BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oleh karena itu demi terjaganya eksistensi dan nilai-nilai agama sekaligus memberi
pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu
Budaya. Penulis berharap apa yang ditulis nanti dapat menjadi panduan pembaca
dalam mengaplikasikan serta dapat membandungkan antara Agama dan Budaya.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu agama dan apa itu kebudayaan?
2. Bagaimana hubungan antara agama dan kebudayaan itu?
3. Bagaimana Agama dan kebudayaan sebagai sistem symbol, pandangan hidup
(worldview) dan etos?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama dan Kebudayaan
Pengertian agama: dalam masyarakat Indonesia selain dari kata Agama, dikenal
pula kata “din”()الدينdari Bahasa Arab dan kata “religi” dari Bahasa Eropa. Agama
berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari
dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi, maka kata agama
dapat diartikan tidak pergi, tidak ditempat, diwarisi turun-menurun. Sedangkan kata
“din” itu sendiri dalam Bahasa Semit berarti undang-undang atau hokum. Dalam
Bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan. Patuh, balasan,
kebiasaan. Adapula kata “religi” yang berasal dari Bahasa Latin. Menurut suatu
pendapat asalnya ialah “relege” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca
dan bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah suatu ketetapan yang
dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan
siapa saja.[1]
Namun agama juga bisa diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur
hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya Tuhannya, mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan lngkungannya.
Agama dilihat dari system keyakinan yang melahirkan berbagai perilaku keagamaan.
System keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang luar biasa untuk
memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu.[2]Pada intinya Agama harus memiliki tiga system berikut agar bisa
dikatakan sebagai suatu Agama: pertama, Credo atau keimanan (aqidah), kedua,
Critus yang mana didalamnya terdapat unsur peribadatan (syari’at) ketiga, sistem
norma (akhlaq).
Dari situlah agama dan kebudayaan tidak dapat terpisahkan, berikut adalah
pengaruh antara agama dengan budaya sehingga menghasilkan interaksi. Interaksi
antara agama dengan budaya dapat terjadi dengan:
1. Agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah
agama, simbolnya adalah budaya. Misalnya, bagaimana shalat mempengaruhi
bangunan.
2. Kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama. Kebudayaan Indonesia
mempengaruhi Islam dengan pesanteren dan kiai yang berasal dari padepokan.
3. Kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama. Contoh,
pernikahan pada suku batak didominasi oleh adat bukan agama.[5]
Definisi agama menurut Geertz: 1) Agama sebagai sebuah system budaya berawal
dari sebuah kalimat tunggal yang sistem simbol yang bertujuan; 2) Membangun
suasana hati dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak mudah hilang
dalam diri seseorang dengan cara; 3) Merumuskan tatanan konsepsi kehidupan
yang umum; 4) Melekatkan konsepsi tersebut pada pancaran yang factual; 5) Yang
pada akhirnya konsepsi tersebut akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik.
Geertz mencontohkan upacara ritual di Bali sebagai pencampuran antara etos dan
pandangan dunia. Pertempuran besar antara dukun sihir Rangda dan Monster
Barong aneh. Penonton terhipnotis masuk dalam tontonan tersebut dan mengambil
posisi mendukung salah satu karakter, yang pada akhirnya ada beberapa yang jatuh
tidak sadarkan diri. Drama tersebut bukan sekedar tontonan, melainkan kegiatan
ritual yang harus diperankan. Agama di Bali begitu sangat khas dan spesifik hingga
tatanan tersebut tidak bisa diubah menjadi suatu kaidah umum bagi semua agama.
Agama maupun tingkah laku agama seseorang merupakan simbol dari pengalaman-
pengalamannya tentang sesuatu realitas. Seseorang memeluk agama tertentu
dikarenakan ada sebab-sebab lingkungan yang mempangaruhinya. Berbagai sistem
pengetahuan yang ada dalam pikirannya tentang agama inilah selanjutnya
melahirkan berbagai macam tingkah laku agama yang akan selalu berbeda
antarseseorang dengan yang lain. Oleh karena itu menurut Geertz, setiap studi
agama menuntut dua tahapan operasi.Pertama, orang harus menganalisis
serangkaian makna yang terdapat dalam simbol-simbol agama lahir sendiri.
Kedua,yang lebih sulit, karena simbol sangat berhubungan dengan struktur
masyarakat dan psikologi individu para anggotanya, hubungan-hubungan itu harus
ditemukan di sepanjang sirkuit sinyal yang terus-menerus diberi, diterima, dan
dikembalikan. Simbol merupakan unit terkecil dari suatu ritual, yang mengandung
sifat-sifat khusus dari tingkah laku ritual itu, serta merupakan unit terpokok dari
struktur spesifik dalam ritual.[8]
BACA JUGA
Contoh lain dalam kebudayaan lokal adalah seperti sedekah laut. Tradisi ini
menyimbolkan di daerah Cilacap. Kemudian, contoh lain adalah kenduri dan
selamatan sebagai salah satu solusi dari kebiasaan upacara sejenis yang menu
hidangan utamanya daging, ikan, nasi tumpeng dan air teh. Kenduri ini dalam tradisi
masyarakat Jawa yang diniatkan sebagai sedekah dalam bentuk makan-makan
setelah berdo’a dan bersyukur sebagaimana yang telah Nabi anjurkan, agar berbagi
suka dalam bentuk hidangkan makanan bagi sesamanya. Masih banyak lagi ritual-
ritual yang menjadi simbol kebudayaan lokal.
Ada tiga poin penting dari definisi diatas, seperti yang dipaparkan oleh Ust.Hamid
Fahmi Zarkasyi yaitu bahwa worldview adalah motor bagi perubahan sosial, asas
bagi pemahaman realitas dan asas bagi aktifitas ilmiah. Dalam konteks sains,
hakekat worldview dapat dikaitkan dengan konsep “perubahan paradigma”
(Paradigm Shift) Thomas S Kuhn yang oleh Edwin Hung juga dianggap sebagai
weltanschauung Revolution. Sebab paradigma menyediakan konsep nilai, standar-
standar dan metodologi-metodologi, atau ringkasnya merupakan worldview dan
framework konseptual yang diperlukan untuk kajian sains. Namun dari definisi diatas
setidaknya kita dapat memahami bahwa worldview adalah identitas untuk
membedakan antara suatu peradaban dengan yang lain. Bahkan dari dua definisi
terakhir menunjukkan bahwa worldview melibatkan aktifitas epistemologis manusia,
sebab ia merupakan faktor penting dalam aktifititas penalaran manusia.
Dalam islam, memang tidak ada kata khusus yang merujuk pada istilah worldview.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa tidak ada konsep worldview dalam islam. Para
ulama terdahulu menggunakan istilah yang berbeda-beda seperti al-Mawdudi
mengistilahkannya dengan Islami nazariat (Islamic Vision), Sayyid Qutb
menggunakan istilah al-Tasawwur al-Islami (Islamic Vision), Mohammad Atif al-Zayn
menyebutnya al-Mabda’ al-Islami (Islamic Principle), Prof. Syed Naquib al-Attas
menamakannya Ru’yatul Islam lil wujud (Islamic Worldview). Meskipun istilah yang
dipakai berbeda-beda pada umumnya para ulama tersebut sepakat bahwa Islam
mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap segala sesuatu.
Manurut al-Mawdudi, yang dimaksud Islami Nazariyat adalah pandangan hidup yang
dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan
kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab shahadah adalah pernyataan moral
yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara
menyeluruh.
Dari proses lahirnya pandangan hidup Islam dapat disimpulkan bahwa Islam adalah
agama yang sarat dengan ajaran yang mendorong timbuhnya ilmu pengetahuan.
Ajaran tentang Ilmu pengetahuan dalam Islam yang cikal bakalnya adalah konsep-
konsep kunci dalam wahyu itu kemudian ditafsirkan kedalam berbagai bidang
kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk peradaban yang kokoh. Suatu
peradaban yang lahir dan tumbuh atas dukungan tradisi intelektual yang berbasis
pada wahyu.
Elemen-elemen worldview
Sebagai sebuah sistem yang telah mempunyai definisi yang jelas, worldview atau
pandangan hidup memiliki karakteristik tersendiri yang ditentukan oleh beberapa
elemen yang menjadi asas atau tiang penyangganya. Menurut Thomas F. Wall
suatu pandangan hidup ditentukan oleh pemahaman individu terhadap enam bidang
pembahasan yaitu: Tuhan, Ilmu, realitas, diri, etika dan masyarakat. Elemen tersebut
bersifat integral dan berkaitan satu sama lain. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa,
It (belief in God’s existence) is very important, perhaps the most important element in
any worldview. First if we do believe that God exists, the we are more likely to
believe that there is a plan and a meaning of life, if we are consistent, we will also
believe that the source of moral value is not just human convention but divine will
and that God is the highest value. Moreover, we will have to believe that knowledge
can be of more than what is observable and that there is a higher reality – the
supernatural world. If on the other hand, we believe that there is no God and that
there is just this one world, what would we then be likely to believe about the
meaning of life, the nature of ourselves, and after life, the origin of moral standards,
freedom and responsibility and so on.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa elemen pandangan hidup saling terkait dan konsep
Tuhan memegang peranan penting. Artinya kepercayaan individu terhadap adanya
atau tidak adanya Tuhan akan berkaitan secara konseptual dengan ilmu, realitas,
diri, etika dan masyarakat.
Menurut Porf. Al-Attas elemen asas bagi worldview Islam sangat banyak dan yang ia
merupakan jalinan konsep-konsep yang tak terpisahkan. Diantara yang paling utama
adalah Konsep tentang hakekat Tuhan, Konsep tentang Wahyu (al-Qur’an), Konsep
tentang penciptaan, Konsep tentang hakekat kejiwaan manusia, Konsep tentang
ilmu, Konsep tentang agama, Konsep tentang kebebasan, Konsep tentang nilai dan
kebajikan, Konsep tentang kebahagiaan dll. Disini Prof. al-Attas menekankan pada
pentingnya konsep sebagai elemen pandangan hidup Islam. Konsep-konsep ini
semua saling berkaitan antara satu sama lain membentuk sebuah struktur konsep
yang sistemik dan menyeluruh.
2) Pandangan hidup Islam bercirikan pada metode berfikir yang tawhidi (integral).
Artinya dalam memahami realitas dan kebenaran pandangan hidup Islam
menggunakan metode yang tidak dikotomis, yang membedakan antara obyektif dan
subyektif, historis-normatif, tekstual-kontektual dsb.
3) Pandagan hidup Islam bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama
(din) dan didukung oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam
telah sempurna dan dewasa sejak lahir
5) Pandangan hidup Islam memiliki elemen utama yang paling mendasar yaitu
konsep tentang Tuhan yang membedakannya dari agama lain. Adapun kesamaan-
kesamaan beberapa elemen tentang konsep Tuhan antara Islam dan agama lain
tidak kemudian berarti bahwa terdapat Satu Tuhan Universal seperti yang diserukan
oleh kelompok yang mengusung ide Transendent Unity of Religion, sebab sistem
konseptualnya berbeda.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama dan pandangan hidup
yang secara konseptual dapat dibedakan dari pandangan hidup lain. Islam adalah
Din dan peradaban (tamaddun) yang tumbuh dari pandangan hidup Islam
(wordview) yang diproyeksikan oleh Al-Qur’an dan hadist. Untuk memahami lebih
dalam mengenai The Worldview of Islam dapat dilakukan dengan mengkaji konsep-
konsep kunci dalam pandangan hidup Islam sehingga menjadi framework pemikiran
setiap muslim. Dengan demikian kita bisa mengetahui apakah suatu pemikiran
sesuai dengan pandangan hidup Islam atau tidak. Layak diadopsi oleh umat Islam
atau sebaliknya membahayakan keimanan.[11]
Dalam diskusi antropologis baru-baru ini, segi-segi moral (dan estesis) dari suatu
kebudayaan tertentu, unsur-unsur evaluative, pada umumnya diringkas dengan
istilah “etos”.
Misalnya orang batak yang mengamati kebudayaan jawa sebagai seorang asing
yang tidak mengenal kebudayaan jawa dari dalam, dapat mengatakan bahwa watak
khas kebudayaan jawa memancarkan keselarasan. Kemudian gambaran orang
batak mengenai watak kebudayaan jawa tadi biasanya akan diilustrasikan dengan
Bahasa jawa yang terpecah kedalam tingkat-tingkat Bahasa yang sangat rumit dan
mendetail, dengan kegemaran orang jawa akan warna-warna gelap dan tua, akan
seni suara gamelan yang tidak keras, akan benda-benda keseniandan kerajinan
daengan hiasan-hiasan yang sangat mendetail dan sebagainnya. [12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tentang “Agama dan Kebudayaan” yang telah dipaparkan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa Agama adalah mutlak ciptaan Tuhan yang hakiki oleh
karena itu agama dijamin akan kefitrahannya, kemurniannya, kebenarannya,
kekekalannya, dana atau tidak dapat dirubah oleh manusia sampai kapanpun.
Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa, dan akal buah budi
manusia untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan itu sendiri
akan mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan jaman. Oleh krena itu,
meski agama dan kebudayaan memiliki hubungan tapi tetap tidak dapat dicampur
adukkan.
DAFTAR PUSTAKA