Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

HUBUNGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Dosen : Nur Alam Islamy, M. Pd

Disusun oleh kelompok 7:

Nama Anggota Kelompok :

Eisya Salsabila Az-Zahra (0223011)


Hildatun Nuraeni (0223012)
Vivi Amalia Dwi Pratiwi (0223026)

PRODI FARMASI
STIKES BOGOR HUSADA
2023

4
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Hubungan Agama dan Kebudayaan” ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
oleh dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam Bpk. Nur Alam
Islamy

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Hubungan Agama dan
Kebudayaan, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan
Hubungan Agama dan Kebudayaan, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih
kepada pengajar matakuliah Sejarah Peradaban Islam atas bimbingan dan arahan
dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Sejarah
Peradaban Islam. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................4

DAFTAR ISI...........................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

Latar Belakang.....................................................................................................4

Rumusan Masalah................................................................................................4

Tujuan Makalah....................................................................................................4

Manfaat Makalah..................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

Dasar Teori...........................................................................................................4

Pembahasan..........................................................................................................4

BAB III PENUTUP................................................................................................4

Kesimpulan...........................................................................................................4

Saran.....................................................................................................................4

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................4

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sangat dekat di
masyarakat. Bahkan banyak yang salah mengartikan bahwa agama dan
kebudayaan adalah satu kesatuan yang utuh. Dalam kaidah, sebenarnya
agama dan kebudayaan mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak
dapat disatukan, karena agamalah yang mempunyai kedudukan lebih tinggi
dari pada kebudayaan. Namun keduanya mempunyai hubungan yang erat
dalam kehidupan masyarakat. Geertz mengakatan bahwa wahyu membentuk
yang suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk
pandangan hidupnya, menjadi sarana individu atau kelompok individu yang
mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja
menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara,
ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul
dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya
kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup
pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang
objektif. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai – nilai agama
sekaligus memberi pengertian, disini akan diulas mengenai Apa itu Agama
dan Apa itu Budaya, yang tersusun dalam bentuk makalah dengan judul
“Hubungan Agama dan Kebudayaan”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian agama dan kebudayaan?
2. Mengapa agama bagian dari kebudayaan?
3. Mengapa agama bukan wahyu bisa disebut bagian dari kebudayaan?
4. Mengapa agama samawi tidak bisa dikatakan bagian dari kebudayaan?

i
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian agama dan kebudayaan.
2. Dapat mengetahui agama merupakan bagian dari kebudayaan.
3. Dapat memahami agama bukan wahyu merupakan bagian dari
kebudayaan.
4. Dapat memahami agama samawi bukan merupakan bagian dari
kebudayaan.

1.4 Manfaat Makalah

ii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Teori


A. Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata a
(tidak) dan gama (kacau), yang bila digabungkan menjadi sesuatu
yang tidak kacau. Dan agama ini bertujuan untuk memelihara atau
mengatur hubungan seseorang atau sekelompok orang terhadap realitas
tertinggi yaitu Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata agama berarti prinsip kepercayaan
kepada Tuhan. Agama diucapkan oleh orang barat
dengan religios (bahasa latin), religion (bahasa Inggris, Perancis,
Jerman) dan religie (bahasa Belanda). Istilah ini bukanya tidak
mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latar belakang
pengertian yang mendalam daripada pengertian “Agama” yang telah
disebutkan diatas.
Agama ini muncul dari perasaan ketakjuban manusia terhadap
realitas alam yang ada. Seperti air yang bisa melepaskan dahaga
seseorang, namun terkadang bisa membawa malapetaka seperti banjir,
angin yang memberikan kesejukan, namun terkadang mendatangkan
kerusakan seperti angin topan atau tornado, kemudian mereka percaya
bahwa ada suatu kekuatan tertentu. Mereka mencoba untuk mencari
keselamatan dari ketidakseimbangan yang mereka rasakan, yang dapat
mendatangkan keselamatan bagi mereka.
Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal
dan menyembah Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan
serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia. Upaya
tersebut dilakukan dengan berbagai ritual secara pribadi dan bersama
yang ditujukan kepada kekuatan besar yang mereka percayai sebagai
Tuhan.

i
B. Pengertian Kebudayaan
Peradaban islam adalah terjemahan dari kata Arab al- Hadha-rah
al-islamiyah. Kata arab ini sering juga diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia dengan kebudayaan islam. “Kebudayaaan” dalam bahasa
arab adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga bahasa arab
dan barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata
“kebudayaan” (Arab, al-Tsaqafah; Inggris, Culture) dan “peradaban”
(Arab, al-Hadharah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu
antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah
bentuk ungkaan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.
Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis
lebih berkaitan dengan peradaban . kalau kebudayaan lebih berkaitan
dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan
dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral.
Mengenai pengertian budaya atau kebudayaan menurut beberapa
ahli dan kamus besar antara lain :
1. Koentjara Ningrat ialah berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
2. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa:
“budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang
“kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal
budi) manusia, seperti kepercayaan, keseniadan akal manusia.1
3. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan
kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dll). Sedang ahli
sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi.

1 KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Jakarta: PT. Gramedia Pusataka Utama,
2008)

ii
Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup,
way of life, dan kelakuan.
4. Menurut Ki Hadjar Dewantoro Kebudayaan adalah "sesuatu"
yang berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris.
Jadi Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau
mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan
perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara
kolektif.

Jadi dapat dikatakan secara singkat bahwa kebudayaan adalah hasil


cipta, rasa, karsa manusia yang dilakukan dalam keseharian.
Kebudayaan timbul karena adanya suatu kebiasaan dalam suatu
tempat dan berkembang hingga kini. Menurut Kotjaraningrat,
kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud antara lain :

1. Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks


ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya.
2. Wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas kelakuaner pola dari manusia dalam
masyarakat.
3. Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya.

Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-


unsurnya. Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring
dengan perkembangan hidup dan kehidupan. Manusia
mengembangkan kebudayaan, kebudayaan berkembang karena
manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia mampu
hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya,
bukan saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu
atau warisan nenek moyangnya melainkan termasuk mengembangkan
(hasil-hasil) kebudayaan. Di samping kerangka besar kebudayaan,
manusia pada komunitasnya, dalam interaksinya mempunyai norma,

i
nilai, serta kebiasaan turun temurun yang disebut tradisi. Tradisi
biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala mengalami
sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang
menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke
dalam komunitas budaya (dan tradisi) tertentu, banyak unsur-unsur
kebudayaan (misalnya: puisi-puisi, bahasa, nyanyian,
tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula keagamaan sehingga
menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan kebudayaan.
Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak
pernah berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan
adalah hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada
kecenderungan dalam masyarakat yang memahami bahwa hasil-
hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada perubahan
kebudayaan.

C. Agama Merupakan Bagian dari Kebudayaan


Apakah agama itu kebudayaan? Jawaban pertanyaan ini telah
menimbulkan berbagai perdebatan, suatu pihak menyatakan bahwa agama bukan
kebudayaan, sementara pihak yang lainnya menyatakan bahwa agama adalah
kebudayaan. Kelompok orang yang tidak setuju dengan pandangan bahwa agama
itu kebudayaan adalah pemikiran bahwa agama itu bukan berasal dari manusia,
tetapi datang dari Tuhan, dan sesuatu yang datang dari Tuhan tentu tidak dapat
disebut kebudayaan. Kemudian, sementara orang yang menyatakan bahwa agama
adalah kebudayaan, karena praktik agama tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan.
Memang benar bahwa wahyu yang menjadi sandaran fundamental agama itu
dating dari Tuhan, akan tetapi realisasinya dalam kehidupan adalah persoalan
manusia, dan sepenuhnya tergantung pada kapasitas diri manusia sendiri,baik
dalam hal kesanggupan “pemikiran intelektual” untuk memahaminya, maupun
kesanggupan dirinya untuk menjalankannya dalam kehidupan. Maka dalam soal
ini, menurut pandangan ini realisasi dan aktualisasi agama sesungguhnya telah
memasuki wilayah kebudayaan, sehingga “agama mau tidak mau menjadi soal
kebudayaan”. Para sarjana-sarjana, terutama sarjana Barat dan sebagian sarjana dan
budayawan Indonesia tidak pilih-pilih dan menyamaratakan begitu saja semua

ii
agama sebagai bagian dari kebudayaan. Para sarjana tersebut,terutama sarjana Barat
nampaknya melihat agama yang banyak dan beraneka-ragam di dunia ini sebagai
hal yang sama dan pada dasarnya sama. Dalam pemikiran mereka menyimpan
suatu perasaan bahwa semua agama itu pada dasarnya adalah sama dan merupakan
“fenomena atau gejala sosial” yang dapat ditemukan pada tiap-tiap kelompok
manusia. Menurut mereka, dalam kehidupan manusia terdapat aspek umum yang
bernama agama. Genus agama itu mengandung “species” yang bermacam-
macam, diantaranya adalah agama Islam.
Sebenarnya, apabila ditarik garis batas antara agama dan kebudayaan itu adalah
“garis batas Tuhan dan manusia”, maka wilayah agama dan wilayah
kebudayaan itu pada dasarnya tidak “statis”, tetapi “dinamis”, sebab tuhan dan
manusia berhubungan secara dialogis, di mana manusia menjadi “khalifah”
(wakil)-Nya di bumi. Maka pada tahapan ini, adakalanya antara “agama” dan
“kebudayaan” menempati wilayah sendiri-sendiri, dan adakalanya keduanya
berada dalam wilayah yang sama, yaitu yang disebut dengan “wilayah kebudayaan
agama”.
Agama sesungguhnya untuk manusia, dan keberadaan agama dalam
praktik hidup sepenuhnya berdasar pada kapasitas diri manusia, bukan sebaliknya
manusia untuk agama. Oleh karena itu,agama untuk manusia, maka agama pada
hakekatnya menerima adanya pluralitas dalam memahami dan menjalankan
ajarannya Jika agama untuk manusia, maka agama sesungguhnya telah memasuki
wilayah kebudayaan dan menyejarah menjadi kebudayaan dan sejarah agama
adalah sejarah kebudayaan agama yang menggambarkan dan menerangkan
bagaimana terjadi proses pemikiran, pemahaman dan isi kesadaran manusia
tentang wahyu, doktrin dan ajaran agama, yang kemudian dipraktikkan dalam
realitas kehidupan manusia dan dalam sejarah perkembangan agama itu,sehingga
“agama yang menyejarah telah sepenuhnya menjadi wilayahkebudayaan, karena
tanpa menjadi kebudayaan, maka sesungguhnyasejarah agama-agama itu tidak
akan pernah ada dan tidak akan pernah dituliskan”
Di kalangan sarjana Barat, penganjur kelompok ini adalah Emile Durkheim
(1859-1917), seorang sarjana Perancis, yang agaknya ikut mempengaruhi
pemikiran sebagian sarjana Indonesia. Salah seorang sarjana Indonesia

i
Koentjaraningrat, yang menurut pengakuannya sendiri telah terpengaruh oleh
konsep Emil Durkheim. Dengan menggunakan istilah “religie” dan
bukan“agama”(karena menurut beliau lebih netral), Koentjaraningrat berpendapat
bahwa religie merupakan bagian dari kebudayaan. Pendirian Koentjaraningrat ini
didasarkan kepada konsep Durkheim mengenai dasar-dasar religi yang
mengatakan bahwa tiap-tiap relegi merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat
komponen, yaitu:
1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius.
2. Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-
bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, serta tentang wujud dari alam
gaib.
3. Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia
denganTuhan, dewa-dewa atau makhluk-makhluk halus yang mendiami
alam gaib.
4. Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial
yangmenganut sistem kepercayaan tersebut.Koentjaraningrat,
menyimpulkan bahwa “komponen sistemkepercayaan, sistem upacara
dan kelompok-kelompok religius yangmenganut sistem kepercayaan dan
menjalankan upacara-upacara
religius, jelas merupakan ciptaan dan hasil akan manusia.

Adapun komponen pertama, yaitu emosi keagamaan, digetarkan oleh


cahaya Tuhan. Relegi sebagai suatu sistem merupakan bagian dari kebudayaan
tetapi cahaya Tuhan yang mewarnainya dan membuatnya keramat tentunya bukan
bagiandari kebudayaan. Pendirian Koentjaraningrat di atas tercermin dalam teori
cultural-universals-nya, di mana beliau memasukkan religi sebagai isi (bagian)
dari kebudayaan, yaitu:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,perumahan, alat-


alat rumahtangga, senjata, alat-alat produksi, alat transport,dan lain
sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi(pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan lain sebagainya).

ii
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasipolitik, sistem
hukum, sistem perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tertulis).
5. Keseniaan (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan lain sebagainya).
6. Ilmu pengetahuan.
7. Relige .

Muhammad Hatta, mengatakan bahwa agama merupakan bagian dari


kebudayaan: “Kebudayaan adalah ciptaan hidup daripada suatu
bangsa.Kebudayaan banyak sekali macamnya. Menjadi pertanyaan apakah agama
itu suatu ciptaan manusia atau tidak. keduanya bagi saya bukan soal. Agama
adalah juga suatu kebudayaan, karena dengan beragama manusia dapat hidup
dengan senan dan berbudaya.

D. Agama Bukan Wahyu Merupakan Bagian dari Kebudayaan


Pluralitas agama sebuah kenyataan yang tak bias dipungkiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita temukan berbagai agama. Setiap
agama pada hakikatnya merupakan sesuatu yang dianggap sebagai
realitas mutlak. Dengan agama manusia dapat menyadari hakikat
keberadaannya di dunia. Selain itu, agama berniat menawarkan jalan
menuju keselamatan dan menghindari penderitaan. Oleh karena itu, tak
ada agama yang dengan sadar mengajaran kejahatan, ia senantiasa
mendorong manusia dalam berbuat kebajikan. Di dunia ini hidup
berbagai agama dan dapat hidup berdampingan, sebagai contohnya
adalah bangsa Indonesia di dalam negara Indonesia tedapat banyak
berkembang agama yang hidup dalam keadaan berdampingan dan
bersaing namun perbedaan agama, perbedaan paham tersebut tidak
menimbulkan konflik yang berarti. Masing-masing penganut agama
merasa mengamban tugas suci untuk menyampaikan kebenaran yang
diyakininya. Setiap agama memiliki asal usul dan searah yang berbeda.
Terdapat dua agama yang berkembang didunia antara lain:

i
1. Agama Alamiyah yang memiliki pengertian agama hasil karya
manusia atau juga disebut dengan agama filsafat, agama bumi,
din al-ardh, agama ra’yu dan agama budaya.
2. Agama Samawiyah yang memiliki pengertian agama yang
diwahyukan kepada nabi dan rosul-Nya disebut juga agama
wahyu, agama langit, agama profetis.2

Untuk mengetahui perbedaan antara kedua jenis agama tersebut,


ada baiknya kita mempelajari terlebih dahulu ciri-ciri dari kedua
agama tersebut. Pertama, agama wahyu berkonsep pada keesaan
tuhan, sedangkan agama bukan wahyu tidak. Kedua, agama wahyu
beriman pada nabi dan rosul, sedangkan agama wahyu tidak
mengimaninya. Ketiga, agama wahyu sumber tuntutan baik buruk
berada dalam kitab suci Al-quran, sedangkan agama bukan wahyu
tidak essensial. Keempat, tak berubah dengan perubahan mentalitas
masyarakatyang menganutnya, sebaliknya justru mengubah mentalitas
penganutnya. Kelima, kebenaran prinsip-prinsip ajaran agama tahan terhadap
kritik akal. Keenam, konsep ketuhanannya serba Esa Tuhan Murni.

Sebagai contoh dari agama bukan wahyu merupakan kebudayaan salah


satunya adalah agama hindu yang merupakan agama kebudayaan yang meliputi
zaman sejak kira-kira 1500 sebelum masehi hingga zaman sekarang.
Masyarakatnya hingga kini masih mempercayai kepercayaan dinamisme. Tidak
hanya menganut kepercayaan dinamisme, didalam agama hindu terdapat beberapa
aliran agama yang berkembang didalamnya. Dimana pada agama tersebut terdapat
beberapa kasta yang berguna untuk memimpin upacara-upacara adat. Tingkatan
kasta yang masih ada dan diyakini oleh penganut agama hindu hingga kini antara
lain : Brahmana, Ksatria, waisya, dan sudra keempat kasta tersebut memiliki kaum
tersendiri.

Dalam agama hindu terdapat beberapa ajaran agama, saah satunya adalah
Bhagawadigta mereka meyakini bahwa Tuhan itu sebagai berikut:

2 Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar Masa Kini,(Pustaka Pelajaran) hal.1-2

ii
1. Tuhan adalah zat ysng tidak dilahirkan, tanpa awal dan yang maha kuasa.
Ia berlainan sekali daripada dunia yang fana ini, sebab ia adalah
Paramatma, iwa yang memiliki dua tabiat, yaitu tabiat yang lebih tinggi
(apara), yang bersifat jasmani (benda; bumi, air, api, angin, budi, penertian
dan kesadaran diri.
2. Tuhan berbuat melalaui benda. Pada benda itu ditempatkan benih dari
Tuhan. Dapat dikatakan, bahwa Tuhan adalah bapa segala makhluk,
sedangkan benda adalah ibu yang mengandungnya.

Berbeda dengan ajaran agam hindu Bhagawadigta dalam ajaran agama


Hindu Dharma. Terdapat salah satu ahli yang bernama Arifin: 63 berpendapat
bahwa dalam agama hindu dharma, terdapat dewa-dwa yang dipuja secara
kadang-kadang. Dan dalam rumusan buku upadesa, kepercayaan Hindu Dharma
kepada tuhan tidak boleh disebut politisme (faham banyak Tuhan), akan tetapi
sebaliknya agama tersebut adalah monoteisme (Paham Tuhan Esa).3

E. Agama Samawi Bukan Merupakan Bagian dari Kebudayaan


Berbeda dari pola pemikiran di atas, terdapat kelompok
pemikir yang mengatakan bahwa “agama wahyu” bukan merupakan
bagian kebudayaan. Kelompok ini berpendapat bahwa “agama
samawi” dan kebudayaan adalah berdir sendiri-sendiri. Jadi “agama
samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup”. Saifuddin Anshari,
mengatakan bahwa: Agama samawi dan budaya tidak saling
mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak merupakan bagian
daripada yang lainnya, masing-masing berdiri sendiri. Antara
keduanya tentu saja dapat saling hubungan dengan erat seperti kita
saksikan dalam kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari.
Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan isteri,
yang dapat melahirkan putera, namun suami bukan merupakan bagian
dari si isteri, demikian pula sebaliknya”.

Apabila kita mengikuti pandangan dan pendirian-


pendirian seperti diketengahkan di atas, maka pandangan Saifuddin
3 Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar Masa Kini,(Pustaka Pelajaran) hal.29 dan 47

i
Anshari dapat diterima. Dan atas dasar itu, sekali lagi perlu ditegaskan
bahwa agama Islam sebagai agama samawi bukan merupakan bagian
dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan
Islam bukan merupakan bagian dari agama. Jadi islam, tidak seperti
pada masyarakat ysng menganut agama bumi, agama bukanlah
kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan
merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia, maka agama islam adalah
wahyu dari Tuhan. Dalam ajaran agama islam tata cara beribadahnya
tanpa perantara, mealinkan beribadah secara langsung kepada sang
maha pencipta dengan kata lain umat islam dapat berkomunikasi
langsung dengan Tuhannya melalui Ibadah tanpa perantara seperti
nyanyian, persembahan, tabuhan alat musik, dan lain-lain. Berbeda
dengan agama kebudayaan yang menyamaratakan kebudayaan dengan
agama, dalam agama kebuadyaan tata cara peribadatannya berawal
dari sebuah kebudayaan yang lama-kelamaan digunakan untuk
beribadah. Contoh nya agama hindu, dalam agama tersebut selalu
menggunakan sesajen saat akan melakuan peribadatan. Agama hindu
tidak mengenal beribadah melainkan mereka lebih mengenal
pemujaan, dimana pemujaan tersebut mereka lakukan di dalam tempat
yang mereka anngap suci. Dalam pemujaan tersebut terdapat unsur
kebudayaan, saat mereka melakukan pemujaan mereka membaca doa-
doa dan persembahan bunga-bunga atau buah-buahan. Pada umumnya
pemujaan dewa-dewa itu meniru cara penerimaan tamu yang
dihormati, dewa biasanya diundang supaya hadir, dipersilahkan duduk,
pada patungnya dilakukan pencucian, lalu diersembahkan berbagai
persembahan. Dalam Agama ini pula mereka mempercayai adanya
persembahan kepada roh jahat, penyembahan pada tumbuhan, tempat
ziarah. Dimana dalam islam unsur-unsur kebudayaan sangatlah
dilarang karena agama islam adalah agama rahmatan lil alamin.
Maka setiap unsur yang berusaha masuk kedalam ajaran agam
islam pastilah ditolak karena dalam ajaran agama slam agama dan
kebudayaan sangatlah berbeda, dalam islam tidak mengenal adanya

ii
pemujaan, sihir. Karena agama islam adalah agama yang besumber
dari wahyu yang diturunkan kepada nabi dan rosulnya melalui
perantara malaikat, dan pedoman agama islam sudah jelas yaitu
berpedoman kepada al-qur’an, dan hadist. Islam melalui perantara
Nabi Muhmmad S.A.W mengajarkan kepada umatnya untuk
berpegang teguh pada kepercayaan adanya Tuhan satu yang
Transcedent. Kepercayaan yang satu tanpa bayang-bayang atau tanda-
tanda. Kitab suci agama islam sudahlah pasti, berbeda halnya dengan
agama nasrani yang hingga kini belum memliki kitab suci yang
kanonik (pengukur) mereka hanya memiliki perjanjian baru dan kitab-
kitab perjanjian lama. Dalam injil-injil yang berkembang saat ini
banyak yang berubah jauh dari injil-injil yang sebernarnya, karena
mereka membuat injil sesuai dengan zaman yang berlaku di dunia saat
ini. Dalam agama Nasrani pula terdapat dua kubu yang pada akhirnya
memisahkan diri dan membentuk agamanya sendiri-sendiri yang kita
kenal sekarang adalah Kristen Protestan dan Katholik, apakah agama
dapat berkembang dan memisahkan diri layaknya kebudayaan? Dalam
agama islam tata cara peribadatan dan kitab-kitabnya dari dulu hingga
sekarang masih sama seperti yang diwahyukan kepada nabi dan rosul
dahulu kala.

i
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Agama merupakan sesuatu yang tidak kacau. Dan agama ini bertujuan
untuk memelihara atau mengatur hubungan seseorang atau sekelompok orang
terhadap realitas tertinggi yaitu Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya.
Sedangkan kebudayaan memiliki berbagai definisi dari berbagia ahli yang ila
ditarik kesimpulannya kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa manusia
yang dilakukan dalam keseharian. Kebudayaan timbul karena adanya suatu
kebiasaan dalam suatu tempat dan berkembang hingga kini. Terdapat tiga
paham yang berkembang di dalam dunia ini antara lain : agama merupakan
bagian dari kebudayaan, agama bukan wahyu merupakan bagian dari
kebudayaan, agama samawi bukan merupakan bagian dari kebudayaan
merupakan agama yang berasal dari wahyu yang diturunkan kepada nabi dan
rasul lalu disebarkan kepada umat manusia di bumi, agama samawi bukanlah
agama yang bersumber dari suatu kebudayaan.

3.2 Saran

ii
DAFTAR PUSTAKA

Robert H. Thouless,Pengantar Psikologi Agama ( Jakarta: Rajawali Pers).

Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar Masa Kini,(Pustaka Pelajaran).

Dr. Badri Yatim, M.A,Sejarah Peradaban Islam Dirash IslamiyahII (Rajawali


Pers Citra Niaga Buku Perguruan Tinggi).

KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Jakarta: PT. Gramedia
Pusataka Utama, 2008).

Anda mungkin juga menyukai