Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KLASIFIKASI DAN FUNGSI AGAMA DALAM


SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT

A. Pengertian Agama
Para ilmuwan agama dalam mendefinisikan agama sangat bervariasi, bahkan
hampir – hampir mengalami kesulitan. Karena disamping persoalan agama, hal ini juga
banyak melibatkan persoalan – persoalan sosial, namun penghayatannya sangat bersifat
individual. Sikap individual inilah yang menyebabkan tanggapan dan pemahaman
terhadap agama tersebut sangat bervariasi bergantung pada sikap dan latar belakang
pribadi yang menilainya. Artinya pengertian terhadap agama bergantung pada
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki setiap individu.1

Apalagi membuat definisi agama yang dapat menampung semua persoalan


essensial yang terkandung didalamnya. Seudah dapat dipastikan pendekatan- pendekatan
yang dilakukan oleh para ahli senantiasa diwarnai oleh latar belakang pemikiran yang
mereka geluti, termasuk para ahli yang mengkhususkan pada agama – agama tertentu.

Perkataan “agama” secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta yang


tersusun dari kata “a” berarti ”tidak” dan “gam” berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah
yang terpadu, perkataan agama berarti “tidak pergi, tetap ditempat, langgeng, abadi yang
diwariskan secara terus menerus dari satu generasi kepada generasi lainnya” (Harun
Nasution, 1985:9)

Pada umumnya, perkataan agama diartikan tidak kacau yang secara analitis di
uraikan dengan memisahkan kata demi kata yaitu, “a” berarti “ tidak” dan”gama” berarti
“kacau”.Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya
dengan sungguh-sungguh , hidupnya tidak akan mengalami kekacauan.

Perkataan agama sering diucapkan dengan lafadz yang bervariasi, seperti ugama
dan igama. Akan tetapi kedua istilah tersebut sudah jarang digunakan, kecuali di

1
Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2004
13
beberapa daerah seperti di kepulauan Sumatera, terutama Sumatera Bagian Utara dan di
Negara Malaysia.

Orang barat mengidentikkan agama dengan religi. Perkataan religi berasal dari
bahasa latin yang tersusun dari dua, yaitu “re” berarti “kembali” dan “ligere” berarti
“terkait atau terikat”. Maksudnya adalah bahwa manusia dalam hidupnya tidak bebas
menurut kemauannya sendiri, tetapi harus menurut ketentuan hukum, karena perlu
adanya hukum yang mengikatnya. Kemudian perkataan religie berkembang di seluruh
penjuru benua Eropa dengan lafal yang berbeda pula, seperti religie (Belanda) , religion,
religious (Inggris) dan sebagainya.2

Perkataan agama dalam bahasa arab di transliterasikan dengan al-din. Dalam


kamus Al-Munjid, perkataan Din memiliki arti harfiah yang cukup banyak, yaitu pahala,
ketentuan, kekuasaan, peraturan, dan perhitungan. Kemudian dalam kamus Al-Muhith
kata “din” diartikan dengan kekuasaan, kemenangan, kerajaan, kerendahan hati,
kemuliaan, perjalanan, peribadatan, dan paksaan. Selain din dalam wacana Islam
ditemukan dua istilah yang identik dengan istilah din yaitu millah.

Pengertian agama secara terminologi menurut beberapa pendapat para ahli


sebagai berikut :3
1. Emile Durheim mengartikan, sebagai suatu kesatuan sistem kepercayaan dan
pengalaman terhadap ia suatu yang sakral, kemudian kepercayaan dan pengalaman
tersebut menyatu ke dalam suatu komunitas moral.
2. Karl Marx berpendapat bahwa agama adalah keluh kesah dari makhluk yang tertekan
hati dari dunia yang tidak berhati, jiwa yang tidak berjiwa, bahkan dia menganggap
agama adalah candu bagi masyarakat.
3. Para Ulama Islam agama adalah undang-undang kebutuhan manusia dari Tuhannya
yang mendorong mereka untuk berusaha mencapai kebahagiaan hidup di Dunia dan
Akhirat.

2
Muh. Abduh, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta,1975
3
Ibid
14
Dari pendapat diatas disimpulkan bahwa menurut Endang Syaifuddin Anshori
bahwa agama merupakan suatu sistem kredo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas
adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia, dan suatu sistem ritus (tata peribadatan)
manusia kepada yang dianggapnya mutlak serta sistem norma atau kaidah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam lainnya. 4

B. Klasifikasi Agama
Secara garis besar agama dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk yaitu :
1. Agama Samawi (wahyu)
2. Agama Ardhi (kebudayaan)
Perbedaan Agama Samawi dan Ardhi adalah sebagai berikut :

N Konsep Agama Samawi Agama Ardhi


o
1. Ketuhanan Esa Tidak
2. Kenabian Ada Tidak
3. Baik dan buruk Wahyu Tradisi/adat
4. Sejarah Misionaris Non Misionaris
5. Ajaran Jelas Kabur dan elastis

Dalam perkembangan sejarahnya kedua agama terseburt mengalami distorsi


karena kurang penjagaan atau penyesuaian. Seperti pada agama wahyu yang dilestarikan
dalam bentuk tradisi lisan dapat mengalami penyimpangan dari warna aslinya. Hal itu
bisa jadi karena agama wahyu terbawa kedalam ajaran manusia. Mungkin juga
mengalami penambahan dan pengurangan atau perubahan secara total. Mulai dari
konsep kepercayaan sampai sistem upacaranya misalnya monoteis menjadi politeis atau
sebaliknya. Begitu juga dalam sistem upacaranya setiap agama mengenal agama bid’ah
atau khurafat.

4
Tosihiko Isuzu,Konsep Religius Dalam Al-Qur’an, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1993
15
C. Kebudayaan Manusia Terhadap Agama
Manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Perbedaan yang menyeluruh
antara manusia dan binatang adalah akal. Dengan akal itulah manusia melahirkan
tingkah laku perbuatan sehari-hari dalam rangka menjalin hubungan dengan manusia
dan lainnya. Akan tetapi akal manusia bersifat nisbi dan terbatas. Sehingga
membutuhkan bimbingan dan petunjuk. Dalam agama diterangkan konsep yang jelas
apa sesungguhnya kehidupan, dari mana dan kemana arah tujuannya, serta siapa
manusia itu sebenarnya.
Menurut Yusuf Al-Qardawi manusia membutuhkan agama karena :
1. Kebutuhan akal terhadap pencipta
2. Kebutuhan fitrah manusia, karena manusia tidak pernah merasa puas dengan apa
yang ada
3. Kebutuhan kekuatan jiwa, misalnya menghadapi kegagalan
4. Kebutuhan moral, misalnya negara yang dibangun berdasarkan moral keagamaan.

D. Kedudukan dan Fungsi Agama dalam Sistem Budaya dan Peradaban Modern
Sistem budaya dan peradaban modern adalah kelanjutan atau perkembangan lebih
lanjut dari kehidupan budaya manusia pada tahap positif. Sebagaimana dikemukakan
diatas, bahwa kehidupan budaya positif ditandai dengan perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendominasi, menentukan dan mewarnai
kehidupan sosial budaya manusia.

Dengan ilmu pengetahian dan teknologi yang canggih, manusia merasa hidup
mandiri dan menolak pengaruh, kontrol yang berasal dari agama. Agama tidak lagi
mempunyai peran dan fungsi sebagai pengarah dan pengendali kehidupan sosial-budaya
sekuler secara bebas, dibawah pengaruh dan rekayasa ilmu pengetahuan teknologi
canggih, menjadi budaya dan peradaban modern.

16
Sebagaimana halnya dengan sistem budaya pada tahap positif, sistem budaya dan
peradaban modern pun akan tetap tumbuh dan berkembang tanpa arah dan tujuan akhir
yang jelas dan pasti, karena sifatnya yang sekuler. Perkembangan yang bebas tanpa
kendali itu akan menuju ke jurang kehancuran. Memang benar, bahwa dalam sistem
budaya dan peradaban budaya modern tersebut, semua proses jelas direncanakan.
Namun tujuan-tujuan itu merupakan tujuan sementara, bersifat kondisional. Setiap
kelompok masyarakat/bangsa mempunyai tujuannya sendiri-sendiri, yang sering
bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan tujuan dan kepetingan antar kelompok
masyarakat/bangsa inilah yag menimbul konflik antar mereka. Perang Dunia Pertama,
Perang Dunia Kedua, yang kemudian diikuti dengan peperangan kemerdekaan bangsa
lainya, adalah akibat dari perkembangan budaya modern yang bebas tanpa kendali dan
tanpa tujuan akhir yang pasti dan hakiki, bahkan perang dingin yang berlangsung setelah
usainya Perang Dunia Kedua merupakan kesempatan bagi perkembangan rekayasa dan
teknologi modern yang tanpa kendali tersebut untuk mempersiapkan perang yang lebih
dahsyat dan menghancurkan budaya dan peradaban manusia.

Sistem kehidupan sosial-budaya dan peradaban modern sekarang ini sangat


potensial untuk tumbuh dan berkembangnya situasi dan kondisi problematis bahkan
kritis, yang mengancam eksistensi manusia dan kemanusiaannya. Untuk bisa keluar dari
kondisi problematis yang kritis itu tampaknya memerlukan intervensi kontrol di
dalamnya. Nilai-nilai universal berfungsi untuk memadukan dan menyinkronkan tujuan-
tujuan sementara dan kondisional antar kelompok masyarakat/bangsa, sehingga bisa
dihindari terjadinya konflik antar kelompok masyarakat/bangsa tersebut. Sedangkan
kekuatan pengontrol/pengendali berfungsi untuk mengendalikan berbagai kebebasan
yang merupakan ciri dari sistem budaya dan peradaban modern tersebut, untuk menjadi
kebebasan yang bertanggung jawab.

Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modernnya, manusia memang telah


mampu menjadikannya makmur dan sejahtera secara materiil. Tetapi dengan IPTEK
semata, ternyata manusia tidak mampu menemukan dan merumuskan tujuan hidup yang
pasti, yang menjamin ke arah tercapainya tujuan akhir dari kehidupan ini; dan tidak
17
mampu menemukan nilai-nilai universal yang hakiki, yang mampu menjadi sumber
kekuatan pengendali dan pengontrol perkembangan IPTEK modern, yang kalau
dilepaskan secara bebas akan mengancam kehidupan umat manusia.

Dengan demikian, alternatif yang mungkin bisa ditempuh ialah dengan merujuk
dan berorientasi pada kekuatan atau kekuasaan adikodrati yang menjadi sebab pertama
dan tujuan akhirnya dari segala sesuatu yang ada, yaitu dari Tuhan (Allah). Untuk itu
perlu adanya reaktualisasi agama fitrah dan menjadikannya sebagai bagian integral
dalam sistem budaya dan peradaban modern. Sementara itu sejarah mencatat bahwa
sistem kehidupan budaya dan peradaban modern, yang pada mulanya timbul dan
berkembang di dunia barat, telah berkembang dan memasuki bagian dunia lainnya,
termasuk kedalam dunia Islam. Sebagai konsekuensinya sistem kehidupan sosial budaya
bangsa-bangsa non barat, termasuk dunia Islam, mengalami proses transformasi menuju
ke sistem budaya dan peradaban modern dan sistem budaya dan peradaban yang utuh,
yang menjadikan agama sebagai bagian integral, bukan sistem budaya dan peradaban
modern yang sekuler sebagaimana yang ada di Barat.

Melalui agama itu “mungkin” dapat ditemukan nilai-nilai universal yang dapat
berfungsi memberikan jawaban tentang tujuan hidup hakiki umat manusia di dunia ini,
dan dapat menjadi pengendali, pengarah, serta kontrol terhadap perkembangan sistem
budaya dan peradaban modern, atau sekurang-kurangnya mempunyai efek pengereman
kecenderungan dan sifat dasar masyarakat modern yang bebas tanpa kendali tersebut.
Dikatakan mungkin, karena memang sering timbul keraguan akan peranan agama
tersebut. Timbulnnya keraguan itu disebabkan karena sering terjadi kesenjangan, lebar
atau sempit, antara ajaran agama dan kenyataan, maka yang dimaksud dengan agama di
sini ialah dalam bentuk yang mendalam dan universal (ajaran agama murni), bukan yang
ada secara sosiologis.5

Untuk memerankan dan menjadikan agama sebagai bagian integral dalam sistem
budaya dan peradaban modern, yang ditandai dengan kemajuan bidang IPTEK yang
canggih, maka masyarakat modern harus memiliki dan mampu mewujudkan :
5
Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung,2004
18
1. Kebutuhan atau kepercayaan kepada Tuhan dengan segala atributnya.
2. Hubungan yang personal dengan Tuhan.
3. Doktrin tentang fungsi sosial ilmu pengetahuan dan teknologi: tujuan hidup bukanlah
sekedar meraih kemauan di bidang IPTEK serta efek pengiringnya, tetapi pada cara
penggunaan serta arahnya yang jelas untuk kemaslahatan hidup manusia dan alam
sekitarnya dalam rangka mengabdi kepada-Nya dan mengenal tanda-tanda
kekuasaan-Nya.
4. Pengakuan yang pasti akan adanya hal-hal yang tidak bisa didekati secara empiris
atau induktif, melainkan dengan cara deduktif atau percaya.
5. Kepercayaan akan adanya kehidupan lain sesudah kehidupan historis (dunia) ini
yang lebih tinggi nilainya.

Kelima hal tersebut diharapkan dapat dijadikan pangkal penelaahan dan


perenungan bagi masyarakat atau bangsa modern, guna mengantisipasi dampak negatif
yang ditimbulkan oleh sistem budaya peradaban modern.

19

Anda mungkin juga menyukai