Dosen Pengampu:
Satriyadi, M.Pd
disusun oleh:
KELOMPOK 1
1. Aulia Fitri
2. Dinda Rahmawati
3. Fahira Nahda Putri
4. Fahry Permana Putra
5. Husnul Yakin
Prodi / Semester: PAI / IV A – PAGI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3. Untuk mengetahui pengaruh eksistensi kebudayaan di era globalisasi terhadap jiwa keagamaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Kriteria tradisi dapat lebih dibatasi dengan mempersempit cakupannya. Dalam pengertian
yang lebih sempit tradisi hanya berarti bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat
saja, yakni yang tetap bertahan hidup dimasa kini yang masih kuat ikatannya, dengan kehidupan masa
kini.[3] Dalam arti sempit tradisi adalah kemampuan benda material dan gagasan yang diberi makna
khusus yang berasal dari masa lalu.[4]
1. Shils
Menurut Shils, tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu
kemasa kini.[5]
Menurut Pasurdi Suparlan, tradisi merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam
kehidupan masyarakat dan sulit berubah.
Menurut Meredith Mc. Guire, ia melihat bahwa dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi
erat kaitannya dengan agama.
Menurut KasmiranWuryo, tradisi masyarakat merupakan bentuk norma yang terbentuk dari
bawah, sehingga sulit untuk diketahui sumber asalnya. Adapun secara garis besarnya, tradisi
sebagai kerangka acuan norma daam masyarakat disebut pranata . pranata ini terbagi atas;
a. Pranata Skunder
Pranata ini merupakan pranata yang dapat dengan mudah diubah struktur dan peran hubungan
antar peranannya maupun dengan norma-norma yang berkaitan dengan perhitungan rasional yang
menguntungkan dan dihadapi sehari-hari. Pranata ini bersifat fleksibel, mudah berubah, sesuai dengan
situasi yang diinginkan oleh pendukungnya. Contohnya; pranata politik, pranata pemerintahan,
pranata ekonomi, dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat.
b. Pranata Primer
Pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan
manusia. Pranata ini berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian
masyarakat, dan pranata ini bersifat mudah dapat berubah begitu saja. Adapun titik tekan pranata
primer adalah menekankan pada pentingnya keyakinan dan kebersamaan serta bersifat tertutup atau
pribadi. Contohnya; pranata keluarga kekerabatan, keagamaan (tradisi keagamaan), pertemanan, atau
persahabatan.
Bila dihubungakan dengan tradisi maka tradisi (agama Samawi) bersumber dari norma-norma
yang termuat dalam kitab suci.[6] Adapun tradisi keagamaan (agama Samawi) merupakan kontradiksi
asli, yakni tradisi yang sudah ada dimasa lalu, bukan merupakan tradisi buatan, yakni tradisi yang
khayalan atau pemikiran masa lalu.[7]
1. Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi (tradisi keagamaan) adalah kebijakan turun menurun,
tempatnya didalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta dalam benda yang
diciptakan di masa lalu. Tradisi (tradisi keagamaan) pun menyediakan fragmen warisan historis yang
kita pandang bermanfaat. Tradisi-tradisi keagamaan seperti gagasan dan material yang dapat
digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan berdasarkan pengalaman
masa lalu. Tradisi menyediakan cetak biru untuk bertindak. Dalam arti ia menyediakan mereka
(orang) blok bangunan yang sudah siap untuk membentuk dunia mereka.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan semuanya itu
memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya.
4. Membantu menyediakan tempat pelarian dan keluhan, ketidakpuasan dan kekecewaan modern.
Tradisi (tradisi keagamaan) yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber
pengganti kebanggaan bila masyarakat dalam masa krisis.
C. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekertabuddhayah yang merupakan bentuk
jamak kata “buddhi” yang berarti budi dan akal. Kebudayaan diadakan sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang
sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin colere. Artinya mengolah atau
mengerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture,
diartikan sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengubah dan mengolah alam.[9]
1. E. B Tylor (1871)
Menurut E.B Tylor, kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat, istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut tokoh ini, kebudayaan sebagai suatu hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
- Kasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segaa kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang kuat, didalamnya termasuk agama
ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang
hidup sebagai anggota masyarakat.
D. Fungsi Kebudayaan
1. Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil.
Kebutuhan ini sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
3. Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk
mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Jadi fungsi kebudayaan disini agar manusia
dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau berhubungan
dengan orang lain.
Tradisi keagamaan pada dasarnya merupakan pranata keagamaan yang sudah baku oleh
masyarajkat pendukungnya. Dengan demikian tradisi keagamaan sudah merupakan kerangka acuan
norma dalam kehidupan perilakumasyarakat. Dan tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari
kebudayaan memang sulit untuk berubah karena keberadaannya didukung oleh bahwa pranata
tersebut menyangkut kehormatan, harga diri dan jati diri masyarakat pendukungnya.
Para ahli antropologi membagi kebudayaan dalam bentuk dan isi. Menurut
Koentjaraningrat bentuk kebudayaan terdiri atas;
Sistem kebudayaan berbentuk gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai budaya, norma-norma, pandangan-
pandangan yang bentuknya abstrak serta berada dalam pikiran para pemangku kebudayaan yang
bersangkutan.
Sistem sosial berwujud aktifitas, tingkah laku, prilaku, upacara-upacara ritual-ritual yang wujudnya
lebih konkret. Sistem sosial adaah bentuk kebudayaan dalam wujud yang telah konkret dan dapat
diamati.
Benda-benda budaya atau kebudayaan fisik atau kebudayaan material merupakan hasil tingkah laku
dan karya pemangku kebudayaan yang bersangkutan.
Adapun isi kebudayaan menurut Koentharaningrat terdiri atas tujuh unsur, yaitu; bahasa,
sistem pengetahuan religi dan kesenian. Dengan demikian dilihat dari bentuk dan isi. Kebudayaan
merupakan lingkungan yang terbentuk oleh norma-norma dan nilai-nilai yang dipelihara oleh
masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai dan norma-norma menjadi pedoman hidup itu berkembang
dalam berbagai kebutuhan masyarakat, sehingga terbentuk dalam suatu sistem sosial. Contohnya;
sistem ini selanjutnya terwujud pula benda-benda kebudayaan dan bentuk benda fisik. Contohnya
adalah penyebaran agama, kenusantara yang sampai saat ini mempengaruhi sikap keagamaan
masyarakat Indonesia. Khususnya pengaruh tradisi keagamaan masa lalu ikit mempengaruhi sikap
keagamaan masyarakat.
Menurut Robert Monk hubungan antara sikap keagamaan dan tradisi keagamaan adalah sikap
keagamaan perorangan dalam masyarakat yang menganur suatu keyakinan agama merupakan unsur
penopang bagi terbentuknya tradisi keagamaan. Tradisi keagamaan menurut Monkmenunjukan
kepada kompleksitas pola-pola tingkah laku (sikap-sikap kepercayaan atau keyakinan yang berfungsi
untuk menolak atau menanti suatu nilai penting (nilai-nilai) oleh sekelompok orang yang dipelihara
dan diteruskan secara berkesinambungan selama periode-periode tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan
jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut
mempengaruhi cara berfikir, cita, rasa atau penilaian seseorang terhadap segaa sesuatu yang berkaitan
dengan agama. Tradisi keagamaan daam pandangannya. Robert C Monk memiliki dua fungsi utama.
Pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kesetabilan dan keterpaduan masyarakat
maupun individu. Kedua, tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau
individu.
III. Kebudayaan Dalam Era Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap Jiwa Keagamaan
A. Pengertian Globalisasi
Menurut Akbar S. Ahmad dan HastingDonnan makna globalisasi diberi batasan yaitu
pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat daam teknologi komunikasi,
transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh (menjadi hal-hal) yang
bisa dijangkau dengan mudah.[14]
Secara fenomena kebudayaan dalam era globaisasi mengarah kepada nilai-nilai sekuler
yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan, khususnya dikalangan generasi
muda. Meskipun dalam sisi tertentukehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam
kesemarakannya namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuer barangkali akan
ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan para generasi muda. Paling tidak terdapat
kecenderungan yang tampak. Pertama, muncul sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama,
dikaangan kelompok moderat. Kedua, munculnya sikap fanatic keagamaan yang muncul pada
kelompok fundamental.
Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh dan
perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tidak mau siap tidak
siap perubahan diperkirakan bakal terjadi. Dikala manusia dihadapkan pada malapetaka sebagai
dampak perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan teknologi itu sendiri.
Dalam kondisi seperti itu barangkali manusia mengalami konflik batin secara besar-
besaran. Konflik tersebut sebagai dampak ketidakseimbangan antara kemampuan iptek yang
menghasilkan kebudayaan materi yang kosonganruhani. Kegoncangan batin ini barangkali akan
mempengaruhi kehidupan psikologi manusia. Pada kondisi ini manusia akan mencari ketentraman
batin antara lain agama.
Era global bertepatan dengan millennium III ditandai dengan kemajuan iptek terutama
dalam bidang transportasi dan komunikasi. Serta terjadinya lintas budaya. Selain itu dampak dan
mobilitas manusia semakin tinggi menyebabkan apa yang terjadi disuatu tempat diwilayah tertentu
dengan mudah dan cepat tersebar dan diketahui masyarakat dunia hampir tak ada yang tersembunyi.
Pengaruh ini ikut malahirkan pandangan yang serba boleh (perssiviness) apa yang sebelumnya
dianggap tabu, seanjutnya dapat diterima.
Sementara itu nilai-nilai tradisional mengalami pengerusan mulai kehilangan pegangan
hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat, termasuk kedalam sistem nilai yang bersumber dari
ajaran agama. Dipihak lain manusia juga dihadapkan pada upaya untuk mempertahankan sistem nilai
yang mereka anut sementara itu era global menawarkan alternatif baru (kekaguman dari hasil
rekayasa iptek) yang menawarkan kenikmatan duniawi. Hal ini menimbulkan keraguan dan
kecemasan kemanusiaan (human anxiety) adapun kemungkinan yang terjadi pada manusia adalah;
pertama, mereka yang tidak ikut larut alam pengaguman yang berlebihan terhadap teknologi dan tetap
berpegang teguh pada nilai-nilai kegamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama.
Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan kekosongan jiwa. Golongan kedua
ini di era global akan diperkirakan memuncukan tiga kecenderungan agama, yaitu;
Gerakan yang dilakukan golongan ini, pada hakikatnya merupakan tindakan kompensatif.
Mereka mengalami kesendirian kekosongan nilai-nilai ruhaniyah. Dalam kondisi kesendirian
kekosongan itu terasa menyakitkan hingga mereka merasa perlu mengajak orang lain secara bersama
sama larut dalam upacara yang mereka rekayasa.
Sebagai umat beragama, khususnya umat Islam dalam era globalisasi hendaknya;[16]
1. Menumbuhkan kesadaran tentang tujuan hidup menurut agama baik sebagai hamba Allah
maupun sebagai khalalifah Allah. Tetap dalam kontek mengabdi kepada Allah dan berusaha
memperoleh ridhanya dan keselamatan di dunia dan akhirat. Disini peran iman dan taqwa sangat
penting hidup di era gobalisasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari kebudayaan memang sulit berubah, karena
pranata tersebut disadari sebagai suatu yang penting, karena menyangkut kehormatan, harga
diri, dan jati diri masyarakat pendukungnya. Adapun hubungan antara tradisi tersebut dan
sikap keagamaan adalah tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman
dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang
hidup dalam kehidupan tradisi keagamaan tertentu.
c. Orang yang cenderung memunculkan gerakan sempalan yang mengatas namakan agama.
DAFTAR PUSTAKA
----------- . Pendidikan Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono (ed.), Jakarta: Kompas, 2004
Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM Yang
Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004