Oleh
Kelompok 4:
Wahid Darmawan 4512421043
Zahra Rafidah 4512421044
Shabrina Maulida Arifin 4512421045
Fathiyyah Zahrany 4512421046
Anggi Adittian Nugraha 4512421047
Marsyanda Addelia Aqlima 4512421048
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian akhlak secara etimologi, terminologi serta ruang lingkup akhlak ?
2. Apa yang termasuk ke dalam akhlak terhadap sesama manusia?
3. Apa faktor yang mempengaruhi akhlak?
C. TUJUAN
1. Mengetahui perngertian akhlak secara etimologi dan terminologi serta ruang lingkup
akhlak
2. Mengetahui apa yang termasuk ke dalam akhlak terhadap sesama manusia
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi akhlak
BAB II
PEMBAHASAN
Akhlak tidak terlepas dari aqidah dan syariah. Oleh karena itu, akhlak merupakan
pola tingkah laku yang mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan sehingga
tergambarkan dalam perilaku yang baik. Akhlak merupakan perilaku yang tampak
(terlihat) dengan jelas, baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang memotivasi oleh
dorongan karena Allah. Namun demikian, banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap
batin ataupun pikiran, seperti akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek, yaitu
pola perilaku kepada Allah, sesama manusia, dan pola perilaku kepada alam.
Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia”
Dari ayat tersebut dapat diambil pelajaran penting tentang akhlak terhadap orang
tua yaitu kita wajib berbakti kepada orang tua dengan sebaik-baiknya. Artinya kita
tidak boleh melakukan ucapan atau perbuatan yang dapat menyakiti hati orang tua.
Pelajaran kedua adalah kita diharuskan untuk mengucapkan kata-kata mulia kepada
orang tua dan tidak boleh berkata kasar. Pelajaran ketiga adalah kita harus bersikap
sopan dan santun terhadap orang tua dan keluarga baik dalam bertutur kata maupun
dalam bertingkah laku. Pelajaran keempat adalah kita harus menunjukan rasa sayang
dan cinta kita sebagaimana yang dicurahkan oleh keduanya ketika mengurus kita saat
masih kecil.
Beberapa ulama mengatakan bahwa kebaktian kepada ibu seharusnya melebihi
kebaktian kepada bapak karena beberapa alasan diantaranya karena ibu adalah orang
yang mengandung dengan susah payah selama sembilan bulan kemudian ibu lah yang
melahirkannya. Ketika telah dilahirkan ibu yang menyusuinya selama kurang lebih dua
tahun dengan kasih sayang yang teramat sangat. Alasan tersebut juga dapat dilihat
dalam surat Al-Ahqaf ayat 15:
Artinya : “ Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
3. Kepada Keluarga
di samping harus berakhlak mulia terhdap dirinya, setiap Muslim harus berakhlak
mulia dalam lingkungan keluarganya. Pembinaan akhlak mulia dalam lingkungan
keluarga meliputi hubungan seseorang dengan orang tuanya, termasuk dengan guru –
gurunya, hubungannya dengan orang yang lebih tua atau dengan yang lebih muda,
hubungan dengan teman sebayanya, dnegan lawan jenisnya, dan dengan suami atau
istrinya serta anak – anaknya.
Menjalin hubungan dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang sanagat
istimewa dalam pembinaan akhlak mulia di lingkungan keuarga. Guru juga
dikategorikan sebagai orang tua kita. Orang tua nomor satu adalah orang tua yang
melahirkan kepandaian kepada kita. Islam menetapkan bahwa berbuat baik kepada
kedua orang tua (birr al-walidain) adalah wajib dan merupakan amalan utama (QS. Al-
Isra’ (17): 23-24 dan HR. Al-Bukhari dan Muslim). Berakhlak mulia dengan kepada
orang tua bisa dilakukan di antaranya dengan:
a. Mengikuti keinginan dan saran kedua orang tua dalam berbagai aspek kehidupan
b. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan
kasih sayang atas jasa – jasa keduanya
c. Membantu kedua orang tua secara fisik dan material
d. Mendoakan kedua orang tua agar selalu mendapatkan ampunan, rahmat, dan
karunia dari Allah (QS. Al-Ira’ (17): 24); dan 5)
Jika keduanya telah meninggal, maka yang harus dilakukan adalah mengurus
jenazahnya dengn sabeik – baiknya, melunasi hutang – hutangnya, melaksanakan
wasiatnya, meneruskan silaturahmi yang dibina orang tua di waktu hidupnya,
memuliakan sahabat-sahabatnya, dan mendoakannya. Jadi, kita wajib berbuat baik
kepada kedua orang tua kita (birr al-walidain) dan jangan sekali-kali kita durhaka
kepada keduanya hal yang hampir sama juga harus kita lakukan terhadap guru – guru
kita.
Untuk menjalin hubungan dengan orang – orang yang lebih tua, yang kita lakukan
tidak jauh berbeda dengan apa yang kita lakukan terhadap orang tua dan guru, selama
orang yang lebih tua itu patut untuk diperlakukan seperti itu, jika mereka adalah
saudara kita, maka kita harus memberikan penghormatan yang sebaik-baiknya, apalagi
jika mereka adalah saudara dari bapak atau ibu kita. Ketika kedua orang kita sudah
meninggal, mereka dapat mengganti kedudukan kedua orang tua kita. Jika mereka itu
bukan saudara kita, maka kita tetap harus memberikan kasih sayang kita yang
sepenuhnya dengan ikut merawat mereka, membimbing, mendidik, dan membantu
mereka jika mereka membutuhkan bantuan kita. Jika mereka bukan saudara kita, kita
tetap harus menyayangi mereka dengan menunjukkan kasih sayang kita kepada
mereka, jangan sekali – kali kita menyakiti mereka dan melakukan sesuatu yang
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mereka, baik segi fisik maupun mental
atau kejiwaan mereka.
Firman Allah SWT. :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susahpayah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Q.S Al-Ahqaf:15 )
4. Kepada Masyarakat
Yang dimaksud dengan pembinaan akhlak mulia di tengah masyarakat di sini
adalah menjalin hubungan baik yang tidak terfokus hanya pada pergaulan antar
manusia secara individual, tetapi lebih terfokus pada perilaku kita dalam kondisi
yang berbeda-beda, seperti bagaimana bersikap sopan ketika kita sedang bepergian,
ketika dalam berkendaraan, ketika bertamu dan menerima tamu, ketika bertetangga,
ketika makan dan minum, ketika berpakaian, serta ketika berhias.
Salah satu sikap penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap Muslim adalah
sikap menghormati dan menghargai orang lain. Orang lain bisa diartikan sebagai orang
yang selain dirinya, baik keluarganya maupun di luar keluarganya. Orang lainjuga bisa
diartikan orang yang bukan termasuk dalam keluarganya, bisa temannya, tetangganya,
atau orang yang selain keduanya. Dalam konteks beragama, orang lain bisa juga
diartikan orang yang tidak seiman dengan kita, atau orang yang tidak memeluk
agama Islam.
Terhadap orang lain yang seiman (sesama Muslim), kita harus membina tali
silaturrahim dan memenuhi hak-haknya seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi
Saw. Dalam salah satu haditsnya, Nabi Saw. menyebutkan adanya lima hak seorang
Muslim terhadap Muslim lainnya, yaitu:
1. Apabila bertemu, berilah salam kepadanya
2. Mengunjunginya, apabila ia (Muslim lain) sedang sakit
3. Mengantarkan jenazahnya, apabila ia meninggal dunia
4. Memenuhi undangannya, apabila ia mengundang, daN
5. Mendoakannya, apabila Ia bersin (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Terhadap suami atau isteri dan anak-anak kita, kita harus saling menjalin
hubungan kasih sayang demi ketenteraman keluarga kita. Terhadap tetangga, kita
harus selalu berbuat baik. Jangan sampai kita menyakiti tetangga kita (HR.
al-Bukhari). Terhadap tamu, kita harus memuliakan dan menghormatinya.
Nabi memerintahkan kepada kita agar selalu memuliakan tamu (HR. al-
Bukhari dan Muslim), dan segera menyambut kedatangannya serta
mengantarkan kepergiannya. Terhadap orang alim (ulama) dan cendekiawan,
kita harus menghormati keluasan ilmunya dan berusaha untuk selalu bergaul dan
mendekatinya. Terhadap para pemimpin, kita harus menaati mereka selama tidak
menyimpang dari aturan agama. Menaati pemimpin yang benar berarti menaati Allah
Swt. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Jika mampu kita harus memberikan saran
dan nasehat yang baik kepada mereka demi kemajuan yang dipimpinnya.
Adapun terhadap orang-orang yang lemah, seperti fakir miskin dan anak
yatim, kita harus berbuat baik dengan menyantuni mereka, memberikan makanan
dan pakaian kepada mereka, dan melindungi mereka dari gangguan yang
membahayakan mereka. Jangan sekali-kali kita berlaku sewenang-wenang kepada
anak yatim dan menghardik orang yang minta-minta (QS. al-Dluha (93): 9-10).
Terhadap mereka yang tidak seiman, Islam memberikan beberapa batasan
khusus seperti tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan dengan mereka, tidak
memberi salam kepada mereka, dan tidak meniru cara-cara mereka. Ukuran hubungan
dengan mereka yang tidak seiman adalah selama tidak masuk pada ranah aqidah dan
syariah. Di luar kedua hal ini, Islam tidak melarang kita berhubungan dengan mereka.
Terhadap mereka yang mengancam agama kita, kita harus berbuat tegas (QS. al-
Mumtahanah (60): 9). Dan jika mereka berkhianat, kita pun harus memerangi mereka
(QS. al-Anfal (8): 56-57).
Itulah beberapacara dalam rangka membina akhlak mulia di tengah-tengah
masyarakat secara umum. Secara khusus bentuk-bentuk akhlak mulia di masyarakat
ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Menyayangi yang lemah;
2. Menyayangi anak yatim;
3. Suka menolong;
4. Bersikap pemurah dan dermawan;
5. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kepada yang ma‟ruf
dan mencegah dari yang munkar);
6. Menaati ulama dan ulil amri;
7. Bersikap toleran; dan
8. Sopan dalam bepergian, dalam berkendaraan, dalam bertamu dan
menerima tamu, dalam bertetangga, dalam makan dan minum, dan
dalam berpakaian.
5. Kepada Teman
Teman merupakan orang terdekat kita setelah orangtua, keluarga dan
saudara.Dalam hubungan pertemanan diperlukan rasa saling memahami, saling sabar,
dan saling menyayangi agar hubungan pertemanan berjalan dalam waktu yang
lama.Oleh karena itu, diperlukan sebuah adab-adab ataupun pemahaman mengenai
akhlak terhadap teman, berikut adalah adab-adab yang perlu diperhatikan dalam
menjalin sebuah pertemanan.
a. Saling menasehati
Ketika ada teman yang bertengkar ataupun melakukan perbuatan yang tidak
baik terhadap teman yang lain maka sesama teman wajib menasehati, dan
Dalam setiap menjalin hubungan dengan orang lain, tentunya tak luput dari
berselisih atau berbeda pendapat. Perbedaan-perbedaan ini kadang menjadi
pemicu munculnya masalah. Sebagai seorang muslim, sudah menjadi sebuah
kewajiban untuk mendamaikan jika ada pihak yang berselisih, bukan
mendiamkan atau memperkeruh masalah, sesuai perintah Allah dalam
firmannya dalam surat Al Hujarat ayat 13 yang artinya,
“Orang-Orang Beriman Itu Sesungguhnya Bersaudara. Sebab Itu
Damaikanlah (Perbaikilah Hubungan) Antara Kedua Saudaramu Itu Dan
Takutlah Terhadap Allah, Supaya Kamu Mendapat Rahmat.”
b. Saling menyayangi dan menghargai
Mengasihi teman dengan tulus, melahirkan sebuah persaudaraan. Selain itu,
sesama teman harus saling menghargai agar hubungan pertemanan tetap
harmonis. Karena merasa sudah dekat dengan teman atau sahabat, terkadang
kita lupa batasan hingga tak sadar mengucapkan kata-kata yang tidak
sepantasnya. Entah itu kata-kata kasar yang menyakitkan hati atau kata-kata
jorok yang tidak pantas diucapkan. Padahal Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allāh ‘Azza Wa Jalla Tidak Suka Dengan Perbuatan Keji Dan
Kata-Kata Yang Kotor (Kasar).” (HR Ahmad)
b. Jika tetangga muslim saja (tidak satu keluarga) ada dua kewajiban yang wajib
ditunaikan, yaitu:
1) Kewajiban memuliakan tetangga;
2) Kewajiban menghormati hak keislaman;
c. Jika ia tidak muslim dan tidak famili maka hanya ada satu kewajiban saja, yaitu
memuliakan tetangga.
D. Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Akhlak
Faktor yang mempengaruhi bentuk akhlak :
1. Insting (Naluri)
Adalah sifat jiwa yang pertama yang membentuk akhlak. Insting merupakan
seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan
bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong
lahirnya tingkah laku, seperti naluri makan (nutritive instinct), naluri berjodoh
(seksual instinct), naluri keibu-bapakan (paternal instinct), naluri perjuangan
(combative instinct), dan naluri ber-Tuhan. Dengan naluri potensi inilah manusia
dapat memproduksi aneka corak perilaku sesuai pula dengan corak instingnya.
2. Adat/Kebiasaan
Adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-
ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian,
makan, tidur, olahraga, dan sebagainya. Adapun ketentuan sifat-sifat adat
kebiasaan, adalah mudah diperbuat, menghemat waktu dan perhatian.
3. Wirotsah (Keturunan)
Istilah wirotsah berhubungan dengan faktor keturunan. Dalam hal ini secara
langsung atau tidak langsung, sangat mempengaruhi bentuk sikap dan tingkah
laku seseorang.Sifat yang diturunkan orang tua terhadap anaknya, bukanlah sifat
yang dimiliki yang tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat dan
pendidikan. melainkan sifat- sifat bawaan sejak lahir. Sifat-sifat yang diturunkan
tersebut pada garis besarnya ada dua macam:
a. Sifat-sifat jasmaniyah, yaitu sifat kekuatan dan kelemahan otot dan urat
syaraf orang tua yang dapat diwariskan kepada anak-anaknya.
b. Sifat-sifat rohaniyah, yaitu lemah atau kuatnya suatu naluri dapat
diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku
anak cucunya.
4. Milieu (Lingkungan)
Milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah dan udara.
Sedangkan lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya, seperti negara,
lautan, udara, dan masyarakat. Dengan kata lain, milieu adalah segala apa yang
melingkupi manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Adapun macam-macam
milieu (lingkungan) ada dua, antara lain:
a. Lingkungan alam,
Alam yang melingkungi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi
dan menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan alam ini dapat
mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh
seseorang. Jika kondisi alamya tidak baik, hal itu merupakan suatu
rintangan dalam mematangkan bakat seseorang, sehingga hanya mampu
berbuat menurut kondisi yang ada. Sebaliknya jika kondisi alam itu baik,
kemungkinan seseorang akan dapat berbuat lebih mudah dalam
menyalurkan bakat yang dibawanya sejak lahir dan bakat tersebut dapat
turut menentukan. Dengan kata lain, kondisi alam ini ikut “mencetak”
akhlak manusia-manusia yang dipangkunya.
Kesimpulan
1. Akhlaq merupakan keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-
benar telah melekat sifat yang melahirkan perbuatan perbuatan dengan mudah dan
spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi. Sumber akhlaq berasal dari al-Quran
dan sunnah yang diajarkan oleh Rasululullah dari tingkah lakunya.
2. Ajaran Islam sangat mengutamakan akhlak al-karimah, yakni akhlak yang sesuai
dengan tuntunan dan tuntutan syariat Islam. Islam mempunyai banyak
dimensi yang mengatur pola hubungan manusia, tidak hanya sesama
manusia, akan tetapi dengan Khalik dan alam sekitarnya, seperti akhlak
kepada diri sendiri, kepada orang tua, kepada keluarga, masyarakat, dan
teman.
3. Pembentukan akhlak pribadi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, insting
(naluri), adat atau kebiasaan, wirotsah (keturunan), Milieu (lingkungan), dan
pendidikan.
Daftar Pustaka
Amri, U. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Rajawali Press.
Departemen Agama RI. (n.d.). Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang
Disempurnakan) Jilid VII.
Habibah, S. (2015). AKHLAK DAN ETIKA DALAM ISLAM. JURNAL PESONA
DASAR, Vol 1(No. 4), 73–87.
Marzuki, M. (2009). PEMBINAAN AKHLAK MULIA DALAM
BERHUBUNGAN ANTAR SESAMA MANUSIA DALAM PERSPEKTIF
ISLAM. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 9(1).
https://journal.uny.ac.id/index.php/humanika/article/view/3781
Nurhayati. (2014). Akhlak dan Hubungannya Dengan Aqidah Dalam Islam. Jurnal
MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 4(2), 289–309.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/mudarrisuna/article/view/291
Romadhon, M. (2018). Iplementasi Akhlak Siswa Terhadap Guru Di SMP Islam
Nurul Hidayah Kota Pekanbaru. Universitas Islam Riau.