Anda di halaman 1dari 22

SYARH AL-USHULUS SITTAH

PENJELASAN ENAM LANDASAN


Karya: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-tamimy

Syarah: Syaikh Fauzan bin Abdullah al-Fauzan

Penerjemah: Ust. Yulian Purnama

Pembelajar: Al-faqir ilallah Chamim Faizin

‫بِس ِْم هّٰللا ِ الرَّحْ مٰ ِن ال َّر ِحي ِْم‬

Diantara sesuatu yang paling mengherankan dan ayat-ayat yang paling besar menunjukkan atas
kehendak penguasa yang kuat adanya enam landasan yang Allah ta’ala jelaskan dengan sejelas-jelasnya
kepada orang awam sekalipun melebihi prasangka atas orang-orang yang berprasangka. Kemudian
masih banyak orang yang salah dari golongan orang yang pandai di dunia ini dan orang yang berakal dari
bani adam kecuali yang hanya sedikit.

Landasan pertama

Ikhlas dalam beragama Islam (beribadah) kepada Allah ta’ala yang esa tidak ada sekutu selain Allah

Penjelasan lawan dari ikhlas yaitu syirik kepada Allah

Kebanyakan isi dalam al-qur’an berisi penjelasan landasan ini dari banyak penjelasan dengan kalimat-
kalimat yang dapat dipahami kebanyakan orang secara umum.

Kemudian ketika terjadi atas kebanyak umat-umat apa yang sudah terjadi. Setan menampakkan dengan
jelas bagi mereka bahwa ikhlas dalam bentuk meremehkan orang-orang shalih, bersifat kurang pantas
kepada hak-hak mereka dan menampakkan dengan jelas kepada mereka bahwa syirik kepada Allah
dalam bentuk kecintaan kepada orang-orang shalih dan dengan mengikutinya.

Landasan kedua

Allah menyuruh bersatu dalam agama Islam, mencegah dari perselisihan di dalamnya. Maka penjelasan
Allah ini penjelasan yang cukup jelas dapat dipahami untuk orang awam.

Allah melarang untuk menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sebelum kami
maka mereka binasa

Dan Allah menyebutkan bahwa memerintahkan kaum muslimin bersatu dalam agama yang benar dan
melarang dari perpecahan di dalamnya.

Bertambah jelas apa yang terdapat dalam sunah nabi yang menakjubkan dalam masalah tersebut.

Kemudian jadilah perkara bahwa perpecahan dalam masalah ushuluddin dan masalah furu’ justru
disebut dalam ilmu dan fiqih dalam beragama.
Dan jadilah perkara yang bersatu dalam agama Islam tidak ada yang mengatakan kecuali orang-orang
zindiq atau bodoh.

Landasan ketiga

Sesungguhnya dari keutamaan bersatu dalam mendengar dan taat kepada siapa yang memimpin kami
walaupun seorang budak Habasyah. Maka Allah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang jelas, rinci
dan cukup dari berbagai macam sisi penjelasan syari’ dan qodari.

Kemudian jadilah landasan ini yang tidak diketahui kebanyakan orang mengaku berilmu maka
bagaimana dapat mengamalkan dengannya?!

Landasan keempat

Penjelasan tentang ilmu dan ulama, fiqih dan fuqaha. Dan penjelasan orang-orang yang menyerupai
ulama padahal mereka bukan ulama.

Dan sungguh Allah ta’ala telah menjelaskan landasan ini di awal surat al-baqarah, Allah berfirman mulai
dari:

ُ ‫﴿ ٰيبَنِ ْٓي اِ ْس َر ۤا ِءي َْل ْاذ ُكرُوْ ا نِ ْع َمتِ َي الَّتِ ْٓي اَ ْن َع ْم‬
﴾ ٤٠ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم‬
40. Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu
kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja. (Al-Baqarah/2:40)

Sampai pada firmannya sebelum penyebutan Nabi Ibrahim alaihissalam :

ُ ‫﴿ ٰيبَنِ ْٓي اِ ْس َر ۤا ِءي َْل ْاذ ُكرُوْ ا نِ ْع َمتِ َي الَّتِ ْٓي اَ ْن َع ْم‬
﴾ ١٢٢ َ‫ت َعلَ ْي ُك ْم َواَنِّ ْي فَض َّْلتُ ُك ْم َعلَى ْال ٰعلَ ِم ْين‬
122. Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan Aku telah melebihkan
kamu dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu). (Al-Baqarah/2:122)

Dan menambah jelas apa yang telah dipertegas dengan sunnah ini dari perkataan-perkataan nabi yang
banyak, jelas dan tegas bagi orang awam sekalipun.

Kemudian jadilah ilmu menjadi perkara yang asing, dan jadilah ilmu dan fiqih dianggap bid’ah dan
kesesatan. Orang yang terbaik diantara mereka yaitu mencampurkan kebenaran dengan kebatilan.

Jadilah ilmu yang Allah ta’ala atas wajibkan kepada makhluknya dan memuji ilmu tersebut kecuali ia
dianggap gila.

Dan jadilah orang yang mengingkari ilmu yang shahih, menentangnya dalam menulis penentangan dan
menulis larangan untuk mengikuti ilmu yang shahih dianggap orang yang ahli fiqih dan ulama.

Landasan kelima

Allah subhanahu wata’ala menjelasankan siapa wali Allah dan membedakannya antara mereka dengan
orang yang menyerupai menjadi wali Allah dari musuh-musuh Allah yaitu orang munafik dan orang yang
gemar berbuat maksiat.
Cukup dalam hal ini sebuah ayat dari surat al-Imran, Allah ta’ala berfirman:
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫﴿ قُلْ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّوْ نَ َ فَاتَّبِعُوْ نِ ْي يُحْ بِ ْب ُك ُم ُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوْ بَ ُك ْم ۗ َو ُ َغفُوْ ٌر ر‬
﴾ ٣١ ‫َّح ْي ٌم‬
31. Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Ali 'Imran/3:31)
Allah berfirman:

٥٤ .…ۙ ٓ ٗ‫﴿ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َم ْن يَّرْ تَ َّد ِم ْن ُك ْم ع َْن ِد ْينِ ٖه فَ َسوْ فَ يَْأتِى هّٰللا ُ بِقَوْ ٍم يُّ ِحبُّهُ ْم َوي ُِحبُّوْ نَه‬
54. Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-
Nya, ….(Al-Ma'idah/5:54)

Ayat di dalam surat Yunus. Allah ta’ala berfirman:

ٌ ْ‫﴿ آَاَل اِ َّن اَوْ لِيَ ۤا َء هّٰللا ِ اَل َخو‬


﴾ ٦٣ َ‫ اَلَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َو َكانُوْ ا يَتَّقُوْ ۗن‬٦٢ َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ زَ نُوْ ۚن‬
62. Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

63. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. (Yunus/10:62-63)

Kemudian jadilah perkara kebanyakan orang mengklaim ahli ilmu, dan bahwa mereka membimbing para
makhluk dan penunjuk syari’at mereka menganggap harus meninggalkan sunnah rasul, dan barang siapa
yang mengikuti rasul bukan para wali.

Dan menurut mereka harus meninggalkan jihad, barang siapa yang berjihad itu bukan wali. Dan wali itu
meninggalkan keimanan dan ketakwaan, maka barang siapa yang terikat dengan keimanan dan
ketakwaan maka bukan wali. Wahai Rabb kami kami memohon kepadaMu ampunan dan keselamatan
sesungguhnya Engkau maha mendengar do’a.

Landasan keenam

Membantah syubhat yang diberikan oleh syaitan yaitu berupa meninggalkan al-qur’an dan sunnah,
mengikuti pendapat-pendapat dan hawa nafsu yang berbeda dan bermacam-macam. Bahwa al-qur’an
dan sunnah tidak mengetahui di dalamnya kecuali seorang mujtahid.

Dan seorang mujtahid yang memiliki sifat demikian dan demikian yaitu sifat-sifat yang tidak ditemukan
secara sempurna pada Abu Bakar dan Umar.

Jika tidak memenuhi syarat mujtahid mutlak maka berpaling dari keduanya (al-qur’an dan sunnah)
secara pasti tidak ragu dan tidak ada kebimbangan dalamnya. Dan barang siapa menuntut petunjuk dari
keduanya maka dia: bisa jadi orang yang zindiq, bisa jadi orang gila, karena kesulitan memahami
keduanya, maka maha suci Allah dan segala puji baginya betapa banyak Allah telah menjelaskan secara
syar’I dan takdir baik berupa penciptaan ataupun perintah dalam menolak syubhat tercela dari berbagai
macam sisi yang mencapai pada level perkara yang gambling bagi orang awam. Allah berfirman:

ِ َّ‫ َو ٰل ِك َّن اَ ْكثَ َر الن‬.…﴿


﴾ ١٨٧ َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُموْ ن‬
187. …“Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.” (Al-A'raf/7:187)
ٓ
٨ َ‫ان فَهُ ْم ُّم ْق َم ُح وْ ن‬ ِ َ‫ اِنَّا َج َع ْلنَ ا فِ ْٓي اَ ْعنَ اقِ ِه ْم اَ ْغ ٰلاًل فَ ِه َي اِلَى ااْل َ ْذق‬٧ َ‫ق ْالقَ وْ ُل ع َٰلى اَ ْكثَ ِر ِه ْم فَهُ ْم اَل يُْؤ ِمنُ وْ ن‬ َّ ‫﴿ لَقَ ْد َح‬
‫ َو َس َو ۤا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َءاَ ْن َذرْ تَهُ ْم اَ ْم لَ ْم تُ ْن ِذرْ هُ ْم‬٩ َ‫صرُوْ ن‬ ِ ‫َو َج َع ْلنَا ِم ۢ ْن بَ ْي ِن اَ ْي ِد ْي ِه ْم َس ًّدا َّو ِم ْن خَ ْلفِ ِه ْم َس ًّدا فَا َ ْغ َش ْي ٰنهُ ْم فَهُ ْم اَل يُ ْب‬
﴾ ١١ ‫ب فَبَ ِّشرْ هُ بِ َم ْغفِ َر ٍة َّواَجْ ٍر َك ِري ٍْم‬ ِ ۚ ‫ اِنَّ َما تُ ْن ِذ ُر َم ِن اتَّبَ َع ال ِّذ ْك َر َوخَ ِش َي الرَّحْ مٰ نَ بِ ْال َغ ْي‬١٠ َ‫اَل يُْؤ ِمنُوْ ن‬
7. Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak
beriman.

8. Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu,
karena itu mereka tertengadah.

9. Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami
tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.

10. Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak
memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga.

11. Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti
peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya.
Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. (Yasin/36:7-11)

Akhirnya, dan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, serta salawat kepada sayidina Muhammad
beserta keluarganya, sahabatnya dan keselamatan dengan banyak keselamatan sampai hari kiamat

SYARAH

Segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam. Shalawat, salam serta barokah semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad.

Tidak ragu lagi bahwa Allah subhanahu wata’ala menurunkan Al-qur’an dengan jelas segala sesuatu.
Bahwa Rasulullah shallahu’alaihi wasallam menjelaskan al-qur’an ini dengan penjelasan yang
mencukupi. Dan sangat besar apa yang Allah dan RasulNya jelaskan pada al-qur’an ini tentang perkara
tauhid dan syirik. Sesungguhnya tauhid merupakan landasan Islam dan landasan agama. Diatas tauhid
dibangun atas semua amalan-amalan, sedangkan tauhid membatalkan landasan tersebut dan merusak
amalan-amalan, dan tidak ada wujudnya lagi amalan tersebut. Karena keduanya perkara yang saling
bertolak belakang bertentangan tidak bisa bersatu selama-lamanya. Maka dari itu, Allah subhanahu
wata’ala menyebutkan diantara kedua landasan ini dalam kitabNya Al-qur’an secara keseluruhan. Maka
tidak ada satu suratpun yang kosong dari penyebutan tauhid dan syirik. Dan orang-orang membaca al-
qur’an ini terus menerus mengulang-ulangnya.

Walaupun sedikit sekali orang yang menyadari penjelasan ini, dan banyak menemukan diantara manusia
membaca al-qur’an tetapi masih terjerumus dalam kesyirikan dan cacat dalam bertauhid. Padahal
permasalahan ini jelas di Kitabullah dan Sunnah rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Karena orang-
orang berjalan atas kebiasaan-kebiasaan dari apa yang diambil atas nenek moyang mereka dan syaikh-
syaikh mereka. Maka landasan mereka apa yang didapat dari nenek moyang dan syaikh-syaikh mereka
dan para penduduk negeri. Dan tidak memikirkan barang satu haripun untuk merenungkan dan
mentadabburi al-qur’an, dan mereka tidak mempelajari apa yang dilakukan oleh kebanyakan manusia,
apakah yang dilakukan itu benar atau tidak benar.

Tetapi mereka melakukan taklid buta dari nenek moyang mereka dan itu yang mereka dapatkan.
Mereka menganggap bahwa alqur’an itu dibaca haya untuk mencari berkah, mendapatkan pahala,
bukan bermaksud untuk mentadabburi dan mengamalkan isinya.

Sedikit diantara manusia yang membaca al-qur’an dengan tujuan ini, dan sesungguhnya apa yang
mereka baca untuk mengalap berkah dari bacaan tersebut atau berlezat-lezat mendengarkan suara qori,
atau mendayu-dayu dalam membacanya, atau membacakannya kepada orang yang sakit agar
menyembuhkannya.

Sebaiknya membaca al-qur’an untuk diamalkan dengannya, ditadabburi dan meresapi apa yang ada
didalamnya, dan atas tujuan itu manusia dalam membaca al-qur’an ini. Maka hal ini tidak didapatkan
oleh orang-orang kecuali hanya sedikit. Kami tidak mengatakan bahwa yang itu tidak ada, melainkan
hanya sedikit sekali. Oleh karena itu, kamu mendapatkan al-qur’an berada disebuah lembah, sedangkan
amalan manusia berada di lembah yang lain. Mereka tidak berfikir untuk berubah selamanya, walaupun
ada sesorang mejadid atau da’I yang mencoba untuk mengubah kebiasaan tersebut, sunguh mereka
akan menantangnya dan mereka akan menuduh da’I tersebut sesat, telah keluar dari agama, atau
mereka mennyebut telah datang agama baru, dll.

Sebagaimana hal ini terjadi pada syaikh bin Abdul Wahab rahimahullah mencoba untuk mengembalikan
manusia pada al-qur’an, dan apa yang ditunjukkan oleh al-qur’an. Dan beliau mencoba untuk mengubah
apa yang telah ada pada mereka dari kebiasan-kebiasaan, taklid-taklid yang bathil. Lalu mereka
memberontak, dan memvonisnya telah berbuat bid’ah, fasik, bahkan mengkafirkan serta menuduhnya
dengan berbagai tuduhan. Karena pada hakikatnya tidak ada yang memebahayakan dan tidak aneh.
Sesungguhnya pada nabi dahulu dituduh keburukan dari hal itu. Ketika mereka ingin mengubah atas apa
yang ada pada umat terdahulu dari ibadah selain Allah, mereka mengatakan hal tersebut benar dari apa
yang dikatakan nabi, maka bagaimana dengan para da’I dan ulama? Maka jangan asing dalam hal ini,
dan ini tidak mengurangi pahala dari seorang alim atau da’I, tetapi ini akan menambah dari kebaikan
disisi Allah subhanahu wata’ala.

Bahwa apa yang kekurangan tersebut kembali pada orang yang berkata, menuduh dan menulis. Maka
sungguh ini akan kembali pada mereka. Adapun ulama dan para da’I mereka ikhlas kepada Allah, tidak
membahayakan mereka apa yang dituduhkan tetapi menambah derajat dan kebaikannya. Dan bagi
mereka teladan dari para nabi dan apa yang ditudukan kepada mereka apa yang dituduhkan pada
mereka. Allah ta’ala berfirman kepada nabinya:

ٍ ‫ك لَ ُذوْ َم ْغفِ َر ٍة َّو ُذوْ ِعقَا‬


٤٣ ‫ب اَلِي ٍْم‬ َ ِ‫﴿ َما يُقَا ُل لَكَ اِاَّل َما قَ ْد قِ ْي َل لِلرُّ ُس ِل ِم ْن قَ ْبل‬
َ َّ‫ك ۗاِ َّن َرب‬
43. Apa yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu tidak lain adalah apa yang telah dikatakan
kepada rasul-rasul sebelummu. Sungguh, Tuhanmu mempunyai ampunan dan azab yang pedih.
(Fussilat/41:43)
Syaikh rahimahullah dalam kalimat-kalimat ini menjelaskan sesuatu dari perkara yang mengherankan:
sesungguhnya manusia mereka membaca al-qur’an, dan kebanyakan dari mereka hanya membacanya
saja, menghatamkannya, menghafalkannya, mentartilkannya, memfokuskan perhatian mereka pada
lafadz alqur’an pada rajwid seperti hukum mad, idgham, ghunnah, iqlab, idhar, ikhfa, mereka
memperhatikan hal ini dengan perhatian yang besar, hal ini merupakan sesuatu yan baik.

Namun, maksud dalam hal ini bukan semacam itu, maksudnya adalah mentabburi maknanya, paham isi
kitabullah (alqur’an) Azza Wajallah dan tujuannya manusia dapat mengamalkan amalan-amalan yang
ada pada kitabullah, Apakah amalannya itu cocok dengan kitabullah atau menyelisihinya?

Inilah yang dituntut: berusaha untuk memperbaiki keadaan kita, dan kita berusaha untuk memperingatkan
kesalahan yang dilakukan oleh manusia, bukan untuk mencari ketenaran atau pujian manusia, tetapi
dengan tujuan untuk memperbaiki dan menasehati.

Landasan pertama dari enam landasan ini yaitu (ikhlas pada agama Allah semata tidak ada sekutu
bagiNya) ini landasan yang paling landasan dan kaidah beragama. Inilah yang menjadi sebab adanya
perselisihan antara para nabi dan umat terdahulu. Para nabi menginnginkan memperbaiki landasan ini
yang Allah menciptakan makhluk karena sebab itu dan Allah mengaitkan kebahagiaan makhluk
dengannya.

Bukanlah yang paling penting seseorang itu berpuasa, shalat dan memperbanyak ibadah, yang
terpenting adalah ikhlas. Amalan yang sedikit bersama ikhlas lebih baik daripada amalan yang banyak
tetapi tidak ikhlas. Meskipun seseorang itu shalat sehari semalam, bersedekah dengan hartanya, dan
mengerjakan amalan-amalan lainnya tetapi tidak ikhlas maka tidak ada manfaatnya, oleh karena itu wajib
untuk ikhlas.

Ikhlas maknanya: meninggalkan syirik dan mengesakan Allah dalam perkara ibadah, dan tidak ada
satupun yang berhak disembah dengannya sesempurna atau seutama apapun dia kecuali Allah. Tidak
juga malaikat yang dekat atau para nabi dan rasul, wali allah, orang-orang shalih, inilah landasan. Dan
tidak terwujud landasan ini kecuali dengan meninggalkan kesyirikan. Adapun yang mencampurkan antara
ibadah dengan syirik, maka amalan tersebut hangus.

Adapun amalan yang ikhlas karena Allah Azza wajalla maka orang yang bahagia, meskipun amalannya
sedikit, amalan yang sedikit dengan ikhlas didalamnya ada kebaikan, kesuksesan. Hadits nabi yang jelas
menyebutkan: (seorang laki-laki yang dibangkitkan pada hari kiamat, kemudian diperlihatkan amalannya,
dibentangkan amalannya, tertulis dalam lembaran-lembaran, setiap lembaran panjangnya sepanjang
mata memandang, satu lembaran dipenuhi dengan keburukan, diletakkan lembaran tersebut dalam
timbangan, diletakan lembaran tersebut di dalamnya ada kalimat “la ilaha illah” diucapkan dalam hati
dengan ikhlas, penuh keyakinan dan keimanan. Ternyata kalimat ini leibh berat daripada lembaran-
lembaran tersebut, sehingga melampaui lembaran tersebut.

Inilah yang disebut keikhlasan, ikhlas tidak hanya sebatas ucapan, tetapi diucapkan dengan mamahami
maknanya, menyakini apa yang ia ucapkan, namu, ia meninggal sebelum melakukan amalan. Maka
bagaimana dengan amalan-amalan shalih yang banyak dengan ikhlas mengharap wajah Allah.

Inilah dalil keikhlasan walaupun sedikit. Allah akan menyelamatkan siapa pemiliknya, dan menghapuskan
dosa dan keburukannya. Dan jika hilang keikhlasan tiada manfaat dari banyaknya amalan.

Lawan dari tauhid adalah syirik kepada Allah Azza wajalla. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam
iabadah, sedangkan syirik adalah memalingkan satu jenis ibadah pada selain Allah Azza wajalla.
Sebagaimana menyembeli, do’a, istighosah dan ibadah lainnya ini adalah kesyirikan yaitu kesyirikan
dalam uluhiyah. Adapun syirik dalam rububiyah secara umum tidak ada.
Umat-umat seluruhnya menyetujui tauhid rububiyah secara intuitif, tidak ada yang mengelaknya kecuali
mengingkarinya secara zahir, bahwa sesungguhnya batinnya tetap mengakuinya. Karena telah berikrar
secara otomatis. Maka semua orang mengakui bahwa adanya ciptaan-ciptaan pasit memiliki pencipta.
Ciptaan-ciptaan yang bergerak pasti memiliki sesuatu yang mengaturnya. Menjadi ada bukan tidak hanya
sekedar kebetulan atau menjadi ada dengan sendirinya.

٣٦ َ‫ض بَلْ اَّل يُوْ قِنُوْ ۗن‬ ِ ‫ اَ ْم خَ لَقُوا السَّمٰ ٰو‬٣٥ َ‫﴿ اَ ْم ُخلِقُوْ ا ِم ْن َغي ِْر َش ْي ٍء اَ ْم هُ ُم ْال ٰخلِقُوْ ۗن‬
َ ۚ ْ‫ت َوااْل َر‬
35. Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri)?

36. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang
mereka katakan). (At-Tur/52:35-36)

Ikrar dengan tauhid rububiyah secara otomatis dan fitrah itu tidak mencukupinya. Tidak cukup kaum
musyrikin atas ikrar mereka sebagaimana dalam al-qur’an. Maka al-qur’an tegas dalam hal ini.

﴾ ٨٧ َ‫﴿ َولَ ِٕى ْن َسا َ ْلتَهُ ْم َّم ْن خَ لَقَهُ ْم لَيَقُوْ لُ َّن هّٰللا ُ فَا َ ٰنّى يُْؤ فَ ُكوْ ۙن‬
87. Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka
menjawab, “Allah,” jadi bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah),”
(Az-Zukhruf/43:87)

Jawaban mereka adalah Allah. Allah adalah yang menciptakan kami. Inilah tauhid rububiyah. Maka
seseorang dituntut dengan tauhid uluhiyah. Inilah timbul perbedaan, perselisihan, perdebatan antara para
rasul dan umat terdahulu, para dai dan orang-orang, inilah yang didalamnya ada diantara dai dengan
objek dakwah mereka, di dalamnya ada perseteruan antara tauhid dan syirik, dan dikaitkan dengan wala
dan bara dan selain dari itu.

Allah Azza wajalla berfirman:

﴾ ٣٦ ‫﴿ ۞ َوا ْعبُدُوا هّٰللا َ َواَل تُ ْش ِر ُكوْ ا بِ ٖه َش ْيـًٔا‬


36. Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun…. (An-
Nisa'/4:36)

Apakah ini kalimat ambigu? Orang awam sekalipun akan memahaminya. Mereka memahami dari ayat ini
perintah untuk beribadah kepada Allah dan meninggalkan kesyirikan, meskipun sesungguhnya mereka
belum mempelajarinya. Mereka memahami hal ini sekedar dari bahasannya saja, ini baru satu ayat,
padahal al-qur’an ada banyak ayat-ayat yang semacam dengan hal ini. Ayat-ayat semacam ini mereka
lewati kepada mereka untuk membacanya, karena mereka tidak memikirkan di dalamnya, Allah ta’ala
berfirman:

﴾ ٣٦ ‫﴿ ۞ َوا ْعبُدُوا هّٰللا َ َواَل تُ ْش ِر ُكوْ ا بِ ٖه َش ْيـًٔا‬


36. Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun…. (An-
Nisa'/4:36)
Mereka berkata: “Ya Ali, Ya Hasan, Ya Baduwi, Ya Tijani, Ya Abdul Qadir, mereka meminta pertolongan,
berdo’a dengan suara yang keras, mereka mengatakan: Ya Fulan, Ya Fulan, dan Fulan ini adalah mayit
(orang yang sudah meninggal).

Dan orang yang memanggil mayit ini meminta pertolongan kepadanya padahal orang ini hafal al-qur’an
dengan tujuh atau sepuluh qiraat, dan membacanya dengan tajwid yang bagus sehingga kagum orang
yang mendengarnya, (mereka seperti menegakkan anak panah). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Mereka perhatian pada huruf al-qur’an, tetapi mereka menyia-nyiakan batasan-batasannya”.

Berkata Imam Ibnu Qayim: “Al-quran seluruhnya tentang tauhid, karena sesungguhnya isinya berisi
perintah beribadah kepada Allah dan meninggalkan kesyirikan, penjelasan tentang ganjaran ahli tauhid
dan ganjaran ahli syirik, hukum halal dan haram, hukum tersebut hal dari tauhid, kisah-kisah para rasul
dan umat terdahulu dan perdebatan diantara mereka, kisah penjelasan dari tauhid dan kesyirikan.

Maka al-qur’an itu tentang tauhid dari awal hingga akhir, dan bersama ini mereka membaca al-quran ini
tetapi mereka masih melakukan syirik besar. Mereka mengatakan “La ilaha illallah”, tetapi mereka tidak
mengamalkannya. Mereka berada dalam sebuah lembah, sedangkan al-qur’an berada di lembah lainnya.
Sesungguhnya apa yang ada pada lafadz tersebut hanya dilisan saja.

Jika engkau bertanya pada mereka makna “La ilaha illallah”. Merkea menjawab saya tidak tahu saya
belum belajar.

Kalau begitu katakana: kalau demikian engkau menyebut “La ilaha illallah” tetapi tidak mengetahui
maknanya. Apakah ini layak bagi seorang muslim?!

Engkau mengatakan sebuah perkataan, tetapi tidak memahami maknanya dan tidak memperhatikannya.
Atau engkau mengatakan: saya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu maka saya
mengatakannya, seperti apa yang dikatakan orang munafik dalam kubur ketika mereka ditanya, mereka
menjawab:”saya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu maka saya mengatakannya” sekedar
mengatakan sesuatu.

Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

﴾ ١٧١ َ‫ي فَهُ ْم اَل يَ ْعقِلُ وْ ن‬ ُ ۗ ‫ق بِ َم ا اَل يَ ْس َم ُع اِاَّل ُد َع ۤا ًء َّونِ د َۤا ًء‬
ٌ ‫ص ٌّم ۢ بُ ْك ٌم ُع ْم‬ ُ ‫﴿ َو َمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ َكفَ رُوْ ا َك َمثَ ِل الَّ ِذيْ يَ ْن ِع‬
)171 :2/‫( البقرة‬
Terjemah Kemenag 2002

171. Dan perumpamaan bagi (penyeru) orang yang kafir adalah seperti (penggembala) yang meneriaki
(binatang) yang tidak mendengar selain panggilan dan teriakan. (Mereka) tuli, bisu dan buta, maka
mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah/2:171)

Allah menyerupakan mereka dengan hewan-hewan ternak yang mendengar suara penggembala dan
suara nyanyain gembala, mereka berjalan mengikuti suara penggembala tersebut padahal mereka tidak
memahami maknanya.

Apabila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu menyeru pada makhluk-makhluk, dan janganlah
kamu beristighosah dengannya, serulah Allah dan beristighosahlah dengan Allah. Mintalah kepada Allah,
Hadapkanlah wajahmu kepada Allah, janganlah menghadapkan wajahmu kepada ahli kubur dan orang-
orang yang sudah meninggal.
Mereka berkata: kamu meremehkan para wali, inilah wali-wali mereka punya kedudukan di sisi kami
hendaklah memuliakan, menghormati, mengagungkan nama-nama mereka, inilah kedudukan mereka,
maka kamu meremehkan mereka dan kemu tidak mengetahui keutamaan mereka. Inilah yang mereka
katakana pada pada da’I yang mengajak pada tauhid.

Maka kita katakan pada mereka: Kami mencintai orang shalih dan kami mencintai para wali Allah. Kami
loyal, memuliakan, menghormati mereka. Namun, Kami tidak memberikan sedikitpun kepada mereka
dari hak Allah Rabb subhanahu wata’ala. Dan tidak memberikan sedikitpun ibadah kepada mereka,
karena bukan hak mereka diibadahi. Mereka wali tidak meridhoi dengan ini dan tidak meridhoi dengan
dijadikan seruan bersama Allah dan beristighosah dengan mereka dalam masa sulit.

Mereka berkata: Sesungguhnya istighosah mereka kepada orang-orang shalih dan mereka meminta
hajat kepada orang-orang shalih itu merupakan bentuk pengakuan keutamaan mereka dan
pengagungan kepada mereka. Inilah yang ditampakkan setan kepada mereka. Yang dimaksud setan
disini dalam bentuk jin dan manusia. Ulama yang sesat itulah setan-setan dalam bentuk manusia,
mereka berbicara dan menulis untuk mengajak orang-orang pada kesyirikan. Mereka mengaku apa yang
mereka lakukan untuk mengagungkan orang-orang yang shalih dan untuk mengakui keutamaan mereka,
termasuk kesetiaan kepada mereka. Mereka mengklaim kalau tidak beristighosah kepada mereka ini
termasuk meremehkan hak mereka, termasuk kebencian kepada mereka. Hingga akhirnya apa yang
mereka katakana ini ada dalam kitab-kitab mereka.

Ini landasan yang ada dalam al-qur’an. Allah ta’ala berfirman:

١٠٣ .…ۖ ‫َص ُموْ ا بِ َح ْب ِل هّٰللا ِ َج ِم ْيعًا َّواَل تَفَ َّرقُوْ ا‬


ِ ‫﴿ َوا ْعت‬
103. Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai,... (Ali 'Imran/3:103)

ْ ‫﴿ َواَل تَ ُكوْ نُوْ ا َكالَّ ِذ ْينَ تَفَ َّرقُوْ ا َو‬


﴾ ١٠٥ .… ‫اختَلَفُوْ ا‬
105. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih ….(Ali
'Imran/3:105)

﴾ ١٥٩ .…ِ ‫﴿ اِ َّن الَّ ِذ ْينَ فَ َّرقُوْ ا ِد ْينَهُ ْم َو َكانُوْ ا ِشيَعًا لَّسْتَ ِم ْنهُ ْم فِ ْي َش ْي ۗ ٍء اِنَّ َمٓا اَ ْم ُرهُ ْم اِلَى هّٰللا‬
159. Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah)
dalam golongan-golongan, sedikit pun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka.
Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah…. (Al-An'am/6:159)

‫ص ْينَا بِ ٖ ٓه اِ ْب ٰر ِه ْي َم َو ُموْ ٰس ى َو ِعي ٰ ْٓس ى اَ ْن‬ ْٓ ‫صى بِ ٖه نُوْ حًا َّوالَّ ِذ‬
َ ‫ي اَوْ َح ْينَ ٓا اِلَ ْي‬
َّ ‫ك َو َم ا َو‬ ّ ٰ ‫﴿ ۞ َش َر َع لَ ُك ْم ِّمنَ ال ِّد ْي ِن َما َو‬
﴾ ١٣ ‫اَقِ ْي ُموا ال ِّد ْينَ َواَل تَتَفَ َّرقُوْ ا فِ ْي ۗ ِه‬
13. Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa
yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah
di dalamnya….. (Asy-Syura/42:13)
Maka, tidak boleh bagi kaum muslimin berpecah belah dalam agama mereka, bahkan wajib untuk
menjadi umat yang satu di dalam tauhid.

﴾ ٩٢ ‫اح َد ۖةً َّواَن َ۠ا َربُّ ُك ْم فَا ْعبُ ُدوْ ِن‬


ِ ‫﴿ اِ َّن ٰه ِذ ٖ ٓه اُ َّمتُ ُك ْم اُ َّمةً َّو‬
92. Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka
sembahlah Aku. (Al-Anbiya'/21:92)

Tidak boleh umat Muhammad berpecah dalam aqidah, ibadah, hukum agama. Seseorang berkata “halal”,
dan yang lainnya berkata “haram”. Tanpa dalil, ini tidak diperbolehkan. Tidak ragu lagi, bahwa berselisih
merupakan tabiat manusia. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

﴾ ١١٩ .…ۗ َ‫ اِاَّل َم ْن َّر ِح َم َربُّك‬١١٨ َ‫ َّواَل يَ َزالُوْ نَ ُم ْختَلِفِ ْي ۙن‬.…﴿


118. ….tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat),

119. kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. ….(Hud/11:118-119)

Namun, ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang diputuskan kembali pada al-Kitab (alqur’an) dan sunnah
(hadits), maka ikhtilaf saya dan kamu sungguh wajib kembali pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Allah ta’ala berfirman:

:4/‫ ﴾ ( النس ۤاء‬٥٩ .…‫ فَاِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِ ْي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوْ هُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر‬.…﴿
)59
Terjemah Kemenag 2002

59. ….Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. ….(An-Nisa'/4:59)

Adapun apa yang dikatakan: “Biarkan pada keyakinan dalam madzhabnya, biarkan dalam keyakinan
aqidahnya, dan biarkanlah orang-orang pada keyakinannya masing-maisng, bebas dalam berkeyakinan,
bebas dalam berbicara, ini adalah sebuah kebathilan yang Allah telah melarangnya. Allah ta’ala
berfirman:

﴾ ١٠٣ .…ۖ ‫َص ُموْ ا بِ َح ْب ِل هّٰللا ِ َج ِم ْيعًا َّواَل تَفَ َّرقُوْ ا‬


ِ ‫﴿ َوا ْعت‬
103. Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, ….(Ali 'Imran/3:103)

Maka wajib itu bersatu dalam memahami perselisihan dalam Kitabullah sampai persoalan-persoalan fiqih.
Apabila terdapat perselisihan sesuatu yang kami pahami maka dikembalikan pada dalil-dalilnya. Maka
barang siapa yang dapat benar menunjukkan dalil dengannya dengan kuat, maka kita bersamanya. Dan
barang siapa yang salah menunjukkan dalilnya, maka kita tidak mengambil sesuatu yang salah.

Sesungguhnya Allah Azza wajalla, tidak membiarkan kita berselisih dan berpecah belah tanpa
memberikan kepada kita acuan untuk menimbang yang benar dan salah, tetapi memberikan al-qur’an
dan sunnah. “Faruddu ilallah” maksudnya adalah alqur’an, “warasuli” maksudnya sunnah dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:” sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian, sesuatu jika kalian
berpegang teguh padanya kalian tidak akan tersesat setelahku yaitu Kitabullah dan Sunnahku”.
Seolah-olah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada diantara kita mewujudkan sunnah yang sudah
dibukukan, dishahihkan dan dijelaskan pada ulama. Ini keutamaan dari Allah subhanahu wata’ala atas
umat ini, sesungguhnya Allah tidak meninggalkannya dalam kebingungan, bahkan meninggalkannya
disisinya dengan menunjukkan apa yang Allah subhanahu wata’ala tunjukkan dengannya kebenaran.
Adapun yang tidak menginginkan kebenaran, dan menginginkan masing-masing orang pada masing-
masing madzhab dan keyakinannya. Mereka mengatakan: kita bersatu pada yang telah disepakati, dan
kita memaafkan pada yang diperselisihkan. Ini tidak ragu lagi, bahwa perkataan ini batil.

Maka wajib bersatu diatas Kitabullah dan sunnah Rasulullah, dan apa yang perselisihan kami didalamnya
dikembalikan kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah. Bukannnya saling memberi udzur dalam
perselisihan tetap dikembalikan pada Kitabullah dan sunnah Rasulullah. Apa yang sesuai dengna
kebenaran kita akan mengambilnya. Dan apa yang sesuai dengan kesalahan kita kembali padanya. Inilah
yang wajib atas kita. Maka janganlah umat tetap berada pada perselisihan. Terkadang orang-orang yang
sering mendakwahkan tetap berada dalam perselisihan mereka menyebutkan hadits “perselisihan
umatku adalah rahmat”, hadits ini memang diriwayatkan, namun riwayatnya tidak shahih.

Perselisihan bukan rahmat, perselisihan adalah adzab. Allah ta’ala berfirman:

ُ ‫اختَلَفُوْ ا ِم ۢ ْن بَ ْع ِد َما َج ۤا َءهُ ُم ْالبَي ِّٰن‬


﴾ ١٠٥ .…ۗ ‫ت‬ ْ ‫﴿ َواَل تَ ُكوْ نُوْ ا َكالَّ ِذ ْينَ تَفَ َّرقُوْ ا َو‬
105. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai
kepada mereka keterangan yang jelas….. (Ali 'Imran/3:105)

Maka perselisihan itu memisahkan hati dan memecah belah umat, tidak mungkin manusia apabila
mereka salih berselisih jadi salih tolong menolong dan saling membantu selamanya. Bahkan diantara
keduanya saling bermusuhan dan saling fanatic terhadap aliran dan kelompok mereka dan tidak saling
tolong menolong selamanya.

Sesungguhnya saling tolong menolong jika mereka saling bersatu dan berpegang teguh pada tali Allah
semuanya. Inilah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wasiatkan dalam sabdanya “Sesungguhnya Allah
meridhoi kamu pada tiga perkara, Jika engkau menyembahNya dan tidak menyekutukan dengan yang
lainnya, berpegang teguh pada tali Allah semuanya dan tidak berpecah belah, dan menasehati pada
orang yang Allah berikan pada dia urusan kalian. Inilah tiga hal yang Allah ridhoi bagi kita.

Dan inti dari hadits ini yaitu: hendaknya kalian saling berpegang teguh pada tali Allah seluruhnya dan
janganlah berpecah belah.

Bukan makna pada hadits ini sesungguhnya tidak ada perselisihan dan tidak ada perpecah belahan.

Kecenderungan manusia adanya perselisihan, tetapi artinya bahwa sesunguhnya jika terjadi perselisihan
atau perbedaan dihilangkan dengan dikembalikan pada Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan berhenti perselisihan dan perbedaan. Inilah yang benar.

Bukan berhukum pada al-qur’an dan sunnah terbatas pada masalah perselisihan dalam perdebatan
diantara manusia yaitu masalah harta, karena mereka menamakan berhukum dengan apa yang Allah
turunkan. Sesungguhnya hukum diantara manusia dalam ahrta-harta mereka dan perselisihan mereka
dalam urusan dunia saja.

Tidak, bahkan dia berhukum dengan keduanyadalam semua perselisihan dan perbedaan. Perbedaan
dalam hal aqidah penting daripada perselisihan harta. Perselisihan masalah ibadah dan masalah halal
haram itu lebih penting daripada perselisihan dalam masalah harta. Sesungguhnya perdebatan masalah
harta itu satu bagian kecil dari perselisihan yang wajib untuk diputus dengan Kitabullah. Sahabat
radhiyallahu ‘anhu terjadi diantara mereka perselisihan, tetapi mereka segera kembali pada Kitabullah
dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka cepat berakhir perselisihan mereka.
Sungguh perselisihan yang terjadi diantara mereka setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat yaitu
siapa pengganti pemimpin setelah nabi? Dan begitu cepat mereka putuskan kan kembali mereka
menunjuk pemimpin pada Abu Bakar As-sidiq. Dan mereka menyetujuinya dan mentaatinya, dan
terputuslah perselisihan yang terjadi siapa yang menjadi pemimpin setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. maka perselisihan yang terjadi diantara, namun mereka kembali pada Kitabullah dan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian pergilah perselisihan diantara mereka.

Jika kembali pada Kitabullah akan menghilangkan kebencian dan permusuhan, maka tidak ada orang
yang berpaling dari Kitabullah. Sungguh kamu diantara apa yang orang-orang katakana: Ayo ikuti
pendapat fulan, ulama fulan itu tidak akan tenang.

Tetapi jika engkau katakana padanya “ayo kita kembali pada Kitabullah dan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam”, jika didalam hatinya terdapat iman, maka dia akan mereasa tenang untuk
kembali pada keduanya.

Allah ta’ala berfirman:


ٰۤ ُ ۗ
َ‫ول ِٕىكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِ ُح وْ ن‬ ‫﴿ اِنَّ َما َكانَ قَوْ َل ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ اِ َذا ُدع ُْٓوا اِلَى هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖه لِيَحْ ُك َم بَ ْينَهُ ْم اَ ْن يَّقُوْ لُوْ ا َس ِم ْعنَا َواَطَ ْعنَ ا َوا‬
﴾ ٥١
51. Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar
Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An-Nur/24:51)

Inilah perkataan orang-orang beriman, adapun orang-orang munafik jika ada kebenaran pada mereka,
mereka datang dengan taat, dan jika kebenaran itu bertentangan dengan mereka, maka mereka akan
berpaling sebagaimana telah Allah sebutkan pada mereka.

Maka tidak boleh seorang mukmin untuk tetap berada pada perselisihan dalam semua perselisihan, tidak
dalam masalah yang mendasar maupun masalah cabang. Setiap perselisihan diputuskan dengan al-
Kitab (al-qur’an) dan sunnah (hadits). Apabila tidak menetapkan dalil yang jelas bersama satu mujtahidin
yang ada, sehingga tidak bisa dikuatkan dari perkataan mereka satusama lain, maka dalam hal ini tidak
diingkari orang yang mengambil salah satu pendapat dari imam tersebut. Oleh karena itu, para ulama
mengatakan, “tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah”. Artinya bahwa masalah yang tidak
jelas dalilnya didalmnya dari setiap pihak yang berselisih.

Ketika mereka tetap berada dalam perselisihan, terjadilah kebinasaan dan saling bermusuhan dan saling
memerangi diantara mereka, inilah keadaan orang-orang yang berselisih. Adapun orang-orang yang
mengajak pada persatuan, keadaan mereka dalam kekuatan dan hilangnya kebencian dari hati mereka.
Allah ta’ala berfirman:

َ ْ‫﴿ فَاَل َو َربِّكَ اَل يُْؤ ِمنُ وْ نَ َح ٰتّى يُ َح ِّك ُم و‬


َ َ‫ك فِ ْي َم ا َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم اَل يَ ِج ُدوْ ا فِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ِه ْم َح َرجًا ِّم َّما ق‬
‫ض يْتَ َوي َُس لِّ ُموْ ا‬
٦٥ ‫تَ ْسلِ ْي ًما‬
65. Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad)
sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan
dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
(An-Nisa'/4:65)

Dan manusia tidak ridho, dan tidak menjauhi perselisihan kecuali kembali pada Kitabullah dan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah ta’ala berfirman:

‫ص ْينَا بِ ٖ ٓه اِ ْب ٰر ِه ْي َم َو ُموْ ٰس ى َو ِعي ٰ ْٓس ى اَ ْن‬ ّ ٰ ‫﴿ ۞ َش َر َع لَ ُك ْم ِّمنَ ال ِّد ْي ِن َما َو‬


ْٓ ‫صى بِ ٖه نُوْ حًا َّوالَّ ِذ‬
َ ‫ي اَوْ َح ْينَ ٓا اِلَ ْي‬
َّ ‫ك َو َم ا َو‬
﴾ ١٣ ..…‫اَقِ ْي ُموا ال ِّد ْينَ َواَل تَتَفَ َّرقُوْ ا فِ ْي ۗ ِه‬
13. Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa
yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah
di dalamnya (Asy-Syura/42:13)

Maknanya: jangan sampai menjadi setiap kalian memiliki agama sendiri karena agama dari Allah itu satu,
tidak ada didalamnya kelompok-kelompok.

Ya, terdapat dari hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bersatu dan melarang dari
perpecahan dan perselisihan.

Misalnya pada hadits: “Maka sesungguhnya orang yanag hidup diantara kalian sepeninggal rasulullah
maka mereka akan melihat perselisihan yang banyak diantara kamu, maka atasmu mengikuti sunnahku
(rasulullah) dan sunnah khulafaur rasyidin (Al-Hadits)

Jadilah perkaranya sangat disayangkan terjadi pada orang-orang belakangan: perselisihan dalam
masalah ushul dan furu’ itulah yang disebut fiqih. Padahal yang wajib adalah sebaliknya: sesungguhnya
persatuan itulah fiqih dalam agama Allah.

Mereka berkata: sesungguhnya perselisihan, kebebasan berpendapat/khuriyah manusia dan tidak


menghentikan mereka, inilah fiqih.

Kami berkata: Fiqih adalah bersatu atas Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Sebagian mereka mengatakan: ini dari kelonggaran islam, bahwasanya jika ada orang yang haramkan
sesuatu dan yang lainnya ada yang menghalalkan sesuatu. Mereka menjadikan manusia pembuat
syari’at. Menurut konsep mereka ini jika ada fulan berkata: “ini halal jadilah halal bagi kami walaupun
haram dalam Kitabullah dan sunnah Rasulullah”.

Maka kami katakana: kami kembali pada Kitabullah, barang siapa yang melihat darinya yang hak kami
mengambil dengannya, dan barang siapa yang darinya salah maka kami tinggalkan, inilah yang wajib.

Orang-orang yang memerintahkan untuk bersatu dan tinggalkan perselisihan, mereka mengatakan dari
itu: inilah yang telah keluar dari ummat, inilah zindiq. Karena sesungguhnya menihilkan pendapat-
pendapat ulama, maka kami tidak menihilkan pendapat-pendapat ulama bahwa sesungguhnya kita
mengembalikan pada Kitabullah. Kita tidak dibebani mengikuti manusia, karena sesungguhnya kita
diperintahkan untuk mengikuti al-qur’an dan sunnah dan inilah yang benar. Kita tidak diperintahkan
mengikuti fulan dan fulan. Dan Allah tidak menggantungkan pada pendapat dan ijtihad kita, bahkan Allah
menurunkan kitabNya dan mengutus rasulNya. Dan jika kita menjadikan Kitabullah dan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hilanglah permusuhan dan perselisihan dan bersatu dalam kalimat
Allah.

Apakah engkau tidak mengetahui bahwa belum lama ini di masjidil haram terdapat empat mihrab, setiap
pengikut madzhab shalat secara berjama’ah sendiri-sendiri bersama pengikut madzhab mereka disisi
Ka’bah hingga Allah mentakdirkan ada menyatukan mereka atas imam yang satu dan menhilangkan
perselisihan tersebut. Terpujilah Allah. Dan hilanglah pemandangan yang jelek ini.
Inilah semuanya yang berlaku yang mengikuti madzhab dan mengikuti pemimpinnya, hingga shalat
terjadi perselisihan didalamnya. Terlihat bahwa pengikut Hanafi tidak mau shalat dibelakang pengikut
Hambali, pengikut Hambali tidak mau shalat dibelakang pengikut Syafi’I. Mereka tidak mau shalat di
waktu yang sama, ada orang yang shalat di awal waktu dan yang lain shalat di akhir waktu, karena fulan
berpendapat mengakhirkan shalat dan fulan berpendapat mengawalkan shalat, mereka menginginkan
keridhoan semua orang.

Ini masih kita temukan disebagian negeri yang lain yang masih tersisa hingga sekarang, sampai-sampai
mereka tidak mau shalat jum’at di waktu yang sama, sebagian yang lain tidak melaksanakan shalat
kecuali mendekat waktu ashar. Karena Fulan berkata: “demikian dan demikian”. Apabila seseorang
menginginkan shalat lebih dahulu dapat pergi untuk shalat bersama Fulan, dan jika seseorang
menginginkan shalat diakhir waktu, maka shalat bersama Fulan. Namun, disisi kita –terpujilah Allah-
disinilah negeri ini yang dalam naungan dakwah yang berkah kembali ke masjidil haram atas salafus
shalih yang shalat berjamaah pada satu waktu dengan satu imam.

Landasanyang ketiga: taat pada pemimpin kaum muslimin, karena sesungguhnya tidak sempurna
bersatu kecuali dalam ketaatan pada seorang pemimpin. Maka tidak ada persatuan kecuali dengan
pemimpin dan tidak ada pemimpin kecuali didengar dan ditaati. Maka seorang pemimpin muslim, dia
mendapatkan rahmat Allah bagi kaum muslimin untuk menegakkan hukum, menyuruh pada kebaikan dan
mencegah kemungkaran, menolong orang terdzalimi dari orang yang dzalim, dan menjaga keamaan.

Ini merupakan bentuk dari rahmat Allah azza wajalla, para sahabat nabi ketika wafatnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasalam tidak segera memakam beliau hingga membaiat pemimpin karena mereka
khawatir terjadi perselisihan dan fitnah. Mereka mengetahui bahwa tidak baik kehidupan mereka
walaupun satu malam saja dengan tidak ada imam, karena hal ini perkara darurat dalam agama. Dan
tidak mungkin kecuali dengan mendengar dan taat pada pemimpin. Dan Allah berfirman:

﴾ ٥٩ .…‫﴿ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم‬
59. Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri
(pemegang kekuasaan) di antara kamu….(An-Nisa'/4:59)

Setelah taat kepada Allah dan taat pada Rasulullah tidak boleh tidak taat kepada ulil amri. ”Minkum”
Artinya minal muslimin. Ini menunjukkan bahwa syarat Ulil Amri harus seorang muslim.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian, mendengar dan
taat pada Ulil Amri walaupun yang memerintah kalian seorang budak, maka sesungguhnya kehidupan
dari kalian seseudahku akan banyak terjadi perselisihan, maka atas kalian tetap pada sunnahku dan
sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk”. (Al-Hadits)

Inilah landasan ketiga: mendengar dan taat (Dengarlah dan taatlah pada meskipun yang menyuruh kalian
seorang budak), maka tidak mungkin terjadi persatuan pada kaum muslimin kecuali dengan adanya
pemimpin muslim walaupun tidak keturunan Arab atau bahkan seorang budak.

Jadilah ini landasan yang tidak diketahui kebanyakan orang yang mengaku berilmu, maka mereka orang-
orang bodoh tentang masalah mendengar dan taat dan apa saja keutamaan dan urgensinya, maka
bagimana dengan orang awam dan mereka yang lebih bodoh dalam masalah ini?

Maka orang yang pemberani, yaitu orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar diantara mereka,
yang tidak boleh dicela dalam syariat menurut mereka. Dia yang keluar dari pemimpin kaum muslimin,
dan telah memutuskan ketaatan, dan mengajak untuk memberontak atas hukum kaum muslimin dengan
sebab adanya kesalahan pada mereka atau maksiat tidak sampai pada derajat kekufuran.
Dan perkataan dalam majelsi, seminar, pertemuan dengan mencari aib-aib penguasah dan membesar
dan menghembuskannya sampai akhirnya keadaan berubah menjadi perpecahan kalimat, dan larinya
rakyat dari ketaatan pada Ulil Amri sampai rusakkan keamanan dan pertumpahan darah, berubahlah
keadaan menjadi kerusakan dari kerusakan yang terjadi dari bersabar untuk taat kepada Ulil Amri yang
fasik dan zalim yang pada mereka tidak terlihat kekufuran yang nyata adanya bukti yang bisa
dipersaksikan.

Inilah landasan yang agung: yaitu hendaknya menjelaskan pengertian dari ilmu.

Ilmu adalah ilmu syar’I yang dibangun diatas Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam, inilah ilmu yang bermanfaat. Adapun ilmu duniawi seperti ilmu kerajinan, industry, kedokteran
dan lainnya ini tidak dimutlakkan kepadanya istilah ilmu tanpa ada pengaitnya

Maka jika dikatakan ilmu yang dengannya punya keutamaan, maka pengertian tersebut adalah ilmu
syar’i. Adapun ilmu kerajinan, industry dan profesi lainnya ini adalah ilmu yang mubah tidak mutlak
diistilahkan sebagai ilmu tanpa ada pengait.

Sesungguhnya apa yang dikatakan: ilmu teknik, ilmu kedokteran, tetapi sangat disayangkan keadaan
yang sekarang. Jika dikatakan ilmu, maka yang dimaksud mereka adalah ilmu sains modern. Mereka
mengatakan jika mendengar sesuatu dari al-qur’an: ini yang dibuktikan oleh ilmu sains mofern. Apabila
datang pada mereka sebuah hadits mereka berkata: hadits ini telah dibuktikan oleh sains modern.

Jadilah keadaan ilmu sekarang dimutlakkan oleh ilmu kerajinan, industri dan kedokteran, padahal bukan
seperti itu. Bersama dengan ini sungguh sebuah kebodohan karena terkadang yang diketahui dari
kesalahan yang besar, karena ilmu tersebut sekedar hasil pemikiran manusia, berbeda dengan ilmu
syar’I kaerna sungguh ilmu syar’I itu dari Allah. Maka Allah berfirman:

﴾ ٤٢ ‫﴿ اَّل يَْأتِ ْي ِه ْالبَا ِط ُل ِم ۢ ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َواَل ِم ْن َخ ْلفِ ٖه ۗتَ ْن ِز ْي ٌل ِّم ْن َح ِكي ٍْم َح ِم ْي ٍد‬
42. yang) tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan
yang akan datang), yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana, Maha Terpuji. (Fussilat/41:42)

Allah ta’ala berfiman:

ۗ ٰۤ‫ اِنَّ َما يَ ْخ َشى هّٰللا َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَم‬.…﴿


﴾ ٢ .…‫ُؤا‬
28. ….Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. ….(Fatir/35:28)

Mereka ulama syar’I yang mengenal tentang Allah azza wajalla, adapun ahli ilmu teknik, industry, produk
buatan, kedokteran, maka mereka terkadang jahil terhadap hak Allah, dan terkadang mereka tidak
mengenal Allah, andaikan mereka mengenal Allah hanya sedikit, kecuali orang-orang yang mengenal
Allah mereka para ulama ilmu syar’i. Allah ta’ala berfiman dalam QS. Fatir : 28, Karena mereka mengenal
Allah dengan nama-namaNya, mengenal Allah dengan hakNya, dan ini tidak terjadi dengan ilmu
kedokteran dan ilmu teknik. Sesungguhnya apa yang terjadi ilmu dunia hanya dengan tauhid rububiyah
saja, sungguh tauhid uluhiyah ini hanya terjadi pada ilmu syar’i.

Maksud penjelasan dari menyerupai ahli ilmu padahal bukan bagian dari ahli ilmu (ulama).
Sesungguhnya dia hanya meniru ahli ilmu padahal dia tidak memilik modal ilmu. Ini bahaya sangat besar
bagi dirinya sendiri dan umat Islam, karena dia berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan menyesatkan
manusia tanpa ilmu. Allah ta’ala berfirman:

﴾ ١٤٤ ࣖ..…‫اس بِ َغي ِْر ِع ْل ۗ ٍم‬ ‫هّٰللا‬ ْ َ‫﴿… فَ َم ْن ا‬


ِ ُ‫ظلَ ُم ِم َّم ِن ا ْفت َٰرى َعلَى ِ َك ِذبًا لِّي‬
َ َّ‫ض َّل الن‬
144. ….Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah untuk menyesatkan orang-orang tanpa pengetahuan?”…. (Al-An'am/6:144)

Dan sungguh dikatakan: empat orang yang merusak dunia yaitu, orang yang setengah berilmu, orang
yang setelah paham ilmu nahwu, orang yang setengah paham kedokteran, orang yang setelah pandai
bicara ini merusak negeri, merusak Bahasa, merusak badan, merusak agama.

Allah jalla wa’ala: dalam surat al-baqarah, turunnya ayat-ayat yang banyak menjelaskan bani Israil untuk
mengingatkan mereka akan nikmat Allah atas mereka, dan menyuruh mereka untuk mengikuti
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang mereka telah mengenal kenabian dan kerasulan beliau
dalam kitab mereka, dan para nabi-nabi sebelumnya telah memberitakan akan kedatangan nabi terakhir.
Allah memulai firmannya:

َ ‫ف بِ َع ْه ِد ُك ۚ ْم َواِي‬
﴾ ٤٠ ‫َّاي فَارْ هَبُوْ ِن‬ ِ ْ‫ي اُو‬ ُ ‫﴿ ٰيبَنِ ْٓي اِ ْس َر ۤا ِءي َْل ْاذ ُكرُوْ ا نِ ْع َمتِ َي الَّتِ ْٓي اَ ْن َع ْم‬
ْٓ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم َواَوْ فُوْ ا بِ َع ْه ِد‬
40. Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu
kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja. (Al-Baqarah/2:40)

Dan sampai pada ayat:

ُ ‫﴿ ٰيبَنِ ْٓي اِ ْس َر ۤا ِءي َْل ْاذ ُكرُوْ ا نِ ْع َمتِ َي الَّتِ ْٓي اَ ْن َع ْم‬
﴾ ١٢٢ َ‫ت َعلَ ْي ُك ْم َواَنِّ ْي فَض َّْلتُ ُك ْم َعلَى ْال ٰعلَ ِم ْين‬
122. Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan Aku telah melebihkan
kamu dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu). (Al-Baqarah/2:122)

َ ‫س َش ْيـًٔا َّواَل يُ ْقبَ ُل ِم ْنهَا َع ْد ٌل َّواَل تَ ْنفَ ُعهَا َشفَا َعةٌ َّواَل هُ ْم يُ ْن‬
﴾ ١٢٣ َ‫صرُوْ ن‬ ٍ ‫﴿ َواتَّقُوْ ا يَوْ ًما اَّل تَجْ ِزيْ نَ ْفسٌ ع َْن نَّ ْف‬
123. Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat menggantikan (membela) orang lain
sedikit pun, tebusan tidak diterima, bantuan tidak berguna baginya, dan mereka tidak akan ditolong. (Al-
Baqarah/2:123)

Kemudian
ٓ
َ َ‫ال َو ِم ْن ُذرِّ يَّتِ ْي ۗ ق‬
‫ال اَل يَنَ ا ُل َع ْه ِدى‬ ٍ ٰ‫﴿ ۞ َواِ ِذ ا ْبت َٰلى اِب ْٰر ٖه َم َربُّهٗ بِ َكلِم‬
ِ َّ‫ت فَاَتَ َّمه َُّن ۗ قَا َل اِنِّ ْي َجا ِعلُكَ لِلن‬
َ َ‫اس اِ َما ًما ۗ ق‬
﴾ ١٢٤ َ‫الظّلِ ِم ْين‬ ٰ
124. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya
dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin
bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar,
tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (Al-Baqarah/2:124)

Semua ayat-ayat ini apa yang dijelaskan dari ayat awal sampai akhir, ayat-ayat banyak menjelaskan
tentang bani Israil untuk mengingat nikmat Allah dengan turunkannya rasul dan turunkannya kitab, dan
wajib atas mereka beriman kepada rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bani Isral mereka adalah keturunan nabi Ya’kub, maka Israil disini adalah Nabi Ya’kub. Karena memang
mereka dzurriyah/keturunan nabi Ya’kub, mereka terdiri dari 12 jalur keturunan. Setiap satu anak nabi
Ya’kub mempunyai keturunan, setiap keturunan dari anaknya dinamakan As-sabth seperti kabilah-kabilah
di Arab. Allah berfirman:

﴾ ١٦٠ .…‫﴿ َوقَطَّع ْٰنهُ ُم ْاثنَت َْي َع ْش َرةَ اَ ْسبَاطًا اُ َم ًم ۗا‬


160. Dan Kami membagi mereka menjadi dua belas suku yang masing-masing berjumlah besar, ….(Al-
A'raf/7:160)
Ya, telah datang perkatan-perkataan yang di dalamnya terdapat dorongan untuk mempelajari ilmu dan
mendalaminya, berisi tentang penjelasan apa itu ilmu yang bermanfaat dan apa ilmu yang tidak
bermanfaat sesuatu yang banyak. Apabila merujuk pada Kitab Jami’ bayanil Ilmi wa fadhilati
“terkumpulnya penjelasan ilmu dan keutamaanya” karya Imam Ibnu Abdil Barr atau lainnya, engkau akan
mengetahui hal ini.

Jadilah ilmu dan fiqih dari orang-orang mutaakkhirin sebagai bid’ah dan kesesatana, karena mereka
meninggalkan ilmu yang shahih yang dibangun diatas Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Jadilah itu disisi mereka: perkataan Fulan, dan perkataan Fulan, dan hikayatnya

Sebagaimana mereka katakan: sesungguhnya kuburan fulan ini memiliki manfaat demikian, dan bahwa
tempat tertentu telah dilihat oleh si Fulan dalam mimpinya demikian. Inilah ilmu mereka atau mereka
mencari hadits yang palsu dan sudah terkubur yang telah disembunyikan oleh ahli ilmu. Dan ulama telah
menjelaskan bahwa hadits tersebut dusta. Engkau temui penggemar khurafat menjadikan hadits tersebut
dengan hadist shahih dan menghiasi dengan sanad-sanad dan menyebarkan hadist tersebut. Mereka
berkata: inilah hadits-hadits shahih. Mereka meninggalkan hadist shahih yang diriwayatkan dalam shahih
Bukhori dan Muslim dan kitab-kitab sunan yang empat dan musnad yang mu’tabarah, mereka
meninggalkannya karena hadits-hadits shahih tersebut tidak berasal dari orang-orang shalih mereka.

Wajib untuk membedakan hak dan batil dan wajib untuk memisahkan keduanya. Jika dicampurkan antara
keduanya, ini merupakan talbis/penyamaran, penipuan, kedustaan atas manusia.

Karena mereka menyelisihi apa yang dianut oleh masyarakat. Maka, ilmu yang Allah puji, dan orang yang
memilikinya jadilah bagi mereka yang kebodohan. Dan orang yang mengucapkannya, berkata-kata ilmu
tersebut dianggap gila. Karena mereka mengatakan: sesungguhnya ilmu yang Allah wajibkan telah
mengubah apa yang menjadi kebiasaan manusia dan mengubah keyakinan nenek moyang mereka.

Orang yang menulis penentangan terhadap ilmu shahih/bermanfaat, mereka memuji ilmu yang tercela
dan menyebarkannya diantara manusia mereka katakan: inilah ahli fiqih, ulama. Adapun orang yang
menyebarkan ilmu yang shahih, mereka berkata: ini orang tidak baik, orang bodoh, orang yang ingin
memecah belah manusia. Sesungguhnya kami menginginkan persatuan bukan perpecahan, maksudnya
persatuan walaupun diatas kebatilan dan tidak menginginkan memecah belah manusia yang didalamnya
terdapat pemisahan hak dan batil, dan pemisahan yang baik dan buruk. Ini mustahil. Sesungguhnya tidak
mungkin terjadi persatuan diatas kebatilan, sesungguhnya persatuan terjadi diatas kebenaran. Penyair
mengatakan:

Apabila luka itu berubah menjadi rusak Maka jelaslah disitu ada pembiaran dari tabib

Ya, ini merupakan landasan yang agung. Beliau membedakan antara wali Allah dan wali syaitan, karena
orang yang ahli berbuat batil mereka menamai wali syaitan dengan wali Allah hingga perkara ini menjadi
samar di tengah manusia. Oleh karena itu syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menulis kita yang
bermanfaat beliau namai “al-Furqonu baina auliyaur-Rahmanu wa auliyausy-Syaithanu”. Allah ta’ala
berfirman:

ٌ ْ‫﴿ آَاَل اِ َّن اَوْ لِيَ ۤا َء هّٰللا ِ اَل َخو‬


﴾ ٦٢ َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ زَ نُوْ ۚن‬
62. Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.
(Yunus/10:62)

Kemudian diantara mereka mengatakan:

﴾ ٦٣ َ‫﴿ اَلَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َو َكانُوْ ا يَتَّقُوْ ۗن‬


63. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. (Yunus/10:63)
Inilah wali-wali Allah, mereka bersatu antara keimanan dan ketakwaan, antara ilmu yang bermanfaat dan
amal shalih. Inilah mereka wali-wali Allah. Bukan wali Allah yang keluar dari syari’at Allah, dan mengubah
agama Allah, menyeru untuk beribadah pada kuburan dan benda keramat, inilah wali syaitan. Bukannya
wali itu tukang sihir, khurofat yang jelas menampakkan kepada orang-orang keanehan yang berupa sihir
dan mereka mengatakan: inilah karomah. Padahal keanehan itu berasal dari setan.

Mencintai Allah adalah yang paling agung dari macam-macam ibadah, dan alamat mencintai Allah adalah
mengikuti rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang yang tidak mengikuti rasul bukan termasuk wali
Allah dan tidak mencintai Allah. Inilah orang –orang khurafat mengatakan: tidaklah menjadi seorang wali
jika seseorang keluar dari ketaatan kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pada mereka terdapat
wilayah untuk keluar dari sunnah rasulullah dan bertopang pada khurofat dan bid’ah. Inilah yang mereka
sebut wilayah disisi mereka.

Mereka mengatakan: kami menyembah Allah karena kami cinta kepada Allah, kami tidak
menyembahNya dengan rasa takut dari api neraka dan tidak berharap surgaNya. Dan sesungguhnya
kami mencintaiNya karena kecintaan kami kepadaNya.

Maka dikatakan kepada mereka: kamu mencintaiNya atas jalannya siapa? Apakah kamu mencintaiNya
atas jalan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau atas jalan lainnya? sesungguhnya tidak mencintai
Allah kecuali barang siapa yang mengikuti rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah pembeda antara
wali Allah dan wali syaitan.

Allah berfirman:

٥٤ .…ۙ ٓ ٗ‫﴿ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َم ْن يَّرْ تَ َّد ِم ْن ُك ْم ع َْن ِد ْينِ ٖه فَ َسوْ فَ يَْأتِى هّٰللا ُ بِقَوْ ٍم يُّ ِحبُّهُ ْم َوي ُِحبُّوْ نَه‬
54. Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-
Nya, ….(Al-Ma'idah/5:54)

Inilah sifat wali Allah, seseungguhnya mereka mencintai Allah dan Allah mencintai mereka. Sesuai
dengan firman Allah:

﴾ ٥٤ .… َ‫يا َ ِذلَّ ٍة َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ اَ ِع َّز ٍة َعلَى ْال ٰكفِ ِر ْي ۖن‬.… ﴿
54. …bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-
orang kafir,…. (Al-Ma'idah/5:54)

Yakni: mencintai orang-orang beriman dan mereka mempunyai loyalitas kepada orang-orang beriman
dan benci kepada orang-orang musyrik.

‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬ َ ِ‫﴿ ٰييُ َجا ِه ُدوْ نَ فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ َواَل يَخَافُوْ نَ لَوْ َمةَ اَل ۤ ِٕى ٍم ٰۗذل‬
ِ ‫ك فَضْ ُل ِ يُْؤ تِ ْي ِه َم ْن يَّ َش ۤا ۗ ُء َو ُ َو‬
﴾ ٥٤ ‫اس ٌع َعلِ ْي ٌم‬
54. …yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah
karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-
Nya), Maha Mengetahui. (Al-Ma'idah/5:54)

Inilah empat sifat wali Allah, adapun orang-orang yang menyuruh beribadah selain Allah dan berdo’a
kepada kuburan dan orang-orang yang telah meninggal dan benda-benda keramat, menamakan diri
mereka dengan keajaiban dari syaitan sebagai karomah, maka inilah sifat dari musuh Allah.

Maka kamu mengambil ayat-ayat ini sifat dari pada wali Allah. Pertama dari ayat dari surat ali Imran,
kedua surat al-Maidah, ketiga ayat dari surat Yunus. Dalam ketiga ayat tersebut terdapat sifat-sifat wali
Allah. Barang siapa yang bersifat dengannya termasuk wali Allah dan barang siapa yang bersifat
kebalikannya maka termasuk wali syaitan.

Apabila dia keluar dari syari’at, diaktakan kepada mereka: ini orang arif berhubungan langsung kepada
Allah bukan kepentian untuk mengikuti rasulullah, mereka mengambil langsung dari Allah.

Mereka berkata: Kalian mengambil agama kalian dari mayit ke mayit, yakni dengan sada-sanad dan kami
mengambil agama kami dari orang hidup bukan dari orang yang sudah meninggal, mereka menyangka
bahwa mereka mengambil ilmu dari Allah secara langsung.

Dan barang siapa yang mengambil ilmu dari rasul bukan wali menurut mereka, maka jadilah wali disisi
mereka kecuali yang keluar dari ketaatan kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan tidaklah menjadi seorang wali di jaman sekarang kebanyakan dari mutaakhirin kecuali dibangun
diatasnya kubah atau masjid dalam kuburannya. Adapun orang-orang yang dikuburkan diatas sunnah
tidak letakkan diatas kburunya sesuatupun itulah bukan wali walaupun orang tersebut orang yang utama.
Kemudian menunjukkan disisi mereka wali itu mempunyai pakaian khusus, misalnya dengan
menggunakan sorban, atau pakaian khusus. Imam Ibnu Qoyim rahimahullah berkata: tidak ada wali Allah
itu tanda yang khusus membedakan mereka, bahkan mereka sebagaimana orang-orang lain mereka
tidak dikenal. Dan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: betapa banyak orang yang kumal,
rambutnya kusut, mereka dibukakan pintu-pitu lalu mereka bersumpah kepada Allah maka Allah akan
mengabulkan do’anya.

Inilah sifat-sidat wali Allah bahwa mereka menunjukkan jati dirinya sendiri, bahkan mereka bersemangat
untuk menyembunyikan mereka, agar mereka bisa ikhlas kepada Allah azza wajalla.

Dengan demikian yang menjadi sifat wali Allah: tawadhu’, menyembunyikan amalan shalih, dan tidak
ingin dikenal.

Inilah landasan terakhir yang sangat penting sekali. Sesungguhnya mereka berkata: kita tidak
mengetahui makna dari al-qur’an dan sunnah, tidak mungkin bisa memahaminya kecuali ulama besar.
Maka dikatakan kepada mereka: al-qur’an didalamnya sesuatu yang jelas dapat dipahami oleh orang
awam dan yang mau belajar, yang dengannya tegaknya hujjah oleh para makhluk, dan didalamnya
terdapat perkara yang tidak diketahui kecuali ulama, dan didalamnya terdapat perkara yang hanya
diketahui oleh Allah.

Benar, bahwa di dalam al-qur’an dan sunnah ada perkara yang tidak dipahami mutlak kecuali seorang
mujtahid. Akan tetapi ada banyak perkara yang dapat dipahami oleh orang awam, dan dapat dipahami
oleh orang yang mau belajar memiliki ilmu yang sedikit. Seperti firman Allah ta’ala:

﴾ ٣٦ .…‫﴿ ۞ َوا ْعبُدُوا هّٰللا َ َواَل تُ ْش ِر ُكوْ ا بِ ٖه َش ْيـًٔا‬


36. Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun….. (An-
Nisa'/4:36)

﴾ ٧٢ .…ۗ ‫اِنَّهٗ َم ْن يُّ ْش ِر ْك بِاهّٰلل ِ فَقَ ْد َح َّر َم هّٰللا ُ َعلَ ْي ِه ْال َجنَّةَ َو َمْأ ٰوىهُ النَّا ُر‬.… ﴿
72. ….Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah
mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka…. (Al-Ma'idah/5:72)

﴾ ٣٢ .…‫﴿ َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّز ٰن ٓى‬


32. Dan janganlah kamu mendekati zina; ….(Al-Isra'/17:32)
﴾ ٣ .…ُ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَة‬
ْ ‫﴿ ُح ِّر َم‬
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, ….(Al-Ma'idah/5:3)

﴾ ٣٠ .…‫ار ِه ْم َويَحْ فَظُوْ ا فُرُوْ َجهُ ۗ ْم‬


ِ ‫ص‬َ ‫﴿ قُلْ لِّ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ يَ ُغضُّ وْ ا ِم ْن اَ ْب‬
30. Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; ….(An-Nur/24:30)

Inilah perkara-perkara yang jelas bisa dipahami oleh orang awam ketika mendengarnya.

Mereka membuat syarat menjadi seorang mujtahid mutlak, kadang tidak ditemukan seorang yang
sempurna seperti Abu Bakar dan Umar. Dalam syarat ini mereka buat-buat dari pikiran mereka sendiri.

Allah ta’ala berfirman:

﴾ ٨٢ ۗ َ‫﴿ اَفَاَل يَتَ َدبَّرُوْ نَ ْالقُرْ ٰان‬


82. Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an?..... (An-Nisa'/4:82)

Inilah keumuman seorang muslim. Setiap orang bisa memahami al-qur’an sebatas apa yang Allah
mudahkan dalam memahaminya. Orang awam memahami sesuai apa yang disanggupinya, orang yang
belajar memahami atas apa yang disanggupinya, dan para syaikh dalam ilmunya memahami atas apa
yang disanggupinya.

Allah berfirman:

ْ َ‫﴿ اَ ْن َز َل ِمنَ ال َّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء فَ َسال‬


ِ ‫ت اَوْ ِديَةٌ ۢ بِقَد‬
﴾ ١٧ .…‫َرهَا‬
17. Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut
ukurannya…. (Ar-Ra'd/13:17)

Setiap lembah mendapatkan aliran sesuai kadarnya, demikianlah ilmu oleh menurunkannya. Dan setiap
hati manusia mengambil darinya sesuai kadarnya. Hati orang yang awam dan hati orang yang belajar
dan hati orang yang berilmu dan hati seorang ulama masing-masing dari mereka mengambil ilmu sesuai
kadarnya. Dan sesuai kadar apa yang Allah berikan kepada mereka sesuai pemahaman. Adapun bahwa
yang beranggapan yang tidak dapat memahami dari al-qur’an kecuali seorang mujtahid yang mutlad,
inilah perkataan yang tidak benar.

Mereka berkata: mencoba untuk memahami al-qur’an termasuk membebani apa yang mereka tidak
mampu, syarat-syarat mengenai mujtahid mutlak yang disebutkan pada ulama. Para ulama berkata: tidak
boleh tidak terpenuhi syarat menjadi seorang mufti yang dimaksud adalah seorang mujtahid mutlak.
Tidak memaksudkan bahwa syarat tersebut harus terpenuhi pada semua orang yang ingin memahami al-
qur’an dan ingin mendapatkan faedah darinya. Kemudian syarat-syarat ingin beristinbat hukum perkara
yang sama. Dan bukan syarat dalam memahami untuk perkara yang jelas seperti tauhid, syirik dan
kewajiban yang jelas dan keharaman yang jelas.

Ayat-ayat diatas membicarakan dari tadabbur Kalamullah dan hadits rasulullah, dan pada akhirnya yang
Allah beri nikmat yaitu orang yang mengikuti petunjuk dan takut pada Allah (QS. Yasin : 11), maka ini
sebuah permisalan kepada dua kelompok orang.
Penutup risalah dengan misal apa yang tersebut saat dimulai yaitu pujian kepada Allah dan shalawat dan
salam kepada rasulullah. Ini merupakan bagian dari kebaikan dalam penulisan dan pengajawan yaitu
dengan memuji Allah di awal dan akhir.

Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah sebagai pengajar kebaikan dan da’I dari
Allah, semoga Allah bershalawat kepada nabi Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya anyang
mengikuti petunjuknya, menjalani jalannya, dan perpegang teguh dengan sunnahnya sampai hari kiamat.
Dan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

Pertanyaan-pertanyaan

Wahai syaikh yang mulia, semoga Allah memberikan pahala kepadamu, Apa pendapat anda kepada
orang-orang yang mengatakan: apa yang dimaksud dengan Ulil Amri yang mereka disebutkan dalam al-
qur’an bahwa Ulil Amri itu ulama bukan umara?

Jawab : Ini adalah pemahaman yang keliru, karena ayat-ayat yang menyebutkan istilah ulil amri yaitu
mencakup semuanya, para ulama dan umara, inilah yang benar. Sesungguhnya ulil amri itu umara dan
ulama, semuanya disebutkan tentang mereka yaitu ulil amri.

Pertanyaan: wahai syaikh semoga Allah memberikan kebaikan kepada anda, Apakah orang-orang yang
pergi kepada dukun dan peramal itu termasuk kufur akbar, dan apakah mereka diperlakukan dengan
perlakukan orang-orang murtad?

Jawab: kami mengatakan sebagaimana rasulullah ucapkan: “barang siapa yang datang kepada peramal
atau dukun sehingga dia benarkan perkataan mereka, maka dia telah kufur apa yang telah diturunkan
kepada nabi Muhammad.

Pertanyaan: wahai syaikh semoga Allah memberikan ganjalan kepadamu, apa bantahan anda kepada
unggakan berikut ini, ungkapan yang diajarkan disekolah yaitu sesungguhnya materi tidak fana, tidak
terjadi dari ketiadaan, padahal Allah yang menciptakan langit dan bumi?

Jawab: inilah perkataan ahli materialistic, mereka mengatakan dengan materialistic, dan tidak meyakini
adanya Pencipta, dan yang benar bahwa segala sesuatu itu ada dari ketiadaan, dan makhluk itu fana
setelah keberaannya kecuali Allah subhanahu wata’la, maka sesungguhnya Allah tidak ada awalnya dan
tidak ada akhirnya

Allah berfirman:

﴾ ٢٧ ‫ك ُذو ْال َج ٰل ِل َوااْل ِ ْك َر ۚ ِام‬


َ ِّ‫ َّويَب ْٰقى َوجْ هُ َرب‬٢٦ ‫﴿ ُكلُّ َم ْن َعلَ ْيهَا فَا ۖ ٍن‬
26. Semua yang ada di bumi itu akan binasa,

27. tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal. (Ar-Rahman/55:26-27)

Pertanyaan: syaikh yang mulia, ada sebagian saudara kita menisbatkan pada kelompok jama’ah tabligh,
mereka sering kali mengajak kami untuk khuruj bersama mereka, dan mereka berasalan untuk
menunjukkan bahwa mereka diatas kebenaran dan banyak sekali orang-orang mendapat petunjuk dari
jalan mereka baik orang kafir maupun tidak kafir diseluruh penjuru dunia. Bagaimana membantah
pernyataan mereka?
Jawab: Bantahan atas mereka, kami katakan: barang siapa yang mendapatkan petunjuk melalui tangan
mereka kemudian mereka bertauhid? Apakah ada satu orang dari kalangan kafir atau ahli bid’ah atau
penyembah kuburan yang mendapatkan petunjuk dari jama’ah tabligh dan meninggalkan kesyirikan, dan
bertaubat kepada Allah dari kesyirikan, mengenal tauhid atau tidak? Namun, mereka mengajak bertaubat
dari dosa-dosa mereka, tetapi kesyirikan tidak dikritik sedikitpun dan tidak mengajak untuk menjauhinya.
Dan oleh karena itu banyak sekali di negeri-negeri mereka banyak peribadatan pada situs keramat dan
mereka tidak mengkritik itu, lalu apa maknanya? Dakwah apa yang mereka lakukan ini? Mereka
mengajak manusia untuk bertaubat dari maksiat lalu memasukkan mereka kedalam kebid’ahan yang
sudah mereka lakukan selama ini dalam manhaj mereka yang sudah kita kenal bersama.

Pertanyaan: semoga Allah memberikan ganjaran kepadamu wahai syaikh, apa hukum shalat tasbih?

Jawab: tidak ada ibadah shalat tasbih dari nabi, nabi bersabda: barang siapa yang mengamalkan amalan
yang tidak ada dalilnya, maka amalan tersebut tertolak. Selama dalilnya tidak shahih maka tidak boleh
mengamalkan amalan tersebut. Dan juga di dalam ibadah shalat tasbih tersebut terdapat keanehan dari
tata caranya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: melarang untuk membaca al-qur’an ketika ruku’
dan sujud. Padahal dalam shalat tasbih terdapat pembacaan al-qu’an ketika rukuk dan sujud, dalamnya
terdapat tata cara yang menyelisihi tata cara shalat yang disyari’atkan. Inilah salah satu poin yang
menyebutkan bahwa tata cara shalat tasbih tidak memiliki landasan. Orang yang menginginkan kebaikan,
maka kebaikan ada dalam shalat lainnya. Wahai saudaraku, kerjakanlah shalat dhuha, shalat malam,
shalat witir, shalat sunnah rawatib bersamaan dengan shalat wajib, pintu kebaikan itu terbuka lebar.

Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada nabi Muhammad beserta keluarga dan
sahabatnya

Anda mungkin juga menyukai