARAH AHLUSSUNAH ASY’ARIYAH.................................................3
C. TOKOH AHLUSSUNAH ASY’ARIYAH.....................................................4
D. PEMIKIRAN AHLUSSUNAH ASY’ARIYAH.......................................................6
E. SEJARAH AHLUSSUNAH MATURIDIYAH........................................................6
F. TOKOH AHLASSUNAH MATURIDIYAH...........................................................6
G. PEMIKIRAN AHLASSUNAH MATURIDIYAH
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................9

ii
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Islam masuk ke Indonesia sejak zaman Khulafaur Rasyidin tepatnya pada masa Khalifah
Utsman bin Affan. Penyebaran Islam di Indonesia masuk melalui dua jalur utama yaitu Jalur
Selatan yang bermadzhab Syafi’i (Arab, Yaman, India, Pakistan, Bangladesh, Malaka,
Indonesia) dan Jalur Utara (Jalur Sutara) yang bermadzhab Hanafi (Turki, persia,
Kazakhstan, Uzbekistan, Afganistan, Cina, Malaka, Indonesia). Penyebaran Islam semakin
berhasil, khususnya di Pulau Jawa sejak abad ke-13 oleh Wali Sanga. Dari murid – murid
Wali Sanga inilah kemudian secara turun – temurun menghasilkan Ulama – ulama besar di
wilayah Nusantara seperti Syaikhuna Khoil Bangkalan (Madura), Syaikh Arsyad Al Banjari
(Banjar, Kalimantan, Syaikh Yusuf Sulawesi, dan lain – lain.
Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian
keislaman –merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya
semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin
secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang
diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada
masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita
yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan
pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang
senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya. Jika
hal ini mampu kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah); yakni
kebebasan berfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif (hurriyah al-
irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah).
Selama kurun waktu berdirinya (1926) hingga sekitar tahun 1994, pengertian Aswaja
tersebut bertahan di tubuh Nahdlatul Ulama. Baru pada sekitar pertengahan dekade 1990
tersebut, muncul gugatan yang mempertanyakan, tepatkah Aswaja dianut sebagai madzhab,
atau lebih tepat dipergunakan dengan cara lain?1

1
Ibrahim Lubis,Sejarah Ahlassunah Waljamaah, Maret 2011. (Diakses pada tanggal 21 September 2020 pada
pukul 14.20 melalui laman http://sejarah-ahlussunnah-wal-jamaah.html )

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana munculnya tokoh Ahlasunnah?
2. Bagaimana pemikiran tokoh Ahlassunah Asy’Ariyah?
3. Bagaimana pemikiran tokoh Ahlassunah Maturidiyah?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memudahkan pembaca yang ingin mengetahui informasi
tentang sejarah munculnya paham Ahlusunnah wal jama'ah dan pemikiran tokoh Ahlusunnah
wal jama'ah

2
BAB II
Isi
A. SEJARAH AHLUSSUNAH WAL JAMAAH
Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi
tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan
Ahlus sunnah wal Jama‟ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan. Ada sebuah
hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:
“Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan ummatku terpecah
menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Para
Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu
golongan dimana Aku dan Shahabatku berada.”
Ahlus sunnah wal jama‟ah adalah suatu golongan yang menganut syariat
islam yang berdasarkan pada al qur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila tidak ada
dasar hukum pada alqur`an dan hadis Inilah kemudian kita sampai pada pengertian
Ahlusunah Wal Jamah. 2.
Ahlussunah membahas ajaran-ajaran dasar dalam teologi Islam. Dari sekian
banyak aliran teologi Islam yang dimasukkan sebagai aliran Ahl al-Sunnah wa al-
Jama’ah adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah3.

B. SEJARAH AHLUSSUNAH ASY’ARIYAH


Pada abad ke III H, banyak sekali ulama-ulama mu'tazilah mengajar di Basrah,
Kuffah dan baghdad. Ada 3 orang khalifah Abasiyah yaitu Ma'num bin Harun ar-Rasyit, Al-
Mu'tasim, dan Alwasiq adalah khalifah-khalifah yang menganut faham mu'tazilah atau
sekurangnya penyokong-penyokong yang utama dari golongan Mu'tazilah.
Dalam sejarah dinyatakan pada jaman itu terjadilah apa yang dinamakan "fitnah al-
qur'an makhluk" yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak sefaham dengan faham
mu'tazilah.

2
Imah Kotimah, “Ahlassunah Wal Jamaah”,2016. (diakses pada tanggal 21 September 2020 pukul
11.18 melalui laman https://www.academia.edu )
3
Datu Syaikhu, Pemikiran Kalam Ahlusunnah, 26 Oktober 2010. (Diakses pada tanggal 21 September 2020
pukul 11.20 melalui laman https://aliboron.wordpress.com/2010/10/26/pemikiran-kalam-ahlussunnah/ )
4

Pada masa  Abu Hasan al-Asy'ari muda remaja ulama-ulama mu'tazilah sangat
banyak di Basrah, kuffah dan bagdad. Masa itu masa gemilang-gemilang bagi mereka, karena
fahamnay di sokong oleh perintahan. Imam Abu Hasan termasuk salah seorangpemuda yang
belajar kepada seorang syeh dari mu'tazilah  yaitu muhammad bin abdul wahab al jabai, ini
bukan muhammad bin abduh wahab pembangun mazhab wahabi di nejdi. Imam Abu hasan
asy'ari malihat, bahwa pada kaum mu'tazilah banyak terdapat kesalah besar, banyak
bertentangan dengan I'tiqat dan kepercayaan nabi muhammad Saw dan sahabat-sahabat beliau
dan banyak yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadist.
Maka dengan itu bellau keluar dari mu'tazilah dan taubat kepada Tuhan atas kesalahan-
kesalahannya yang lalu, bukan saja begitu, tetapi beliau tampil kemuka digaris depan untuk
melawan dan mengalahkan kaum mu'tazilah yang salah itu. Beliau mengumpulkan sebaik-
baiknya dari qur'an dan hadist faham-faham atau I'tiqat Nabi Muhammad Saw dan sahabat
nabi, diperinci dengan sebaik-baiknya
Keistimewaan Imam Abu Hasan Asy-ari dalam menegakkan fahamnya ialah dengan
mengutamakan dalil-dalil dari qur'an dan hadist dan juga dengan pertimbangan aqal dan
pikiran, tidak seperti kaum mu'tazilah yang mendasarkan pikirannya kepada akal dan falsafah
yang berasal dari Yunani dalam membicarakan Usluddin dan tidak pula seperti kaum
Mujasimah (kaum yang menyerupakan Tuhan dan mahkluk) yang memegang arti lahir dari
qur'an dan hadist, sehingga sampai menyatakan Tuhan bertangan, Tuhan bermuka, Tuhan
duduk di atas arsy, dan lain-lain sebagainya.

C. TOKOH AHLUSSUNAH ASY’ARIYAH

1. Al-Ghazali (450-505 H/1056-1111M)


2. Al-Imam Fakhurarrazi (544-606/1150-1210)
3. Abu Ishaq al-Isfirayini (w 418/1027)
4. Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M)
5. Abu Ishaq asy-Syirahi (293-476 H/ 1003-1083 M)

D. PEMIKIRAN AHLUSSUNAH ASY’ARIYAH


1. Tuhan dan Sifatnya.
Al-as'ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat di
bandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat Allah berbeda dengan
Allah sendiri, tetapi-sejauh dengan menyangkut realitasnya (hagigah) tidak terpisah dari
esensinya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.
2. Pelaku Dosa Besar
Balasan di akhirat kelak pelaku dosa besar apabila ia meninggalkan dan tidak dapat
bertaubat, maka menurut Al-asy'ari, hal itu bergantung pada kebijakan tuhan yang maha
berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa itu
mendapat syafaat nabi Saw, sehingga terlepas dari siksaan neraka sesuai dengan ukuran
dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-
orang kafir lainnya. Stelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, dia akan di maksudkan
kedalam surga.
3. Iman dan Kufur
Al-Asy'ari berkata: Iman secara esensial adalah tashdiq bin al-janan membenarkan
dengan kalbu
5

4. PerbuatanTuhan
Menurut aliran Asy-ariyah, paham kewajiban Tuhan berbuat baik manusia,
sebagaimana dikatakan kaum mu'tazilah, tidak dapat di terima karena bertentangan
dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlah Tuhan. Aliran Al-asy'ariah berpendapat
bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang
tersebut Al-Qur'an dan Hadist. Disini timbullah persoalan bagi Asy'ariyah karena di
dalam Al-Qur'an dikatakan tagas bahwa siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka.
Untuk mangatasi ini, kata-kata Arab, "man alaldzina" dan sebainya yang menggambarkan
arti siapa, diberi interpretasi oleh As-Asy'ari, bukan semua orang tetapi sebagian. Dengan
demikian kata siapa dalam ayat "Barang siapa menelan harta anak yatim piatu dengan
cara tidak adil, maka ia sebanarnya menelan api masuk kedam perutnya "mengandung
bukan seluruh, tetapi sebagian orang yang menelan harta anak yatim. Adapun yang
sebagian lagi akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak tuhan,
dengan interprestasi demikianlah.
5. Perbuatan Manusia
Pada prinsipnya, aliran Asy-ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia di ciptakan
Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mengujudkan. Allah
menciptakan perbuatan manusia dan menciptakan pula pada diri manusia daya untuk
melahirkan perbuatan tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptaan Allah dan
merupakan kasb bagi manusia.
6. Kehendak mutlak tuhan dan keadilan tuhan.
Kaum Asy'ariyah, karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat
bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat
sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena
kepentingan manusia atau tujuan yang lain.
Mereka mengartikan keadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang
sebenarnya,yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta
mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, keadilan tuhan
mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan
dapat berbuat sekehendak hati-Nya. Tuhan dapat memberi pahala kepada hambanya atau
memberi siksa dengan sekehendak hatinya,dan itu semua adalah adil bagi tuhan.
Aliran Asy'ariyah yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kecil dan
manusia tidak mempunyai kebebasan atas kehendak dan perbuatanya, mengemukakan
bahwa kekuasaan dan kehendak dan perbuatannya, mengemukakan kekuasaan dan
kehendak mutlak tuhan haruslah berlaku semutlak-mutlaknya. Al-asy'ari sendiri Tuhan
yang dapat membuat hukum serta menentukan apa yang boleh dibuat Tuhan. Malah lebih
jauh di katakan oleh asy'ari, kalau emang tuhan menginginkan, ia dapat saja meletakkan
beban yang tak terpikul oleh manusia.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran Asy'ariyah
memberi makna keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan memiliki kekuasaan
mutlak terhadap makhluknya dan dapat berbuat sekehendak hatinya. Dengan demikian,
ketidak-adilan di fahami dalam arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendaknya terhadap
makhluk-Nya atau dengan kata lain di katakan tidak adil bila di pahami Tuhan tidak lagi
berkuasa mutlak terhadap milik-Nya4.

4
Muksalmina Mta, Sejaran dan Pemikiran Golongan Asy-Ariyah, 30 Desember 2013. (Diakses pada tanggal 21
September 2020 pukul 11.27 melalui laman https://www.kompasiana.com/ )
6

E. SEJARAH AHLUSSUNAH MATURIDIYAH


Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama
pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku
terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran
maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama
aliran ini.
Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi
daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapai paham-
paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam yang dipandangnya tidak
sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara'. 

Munculnya aliran Maturidiyah bersama-sama dengan Asy'ariyah sebagai reaksi


terhadap aliran Mu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang
diidentifikasikan sebagai kelompok ahl- al sunnah wal al jamaah yang kelihatannya terdapat
perbedaan-perbedaan paham di antara keduanya. Sekalipun perbedaannya tidak terlalu jauh.
Pada aliran Maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan
pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand dan Bukhara.
1.      Kelompok Samarkand adalah pengikut Abu Mansur Muhammad al-Maturidi, di mana  
paham-paham teologinya lebih dekat kepada Mu'tazilah yang rasional.
2.      Kelompok Bukhara adalah pengikut dari Yusar Muhammad al-Bazdawi yang
pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-Asy'ariyah yang
tradisional.

F. TOKOH AHLASSUNAH MATURIDIYAH


1. Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi 
2. Imam Abu Mansur Al-Maturidi

G. PEMIKIRAN AHLASSUNAH MATURIDIYAH


1. Kemampuan Akal Manusia
Dalam hal ini Bazdawi sepaham dengan Maturidi yaitu akal mampu mengetahui
adanya Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kendati demikian sebelum datangnya
keterangan wahyu, tidaklah ada kewajiban untuk mengetahui Tuhan dan bersyukur
kepadanya, serta tidak ada kewajiban untuk mengerjakan perbuatan baik atau menjadi
perbuatan jahat. Kewajiban-kewajiban kata bazdawi ditentukan hanya oleh tuhan dan
ketentuan-ketentuan itu dapat diketahui melalui wahyu.
2. Perbuatan Manusia
Al-Bazdawi membedakan dengan jelas antara perbuatan Tuhan (Maf’ul) dengan
perbuatan manusia (Fi’l). menurut al bazdawi perbuatan tuhan itu adalah menciptakan
perbuatan manusia; sedangkan perbuatan manusia (daya) itu adalah melakukan perbuatan
Tuhan.
Al Bazdawi dalam hal ini mengambil contoh tentang duduk. Duduk adalah ciptaan
Tuhan, namun melakukan hal itu perwujudan daya manusia dalam bentuk perbuatan. Jadi
duduknya manusia pada suatu tempat duduk itu hakekatnya melakukan perbuatan ciptaan
Tuhan dan merupakan perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya. Dalam hal ini al
Bazdawi (Maturidi Bukhara) tidak berbeda pendapat dengan Abu Mansur (Maturidi
Samarkand).
7

3.Kehendak dan Kekuasaan Tuhan


Bazdawi menegaskan bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja
yang dikehendaki Nya dan menentukan segala-gala Nya, menurut kehendak Nya. Dan Tuhan
pasti memenuhi wa’adNya yakni memenuhi janji untuk memberi upah kepada orang yang
berbuat baik.
Al Bazdawi dalam hal ini berpendapat : Tuhan tidak mungkin tidak memenuhi
janjiNya  kepada manusia yang berbuat baik dan tidak mungkin pula meninggalkan
ancamanNya terhadap yang berbuat jahat. Karena tidak mungkin, maka dengan kata lain
Tuhan menjadi wajib memenuhi janji dan ancamanNya.
4.Sifat-sifat Tuhan
Menurut Bazdawi sifat-sifat tuhan itu kekal melalui kekuatan yang terdapat dalam
dzat Nya, dan bukan melalui sifat-sifat itu sendiri. Tuhan bersama sifat-sifat-Nya kekal, tapi
sifat-sifat itu tidaklah kekal karena diri mereka.
5.Ayat-ayat Tasybih
Tangan tuhan menurut bazdawi sifat bukan anggota badan Tuhan yaitu sama dengan sifat lain
seperti pengetahuan, daya dan kemauan.
6.Ru’yatullah
Dalam hal ini Bazdawi sependapat dengan Asy’ari bahwa tidak mustahil Tuhan dapat
dilihat nanti dengan mata kepala di akhirat. Ia dilihat nanti menerut apa yang dikehendaki
Nya.
7.Al Quran
Bazdawi mengemukakan bahwa Al Quran bukanlah sabda tuhan, tapi merupakan
tanda dari sabda tuhan. Al Quran disebut sabda (kalam) Tuhan hanya dalam arti kiasan, bukan
dalam arti yang sebenarnya2.

2.2
Fatturokhman, Tokoh Pemikiran Al-Maturidiyah dan Pemikirannya. 11 November 2012. (Diakses pada
tanggal 21 September 2020 pukul 13.37 melalui laman
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/11/tokoh-aliran-al-maturidiyah-dan-pemikirannya/ )
BAB III
Kesimpulan
Dalam sejarah agama Islam , telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan
umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya dan sampai saat ini perbedaan
tersebut masih tumbuh dengan suburnya. Kenyataan ini sudah dijelaskan oleh
Rosulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Auf bin Malik 
"Yahudi telah berpecah menjadi 71 golongan, satu golongan di surga dan 70 golongan di
neraka. Dan Nashara telah berpecah belah menjadi 72 golongan, 71 golongan di neraka dan
satu di surga. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya umatku ini pasti
akan berpecah belah menjadi 73 golongan, satu golongan di surga dan 72 golongan di
neraka." Lalu beliau ditanya: "Wahai Rasulullah siapakah mereka ?" Beliau menjawab: "Al
Jamaah." (HR. Sunan Ibnu Majah).
Islam sebagai agama islam yang diturunkan untuk manusia, yang didalamnya terdapat
pedoman serta aturan yang menuntun manusia membawa kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Serta dalam agama islam terdapat tiga sendi utama dalam agama islam dilihat dari
tataran sisi keilmuan, yaitu iman, islam dan ihsan.
“Ahlu Sunnah Wal Jamaah” adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup
Rasulallah Saw. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada
sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu
Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin „Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim Lubis.2011.Sejarah Ahlassunah Waljamaah. (Diakses pada tanggal 21 September


2020 melalui laman http://sejarah-ahlussunnah-wal-jamaah.html)
Muksalmina Mta.2013.Sejarah dan Pemikiran Golongan Asy-Ariyah. (Diakses pada tanggal
21 September 2020 melalui laman https://www.kompasiana.com/ )
Fatturokhman.2012.Tokoh Pemikiran Al-Maturidiyah dan Pemikirannya. (Diakses pada
tanggal 21 September 2020 melalui laman
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/11/tokoh-aliran-al-maturidiyah-dan-
pemikirannya/ )

Anda mungkin juga menyukai