Anda di halaman 1dari 9

SOSIOLOGI AGAMA

Dinamika Relasi Agama dalam Kehidupan Manusia

“Agama dan Kebudayaan”

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Syamsul Arifi, Msi

Disusun Oleh:

Luqman 201610010311001

Syahril shabirin 201610010311017

Gembong Purwa Yudha 201610010311076

Fajar Ramadhan Mashuri 201710010311057

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sangat dekat di masyarakat.
Bahkan banyak yang salah mengartikan bahwa agama dan kebudayaan adalah
satu kesatuan yang utuh. Dalam kaidah, sebenarnya agama dan kebudayaan
mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak dapat disatukan, karena
agamalah yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada kebudayaan. Namun
keduanya mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan masyarakat.

Scharf sepakat bahwa secara umum diakui oleh para pengkaji sosiologi,
bahwa semua masyarakat yang dikenal di dunia ini, (dalam batas-batas tertentu)
bersifat religius. Pengakuan tersebut tentunya merupakan kesepakatan mengenai
apa sajakah yang membentuk perilaku keagamaan, namun dalam kenyataannya
kesepakatan mengenai hal ini lebih sulit diperoleh. Karena beberapa aspek dari
cara mendefinisikan agama, dan bagaimana membedakannya, di satu pihak,
dengan magi, sains, dan filsafat, dan beberapa jenis entusiasme sosial politik dan
pihak lain, sudah menjadi elemen dalam kebudayaan dan muncul selama
bertahun-tahun. Hal inilah meskipun telah ada kesepakatan substansional, yang
ada dalam praktiknya merupakan cakupan dan corak data yang sebenarnya bisa
dibatasi oleh setiap ahli dan pengkaji sosiologi agama (Scharf, 1995: 29).

Kemudian, lebih lanjut kaitannya yang melatarbelakangi dimana kondisi


suatu kebudayaan pasti ada nuansa agama/religius yang terdapat dalam budaya
tersebut. Stewart mengemukakan bahwa “To many people, religion is a link to
eternity – a way of transcending earthly boundaries” agama adalah jalan menuju
keabadian, yang melampaui batas duniawi. Dimana agama itu berarti kebebasan,
untuk meninggalkan sampah dunia “garbage of the world” dan memasuki
keluhuran kepercayaan spiritual yang sebenar-benarnya, dimana kebebasan itu
untuk melarikan diri dari dosa dan memimpin kehidupan bermoral. Stewart juga
berpendapat bahwa agama adalah fungsi manifestasi untuk mengikat kekuatan
sosial “Manifest Functions: Religion as a Unifying Social Force” dimana seolah
agama dan kebudayaan itu keberadaannya menyatu dan setara, akan tetapi
sebenarnya agama dan kebudayaan itu memiliki peranan masing-masing yang
sifatnya berkaitan dan saling membutuhkan (Stewart, 1981: 388-389).

Kemudian, penulis menyimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama


timbul karena proses interaksi manusia dengan sesuatu/sumber-sumber yang
diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama yang dikondisikan oleh
konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi
yang objektif. Dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan memaparkan
mengenai definisi masing-masing dari agama dan kebudayaan dalam lingkup
sosiologi agama, serta hubungan agama dan kebudayaan.

1.2. Rumusan masalah

1. Apa itu agama?

2. Apa itu kebudayaan?

3. bagaiamana bentuk-bentuk agama dan budaya?

3. Bagaimana hubungan agama dan kebudayaan?

1.3. Tujuan penulisan makalah

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Agama.


2. Untuk memaparkan definisi agama dalam lingkup sosiologi agama.
3. Untuk memaparkan definisi kebudayaan dalam lingkup sosiologi agama.
4. Untuk menjelaskan hubungan agama dan kebudayaan secara sosiokultural.
5. Sebagai sumber informasi/wawasan untuk calon guru PAI terhadap
kondisi keberagamaan dalam suatu masyarkat.
6. Optimalisasi kepada calon guru PAI untuk mengetahui kondisi sosial
keagamaan dalam suatu kebudayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. pengertian agama

Kata agama dari bahasa sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama
berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau.
Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau
sekelompok orang agar hubungannya dengan tuhan. Sesamanya, dan alam
sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda
berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar
hubungannya dengan realitas tertinggi, sesame manusia dan alam sekitarnya.
Ketidak keacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang
moralitas, nikai-niai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.

Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa inggris)
yang berasal dari kata religio (bahasa latin), yang berakar pada kata religare yang
berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian
bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi dalam
penyembahan dan hubungan antara sesamanya.

Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atau penampakan realitas


tertinggi secara misterius yang menakutkan api sekaligus mempesonakan. Dalam
pertemuan itu manusia tidak berdiam diri. Ia harus atau terdesak secara batiniah
untuk merespon. Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare dengan
perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.

2.2. pengertian budaya

Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta serta akal budi


manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup
dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan
(pikiran,kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta
berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai situasi dan kondisinya.
Budaya menurut Koentjaran;ingrat adala keseluruhan system, gagasan,
tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik manusia dengan belajar.

2.3. bentuk-bentuk agama dan budaya

1. Bentuk Agama

Agama berfungsi sebagai pengatur dan sekaligus membudayakannya


dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya
yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-
lain.

Agama ada yang bersifat primitive da nada pula yang dianut oelh
masyarakat yang telah meniggalkan fase keprimitifan. Agam-agam yang terdapat
dalam masyarakat primitive ialah dinamisme, animism, monoteisme dll. Adapun
pengertiannya adalah sebagi berikut:

a. Pengertian agama Dinamisme ialah agama yang mengandung kepercayaan


pada kekuatan ghaib yang misterius. Dalam faham ini ada benda-benda
tertentu yang mempunyai kekuatan ghaib dan berpengaruh pada kehidupan
manusia sehari-hari. Kekuatan ghaib itu ada yang bersifat baik dan ada
pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan ghaib itu
disebut “mana” dan dalam bahasa Indonesia “tuah atau sakti”.
b. Pengertian agama Animisme ialah agama yang mengajarkan bahwa tiap-
tipa benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa, mempunyai
roh. Bagi masyarakat primitive roh masih tersusun dari materi yang halus
sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh dari benda-benda
tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dahsyat terhadap
kehidupan manusia. Misalnya : hutan yang lebat, pohon besar dan berdaun
lebat, gua yang lebat dll.
c. Pengertian agama Monoteisme ialah adanya pengakuan yang hakiki bahwa
tuhan satu. Tuhan maha esa, pencipta alam semesta dan seluruh isi
kehidupan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
2. Bentuk Kebudayaan

A. Kebudayaan Persia

Dalam sejarah kebudayaan Persia, masyarakat banyak yang menyembah


berbagai alam nyata, seperti langit, cahaya, udara, air dan api. Api dilambangkan
sebagai tuhan yang baik, sehingga mereka menyembah api yang selalu dinyalaka
didalm rumah-rumah.

B. Kebudayaan Romawi Timur

Kerajaan Romawi didirikan tahun 753 M. Budaya Romawi pada umumnya


beragama Nasrani. Dalam kebudayaannya dikenal 3 madzhab yang terkenal yaitu:

1. Madzhab yaaqibah, yang bertebaran dimesir. Madzhab ini


berkeyakinan bahwa isa almasih adalah Allah.
2. Madzhab Nasathirah yang bertebaran di Mesir, Irak, Persia.
3. Madzhab Mulkaniyah. Kedua madzhab ini berkeyakinan bahwa dalam
diri AL-masih terdapat 2 tabiat yaitu:
a) Tabiat ketuhanan
b) Tabiat kemanusiaan

C. Kebudayaan Islam

Sejalan dengan perkembangan dunia dan perubahan zaman, ajaran-ajaran


Islam pun kian marak dijadikan sebuah budaya, yang terakhirnya masyarakat
sendiri sulit membandingkan antara agama dengan budaya. Contohnya seperti:
masalah busana muslim “jilbab”. Di zaman dahulu busana muslim atau jilbab
adalah pakaian yang menutupi aurat, pakaian longgar dan panjang. Sedangkan
zaman sekarang jilbab menjadi sebuah model atau gaya yang mana tidak lagi
melihat pada tuntunan agama islam.

2.4. Hubungan Agama dan Budaya

Para antaopologi dan sejarawan umumnya menganggap bahwa agama itu


merupakan bagian dari kebudayaan (religion is a part of every known culture).
Karena memandang kebudayaan sebagai titik sentral kehidupan manusia, dan
mereka tidak membedakan antara agama/kepercayaan yang lahir dari keyakinan
masyarakat tertentu, dengan agama yang berasal dari wahyu tuhan kepada
rosulnya. Sedangkan para agamawan, pada umumnya memandang agama sebagai
sumber titik sentrak kehidupan manusia, terutama yang ada kaitannya dengan
system keyakinan dan system kepribadatan. Agama punya doktrin-dokrtin
(pokok-pokok ajaran) yang mengikat pemeluknya, diantara doktrin tersebut ada
bersifat dogmatis (inti keyakinan), yang tidak mungkin ditukar dengan tradisi dan
system kebudayaan yang berlawanan. Meskipun demikian, dalam agama terdapat
koridor yang memungkinkan adanya peneyesuaian atau peneyerapan antara
agama dengan tradisi dan budaya yang berlaku disuatu masyarakat. Disana terjadi
proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling mempengaruhi.

Hubungan antara agama dan kebudyaan memenag tidaklah selalu


harmonis. Sedikitnya ada empat kategori hubungan antara agama dengan
kebudyaan menurut formulasi prof. G. Van Der Leeuw yaitu sebagai berikut:

1. Agama dan kebudyaan menyatu


2. Agama dan kebudyaan renggang.
3. Agama dan kebudyaan terpisah.
4. Agama dan kebudayaan terpisah

Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agama dan


kebudyaan tidak bersifat statis, tetapi berkembang secara dinamis dalam
perjalanan sejarah.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Husein, Machnun. 1995. Kajian Sosiologi Agama. (terj). Betty R. Scharf dari
judul
asli The Sociological Study of Religion. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Stewart, Elbert W. 1981. Sociology: The Human Science. USA: McGraw-Hill


BookCompany.
Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Knisius, 1992.

Mulyono, Sumardi, Penelitian agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan, 1982.

Anda mungkin juga menyukai