TENTANG
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Jawa Timur setelah:
ﺴﻰ أ َْن ﯾَُﻜﻮﻧُـﻮا َ ﯾَﺎ أ َﯾﱡَﮭﺎ اﻟﱠِﺬﯾَﻦ آَﻣﻨُﻮا َﻻ ﯾَْﺴَﺨْﺮ ﻗَْﻮٌم ِﻣْﻦ ﻗَْﻮٍم َﻋ
ﺴﻰ أ َْن ﯾَ ُﻜـﱠﻦ َﺧﯿْـًﺮا ِﻣـْﻨُﮭﱠﻦ َ ﺴﺎٍء َﻋ َ ﺴﺎٌء ِﻣْﻦ ِﻧَ َﺧْﯿًﺮا ِﻣْﻨُﮭْﻢ َوَﻻ ِﻧ
ﺲ اِﻻ ْﺳــُﻢَ ْب ِﺑــﺌِ ﺴــُﻜْﻢ َوَﻻ ﺗ َﻨَــﺎﺑَُﺰوا ِﺑﺎْﻷ َْﻟﻘَــﺎَ َُوَﻻ ﺗ َْﻠ ِﻤــُﺰوا أ َْﻧﻔ
ﻈـﺎِﻟُﻤﻮَنﺐ ﻓَﺄ ُوﻟَ ِﺌـَﻚ ُھـُﻢ اﻟ ﱠ ْ ﺴﻮُق ﺑَْﻌﺪَ ا ْ ِﻹﯾَﻤﺎِن َو َﻣـْﻦ ﻟَـْﻢ ﯾَﺘُـ ُ ُاْﻟﻔ
[11 :]اﻟﺤﺠﺮات
1
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka
mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah
imandan barang siapa yang tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.”(QS. al-
Hujurat [49]: 11)
ﻈِّﻦﺾ اﻟ ﱠ َ ﻈِّﻦ ِإﱠن ﺑَْﻌ ﯾَﺎ أ َﯾﱡَﮭﺎ اﻟﱠِﺬﯾَﻦ آَﻣﻨُﻮا اْﺟﺘ َِﻨﺒُﻮا َﻛِﺜﯿًﺮا ِﻣَﻦ اﻟ ﱠ
ﺐ أ ََﺣﺪُُﻛْﻢ أ َْن
ﻀﺎ أ َﯾُِﺤ ﱡ
ً ﻀُﻜْﻢ ﺑَْﻌ
ُ ﺐ ﺑَْﻌ ْ َ ﺴﻮا َوَﻻ ﯾَْﻐﺘ ُ ﺴ ِإﺛٌْﻢ َوَﻻ ﺗ ََﺠ ﱠ
ب َ ِإﱠن ﱠq
ٌ َ ﺗ َـﱠﻮاq ﯾَﺄ ْ ُﻛـَﻞ ﻟَ ْﺤـَﻢ أ َِﺧﯿـِﮫ َﻣْﯿﺘًـﺎ ﻓََﻜِﺮْھﺘ ُ ُﻤـﻮهُ َواﺗ ﱠﻘُـﻮا ﱠ
[12 :َرِﺣﯿٌﻢ ]اﻟﺤﺠﺮات
2
pengumpat dan pencela
ﺴـﻨَِﺔ َو َﺟـﺎِدْﻟُﮭْﻢ
َ ﻈِﺔ اْﻟَﺤ
َ ﺳِﺒﯿِﻞ َر ِﺑَّﻚ ِﺑﺎْﻟِﺤْﻜَﻤِﺔ َواْﻟَﻤْﻮِﻋ َ ع ِإﻟَﻰ
ُ اْد
َ ﺿـﱠﻞ َﻋـْﻦ
ﺳـِﺒﯿِﻠِﮫ َ ﺴُﻦ ِإﱠن َرﺑﱠَﻚ ُھَﻮ أ َْﻋﻠَُﻢ ِﺑ َﻤـْﻦ َ ِﺑﺎﻟﱠِﺘﻲ ِھ
َ ﻲ أ َْﺣ
[125 :َوُھَﻮ أ َْﻋﻠَُﻢ ِﺑﺎْﻟُﻤْﮭﺘ َِﺪﯾَﻦ ]اﻟﻨﺤﻞ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al-Nahl [16]: 125)
ﻋﻮا ِﺑِﮫ َوﻟَْﻮ ِ َوِإذَا َﺟﺎَءُھْﻢ أ َْﻣٌﺮ ِﻣَﻦ اْﻷ َْﻣِﻦ أ َِو اْﻟَﺨْﻮ
ُ ف أ َذَا
ﺳﻮِل َوِإﻟَﻰ أ ُوِﻟﻲ اْﻷ َْﻣِﺮ ِﻣْﻨُﮭْﻢ ﻟَﻌَِﻠَﻤﮫُ اﻟﱠِﺬﯾَﻦ ُ َردﱡوهُ ِإﻟَﻰ اﻟﱠﺮ
َﻋﻠَْﯿُﻜْﻢ َوَرْﺣَﻤﺘ ُﮫُ َﻻﺗ ﱠﺒَْﻌﺘ ُُﻢq
ِ ﻀُﻞ ﱠ ْ َﻄﻮﻧَﮫُ ِﻣْﻨُﮭْﻢ َوﻟَْﻮَﻻ ﻓُ ﯾَْﺴﺘ َْﻨِﺒ
[83 :ﻄﺎَن ِإﱠﻻ ﻗَِﻠﯿًﻼ ]اﻟﻨﺴﺎء َ ﺸْﯿ اﻟ ﱠ
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita
3
tentang keamanan ataupun ketakutan mereka lalu
menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah
kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja
(di antaramu).” (QS. An-Nisa [4]: 83)
َ ﻻ،ُﻗَْﻠﺒَﮫ ﺴﺎِﻧِﮫ َوﻟَْﻢ ﯾَْﺪُﺧِﻞ اِْﻹْﯾَﻤﺎُن َ ﺸَﺮ َﻣْﻦ آَﻣَﻦ ِﺑِﻠ َ ﯾَﺎ َﻣْﻌ
َﻣِﻦ اﺗ ﱠﺒََﻊ ُ ﻓَﺈِﻧﱠﮫ، َوﻻَ ﺗ َﺘ ﱠِﺒﻌُْﻮا َﻋْﻮَراِﺗِﮭْﻢ،ﺗ َْﻐﺘ َﺎﺑُﻮا اْﻟُﻤْﺴِﻠِﻤْﯿَﻦ
ُﯾَﺘ ﱠِﺒِﻊ ﷲ َوَﻣْﻦ،َُﻋْﻮَراِﺗِﮭْﻢ ﯾَﺘ ﱠِﺒِﻊ ﷲُ َﻋﱠﺰ َوَﺟﱠﻞ َﻋْﻮَراِﺗﮫ
َ َﻋْﻮَرﺗ َﮫُ ﯾَْﻔ
ﻀْﺤﮫُ ِﻓﻲ ﺑَْﯿِﺘِﮫ
4
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan
lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam
hatinya, janganlah kalian mengghibah kaum
muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat
mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat
kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya.
Siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya
Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya
(walaupun ia tersembunyi dari manusia).” (HR.
Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880)
ﺳﻮِل ُ ب َر
ِ ﺻَﺤﺎ ْ َ ﻧََﮭﺎﻧَﺎ ُﻛﺒََﺮاُؤﻧَﺎ ِﻣْﻦ أ: ﻗَﺎَل،ﻋْﻦ أ َﻧَِﺲ ْﺑِﻦ َﻣﺎِﻟٍﻚ َ
َوَﻻ،ﺴﺒﱡﻮا أ َُﻣَﺮاَءُﻛْﻢ َُ »َﻻ ﺗ:ﺳﻠﱠَﻢ ﻗَﺎَل و ﮫ
َ َ ِ َ ُﯿ
ْ َ ﻠ ﻋ ﷲ ﻰ ﱠ ﻠ ﺻ
َ ِ ﱠ
B
ﺻﺒُِﺮوا؛ ﻓَﺈ ِﱠن اْﻷ َْﻣَﺮْ َ َا و Bﱠ ا ﻮُ ﻘﱠ ﺗ ا و ، ﻢ
َ ْ ُ ُ
ھ ﻮ ﻀ َ ﻐ ﺒ
ْ َ ﺗ ﻻَ َ ْ ُ ﺸﻮ
و ، ﻢ ھ ﺗ َﻐ ﱡ
(488 /2) اﻟﺴﻨﺔ ﻻﺑﻦ أﺑﻲ ﻋﺎﺻﻢ.ﺐ ٌ ﻗَِﺮﯾ
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Para pembesar
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kami. Janganlah kalian mencela
pemimpin-pemimpin kalian, jangan kalian culasi,
jangan kalian benci. Bertakwalah kepada Allah dan
bersabarlah, karena keputusan itu dekat.” (Ibnu Abi
Ashim, al-Sunnah, jilid 2, hal. 488)
ﻧﺎ أ َﺑُﻮ ﺟﻤﺮة ﻗَﺎَل ﻟﻤﺎ ﺑﻠﻐﻨﻲ ﺗﺤﺮﯾﻖ اﻟﺒﯿﺖ ﺧﺮﺟﺖ إﻟﻰ
ﻣﻜﺔ واﺧﺘﻠﻔﺖ إﻟﻰ اْﺑﻦ َﻋﺒﱠﺎس ﺣﺘﻰ ﻋﺮﻓﻨﻲ واﺳﺘﺄﻧﺲ ﺑﻲ
ﻓﺴﺒﺒﺖ اﻟﺤﺠﺎج ِﻋْﻨﺪَ اْﺑﻦ َﻋﺒﱠﺎس ﻓﻘَﺎَل ﻻ ﺗﻜﻦ ﻋﻮﻧﺎ
(104 /8) اﻟﺘﺎرﯾﺦ اﻟﻜﺒﯿﺮ ﻟﻠﺒﺨﺎري.ﻟﻠﺸﯿﻄﺎن
“Abu Hamzah meriwayatkan kepada kami, dia
berkata, saat berita pembakaran Kakbah sampai ke
telingaku, aku pergi ke Makkah dan menemui
Abdullah bin Abbas. Beliau mengenaliku dan
menyambutku dengan baik. Aku lalu mencaci al-
Hajjaj di sisi Ibnu Abbas. Namun beliau berkata,
“Jangan menjadi pembantu setan.” (al-Bukhari, al-
5
Tarikh al-Kabir, jilid 8, hal. 104)
َ ﺴْﻠ
،ً ﻓََﻼ ﯾُْﺒِﺪ ﻟَﮫُ َﻋَﻼِﻧﯿَﺔ،ﻄﺎٍن ِﺑﺄ َْﻣٍﺮ َ َﻣْﻦ أ ََرادَ أ َْن ﯾَْﻨ
ُ ﺼَﺢ ِﻟ
َوِإﱠﻻ، ﻓَﺈِْن ﻗَِﺒَﻞ ِﻣْﻨﮫُ ﻓَﺬَاَك، ﻓَﯿَْﺨﻠَُﻮ ِﺑِﮫ،َوﻟَِﻜْﻦ ِﻟﯿَﺄ ُْﺧْﺬ ِﺑﯿَِﺪِه
14792 رواه أﺣَﻤﺪ.َُﻛﺎَن ﻗَْﺪ أ َدﱠى اﻟﱠِﺬي َﻋﻠَْﯿِﮫ ﻟَﮫ
“Barangsiapa ingin menasihati penguasa tentang
suatu urusan maka hendaknya ia tak menampakkan
untuk penguasa itu dengan terang-terangan. Tetapi
pegang tangannya, berduaan dengannya. Bila ia
menerimanya maka itulah yang diharapkan. Bila
tidak, maka sungguh ia telah menunaikan
kewajibannya yang menjadi hak penguasa itu.” (HR
Ahmad, hadits no 14792).
4. Kaidah fikih
6
MEMPERHATIKAN: 1. Pendapat para ulama tentang etika komunikasi dan
etika dakwah, antara lain:
7
Mughni, jilid 8, hal. 111, al-Inshaf, jilid 10, hal 322)
8
seperti ‘Semoga Allah tidak memberikan kesehatan
pada badanmu’, atau ‘Semoga Allah tidak
menyelamatkanmu’.” (Is’ad al-Rafiq, hal 84)
ِﻣَﻦ- ف اﻟِﺬي ﯾَﺌ ُْﻮُل ِإﻟَﻰ اﻷ َْھَﻮاِء ﺑَْﯿَﻦ اﻷ ُﱠﻣِﺔ ِ ََوأ َْﻛﺜ َُﺮ اِﻻْﺧِﺘﻼ
ﺳْﻔِﻚ اﻟ ِﺪَّﻣﺎِء َواْﺳِﺘﺒَﺎَﺣِﺔ اﻷ َْﻣَﻮاِل
َ َوَﻛﺬَِﻟَﻚ ِإﻟَﻰ،اﻟِﻘْﺴِﻢ اﻷ َﱠوِل
.ﻀﺎِءَ َواﻟﻌَﺪَاَوِة َواﻟﺒَْﻐ
“Kebanyakan perbedaan yang memancing hawa nafsu
di tengah umat adalah jenis pertama (tanawwu’ atau
furu’iyah). Demikian pula – perbedaan tersebut –
telah memancing pertumpahan darah, penghalalan
harta benda, permusuhan, dan kebencian.”
ف ِﻟﻸ ُْﺧَﺮى ِﺑَﻤﺎ َﻣﻌََﮭﺎ ِﻣَﻦ ُ ﻄﺎِﺋﻔَﺘ َْﯿِﻦ ﻻَ ﺗ َْﻌﺘ َِﺮ ِﻷ َﱠن ِإْﺣﺪَى اﻟ ﱠ
ﻖِ ّ ﺑَْﻞ ﺗ َِﺰْﯾﺪُ َﻋﻠَﻰ َﻣﺎ َﻣَﻊ ﻧَْﻔِﺴَﮭﺎ ِﻣَﻦ اﻟَﺤ،ﺼﻔَُﮭﺎ ِ َوﻻَ ﺗ ُْﻨ،ﻖ ِ ّ اﻟَﺤ
ُ
ُ َوِﻟﺬَِﻟَﻚ َﺟﻌََﻞ ﷲ. َواﻷْﺧَﺮى َﻛﺬَِﻟَﻚ،ت ِﻣَﻦ اﻟﺒَﺎِطِﻞ ٌ ِزﯾَﺎدَا
ُﻒ ِﻓﯿِﮫ ِإﱠﻻ اﻟﱠِﺬﯾَﻦ أ ُوﺗ ُﻮهَ َﻲ ِﻓﻲ ﻗَْﻮِﻟِﮫ }َوَﻣﺎ اْﺧﺘ َﻠ َ ّﺼﺪََرهُ اﻟﺒَﻐ ْ َﻣ
َ ِﻷﱠن.[213 :ت ﺑَْﻐﯿًﺎ ﺑَْﯿﻨَُﮭْﻢ{ ]اﻟﺒﻘﺮة ْ ْ
ُ ِﻣْﻦ ﺑَْﻌِﺪ َﻣﺎ َﺟﺎَءﺗُﮭُﻢ اﻟﺒَ ِﯿّﻨَﺎ
ﺿٍﻊ ِﻣَﻦ اﻟﻘُْﺮآِن ِ َوِذْﻛُﺮ َھﺬَا ِﻓﻲ َﻏْﯿِﺮ َﻣْﻮ،ّﻲ ُﻣَﺠﺎَوَزة ُ اﻟَﺤ ِﺪ َ اﻟﺒَْﻐ
ُ
.ِﻟﯿَُﻜْﻮَن ِﻋْﺒَﺮة ً ِﻟَﮭِﺬِه اﻷﱠﻣِﺔ
“Penyebabnya adalah karena salah satu dari dua
kelompok tidak mengakui kebenaran kelompok lain,
tidak bersikap obyektif, bahkan selain mengklaim
sebagai pihak yang benar, satu kelompok
menambahinya dengan kebatilan-kebatilan.
Kelompok kedua juga bersikap sama. Oleh karena itu,
Allah menyebutkan bahwa penyebabnya adalah
kedengkian. Allah berfirman (yang artinya):
“Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan
9
orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab,
yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-
keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka
sendiri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 213). Kedengkian itu
melampaui batas. Hal ini disebutkan lebih dari satu
kali dalam al-Qur’an, agar menjadi pelajaran bagi
umat ini. (Shadruddin Ali bin Ali Abu al-‘Izz al-
Hanafi al-Dimasyqi, Syarh al-‘Aqidah al-
Thahawiyyah, hal. 782.)
ب اْﻟُﺨُﺮوجِ َﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ
ﻈﻠََﻤِﺔ ِ َوﻗَْﺪ اْﺳﺘ َﺪَﱠل اْﻟﻘَﺎِﺋﻠُﻮَن ِﺑُﻮُﺟﻮ
ت ِﻣْﻦ ٍ ﻒ َوُﻣَﻜﺎﻓََﺤِﺘِﮭْﻢ ِﺑﺎْﻟِﻘﺘ َﺎِل ِﺑﻌُُﻤﻮَﻣﺎ َوُﻣﻨَﺎﺑَﺬَِﺗِﮭْﻢ اﻟ ﱠ
َ ﺴْﯿ
ِ ف َواﻟﻨﱠْﮭﻲ ِ ب اْﻷ َْﻣِﺮ ِﺑﺎْﻟَﻤْﻌُﺮو ِ ﺴﻨﱠِﺔ ِﻓﻲ ُوُﺟﻮ ِ اْﻟِﻜﺘ َﺎ
ب َواﻟ ﱡ
ﺚ اﻟﱠِﺘﻲ َ ﺐ أ َﱠن اْﻷ ََﺣﺎِدﯾَ ﺷﱠﻚ َوَﻻ َرْﯾ َ َوَﻻ،َﻋْﻦ اْﻟُﻤْﻨَﻜِﺮ
ﺺ ِﻣْﻦ ب َوذََﻛْﺮﻧَﺎَھﺎ أ ََﺧ ﱡ ِ ﻒ ِﻓﻲ َھﺬَا اْﻟﺒَﺎ َ ذََﻛَﺮَھﺎ اْﻟُﻤ
ُ ّﺼ ِﻨ
(208 /7) ﻧﯿﻞ اﻷوطﺎر.ﻄﻠَﻘًﺎ ْ ت ُﻣ ِ ِﺗْﻠَﻚ اْﻟﻌُُﻤﻮَﻣﺎ
“Orang-orang yang mengatakan tentang kewajiban
keluar dari pemimpin yang zhalim, mengangkat
senjata dan memerangi mereka dengan perang, ber-
istidlal dengan keumuman dalil dari al-Qur’an dan as-
Sunnah tentang kewajiban amar makruf nahi munkar.
Padahal tak ada keraguan bahwa hadits-hadits yang
telah disebutkan oleh mushannif dalam bab ini dan
yang telah kami sebutkan, itu lebih khusus dari dalil-
dalil yang masih bersifat umum itu secara mutlak.”
(al-Syaukani, Nail al-Authar, 7/208)
10
amar makruf nahi munkar. Dengan ujaran lain, nahi
munkar kepada penguasa tak dapat diartikan dengan
cara memberontak. Syaikh Ibnu Hajar menjelaskan
tentang hikmahnya:
11
ﺼِﺮﯾَﺢ ِﺑﺎِﻹْﻧَﻜﺎِر َ ض ِﻟﻸ َْﺧ
ْ ﻄﺎِر َواﻟﺘ ﱠ ِ َﺴﻠ
َ ﻒ اﻟﺘ ﱠﻌَﱡﺮ َﻋﺎدَِة اﻟ ﱠ
َ َ ِﻣْﻦ َﻏْﯿِﺮ ُﻣﺒَﺎﻻٍَة ِﺑَﮭَﻼِك اﻟَﻤْﮭَﺠِﺔ َواﻟﺘ ﱠﻌَﱡﺮ
ِض ِﻷْﻧَﻮاع
/2) إﺣﯿﺎء ﻋﻠﻮم اﻟﺪﯾﻦ.ٌ ب ِﻟِﻌْﻠِﻤِﮭْﻢ ِﺑﺄ َﱠن ذَِﻟَﻚ َﺷَﮭﺎدَة
ِ اﻟﻌَﺬَا
(343
“Dari kesemua itu, yang boleh bersama pemimpin
adalah dua yang pertama, yaitu mengenalkan dan
nasihat. Adapun mencegah dengan paksaan, maka
rakyat tak bisa melakukan hal itu bersama pemimpin,
karena hal tersebut akan memicu fitnah dan
menimbulkan keburukan. Akhirnya dampak
negatifnya lebih besar. Adapun kasar dalam ucapan,
dengan mengatakan ‘Wahai, si zhalim!’, ‘Wahai
orang yang tak takut pada Allah!’, atau yang lainnya,
maka (dirinci): (1) jika dapat menimbulkan fitnah
yang keburukannya berdampak pada orang lain, maka
tidak boleh; (2) jika ia tak mengkhawatirkan dampak
itu kecuali hanya mengenai dirinya maka boleh
bahkan dianjurkan. Sungguh di antara tradisi salaf
adalah siap menanggung resiko menghadapi bahaya
dengan cara mengingkari (kedzaliman), tanpa peduli
pada keselamatan diri dan siap menanggung resiko
sanksi, karena mereka tahu bahwa hal itu adalah
kesyahidan.” (al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, jilid 2, hal.
343)
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN: ETIKA DAKWAH DI ERA DIGITAL
12
dakwah dan muballigh utamanya di era digital ini harus memperhatikan etika dakwah
dengan memperhatikan ketentuan hukum sebagai berikut:
1. Menebar kebencian meskipun dengan alasan dan tujuan tabligh, ceramah, atau amar
ma’ruf nahi munkar hukumnya haram.
2. Menghina personal atau kelompok lain, meskipun dengan alasan dan tujuan tabligh,
ceramah, atau amar ma’ruf nahi munkar hukumnya haram. Adapun menyampaikan
materi dakwah untuk yang menyatakan yang benar itu benar dan menyatakan yang
salah itu salah hukumnya diperbolehkan.
3. Mempermasalahkan amaliah kelompok lain yang sifatnya ikhtilafiyah atau
debatable tidak diperbolehkan selagi tiap pihak memiliki argumentasi dalil dengan
proses pengambilan hukum dari dalil (istidlal) yang muktabar, sementara menghina
amaliah-amaliah tersebut hukumnya haram karena memicu perpecahan di tengah
umat Islam dan merusak persatuan umat Islam (ukhuwah Islamiyah).
4. Menyerang ideologi negara dan membahayakan keutuhan NKRI meskipun dengan
alasan dan tujuan tabligh, ceramah, atau amar ma’ruf nahi munkar hukumnya
haram, karena akan memicu perpecahan bangsa dan menimbulkan mudarat di
tengah bangsa.
5. Dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar tetap harus mengedepankan kondusifitas
dan stabilitas umum. Bahkan sampai pada jenis nasihat dengan tegas pun, harus
dapat dipastikan bahwa hal itu tak sampai menimbulkan dampak negatif kepada
masyarakat secara umum.
Kedua: Rekomendasi
1. Pemerintah supaya:
a. menggunakan kekuasaannya untuk sarana amar ma’ruf nahi munkar dan
melakukan penegakan hukum (law enforcement) UU Informasi dan
Transaksi Elektronik berbasis keadilan;
b. mengeluarkan sertifikasi muballigh dengan melibatkan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang murni bertujuan untuk pemenuhan kompetensi
muballigh, etika komunikasi publik, dan etika dakwah;
2. Para juru dakwah supaya mengajak umat pada kebaikan dengan hikmah, nasihat
yang baik, dan diskusi berbasis ilmu, bukan berdasarkan kepentingan baik pribadi
maupun golongan.
3. Masyarakat supaya lebih selektif dalam mengambil materi informasi dari platform
media sosial dan tidak mudah terprofokasi dengan ujaran-ujaran kebencian baik
kepada pribadi, kelompok, maupun negara, meskipun disampaikan dalam bingkai
ceramah dan tabligh.
Ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 28 Dzulhijjah 1443 H
28 Juli 2022 M
13
IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA MUI SE-JAWA TIMUR
KOMISI B
Ketua Sekretaris
Anggota:
14