Aswaja Dalam Kajian Historis Dan Perkembangannya (Pada Era Tabi'in Dan Tabi'at at Tabi'in)
Aswaja Dalam Kajian Historis Dan Perkembangannya (Pada Era Tabi'in Dan Tabi'at at Tabi'in)
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Sara Ardila
BIMIBNGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM
SEMESTER V
X
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Aswaja Dalam Kajian Historis Dan Perkembangannya (Pada Era Tabi’in Dan
Tabi’at At Tabi’in)” ini tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................2
A. KESIMPULAN...........................................................................17
B. SARAN.......................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sunni atau Ahl al-Sunnah Wa al- Jama’ah atau terkadang juga dikenal dengan
sebutan ASWAJA merupakan paham yang berdasarkan pada tradisi Nabi
Muhammad SAW, di samping berdasar pada Al Qur’an sebagai sumber hukum
Islam yang pertama. Sunni lebih dikenal dengan sebutan Ahl al-Sunnah Wa al-
Jama’ah. Ahl al-sunnah memiliki makna orang-orang yang mengikuti sunah Nabi,
dan wal Jama’ah berarti mayoritas umat. Dengan demikan makna kata Ahl al-
Sunnah Wa al- Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunah Nabi
Muhammad SAW dan mayoritas sahabat, baik dalam syariat (hukum agama
Islam) maupun aqidah (kepercayaan)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Aswaja ?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Aswaja Versi Nu?
3. Apa Ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Aswaja
2. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Aswaja Versi Nu
3. Untuk mengetahui Ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama’ah sudah lazim
dipakai dalam tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan
bahkan sebagai sebutan bagi sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat
dalam surat-surat Al-Ma’mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada
tahun 218 H, sebelum Al-Asy’ari sendiri lahir, tercantum kutipan kalimat wa
nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri dengan sunnah),
dan kalimat ahlul haq wad din wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan
jama’ah).2
Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama’ah sudah lazim
dipakai dalam tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan
bahkan sebagai sebutan bagi sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat
dalam surat-surat Al-Ma’mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada
tahun 218 H, sebelum Al-Asy’ari sendiri lahir, tercantum kutipan kalimat wa
nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri dengan sunnah),
dan kalimat ahlul haq wad din wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan
jama’ah).3
1
Dendy Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2008), cet. I, hal. 963.
2
Harold. Titus dkk.,Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 122
3
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir di Sekolah-Sekolah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984),
hal. 60.
2
3
Karena faktor dari kedua tokoh tersebut, Aswaja juga dikenal dengan
istilah al-Asy’ariyyun dan al-Maturidiyyun. Berkait dengan hal tersebut perlu
diketahui bahwa mayoritas umat Islam di negeri kita, terlebih lagi kaum
Nahdliyyin (NU), dan wilayah-wilayah Asia Tenggara lainnya, adalah
Asy’ariyyun. Sebagai catatan buat kita, bahwa meskipun kedua ulama
tersebut dikenal sebagai pencetus dan sekaligus pembela faham Aswaja,
namun di antara keduanya ada perbedaan-perbedaan yang bersifat far’iyyah
(cabang), bukan dalam masalah-masalah pokok aqiedah; Al-Asy’ari lebih
condong ke faham Jabariyah sementara al-Maturidi lebih condong ke faham
Qadariyah. (Alangkah baiknya bila mana kita dapat mempelajari konsep
6
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Pres,
2008), hal. 65.
7
KH. Hasyim Asy‟ari, Al-Qanun Al-Asasi; Risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, terjemah oleh
Zainul Hakim, (Jember: Darus Sholah, 2006), hal.16.
5
8
Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis,(Jakarta: Pustaka Cendikia
Muda,2008), hal. 9.
7
9
Marwan Ja’far, Ahlussunnah Wal Jama’ah; Telaah Historis dan Kontekstual, hal. 81.
10
Said Aqil Siraj dalam Muhammad Idrus Ramli, Pengantar Sejarah Ahlussunah Wal Jama’ah
(Jakarta: Khalista, 2011), hal. 26.
8
Prinsip dasar yang menjadi ciri khas paham Ahlus sunnah wal
jama’ah adalah tawassuth, tawazzun, ta’adul, dan tasamuh; moderat,
seimbang dan netral, serta toleran. Sikap pertengahan seperti inilah
yang dinilai paling selamat, selain bahwa Allah telah menjelaskan
bahwa umat Nabi Muhammad adalah ummat wasath, umat
pertengahan yang adil (QS. AlBaqarah : 143). Harus diakui bahwa
pandangan Said Aqil Siradj tentang Aswaja yang dijadikan sebagai
manhaj al fikr memang banyak mendapatkan tentangan dari berbagai
pihak meskipun juga tidak sedikit yg memberikan apresiasi. Apalagi
sejak kyai Said mengeluarkan karyanya yang berjudul “Ahlussunnah
wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis”. Meskipun banyak sekali yang
menentang pemikiran Said Aqil Sirodj dalam memahami Aswaja
dalam konteks saat ini, akan tetapi harus diakui bahwa paradigma
yang digunakan Said Aqil Siradj dalam menafsiri Aswaja patut
untuk dihormati.
11
Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, Multazam al-thobi‘u wan-Nasru Darul Fkr al-‗Araby, 1958, hal 317
9
teologi dan fiqih. Inilah realitas sejarah perjalanan umat Islam. Dan perlu
untuk diketahui bahwa mayoritas umat Islam di dunia ini adalah berfaham
Aswaja (kaum Sunni).
12
Marwan Ja‟far, Ahlussunnah Wal Jama’ah; Telaah Historis dan Kontekstual, (Yogyakarta:
LKiS, 2010), Cet. Pertama, hal. 81.
10
Istilah Fiqh diderivasi dari kata faqqaha yufaqqhihu fiqhan yang berarti
pemahaman.20 Yang dimaksud adalah pemahamahaman tentang hokum
islam yang bersumber dari Al-quran dan Hadits.
13
A.Djazuli dan I.Nurol Aen, Ushul Fiqh (Metodologi Hukum Islam, PT.Raja Grafindo
Persada,Jakarta 2000,h. 109-110.
14
Abu Zahroh, Muhammad, Ushut Fiqih, alih bahasa Saifullah Ma'shum, Pustaka Firdaus, Jakarta,
1994. Hal 307
11
Pada masa hidupnya nabi Muhammad SAW, umat islam pada saat itu
mendapatkan ajaran islam secara langsung dari rasulullah SAW, Termasuk
persoalanpersoalan keagamaan yang berkaitan dengna hokum islam,
secara langsung dijelaskan oleh beeliau. Setelah wafatnya nabi
Muhammad SAW Umat islam pada saat itu kehilang sumber langsung
untuk konsultasi tentang persoalanpesoalan keagamaan dan yang lainnya
yang berkaitan dengan hokum islam, sementara seiring berjalan waktu
persoalan yang terjadi semakin banyak, untuk itu maka menjadi penting
adanya upaya untuk menemukan ketetapan hokum tentang persoalan-
persoalan yang tidak ditemukan nashnya secara jelas didalam alquran dan
hdits. Dengan alasan tersebut, Para sahabat rasulullah hususnya
Khalafaurrasyidin menjadi penerus dari rasulullah SAW dalam kontek
kagamaan yang berijtihad memberikan pejelasan dari persoalan-persoalan
keagamaan yang didasarkan pada nash yang sudah ada.
2. Aqidah
15
TIM PWNU Jawatimur, Aswaja Al-Nahdliyah, Surabaya Khalista 2007. Hal 24
16
Tim harakah islamiah, buku aswaj, harakah islamiah. Tth hal 28
13
17
Hasan al-Banna, Aqidah Islam, terj. H. Hassan Baidlowi, Bandung: alMa‘arif, 1983, hal. 9.
18
Salahuddin Wahid, et al., Menggagas NU Masa Depan, (Surabaya: Khalista, 2008), hal.143
14
3. Tasawuf
19
Lihat di KH. Hasyim Asyári, Risalah Ahlu Sunnah Hal 12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Aswaja muncul sebagai reaksi terhadap faham kelompok Mu’tazilah,
yang dikenal sebagai “kaum rasionalis Islam” yang ekstrim. Kelompok ini
mengedepankan pemahaman teologi Islam yang bersifat rasionalis (‘aqli)
dan liberalis. Faham Mu’tazilah ini antara lain dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran filsafati dari Yunani.
2. Semua itu tiada lain adalah merupakan warisan para wali (pendakwah
Islam) yang telah berjasa dalam penyebaran Islam di Tanah Air kita ini.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, pola pikir NU yang didasari dengan nilai-
nilai tersebut dapat dinilai sebagai suatu cara yang paling efektif, feasible,
akurat dan tepat. Hal ini dimaksudkan bahwa eksistensi NU, baik secara
kelembagaan (jam’iyyah/organisasi), perkumpulan (jama’ah-jama’ah),
ajaran (pemahaman keagamaan) maupun kultur keagamaan dan
kemasyarakatannya dapat diterima bahkan didukung dan diikuti oleh
sebagian besar umat Islam Indonesia.
3. Ajaran aswaja antara Fiqih,Aqidah dan Tasawuf
B. SARAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahdali, Sayyid Mohd Aqil Ali (2013) Ahlus Sunnah Wal Jamaah, PTS
Publications Riduan Mohamad Nor dan Ahmad Adnan Fadhil, (2009) Siri
Serangan Pemikiran: Islam Liberal dan Pluralisme Agama (Kuala Lumpur:
Jundi Resources.
Ugi Suharto, (2007) Pemikiran Islam Liberal: Pembahasan Isuisu Sentral (Shah
Alam: Dewan Pustaka Fajar.
17