1
sudah mendekati totalitas. Manusia tidak lagi merasakan dirinya sebagai pembawa
aktif dari kekuatan dan kekayaannya, tetapi sebagai benda yang di miskinkan
tergantung pada kekuatan luar dirinya (Narwoko dan Suyanto, 2004: 254).
Persoalan alienasi berupa perasaan todak berdaya, tidak bermakna, dan
terpencil, dapat dikaitkan dengan birokrasi dan kolonialisasi yang didesain oleh
manusia. Hubungan antara manusia menjadi serupa dengan hubungan antara dua
komponen dari mesin birokrasi, hubungan dua manusia yang sama-sama abstrak
antara dua mesin hidup, masing-masing orang merasakan dirinya sebagai komoditi
yang siap dilempar ke pasaran. Keterasingan ini berdampak pada keterasingan di
bidang intelektual, ketika kaum intelektual memeluk budaya Barat sebagai upaya
melepaskan diri dari identitas rasialnya (Narwoko & Suryono, 204: 225). Keterasingan
model ini menimbulkan stereotipisme terhadap bangsanya sendiri termasuk
melecehkan dan kurang peduli terhadap nasib ketidakberdayaan kaumnya. Mereka
secara terkagum-kagum menempatkan segala sesuatu yang dari ras,
mengidentifikasikan dirinya –bagian dari budaya Barat misalnya-- sebagai hal yang
lebih baik dan superior. Manusia dalam kondisi keterasingan (alienasi) akan berusaha
menemukan jati (identitas) dirinya kembali, keberadaan dan identitas kediriannya
sebagai manusia telah terhempaskan oleh institusi modern yang mekanis itu.
2
dirinya juga memberikan atau menyediakan bagi pemeluknya suatu
dukungan pelipur lara dan rekonsiliasi, manusia membutuhkan dukungan
moral di saat menghadapi ketidakpastian dan membutuhkan rekonsiliasi
dengan masyarakat bila diasingkan dari tujuan dan norma-normanya. Karena
kegagalan mengejar aspirasi, dihadapkan dengan kekecewaan serta
kebimbangan, agama menyediakan sarana emosional penting yang membantu
dalam menghadapi unsur kondisi-kondisi manusia. Agama, dalam konteks
memberi dukungan pada manusia, menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah
terbentuk, memperkuat moral, dan mengurangi kebencian.
3. Agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak
tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di
dunia dan di akhirat. Agar membimbing manusia bertaqwa kepada Tuhannya,
beradab dan manusiawi yang berbeda dari cara-cara hidup hewan atau
makhluk lainnya. Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan
inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang
bersangkutan, dan menjadi pendorong (penggerak) serta pengontrol bagi
tindakan-tindakan anggota masyarakat untuk tetap berjalan sesuai dengan
nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Islam dalam pengertian ―generik
(tunduk dan patuh hanya kepada Tuhan) dan sebagai pranata sosial
mengajarkan manusia agar senantiasa menjaga pikiran, hati, ucapan, dan
perilaku agar senantiasa menampilkan yang terbaik di hadapan Tuhan karena
seluruh aktivitas manusia ada laporan pertanggungjawaban di akhirat (Qs. Ali
Imran/3:25; Al-Mujadilah/58:6). Jauh sebelum itu, Tuhan menjelskan di dalam
Al-Qur-‘an tentang cara memperoleh kebahagiaan dan kesuksesan dalam
kehidupan dengan berkomitmen kepada ajaran Tuhan. Firman Allah dalam
Qs. Al-Baqarah/2:2, misalnya, menegaskan, Al-Qur‘an sebagai ―guidance
untuk memperoleh kesuksesan hidup bagi manusia bertakwa. Islam juga
menunjukkan resiko dari orang-orang yang beromitmen dengan ajaran Tuhan
dan yang membangkang ajaran-Nya.
Rangkuman
3
2. Modernitas sebagai kultur berisiko. Modernitas mengurangi resiko
menyeluruh bidang dan gaya hidup tertentu. Namun, di waktu bersamaan
memperkenalkan parameter resiko baru yang sebagian besar atau seluruhnya
tidak dikenal di area sebelumnya. Muncullah kehidupan sosial yang
tersegmentasi, dan mencerai-beraikan ikatan-ikatan sosial dalam keagamaan
(dehumanisasi). Kondisi in menyebabkan kehidupan sosial manusia
kehilangan makna kehidupan (denomisasi) dan keterasingan. Keterasingan, di
samping berdampak pada politik dan kebangsaan, juga berdampak pada
keterasingan di bidang intelektual, sehingga manusia merasa bangga dengan
budaya Barat. Budaya Barat dianggap lebih baik dan superior. Manusia dalam
kondisi keterasingan ini berusaha menemukan jati (identitas) dirinya kembali,
keberadaan dan identitas kediriannya, yaitu agama.
3. Ajaran agama berisi kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi
manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat.
Agama membimbing manusia bertaqwa kepada Tuhannya, beradab dan
manusiawi. Agama sebagai sistem keyakinan menjadi pendorong (penggerak)
serta pengontrol bagi tindakan-tindakan anggota masyarakat untuk tetap
berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Islam
mengajarkan manusia agar hidup sesuai dengan aturan Tuhan untuk
memperoleh kebahagiaan.
-------