Anda di halaman 1dari 4

Relasi Agama dan Budaya

A. Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata “a” berarti tidak dan “gama” berarti kaca, kedua
kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam
pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya
dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama
sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok
orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya.
Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas, nilai-nilai
kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.Pengertian itu jugalah yang
terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari katareligio (bahasa Latin),
yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat
peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya denganrealitas
tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungan antar sesamanya (horizontal).

B. Pengertian Budaya
Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta serta akal budi manusia untuk
memperbaiki,mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Atau, kebudayaan
adalahkeseluruhan kemampuan (pikiran, kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahamiserta
berinteraksi dengan lingkungan dan sesuai situasi dan kondisinya.Budaya menurut
Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerjamanusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.

C. Bentuk-bentuk Agama Dan Budaya


1. Bentuk Agama
Agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam artimengungkapkan
apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan,
struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya
berdasarkankriteria agama
Agama ada yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang
telahmeninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah
Dinamisme, Animisme, Monoteisme dll, adapun pengertiannya adalah sebagai berikut:
a. Pengertian Agama Dinamisme ialah Agama yang mengandung kepercayaan pada kekuatangaib yang
misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatangaib dan
berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada
yang bersifat baik dan ada pula yang bersifat jahat. Dan dalam bahasa ilmiah kekuatan gaib
itu disebut ‘mana’ dan dalam bahasa Indonesia ‘tuah atau sakti’
b. Pengertian Agama Animisme ialah Agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baikyang
bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Bagi masyarakat primitif roh
masihtersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh
dari benda- benda tertentu adakalanya mempunyai pengaruh yang dasyat terhadap kehidupan 
manusia,Misalnya : Hutan yang lebat, pohon besar dan ber daun lebat, gua yang gelap dll.
c. Pengertian Agama Monoteisme ialah Adanya pengakuan yang hakiki bahwa Tuhan satu,Tuhan Maha Esa,
Pencipta alam semesta dan seluruh isi kehidupan ini baik yang bergerakmaupun yang tidak bergerak.

2. Bentuk Kebudayaan
a. Kebudayaan Persia
dalam sejarah kebudayaan Persia, masyarakatnya banyak yang menyembah berbagai alam nyata,seperti
langit, cahaya, udara, air dan api. Api dilambangkan sebagai Tuhan baik, sehingga mereka menyembah api
yang selalu dinyalakan didalam rumah-rumah.
b. Kebudayaan Romawi Timur
Kerajaan Romawi didirikan pada tahun 753 M. Budaya Romawi pada umumnya beragama Nasrani.
Dalam Kebudayaannya dikenal 3 muhzab yang termasyur yaitu :1. Mazhab Yaaqibah, yang
bertebaran di Mesir, Habsyah Mazhab ini berkeyakinan bahwa Isa Almasih adalah Allah. 2. Mazhab
Nasathirah yang betebaran di Mesir, Irak, Persia. 3. Mazhab Mulkaniyah, Kedua Mazhab ini berkeyakinan
bahwa dalam diri Al-Masih terdapat dua tabiat yaitu : 1. Tabiat ketuhanan, 2. Tabiat kemanusiaan.
c. Kebudayaan Islam
Sejalan dengan perkembangan dunia dan perubahan zaman, Ajaran-ajaran Islam pun kian marak dijadikan
sebuah Budaya, yang akhirnya masyarakat sendiri sulit membandingkan antara Agama dengan Budaya.
Contohnya : Masalah busana muslim “Jilbab”, di zaman dahulu busana muslim atau jilbab
adalah pakaian yang menutup aurat, pakaian longgar dan panjang, sedangkan zaman sekarang
jilbab menjadi sebuah model atau gaya yang mana tidak lagi melihat pada tuntunan Islam.

D. Hubungan Agama Dengan Budaya


Pasca diturunkannya wahyu terakhir dan wafatnya nabi Muhammad, ajaran islam
berkembang sedemikian pesat dan luasnya hingga menembus batas-batas geografis wilayah
jazirah Arab melalui berbagai macam ekspedisi militer dan perdagangan yang dilakukan oleh
penerus kepemimpinan nabi, yaitu para Khulafaur Rasyidin dan generasi penerusnya.
Berkembang luasnya wilayah pemerintahan Islam ini kemudian membuat terjadinya
pertemuan antara peradaban Islam dengan berbagai macam kebudayaan yang sudah
berkembang pada zaman itu, seperti misalnya kebudayaan Romawi ataupun kebudayaan
Persia yang merupakan dua imperium besar pada masa itu.
Interaksi antara Islam dengan berbagai peradaban yang sudah mapan ini kemudian
melahirkan suatu bentuk akulturasi budaya yang melahirkan berbagai macam produk dalam
bidang seni, ilmu pengetahuan, maupun sistem ekonomi dan hukum.
Dalam sejarahnya, kita melihat contohnya pada zaman Khalifah Al-Ma'mun yang membuat
proyek besar untuk menerjemahkan berbagai buku karya pemikir Yunani ke dalam bahasa
Arab. Kota Baghdad pun pada saat itu menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan
dengan berbagai macam cendekia dan pelajar dari segala penjuru dunia untuk menuntut ilmu.
Akan tetapi, walaupun membawa dampak positif untuk memperkaya pengetahuan dan
pengalaman kebudayaan Islam, ada sebagian juga yang berpendapat bahwa interaksi antara
Islam dan budaya membawa dampak negatif dan menganggap bahwa agama adalah wilayah
yang harus steril dari pengaruh-pengaruh budaya tertentu untuk menjaga kemurnian ajaran
agama dari berbagai macam praktek menyimpang yang dianggap tidak sesuai dengan
tuntunan agama.
Relasi agama dan budaya ini kemudian menimbulkan sedikit pertanyaan menarik. Jika
seandainya Islam membawa misi sebagai rahmatan lil 'alamin, bagaimana pandangan Islam
dalam memandang bentuk-bentuk praktik sosial tertentu yang sudah berlangsung di tengah
masyarakat tertentu. Apakah dengan datangnya Islam ia menghapus segala macam praktek
kebudayaan yang telah ada?
Seperti yang lazim kita ketahui, bahwa agama Islam pertama kali berkembang di wilayah
jazirah Arab, khususnya di dua kota suci, yaitu kota Makkah dan Madinah sebagai pusat
penyebarannya. Dalam perkembangannya, ajaran-ajaran Islam banyak yang menjawab
praktek-praktek yang ada di masyarakat Arab pada waktu itu, dan secara spesifik Al-Qur'an
pun diturunkan dalam bahasa Arab untuk menyesuaikan dengan latar belakang nabi
Muhammad serta masyarakat Makkah dan Madinah yang berbahasa Arab.
Akan tetapi meskipun begitu, Al-Qur'an secara tegas menekankan bahwa pesan yang
dibawanya merupakan pesan universal yang tidak terikat dengan tempat, waktu, atau
kelompok tertentu. Ada semacam kesan yang kurang tepat bahwa antara Arab dengan Islam
adalah hal yang sama, tetapi pada dasarnya posisi antara arab dan non-arab itu setara, bahkan
bahasa dan budaya Arab pun bukan semata khas milik muslim saja, tetapi juga dipraktekkan
oleh suku Baduy, umat Yahudi, dan Kristen pada zaman itu.
Para antropolog dan sejarawan umumnya menganggap bahwa agama itu merupakan bagian dari kebudayaan
(religion is a part of every known culture). Karena memandang kebudayaan sebagai titik sentral kehidupan
manusia, dan mereka tidak membedakan antara agama / kepercayaan yang lahir dari keyakinan
masyarakat tertentu, dengan agama yang berasal dari wahyu tuhan kepada
Rosul- Nya. Sedangkan para agamawan, pada umumnya memandang agama sebagai sumber
titik sentral kehidupan manusia, terutama yang ada kaitannya dengan sistem keyakinan (credo) dan
sistem peribadatan (ritus). Agama mempunyai doktrin-doktrin (pokok-pokok ajaran) yang me
ngikat pemeluknya, diantara doktrin tersebut ada yang bersifat dogmatis (inti keyakinan), yan
g tidakmungkin ditukar dengan tradisi dan sistem kebudayaan yang berlawanan. Meskipun
demikian, dalamagama terdapat koridor yang memungkinkan adanya penyesuaian atau penyerapan antara
agamadengan tradisi dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat. Disana terjadi proses
saling mengisi,saling mewarnai dan saling mempengaruhi.Hubungan antara agama dan
kebudayaan memang tidak selalu harmonis. Sedikitnya ada empatkategori hubungan antara agama dengan
kebudayaan, dengan meminjam formulasi Prof. G. Van Der Leeuw sebagai berikut :
1. Agama dan keudayaan menyatu.
2. Agama dan kebudayaan renggang.
3. Agama dan kebudayaan terpisah.
4. Agama dan kebudayaan saling mengisi.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agama dan kebudayaan tidak bersifat statis,tetapi
berkembang secara dinamis dalam perjalanan sejarah. Walaupun pengamatan Prof. G. Van Der Leeuw tadi
mencerminkan pengalaman dari masyarakat Barat modern, namun pengamatan itu dapatkita ambil manfaat
juga dalam mempelajari perkembangan di Negara kita.

E. Pengaruh Islam terhadap Budaya Indonesia


 Dalam konteks Indonesia, kita tentu sudah membaca kiprah dakwah para wali songo dalam
menyebarkan ajaran Islam di pulau jawa melalui pendekatan kebudayaan dan tradisi lokal
yang disisipkan nilai-nilai Islam. Jika seandainya para wali songo melakukan pendekatan
yang kaku maka tentu dakwah mereka tidak akan diterima secara baik dan justru akan
mendapat penolakan dari masyarakat jawa pada waktu itu.
Prof. Nurcholish Madjid (2019) menyebut bahwa kita harus dapat membedakan antara
"Tradisi" dan "Tradisionalitas". Tradisi belum tentu semuanya buruk dan dapat diterima
selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Akan tetapi, sifat "Tradisionalitas"
yang memandang mutlak kebenaran segala bentuk tradisi masa lalu dan menutup diri dari
sikap kritis untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk, itulah yang harus
dihindari.
Tradisi bukanlah lawan dari Modernitas seperti yang selama ini dibentur-benturkan. Bahkan,
nilai-nilai tradisi dapat menjadi sumber etos kerja dan spirit kemajuan seperti yang telah
terjadi pada bangsa Jepang yang dijelaskan secara menarik oleh Robert Bellah dalam
bukunya: "Tokugawa Religion : The Cultural Roots of Modern Japan" (1985)
Dalam perkembangannya kita dapat melihat bahwa dalam situasi mutakhir, segala bentuk
penyeragaman dalam pemahaman keagamaan akan selalu menemui kegagalannya. Ini
dikarenakan, meskipun Islam memiliki nilai-nilai Universal dalam ajarannya, ia juga
berdialog dengan nilai-nilai Partikular berupa budaya dan nilai sosial tertentu yang kemudian
mewujud dalam praktek keagamaan yang beragam satu sama lain.
Sesungguhnya standar keberislaman seseorang tidaklah ditentukan ketika ia sholat dengan
memakai sarung atau memakai gamis. Keduanya hanyalah simbol lahiriah semata dan
ketakwaan, sedangkan ketakwaan yang murni adalah bersumber dari ketundukan dan
komitmen seorang muslim dalam menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.
Relasi antara agama dan budaya dapat bersifat timbal-balik secara positif dan tidak selalu
bersifat antagonis satu sama lain. Keduanya dapat saling memperkaya ajaran satu sama lain.
Sebagaimana yang telah dituturkan sebagai nasihat klasik yang penuh hikmah dari para
ulama kita :
ْ ‫ْال ُم َحافَظَةُ َعلَى ْالقَ ِدي ِْم الصَّالِحْ َوااْل َ ْخ ُذ‬
ْ‫بال َج ِد ْي ِد ااْل َ صْ لَح‬
"Menjaga nilai dan ajaran tradisi lama yang baik, serta mengambil nilai dan ajaran baru
yang lebih baik"
Budaya Islam; nilai-nilai islam, teologi (sistem kepercayaan), pemikiran, dan praktek ibadah
yang bersifat qath’i, juga dianggap sebagai ajaran islam yang bersifat lokal-Arab. Sementara
budaya Indonesia adalah pemikiran, perilaku, kebendaan, dan sistem nilai yang memiliki
karakteristiktertentu, seperti keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda, terbuka, egaliter, tidak merasa
palingtinggi satu sama lain, sopan-santun, tata krama, toleransi, weruh saduruning winarah
dansuwuk, hamengku, hangemot, dan hangemong. Jadi, ini adalah unsur-unsur budaya islam
dannusantara.Pertama, Islam adalah agama yang datang ke nusantara dengan tujuan mengislamkan
masyarakatnya. Islam hadir untuk memengaruhinya. Ini dapat dilihat dari ungkapan yang menjelaskan
konsep bahwa Islam dengan nilai-nilainya itu yang mempengaruhi.
Dalam hubungan ini, budaya yang dibawa Islam untuk memengaruhi Nusantara adalah sistem nilai
subtantif atau universal, teologi, dan ritual Ibadah yang sifatnya pasti. Sementara budaya
Islam yang bersifat fisik - dalam pengertian sosiologis- seperti cara berpakaian, berjilbab, dan nada
membaca Alquran (langgam) dianggap sebagai budaya Arab yang tidak perlu dibawa ke Nusantara.Kedua,
pada tataran ini Islam dan budaya Indonesia dalam posisi seimbang. Islam merasa sejajar dengan budaya
lokal bisa dimaknai tiga pengertian:
1) Islam memiliki budaya fisik-sosiologis yang memilki karakteristik ke-Arab-an bisa
digabung dengan budaya lokal, sehingga memunculkan budaya baru. Misalnya, lembaga
pendidikan pesantren dan tulisan pegon (gabungan dari budayatulisan Arab dengan bahasa
Nusantara.
2) Islam dan budaya lokal seimbang dalamwilayah nilai-nilai universal. Sebagimana
dijelasakan Ishom Syauqi, bahwa Islam Nusantara hendakmewujudkan budaya dan
peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan universalkeislaman dan
kenusantaraan. Di sini, nilai Islam dan kenusantaraan sejajar, sehingga keduanyamenghasilkan
peradaban baru.
3) Islam merasa sejajar dalam wilayah teologis (sistem kepercayaan)dan peribadatan dengan budaya
lokal, tetapi di antara keduanya tidak ada saling sapa melainkan salingmenghormati atau
toleransi.Ketiga, budaya lokal memengaruhi Islam. Budaya Indonesia sebagai “tuan rumah” aktif
dalam menjaga, memberi tempat, dan membina Islam agar tidak berbenturan. Ini menunjukkan bahwaketika
masuk dalam budaya lokal, Islam diletakkan dalam posisi tertentu sehingga tidak
memengaruhiunsur-unsur budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam hanya diperbolehkan masuk ke kamar
tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain.

Anda mungkin juga menyukai