Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
1. Devita (2011003153)
2. Wahyu Muflissah (2011003144)
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................
Daftar Isi........................................................................................
BAB I Pendahuluan
BAB II Pembahasan
Daftar Pustaka...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“ apa yang dilihat orang Muslim baik, maka hal itu baik disisi Allah.” (HR.
Malik).
Kendati demikian, amaliah dan ritual keagamaan kaum Nahdliyin seperti
itu, sering mengobsesi sebagian pihak untuk menganggapnya sebagai praktik-
praktik sengkritisme, mitisme, khurafat, bid’ah bahkan syirik.
Anggapan demikian sebenarnya lebih merupakan subyektifitas akibat
terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit dan dangkal serta tidak benar-
benar memahami hakikat amaliah dan ritual-ritual hukum Nahdliyyin tersebut.
Pihak-pihak yang seperti ini, wajar apabila kemudian dengan mudah melontarkan
‘tuduhan’ bid’ah atau syirik terhadap amaliah dan ritualitas kaum Nahdliyyin,
seperti ritual tahlilan, peringatan Maulid Nabi, Istighfar, Pembacan berzanji,
Manaqib, Ziarah kubur, dan amaliah-amaliah lainnya.
Tuduhan-tuduhan bid’ah seperti itu, sangat tidak berdasar baik secara dalil
maupun ilmiah, dan lebih merupakan sikap yang mencerminkan kedangkalan
pemahaman keislaman. Sebab sekalipun terdapat kaidah fiqh yang menyatakan:
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, saya akan merumuskan masalah yang akan dibahas, yaitu:
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tradisi
2. Budaya
3. NU
4
Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UIII Press,
1998).cet.1.hlm.7.
5
Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit.hlm.169.
6
SUNADI,dkk, Ahlussunnah Wal Jamaah Materi Dasar Nahdlatul
‘Ulama’(MDNU), (Jepara: Pimpinan Cabang Lembaga Pendidikan Ma’arif NU,
2011).hlm.2.
a. At-Tawasuth dan I’tidal, yaitu sikap tengah dengan inti keadilan dalam
kehidupan.
b. At-Tasamuh, yaitu toleran dalam perbedaan, toleran dalam urusan
kemasyarakatan dan kebudayaan.
c. At-Tawazun, yaitu keseimbangan beribadah kepada Allah swt dan
berkhidmah kepada sesama manusia serta keselarasan masa lalu, masa
kini, dan masa depan.
d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar, yaitu mendorong perbuatan baik dan
mencegah hal-hal yang merendahkan nilai-nilai kehidupan (mencegah
kemungkaran).
Selama ini kita maklum, bahwa sebelum hadirnya dakwah Islam yang
diusung para wali (walisongo), masyarakta Jawa adalah pemeluk taat agama
Hindu dan juga pelaku budaya Jawa yang kental dengan nuansa Hinduisme
sampai sekarang masih di-ugemi (pedomani) sebagian masayarakat Indonesia8.
7
Abu Abdillah, Argumen Ahlussunnah Wal Jamaah, (Tangerang Selatan: Pustaka
Ta’awun, 2011).cet,II. Hlm.v.
8
Nurhidayat Muhammad, Lebih Dalam Tentang NU, (Surabay: Bina
Aswaja,2012). Cet. I. hlm. 2.
Mengikis budaya yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan sudah
mengakar kuat, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh perjuangan
yang ekstra keras tentunya. Sebagian dari mereka memilih jalan dakwah dengan
langsung mengajarkan dan menerapkan syari’at Islam kepada masyarakat.
Budaya dan praktek syirik yang tak sejalan dengan syari’at Islam langsung
dibabat habis. Dan ada pula yang menggunakan pendekatan sosial budaya dengan
cara yang lebih halus: dengan cara mengalir mengikuti tradisi masuarakat tanpa
harus terhanyut.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Seorang nabi yang diutus oleh
Allah dengan membaca sebagian ayat al-Qur’an dan menyebutkan sebagian
sifat-sifat nabi yang mulia, ini adalah perkara yang penuh berkah dan kebaikan
yang agung, jika memang perayaan tersebut terhindar dari bid’ah sayyiah yang
dicela oleh syara’.
2. Haul
10
https://www.nu.or.id/post/read/124167/maulid-sejarah-tradisi-dan-dalilnya
ب َرفَ َع ِ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُزوْ ُر قَ ْت َل ُأ ُح ٍد فِ ْى ُك ِّل َحوْ ٍل َواِ َذا لَقَاهُ ْم بِال َش ْع
َ ِال ْال َواقِ ِد َو َكانَ َرسُوْ ُل هللا َ َق
ْ
ار َو َكانَ اَبُوْ بَ ْك ٍر يَ ْف َع ُل ِمث َل َذالِكَ َو َك َذالِكَ ُع َم ُر ِ صبَرْ تُ ْم فَنِ ْع َم ُع ْقبَى ال َّدَ صوْ تَهُ يَقُوْ ُل ال َّساَل ُم َعلَ ْي ُك ْم بِ َماَ
ُض َي هللا َ َ ُّ
ِ ب َسيِّ ِد الشهَدَا ِء َح ْمزة َر ِ ِ َوفِى َمنَاق-ال َ ْ َ َ
َ ْج البَ غ ِة – اِلى ان ق َ اَل ْ َ ْ ُ َّ
ِ بْنُ ا طا
َلخ ْ
ِ َوفِى نه. َب ث َّم عُث َمان
ْأ ُأ ْأ َّ ْ
س ُك ِّل ِ صاَل ةُ َوالساَل ُم يَ تِي قُبُوْ َر ال ُّشهَدَا ِء بِ ُح ٍد َعلَى َر َّ َو َكانَ َعلَ ْي ِه ال:َع ْنهُ لِل َّسيِّ ِد َج ْعفَ ِر البَرْ َز ْن ِْجي قَا ِل
الخ- َحوْ ٍل.
Dalil kedua , al-fatawa al-Kubra, juz II hlm, 18 : Ahkam al-fukaha, juz III,
hlm. 41-42 :
ْث اَنَّهَا تَ ْشتَ ُِم غَالِبًا َعلَى ُ َحي،ْض ْاالَوْ لِيَا ِء َو ْال ُعلَ َما ِء ِم َّما اَل يَ ْنهَاهُ ال َّش ِر ْي َعةُ ْال ُغرَّا ُء
ِ ِذ ْك َر يَوْ ِم ْال َوفَا ِة لِبَع
ْأ َ َ َوت،ثَاَل ثَ ِة ُأ ُموْ ٍر ِم ْنهَا ِزيَا َرةُ ْالقُبُوْ ِر
ُ َو ِم ْنهَا قِ َراَة،ُب َو ِكاَل هُ َما َغ ْي ُر َم ْن ِه ٍّي َع ْنه ِ ار ِ ق بِاْل َم ُكوْ ِل َو ْال َم َش ُ ص ُّد
َّ
ك الط ِر ْيقَتِ ِه ُ ِّ ْ
ِ ْك َم ْستَحْ َس ٌن لِل َحث َغلَى ُسلو َ ِلو ْع ِد ال ِّد ْينِي َوقَ ْد ي ُْذ َك ُر فِ ْي ِه َمنَاقِبُ ال ُمتَ َوفى َو َذال
َّ ْ َ ْالقُرْ آ ِن َو ْا
ِ ارةُ شَرْ َح ِي ْال ُعبَا
:ب َ َ ِعب:ُْال َمحْ ُموْ َد ِة َك َما فِى ْالج ُْز ِء الثَّانِى ِمنَ ْالفَت َِوى ْال ُكب َْرى اِل ِ ْب ِن َح َج ٍر َونَصَّ ِعبَاَرتُه
-اِلى ا ْن قَا َل-ص َّوبَهُ ْاالَ ْسن َِوي
َ َ َ ع َوِ ْار َو َج َز َم بِ ِه فِى ْال َمجْ ُموِ َويَحْ ُر ُم النَّ ْدبُ َم َع ْالبُ َكا ِء َك َما َح َكاهُ فِى ْاالَ ْذ َك
ك طَ ِر ْيقَتِ ِه َو ُحسْنُ الظَّنِّ بِ ِه بَلْ ِه َي ِح ْينَِئ ٍذ ِ ْث َعلَى ُسلُو ِّ ح لِ ْل َحٍ ِصال َ ْع اَو ٍ ب عَالِ ٍم َو َرِ اِاَّل ِذ ْك ُر َمنَا ِك
َ ْ
َّحابَ ِة َو َغي ِْر ِه ْم ِمنَ ال ُعل َما ِء َ ْ ْ ُأ
َ بِالطَّا َع ِة َأ ْشبَهُ لِ َما يَن َش َعنهَا ِمنَ البِ ِّر َوال َخي ِْر َو ِمن ث َّم َما َزا َل َكثِ ْي ًر ِمنَ الص
ْ ْ ْ
ٍ ار ِم ْن َغي ِْر اِ ْن َك
ار ِ ص َ يَ ْف َعلُوْ نَهَا َعلَى َم َمرِّ ْا ِال ْع.
Memperingati hari wafat para wali dan para ulama termasuk amal
yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu biasanya
mengandung sedikitnya 3 hal : ziarah kubur, sedekah makanan dan
minuman dan keduanya tidak dilarang agama. Sedang unsur ketiga adalah
karena ada acara baca al’qur’an dan nasehat keagamaan. Kadang
dituturkan juga manaqib ( biografi ) orang yang telah meninggal. Cara ini
baik baik untuk mendorong orang lain untuk mengikuti jalan terpuji yang
telah dilakukan si mayit, sebagaimana telah disebutkan dalam qitab fatawa
al-Kubara,juz II, Ibnu Hajar, yang teksnya adalah ungkapan terperinci dari
al-Ubab adalah haram meratapi mayit sambil menangis seperti diceritakan
dalam kitab al-Azkar dan dipedomani dalam al-Majmu’, al-Asnawi
membenarkan cerita ini. Sampai pernyatan …kecuali menuturkan biografi
orfang alim yang Wira’i dan sleh guna mendorong orang mengikuti
jalannya dan berbaik sangka dengannya. Juga agar orang bisa lagsung
berbuat taat, melakukan kebaikan seperti jalan yang telah dilalui
almarhum. Inilah sebabnya sebian sahabat dan ulama selalu melakukan hal
ini sekian kurun waktu tanpa ada yang mengingkarinya.
Dari dalil-diatas dapat disimpulkan bahwa peringatan haul itu dapat
dibenarkan secara syara’.
2. Tawassul
Praktik tawasul menjadi diskusi yang tak kunjung selesai. Kajian
tawasul menjadi bahan perdebatan terus menerus karena memang masing-
masing pihak yang terlibat berpijak di tempat berbeda. Secara umum
praktik tawasul dianjurkan dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 35:
َيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوا ْبتَ ُغوا ِإلَ ْي ِه ْال َو ِسيلَة
اس َع ال َك َر ِم
ِ ضى يَا َو ِ يَا َربِّ بِال ُمصْ طَفَى بَلِّ ْغ َمقَا
َ ص َدنَا َوا ْغفِرْ لَنَا َما َم
Yâ rabbi bil mushthafâ, balligh maqâshidanâ, waghfir lanâ mâ
madhâ, yâ wâsi‘al karami.
Artinya, “Tuhanku, berkat kemuliaan kekasih pilihan-Mu
Rasulullah, sampaikanlah hajat kami. Ampunilah dosa kami yang telah
lalu, wahai Tuhan Maha Pemurah.”
Praktik tawasul seperti ini sering disalahpahami oleh sejumlah
orang. Tidak heran kalau sebagian orang mengharamkan praktik tawasul
seperti ini karena menurutnya praktik tawasul mengandung kemusyrikan.
Untuk menghindari kepasalahpahaman itu dan menghindari terjadinya
kemusyrikan, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan
dengan rinci hal-hal terkait tawasul yang perlu diketahui. Pandangan ini
yang menjadi pijakan dan keyakinan paham Ahlussunah wal Jamaah
sebagai berikut:
،الى¹¹بحانه وتع¹¹ه إلى هللا س¹¹واب التوج¹اب من أب¹ أن التوسل هو أحد طرق الدعاء وب:أوال
رب¹¹يلة للتق¹¹طة ووس¹¹ والمتوسَّل به إنما هي واس،فالمقصود األصلي الحقيقي هو هللا سبحانه وتعالى
ومن اعتقد غير ذلك فقد أشرك،إلى هللا سبحانه وتعالى
Artinya, “Pertama, tawasul adalah salah satu cara doa dan salah
satu pintu tawajuh kepada Allah SWT. Tujuan hakikinya itu adalah Allah.
Sedangkan sesuatu yang dijadikan tawasul hanya bermakna jembatan dan
wasilah untuk taqarrub kepada-Nya. Siapa saja yang meyakini di luar
pengertian ini tentu jatuh dalam kemusyrikan,” (Lihat Sayyid Muhammad
bin Alwi bin Abbas Al-Hasani Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahhah,
Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah, tanpa catatan tahun, halaman
123-124). Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan secara
jelas pada poin pertama bahwa tawasul adalah salah satu bentuk doa.
Artinya, tawasul masih berada dalam lingkaran ibadah kepada Allah yang
disebut doa. Sementara pada poin berikut ini dijelaskan bahwa wasilah
atau al-mutawassal bih mesti sesuatu atau seseorang adalah kekasih-Nya
atau sesuatu yang diridhai-Nya.
أن المتوسِّل ما توسل بهذه الواسطة إال لمحبته لها واعتقاده أن هللا سبحانه وتعالى:ثانيا
ولو ظهر خالف ذلك لكان أبعد الناس عنها وأشد الناس كراهة لها،يحبه
Artinya, “Kedua, orang yang bertawasul takkan menyertakan
wasilahnya dalam doa kecuali karena rasa cintanya kepada wasilah
tersebut dan karena keyakinannya bahwa Allah juga mencintainya. Kalau
yang muncul berlainan dengan pengertian ini, niscaya ia adalah orang
yang paling jauh dan paling benci dengan wasilahnya.” Pada poin ketiga,
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengingatkan bahwa wasilah atau
al-mutawassal bih tidak memiliki daya apapun. Kuasa dan daya hanyalah
milik Allah Yang Maha Esa. Orang yang meyakini bahwa wasilah atau al-
mutawassal bih dapat memberi pengaruh pada realitas telah jatuh dalam
kemusykiran yang dilarang Allah SWT.
أن المتوسِّل لو اعتقد أن من توسل به إلى هللا ينفع ويضر بنفسه مثل هللا أو دونه فقد:ثالثا
أشرك
Artinya, “Ketiga, ketika meyakini bahwa orang yang dijadikan
wasilah kepada Allah dapat mendatangkan mashalat dan mafsadat dengan
sendirinya setara atau lebih rendah sedikit dari Allah, maka orang yang
bertawasul jatuh dalam kemusyrikan.” Adapun pada poin keempat ini,
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengingatkan bahwa tawasul
sebagaimana poin pertama adalah doa semata. Artinya, ijabah sebuah doa
tidak tergantung sama sekali pada tawasul atau tidaknya. Ijabah doa
merupakan hak mutlak Allah SWT.
ل¹¹ل األص¹¹ ب،ه¹¹ أن التوسل ليس أمرا الزما أو ضروريا وليست اإلجابة متوقفة علي:رابعا
وا¹¹ ِل ا ْد ُع¹ ُك ِعبَا ِدي َعنِّي فَِإنِّي قَ ِريبٌ و كما قال تعالى ق َ َدعاء هللا تعالى مطلقا كما قال تعالى َوِإ َذا َسَأل
هَّللا َ َأ ِو ا ْدعُوا الرَّحْ َمنَ َأيًّا َما تَ ْدعُوا فَلَهُ اَأْل ْس َما ُء ْال ُح ْسنَى
Artinya, “Keempat, praktik tawasul bukan sesuatu yang mengikat
dan bersifat memaksa. Ijabah doa tidak bergantung pada tawasul, tetapi
pada prinsipnya mutlak sekadar permohonan kepada Allah sebagai firman-
Nya, ‘Jika hamba-Ku bertanya tentang-Ku kepadamu (hai Muhammad),
sungguh Aku sangat dekat,’ atau ayat lainnya, ‘Katakanlah hai
Muhammad, ‘Serulah Allah atau serulah Yang Maha Penyayang.
Panggilan mana saja yang kalian gunakan itu, sungguh Allah memiliki
nama-nama yang bagus.’’” Dengan demikian, pengaitan praktik tawasul
dan kemusyrikan adalah sesuatu yang tidak berdasar dan tampak
memaksakan. Pasalnya, dengan empat poin itu praktik tawasul tidak
mengandung syirik sama sekali dan merupakan bentuk adab. Wallahu
a‘lam11.
1. Tahlilan
2. Membaca Istighfar
3. Berzanzi, Diba’an, Burdahan dan manaqiban
4. Suwuk atau Mantra
5. Tawassul
6. Tabarruk, yaitu mengharap berkah
7. Membaca shalawat
8. Membaca ayat ahir al-Baqarah
9. Mencium Tangan Orang Shalih
10. Dzikir berjama’ah
11. Membaca surat al-Ikhlas itu setara dengan membaca sepertiga al-Qur’an.
12. Membaca tasbih dan tahmid
13. Istighasat dan Mujahadah
14. Mengeraskan suara ketika berdzikir
15. Ziarah kubur
16. Dan lain-lain.
https://islam.nu.or.id/post/read/85281/praktik-tawasul-dalam-pandangan-
11
ahlussunah-wal-jamaah
13
Nurhidayat Muhammad, op.cit. hlm. 15-17.
1. Budaya melumuri bayi dengan minyak Za’faran saat aqiqah pada hari
ketujuh dan mencukur rambut bayi
2. Mengadakan Haflah (resepsi) pernikahan, memainkan musik, dan
menghias pengantin
3. Penyerahan Pengantin, baik pria atau wanita, dengan nasehat-nasehat yang
baik
4. Melamar wanita untuk dinikahi
5. Menyerahkan mahar nikah
6. Puasa Asyura penghitungan kalender Masehi, dan lain-lain.
15
Ibid. Hlm. 135.
merayakannya tiap bulan Rabi’ul Awal, yakni bulan kelahirannya adalah
bertujuan memperlithatkan cinta kepada beliau dibulan kelahiranya. Dan yang
paling fundamental adalah dapat menambah rasa cinta kepada Rasulullah dan
diharapkan mendapat syafa’atnya kelak dihari kiamat16.
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tradisi.