Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“ MODERASI BERAGAMA ”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

NAMA : CICI SAFIRA KAUMING

NIRM : 2203010

PRODI : D3 FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sholawat serta salam tak lupa pula kami haturkan
kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya islam dan
menerangi dunia dengan cahaya islam.

Berkat rahmat dan Inayah-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa
makalah ini dengan tepat waktu. Adapun makalah ini kami tulis guna memenuhi tugas mata
kuliah di Universitas Muhammadiyah Manado. Makalah yang berjudul “ Moderasi
Beragama” ini berisi tentang hasil penelitian penulis tentang apa itu pengertian moderasi
beragama. Agar para pembaca bisa mengetahui apa itu pengertian dari moderasi beragama,
dan bagaimana karakteristik moderasi beragama.

Kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis berharap
agar makalah ini bermanfaat bagi masyarakat umum, para pembaca dan juga bagi penulis
sendiri. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan kita semua berada dalam keridhoan-Nya
dalam menempuh hidup ini. Aamiin

Wassalamu’alaikum wr.wb

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB 1.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..................................................................................................................4

A. Latar Belakang.............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................6

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................6

BAB 2.........................................................................................................................................7

ISI...........................................................................................................................................7

A. Pengertian Moderasi Beragama...................................................................................7

B. Karakteristik Moderasi Beragama...............................................................................9

KESIMPULAN....................................................................................................................16
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia dan
menjadi sorotan penting. Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk muslim
terbesar di dunia dan menjadi target utama dalam hal moderasi Islam. Moderasi adalah
prinsip dasar Islam. Islam moderat merupakan pemahaman keagamaan yang sangat relevan
dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat, suku, maupun bangsa itu
sendiri. Dari berbagai jenis keragaman yang dimiliki negara Indonesia, keragaman agama
adalah yang paling kuat dalam membentuk radikalisme di Indonesia. Munculnya kelompok
ekstrim yang semakin melebarkan sayapnya disebabkan oleh berbagai faktor seperti
kepekaan kehidupan beragama, masuknya kelompok ekstrim dari luar negeri bahkan masalah
politik dan pemerintahan. Maka, di tengah hiruk pikuk masalah radikalisme ini, muncul
istilah yang disebut “Moderasi Beragama”.

Pengertian moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara


tekstual artinya moderasi dalam agama di Indonesia bukanlah Indonesia yang moderat, tetapi
pemahaman dalam agama harus moderat karena Indonesia memiliki banyak kultur, budaya.
dan adat istiadat. Moderasi islam ini dapat menjawab berbagai persoalan agama dan
peradaban global. Tidak kalah pentingnya adalah Muslim moderat dapat merespon dengan
lantang, disertai dengan aksi damai dengan kelompok berbasis radikal dan ekstremis yang
melakukan segala sesuatu dengan paksaan dan kekerasan.

Islam dan umat Islam saat ini setidaknya menghadapi dua tantangan; Pertama,
kecenderungan beberapa umat Muslim untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam pemahaman
teks-teks keagamaan dan mencoba untuk menerapkan metode ini di masyarakat Muslim,
bahkan dengan kekerasan dan paksaan. Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem dengan
bersikap santai dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang
berasal dari budaya dan peradaban lain. Dalam upayanya itu, mereka mengutip dari teks-teks
keagamaan seperti Al-Qur’an, hadits dan karya-karya ulama klasik yang menjadi landasan
dan kerangka pemikiran, tetapi dengan memahaminya secara tekstual dan terlepas dari
konteks kesejarahan. Sehingga mereka terlihat seperti generasi yang terlambat lahir, sebab
hidup di tengah masyarakat modern tetapi memiliki pola berfikir generasi terdahulu.
Kemajemukan atau keberagaman adalah sebuah hal yang mutlak dalam kehidupan ini. Ia
adalah sunatullah yang dapat dilihat di alam ini. Allah menciptakan alam ini di atas sunnah
heterogenitas dalam sebuah kerangka kesatuan. Dalam konteks kesatuan manusia, kita dapat
mengetahui bagaimana Allah menciptakan berbagai suku dan bangsa. Sebagai bagian dari
kesatuan suatu bangsa, Allah menciptakan beragam etnis, suku, dan kelompok. Sebagai
bagian dari kesatuan sebuah bahasa, Allah menciptakan berbagai dialek. Sebagai bagian dari
kesatuan syariat, Allah menciptakan berbagai mazhab atau aliran pemikiran dari para imam
sebagai hasil ijtihad masing-masing. Dalam kerangka kesatuan umat (ummatan wahidah),
Allah menciptakan berbagai agama. Keberagaman dalam beragama adalah sunnatullah
sehingga keberadaannya tidak bisa dinafikan begitu saja

Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat, senjata yang paling


ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme, adalah melalui
pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran Islam sebagai rahmatan lil
alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam
Tengah” adalah suatu yang menjadi terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah
SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti
dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam
Wasathiyah memiliki beberapa karakteristik, seperti berikut:

Tawassuth (moderat), Tawazun (ber keseimbangan), I’tidâl (lurus dan tegas), Tasamuh
(toleran), Musawah (egaliter dan non diskriminasi), Aulawiyah (mendahulukan yang
prioritas), Tahaddhur (berkeadaban), Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif).

Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke arah yang
lebih baik, sehingga tidak ada diskriminasi dalam keberagaman dan menimbulkan rasa aman
dan nyaman.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Itu Moderasi Beragama?

2. Bagaimana Karakteristik Moderasi Beragama?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Apa Itu Moderasi Beragama

2. Untuk Mengetahui Bagaimana Karakteristik Moderasi Beragama


BAB 2

ISI

A. Pengertian Moderasi Beragama

1. Moderasi

Secara Bahasa

1) Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin Moderatio, yang memiliki arti “sedang” (tidak
berlebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat
kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua
pengertian kata moderasi, yakni: 1. pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran
keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang
itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.

2) Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-
rata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat
berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika
memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi
negara.

3) Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah,
yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan
tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith.
Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata
yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks
ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem.

Secara Istilah

Pertama, moderasi adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem dan
tidak radikal (tatharruf). Berdasar dalam Q.s. al-Baqarah: 143 yang merujuk pengertian
bahwa moderasi di sini menjelaskan keunggulan umat Islam dibandingkan umat lain. Dalam
hal apa saja? Al-Qur'an mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan manusia akan sisi
spiritualitas atau tuntutan batin akan kehadiran Tuhan, juga menyeimbangkan tuntutan
manusia akan kebutuhan materi. Disebutkan dalam hadits, ada sekelompok orang mendatangi
Nabi Muhammad untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang kuat beribadah, sampai
tidak menikah. Nabi menjawab, yang benar adalah keseimbangan antara ibadah dan
pemenuhan materi. Itulah sunnah beliau. Dalam hal moral, al-Qur'an juga mengajarkan hal
keseimbangan, seperti menekankan sikap tidak berlebihan. Seseorang tidak perlu terlalu
dermawan dengan menyedekahkan hartanya sehingga dia sendiri menjadi bangkrut dan tidak
punya apa-apa. Tetapi, ia juga jangan kikir dan terlalu pelit, sehingga hanya menjadi kaya
sendiri, karena dalam harta yang kita miliki terdapat harta bagi orang yang membutuhkan.
Demikian, pesan yang tersampaikan dalam ayat al-Qur'an. Kedua, moderasi adalah sinergi
antara keadilan dan kebaikan. Inti pesan ini diambil dari penjelasan para penafsir al-Qur'an
terhadap ungkapan ummatan wasathan. Menurut mereka, maksud ungkapan ini adalah bahwa
umat Islam adalah orang-orang yang mampu berlaku adil dan merupakan orang yang
berperilaku baik.

2. Beragama

Secara Bahasa

Beragama berarti menganut atau memeluk agama. Contoh: Saya beragama Islam dan dia
beragama Kristen.
2) Beragama berarti beribadat; taat kepada agama; baik hidupnya (menurut agama). Contoh:
Ia berasal dari keluarga yang beragama.
3) Beragama berarti sangat memuja-muja; gemar sekali pada; mementingkan (Kata
percakapan). Contoh: Mereka beragama pada harta dan benda.

Secara Istilah

Beragama itu menebar kedamaian, menebar kasih sayang, kapanpun dimanapun dan kepada
siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi untuk memahami
berbagai keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-tengah kita agar harkat,
derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin dan terlindungi.

Oleh karena itu, jangan gunakan agama sebagai alat untuk menegasi dan saling merendahkan
dan meniadakan satu dengan yang lain. Maka dari itu, mari senantiasa menebarkan
kedamaian dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun. Beragama itu menjaga, menjaga hati,
menjaga perilaku diri, menjaga seisi negeri dan menjaga jagat raya ini.

Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni
memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan
maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga
retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia saat ini.

B. Karakteristik Moderasi Beragama

Salah satu sumber konflik yang dapat menggoyahkan NKRI adalah konflik yang
bersumber dari keagamaan. Motif keagamaan akan menggoyahkan NKRI karena dibarengi
dengan makna “perang suci”. Dalam realitas empiris konflik tersebut ditarik ke dalam tataran
klaim kebenaran dan perang suci atas nama tuhan yang akan menimbulkan konflik horizontal
berdarah. Perang klaim kebenaran (truth claim) pemahaman keagamaan yang bersifat
eksklusif, ekstrem dan mutlak menjadi akar konflik antara sesama umat Islam. Perang klaim
kebenaran terjadi dalam dua wilayah keislaman, Pertama dalam ruang lingkup perbedaan
pemahaman yang bersifat variati-fiqhiyyah. Kedua, dalam aspek penyimpangan, kesesatan
pemahaman atau ajaran. Oleh karena itu perlu adanya paradigma pemahaman Islam yang bisa
memberikan penguatan ukhuwwah Islamiyyah, wathaniyyah dan insaniyyah, salah satunya
pendekatan moderasi Islam. Kata moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah,
yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengahtengah), i’tidal (adil),
dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip,wasathiyah bisa disebut wasith.

Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Kata al-
wasathiyah dalam bahasa Arab adalah dari kata al-wasath yang diterjemahkan secara bahasa
dengan makna pertengahan. Maka manhaj wasathiyah sering dimaknai sebagai pendapat
pertengahan di antara dua atau lebih pendapat yang berbeda dan sering juga dianggap sebagai
pendapat moderat. Dalam Mufradât Al-fâzh Al-Qur’ân Raghib Al-Isfahani1 menyebutkan
secara bahasa bahwa kata wasath ini berarti, “Sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang
ukurannya sebanding”. Kata ini terdapat pula dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 143. Dalam ayat
itu disebutkan wa kadzâlika  ja‘alnâkum ummatan washatan… (Dan demikianlah kami
jadikan kalian sebagai umat yang “wasath”…). Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah
mengeluarkan hadis, “ Sebaik-baiknya urusan yang pertengahan “..

Islam Wasathiyah, adalah ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap
alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik
(khairu ummah). Allah SWT  menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala
urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik
amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki karakteristik, sebagai berikut:

1
1. Tawassuth (moderat)

Tawassuth adalah sikap netral yang berdasar pada prinsip hidup menjunjung tinggi nilai
keadilan di tengah kehidupan bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Sikap ini
dikenal juga dengan sebutan moderat (al-wasathiyyah)

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa tawassuth/moderat berasal dari kata wasath
yang berarti adil, baik, tengah-tengah, dan seimbang. Artinya, seorang Muslim yang bersikap
tawassuth akan menempatkan dirinya di tengah-tengah dalam suatu perkara, tidak ekstrim
kanan ataupun kiri. Mengutip buku Moderasi Islam Nusantara oleh H. Mohamad Hasan,
M.Ag., terdapat lima alasan mengapa sikap tawassuth dianjurkan ada pada diri seorang
Muslim, yaitu:

a) Sikap tawassuth dianggap sebagai jalan tengah dalam memecahkan masalah, maka
seorang Muslim senantiasa memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil
dalam memahami agama.
b) Hakikat ajaran Islam adalah kasih sayang, maka seorang Muslim yang bersikap
tawassuth senantiasa mendahulukan perdamaian dan menghindari pertikaian.
c) Pemeluk agama lain juga mahluk ciptaan Allah yang harus dihargai dan dihormati,
maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa memandang dan
memperlakukan mereka secara adil dan setara
d) Ajaran Islam mendorong agar demokrasi dijadikan alternatif dalam mewujudkan
nilai-nilai kemanusiaan, maka Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa
mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.
e) Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka sudah
sepatutnya seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa menjunjung tinggi
kesetaraan.

Dari kelima alasan tersebut, seorang Muslim seharusnya sudah memahami arti
pentingnya sikap tawassuth dalam kehidupannya. Tawassuth cocok diterapkan dalam
kehidupan sosial antar sesama manusia. Terlebih di masa sekarang yang penuh dengan
problematika intoleransi dan diskriminasi antarumat beragama. Adapun contoh sikap
tawassuth dalam kehidupan sehari-hari adalah:

 Tidak membeda-bedakan golongan dalam berinteraksi dan berkomunikasi.


 Menjalin silaturahmi antar sesama agar tidak timbul pertikaian.
 Menerima pendapat orang lain yang tidak sepaham.
 Menerima saran, masukan, dan kritik membangun dari orang lain.
 Menggunakan bahasa yang santun dan menyejukkan saat berkomunikasi.
 Bersikap toleransi terhadap segala perbedaan yang ada.

2. Tawazun (berkeseimbangan)

Tawazun adalah suatu sikap yang mampu menyeimbangkan diri seseorang pada saat
memilih sesuatu sesuai kebutuhan, tanpa condong atau berat sebelah terhadap suatu hal
tersebut. Dalam konteks moderasi beragama, sikap ini sangat penting dalam kehidupan antar
umat beragama, jadi kita bisa seimbang dalam kehidupan dunia, tapi kita juga bisa seimbang
dalam kehidupan akhirat nya. Sikap tawazun sangat diperlukan oleh manusia agar dia tidak
melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan mengesampingkan hal-hal yang lain, yang
memiliki hak harus ditunaikan. Tawazun merupakan Kemampuan seorang individu untuk
menyeimbangkan kehidupanya dalam berbagai dimensi, sehingga tercipta kondisi yang
stabil, sehat, aman dan nyaman.

Sikap tawazun ini sangat penting dalam kehidupan seorang individu sebagai manusia.
Oleh karena itu sikap tawazun ini harus diterapkan dan dilaksanakan dalam diri peserta didik;
agar mereka dapat melakukan segala sesuatu dengan seimbang dalam kehidupannya. Karena
jika mengabaikan sikap tawazun dalam kehidupan ini, maka akan lahir berbagai masalah.

Dalam kehidupan selalu ada suatu kejadian di mana seseorang hanya mementingkan
urusan dunianya saja atau memiliki prinsip hidupnya hanyalah untuk mencari kesenangan
duniawi semata.  Perilaku yang dilakukannya dalam aktivitas sehari-hari sehingga menjadi
kebiasaan dan dianggap sudah menjadi hal yang biasa dalam pergaulannya. Seperti merokok,
lupa akan sholat, melakukan maksiat; atau memenuhi kebutuhan secara berlebihan, seperti
makan dengan berlebih-lebihan, tidur tak kenal waktu atau bermalasan-malasan. Perilaku
yang seperti ini merupakan suatu kecendrungan terus-menerus terhadap hal yang negatif.
Sedang kecendrungan yang terus-menerus terhadap hal positif; umpamanya seperti seseorang
yang terus-menerus melakukan ibadah dengan cara mengurung diri, serta tak memperdulikan
lingkungan sosial sekitar.

Contoh sikap tawazun dari Rasulullah SAW, seperti:

 Nabi Muhammad SAW, Beliau adalah pribadi yang imannya sangat kuat, seorang
yang zuhud, dan pandai strategi perang demi membela Islam, tapi, dalam kehidupan
berkeluarga, beliau menjadi pemimpin keluarga yang sangat baik, sayang kepada istri
dan anak-anaknya. Itulah sikap tawazun yang dapat kita jadikan pedoman dari Nabi
Muhammad SAW.

Dan contoh sikap tawazun dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

 Seorang ibu mempunyai dua orang anak, yang satu sedang duduk di bangku SD,
sedangkan yang lain duduk di bangku perguruan tinggi. Tentunya si Ibu tersebut tidak
akan memberikan uang saku dengan jumlah yang sama kepada masing-masing
anaknya tersebut. Jika Ibu tersebut berpegang pada prinsip keadilan dan seimbang
tentu ia akan memberikan uang dengan dengan jumlah yang lebih kepada anaknya
tertua; karena anak ini mempunyai kebutuhan yang lebih daripada adiknya yang
masih SD.

3. I’tidal (lurus dan tegas)

Arti kata I'tidal secara harfiah berarti lurus dan teguh, berarti meletakkan sesuatu pada
tempatnya, menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Islam
mengutamakan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur'an yang menunjukkan ajaran
mulia ini, tanpa mengedepankan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak berarti,
karena keadilan adalah ajaran agama yang secara langsung memengaruhi kebutuhan hidup
mayarakat. Tanpa itu, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi ilusi.2

I'tidal sangat diperlukan dalam kehidupan, karena tanpa itu nantinya semua akan mengarah
pada pemahaman Islam yang terlalu liberal atau radikal. Peran pendidik dalam me-moderasi
pendidikan Islam sangat diperlukan untuk pemahaman yang lurus, jujur dan tegas dalam
beragama.

Adapun contoh sikap I’tidal dalam kehidupan sehari-hari adalah:

 Seseorang yang selalu mematuhi aturan dalam lingkup masyarakat, sekolah maupun
keluarga.
 Seorang pengajar atau guru yang memberikan tugas dan nilai yang adil kepada semua
murid atau siswa.
 Biaya sekolah (SPP) dan biaya kuliah (UKT) dibebankan secara adil kepada siswa
dan mahasiswa.
 Selalu menegakkan kebenaran dalam lingkungan masyarakat, sekolah dan keluarga.
2
 Tidak pernah goyang atau putus semangat dalam menegakkan keadilan dan
kebenaran.
4. Tasamuh (toleran)

Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang artinya toleransi. Menurut bahasa Tasamuh artinya
adalah tenggang rasa, sedangkan menurut istilah saling menghormati dan menghargai antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Contoh tindakan tasamuh dalam kehidupan
sehari-hari:
 Berlapang dada dalam menerima segala perbedaan.
 Memberikan kebebasan orang lain untuk memilih keyakinan (agama).
 Menghormati orang lain yang sedang beribadah.
 Tetap bergaul dan bersikap baik dengan orang yang berbeda keyakinan dalam hal
duniawi.
 Tidak memaksakan orang lain dalam hal keyakinan (agama).
 Tidak membenci dan menyakiti perasaan seseorang yang berbeda keyakinan atau
pendapat dengan kita.
 Tidak mengganggu orang lain yang berbeda keyakinan ketika mereka beribadah

5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)

Musawah yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan
atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Secara bahasa, musawah berarti kesejajaran atau
kesetaraan. Artinya, tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain, sehingga dapat
memaksakan kehendaknya. Dalam urusan kenegaraan, penguasa tidak bisa memaksakan
kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Sebab, rakyat dan penguasa
memiliki kedudukan dan hak sama yang harus dihargai keberadaannya. Dalam konteks
umum, musawah bisa dikaitkan dengan kerukunan antar masyarakat. Dengan adanya
musawah, diskriminasi antar masyarakat tidak akan terjadi.

Contoh tindakan musawah dalam kehidupan sehari-hari:

 Menghargai perbedaan Suku, Agama, Ras, dan Golongan yang terdapat disekitar kita.
 Tidak memaksa kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama kita.
 Senantiasa memaafkan kesalahan orang lain walaupun orang itu belum meminta
maaf.
 Bersikap ramah kepada siapapun.
 Tidak mendiskriminasi atau membeda-bedakan teman terutama yang berbeda
keyakinan.

6. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang


lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang
kepentingannya lebih rendah. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan benturan
dalam beramal contohnya, untuk menentukan prioritas dalam beramal, kita tidak boleh hanya
mengandalkan logika, hawa nafsu, analisis fakta ataupun mengandalkan manfaat dan
mudharat suatu perkara tersebut. Bila terjadi benturan dalam beramal, bagaimana membuat
skala prioritasnya? Bila mubah bertemu sunnah, maka yang sunnah harus didahulukan, bila
sunnah bertemu wajib, maka yang wajib harus didahulukan, tetapi bila wajib bertemu wajib
kita lihat bentuk fardhu ‘ain dan kifayah yang diutamakan, begitu pula seterusnya. Seperti
misalnya dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai benturan seperti:

 Kita memiliki uang yang terbatas, sedangkan kita juga pun memiliki keluarga yang
harus kita nafkahi, di satu sisi kita memiliki hutang kepada orang yang harus dilunasi,
mana yang harus diprioritaskan? Yang menjadi prioritas utama adalah menafkahi
keluarga.
 Menghadap kiblat adalah kewajiban. Jika sudah berusaha tetapi tetap tidak tahu arah
kiblat maka harus sholat menurut arah dugaan nya adalah arah kiblat. Sehingga tetap
melaksanakan sholat.
 Jika di hutan tidak ada makanan kecuali dengan memburu babi, maka makan babi
sekedar untuk bertahan hidup harus dilakukan.

7. Tahaddhur (berkeadaban)

Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan
integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Manusia
adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia tanpa adanya orang lain
disekitar. Berbuat baik serta tolong menolong menjadi suatu hal yang wajib dilakukan demi
terciptanya hidup rukun dan damai antar sesama manusia. Tahaddhur dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa sangat dibutuhkan, karena dengan adanya sikap ini maka seluruh
kegiatan tangan, kami dan mata kita akan dapat terjaga dengan baik. Sekarang kita banyak
menyaksikan banyak isu yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang terbiasa
menyebarkan informasi tanpa di cek terlebih dahulu kebenaran dan fakta nya dan juga kita
menyaksikan seringnya terjadi perdebatan antar individu terhadap suatu perkara yang mereka
sendiri sebenarnya tidak memahami dan mempunyai ilmu yang mumpuni dalam hal tersebut.
Melihat situasi dan kondisi itu maka moderasi pendidikan islam dalam Tahaddhur sangat
diperlukan agar kehidupan berbangsa dan bernegara tercipta kerukunan dan keamanan serta
ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.

8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif)

Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan
perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk
kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. Pengertian dari Tathawwur wa Ibtikar (dinamis
dan inovatif) yaitu: selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan
perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat
manusia. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) dalam moderasi pendidikan islam
sangat dibutuhkan, karena merupakan suatu strategi yang disusun sedemikian rupa untuk
menjawab berbagai macam permasalahan dan kondisi kekinian yang harus dihadapi oleh
setiap orang. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin dinamis dan
berkelanjutan sebagai akibat dari modernisasi dan globalisasi. moderasi pendidikan islam
memerlukan Tathawwur wa Ibtikar untuk menjawab berbagai macam persoalan yang terjadi
di masyarakat.
BAB 3

KESIMPULAN

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni
memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan
maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga
retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia saat ini. Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam
kehidupan beragama yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal. Moderasi beragama
pun memberitahu kita sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umat
beragama, tidak diskriminasi antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita
berpikir dinamis dan inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman
masyarakat, senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan
radikalisme, adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran
Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah
atau yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu yang menjadi terwujudnya umat terbaik
(khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala
urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik
amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa karakteristik, seperti berikut:

1. Tawassuth (moderat)

2. Tawazun (ber keseimbangan)

3. I’tidâl (lurus dan tegas)

4. Tasamuh (toleran)

5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)

6. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

7. Tahaddhur (berkeadaban)

8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif).

Konsep tersebut diharapkan mampu untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke arah yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

(Yulianto, 2020)Yulianto, R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah dalam Membangun


Sikap Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(1), 111–123.

Rahayu, luh riniti, & Lesmana, putu surya wedra. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia.
Intizar, 25(2), 95–100.

(Karim, 2019)Karim, H. A. (2019). Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatallil


’Alamin dengan Nilai-Nilai Islam. Ri’ayah: Jurnal Sosial Dan Keagamaan, 4(01), 1.
https://doi.org/10.32332/riayah.v4i01.1486

(Akhmadi, 2019)Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia


Religious Moderation in Indonesia ’ S Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 45–
55.

Anda mungkin juga menyukai