Anda di halaman 1dari 32

Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945 dalam

Bidang Pendidikan
Posted: March 21, 2013 in Pelajaran
0
Sesuai dengan Pasal 31 Undang Undang Dasar 1945 dalam
perubahannya yang ke-empat yang membahas mengenai pendidikan di
indonesia, tertulis dan tercantum bahwa

ayat 1 : Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.

ayat 2 : Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan


pemerintah wajib membiayainya.

ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem


pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang.

ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-


kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.

Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan


menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Ini membuktikan bahwa tanggung jawab Negara atau pemerintah


sangatlah besar, karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan
bangsa ini.
Pengertian Hak dan Kewajiban.

Sebelum memasuki pembahasan lebih lanjut, ada baiknya dikemukakan


terlebih dahulu definisi dasar tentang hak secara definitif. “Hak”
merupakan untuk normatik yang berfungsi sebagai panduan perilaku,
melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi
manusia dalam rangka menjaga harkat dan martabatnya.

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa hak adalah

(1) yang benar,

(2) milik, kepunyaan,

(3) kewenangan,

(4) kekuasaan untuk berbuat sesuatu,

(5) kekuasaan untuk berbuat sesuatu atatu untuk menuntut sesuatu, dan

(6) derajat atau martabat.

Pengertian yang luas tersebut pada dasarnya mengandung prinsip bahwa


hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) pemilik
keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau
diingkari. Seseorang yang memegang hak atas sesuatu, maka orang
tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut sebagaimana dikehendaki,
atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya.

Selanjutnya James W. Nickel mengemukakan unsur-unsur hak, yakni:


a. Pemilik hak,

b. Ruang lingkup penerapan hak, dan

c. Pihak yang bersedia dalam penerappan hak..

Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak. Dengan


demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri manusia
yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak persamaan
dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau
dengan instansi.

Dalam kaitan dengan pemerolehan hak, paling tidak dikemukakan dua


teori: pertama, teori Mc Closkey bahwa pemberian hak adalah untuk
dilakukan, dimiliki dan dinikmati atau sudah dilakukan. Kedua: teori
Joel Feinberg bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari
klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang
disertai pelaksanaan kewajiban). Di sini berarti antara hak dan
kewajiban tidak dapat saling dipisahkakn. Oleh karena itu, ketika
seseorang menuntut hak, juga harus melakukan kewajiban.

Meskipun hak dan kewajiban ini adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan, akan tetapi sering terjadi pertentangan karena hak dan
kewajiban tidak seimbang. Sudah sangat jelas bahwa setiap warga
negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan
yang layak, akan tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang
belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua
itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak
mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang
pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka
berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini,
maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika
keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang
berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan
kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai
seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat
atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti
yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku.
Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan
masyarakat akan aman sejahtera.

Akan tetapi, hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah
seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya.
Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat
banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana
mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat. Para pejabat dan
pemerintah hanya mengobar janji manis kepada rakyat untuk
mendapatkan haknya. Akan tetapi, sampai saat ini masih banyak rakyat
yang belum mendapatkan haknya.
Olek karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus
bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk
mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai
rakyat Indonesia. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada
pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk
untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam
undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia
bersifat demokrasi.Mari kita katakan pada para pejabat dan pemerintah
untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Mari kita menjunjung
bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu
dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan
memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat
kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro :

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang


semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak
dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut
secara paksa olehnya.

Menurut Prof Notonagoro :

Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya


dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh
pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
oleh yang berkepentingan.

Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.

Sehingga secara umum, hak dan kewajiban dapat didefinisikan sebagai :

Hak : Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya


tergantung kepada kita sendiri.

Contoh : Hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari


dosen dan sebagainya.

Kewajiban : Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung


jawab.
Contoh : Melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang
diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Kepedulian politik pemerintah terhadap pemberantasan kemiskinan


pendidikan patut diacungi jempol. Ini dibuktikan dengan pengalokasian
anggaran pendidikan sebesar 20 persen sesuai amanat konstitusi ’45 dari
jumlah total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp.
1.222 triliun untuk tahun 2009. Apabila tahun 2008, anggaran
pendidikan hanya berjumlah Rp. 54,2 triliun atau 15,6 persen, maka
tahun 2009 berjumlah Rp. 224 triliun atau 20 persen (Jawa Pos,
16/8/2008). Bahkan, anggaran pendidikan 2010 pun juga tidak jauh
berbeda dengan 2009.

Namun di tengah kepedulian politik sangat tinggi pemerintah terhadap


dunia pendidikan, ternyata masih menyisakan persoalan yang hingga
kini belum tersentuh secara serius. Adanya anak-anak Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang ikut bersama orang tuanya ke luar negeri, seperti
Malaysia tidak mendapat pelayanan pendidikan dari pemerintah
Indonesia sangat jelas merupakan persoalan yang cukup mengejutkan.
Berdasarkan hasil survey Borneo Samudera Sendirian Berhad
Plantation, jumlahnya mencapai 72.000 orang. Mereka berusia rata-rata
di bawah 13 tahun, tidak bisa membaca dan menulis (Kompas, 4
September 2008).

Ini masih belum berbicara jumlah anak-anak TKI di Singapura, Brunai


Darussalam dan beberapa negara lain, yang juga kurang dan tidak
mendapatkan perhatian sangat tinggi dari pemerintah Indonesia. Yang
jelas, jumlah totalnya pun akan semakin besar. Pertanyaannya adalah
inikah yang disebut sebuah kepedulian politik sangat tinggi terhadap
dunia pendidikan demi mencerdaskan anak-anak bangsa? Terlepas
jawabannya “ya” atau “tidak”, pemerintah selama ini memang
cenderung meremehkan kondisi persoalan tersebut.

Kondisi periferi (daerah pinggiran) seolah dianggap tidak ada sehingga


tidak mendapat ruang perhatian secara serius. Ini sungguh ironis. Oleh
sebab itu, bila dikaitkan dengan konstitusi dasar ’45 pasal 31 ayat (1)
setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pasal (2)…….,
pemerintah wajib membiayainya, maka pemerintah masih diskriminatif
terhadap setiap warga negaranya.

Ironis. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi pendidikan


kita di daerah perbatasan. Betapa tidak, ketimpangan kualitas pendidikan
di kota dengan di daerah sudah terjadi sedemikian rupa sehingga cerita
tentang sekolah rubuh di daerah perbatasan atau cerita tentang guru yang
lari ke negara tetangga, bukan sekedar mitos belaka. Selanjutnya, untuk
memperoleh pemahaman secara lebih mendalam, permasalahan ini dapat
kita tinjau dari sudut pandang hak dan kewajiban warga negara.

Melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, sulit untuk membuat


gambaran umum untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya. Jika
sekilas kita melihat pada sekolah-sekolah unggulan yang ada di kota,
mungkin kita bisa berbangga dengan kondisi pendidikan kita saat ini.
Sekolah-sekolah tersebut sudah sangat mapan dalam hal fasilitas dan
kualitas. Para murid dan guru dari sekolah sekolah elit selalu dimanja
dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dan mutakhir. Segala proses
pembelajaran dijalankan dengan nyaman dan mudah sehingga dapat
menghasilkan murid yang berkualitas. Namun, ketika kita melihat
kondisi pendidikan di daerah perbatasan, keadaan tersebut sungguh
berbanding terbalik.

Tak banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anak-
anak di daerah perbatasan. Banyak anak di perbatasan Nusantara yang
bernasib malang karena tak dapat memperoleh pendidikan yang
bermutu. Di beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan
Kalimantan misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh
hingga 6 Km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk mendapatkan
pendidikan di sekolah setiap hari.

Potret umum siswa di perbatasan memang sangat memprihatinkan.


Namun, nasib para gurunya pun tak kalah memprihatinkan, terutama
para guru honorer yang kebanyakan honor komite. Para guru tersebut
banyak yang harus mengajar 2-3 kelas sekaligus. Hal ini karena
kekurangan tenaga guru di sekolah pedalaman. Guru yang hanya bergaji
100-300 ribu sebulan itu banyak yang dipaksa bekerja ekstra keras
bahkan terdapat ‘tuntutan psikologis’ untuk bekerja lebih besar daripada
guru PNS karena status tidak tetap sebagai guru honorer lebih rentan
daripada guru berstatus PNS yang meskipun sebulan tak mengajar di
sekolah masih akan tetap menerima gaji.

Pendidikan adalah pilar utama dalam kemajuan sutu bangsa. Tanpa


pendidikan negara akan hancur disamping bidang lainnya seperti
Ekososbudhankam. Suatu dikatakan maju apabila pendidikan negara
tersebut berkembang pesat dan memadai. Dengan pendidikan kita bisa
mengetahui sesuatu yang tak diketahui menjadi tahu. Dengan pendidikan
kita bisa meningkatkan potensi diri dan cara berpikir kita, bahkan dalam
suatu riwayat dikatakan, Kalau mau bahagia di dunia haruslah dengan
Ilmu, Kalau mau bahagia di akhirat juga dengan Ilmu, Kalau mau
bahagia di dunia dan di akhirat juga dengan Ilmu. Disini di tekankan
bahwa Ilmu itu sangat penting dan utama, bahkan orang yang berilmu
dan bermanfaat bagi orang lain lebih tinggi kedudukannya dibandingkan
dengan seorang ahli ibadah, tentunya dengan diikuti oleh keimanan dan
ketaqwaan.

Salah satu cara mendapatkan ilmu adalah dengan pendidikan. Karena


dengan pendidikan seseorang tak akan mudah di bohongi dan di tipu
daya. Cara berpikir orang yang berpendidikan dengan tidak bisa
diketahui tentunya, seorang yang berpendidikan haruslah mencerminkan
bahwa dirinya memanglah orang yang terdidik, dan harus bisa
bermanfaat bagi sekitarnya.

Pendidikan merupakan hal kompleks dan luas, sehingga muncul


berbagai masalah. Pendidikan memerlukan suatu sistem yang benar-
benar bagus dan berkualitas. Di Indonesia menerapkan wajib belajar 9
tahun sedangkan seseorang diterima bekerja rata-rata mempunyai latar
belakang pendidikan formal minimal SLTA atau sederajat. Sedangkan
pendidikan bukan hanya formal melainkan juga informal, dan
keutamaan dari pendidikan adalah pengembangan pola pikir yang lebih
baik, bermartabat.

Konstitusi kita melindungi hak kita untuk mendapatkan pendidikan


tertuang dalam Undang-undang Dasar Pasal 31 yaitu :

Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan


Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Tetapi sayang sampai saat ini dalam pelaksanaannya belum semua


terlaksana. Anak-anak yang harusnya mendapatkan hak pendidikan
terpaksa membantu orang tua untuk bisa bertahan hidup sehingga hak-
hak dia sebagai anak terabaikan, begitupun yang dapat mengenyam
pendidikan dasar hanya sekedar kewajiban dari orang tua. Sedangkan
sistem pendidikan yang setiap ganti pemimpin ganti sistem pendidikan,
tanpa adanya konsistensi untuk mengembangkan yang sudah baik dan
berjalan, sehingga tidak masuk sampai ke sitem terbawah yaitu warga
negara tersebut. Sistem pendidian yang harusnya bisa meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia kurang dirasakan alias tidak
sampai sasaran.

KETIKA HAK PENDIDIKAN BERUBAH MENJADI KEWAJIBAN

Diterapkannya wajib belajar 9 tahun merupakan upaya pemerintah


dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
Padahal bila kita telaah lebih rinci, akan tampak bahwa konsep tersebut
belum sepenuhnya sesuai dengan

UUD 1945.
Dijelaskan dalam UUD 1945, pendidikan merupakan hak setiap warga
negara. Dengan kata lain pendidikan merupakan tanggung jawab
pemerintah yang diberikan kepada

setiap warga negara di Indonesia.

Definisi antara hak dan kewajiban tentu saja berbeda. Kewajiban


merupakan sesuatu yang harus dilakukan setiap orang dan bilamana
orang tersebut tidak melaksanakan maka akan mendapat sanksi.

Hal ini terlepas dari mampu dan tidak mampu seseorang dalam
melaksanakan. Dalam

kondisi apa pun seseorang harus melaksanakan kewajiban tersebut,


sehingga pendidikan yang seharusnya menjadi hak berubah menjadi
tuntutan yang harus dipenuhi setiap warga Negara. Maksud inilah yang
tersirat dari wajib belajar 9 tahun.

Berbeda halnya dengan “Hak Belajar 9 Tahun”. Hak selalu didefinisikan


sebagai sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang yang sudah
sepatutnya mendapatkan. Terlepas dari mampu dan tidak mampu. Bila
hak seseorang tidak terpenuhi, maka mereka berhak menuntut apa yang
seharusnya mereka dapatkan.

Namun begitu, kita tidak bisa menjustifikasi apa yang telah ditetapkan
pemerintah adalah salah total. Bagaimanapun konsep wajib belajar 9
tahun juga memiliki sisi positif yang cukup signifikan. Setidaknya
konsep tersebut mampu mendorong etos belajar masyarakat saat ini.
Hanya saja kerancuan muncul seiring perkembangan dan perubahan
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Sayangnya konsep yang bisa dikatakan rancu (wajib belajar 9 tahun) ini
jarang terpikirkan oleh kita semua. Kembali lagi, pendidikan yang
seharusnya menjadi hak setiap warga dan sekaligus tanggung jawab
pemerintah berakhir menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan
warga Negara.

Wajar jika masih banyak warga Negara yang belum mendapat


pendidikan secara sempurna dikarenakan ketidakmampuan untuk
memenuhi tuntutan tersebut.

Tradisi putus sekolah telah menjamur hingga menjadi persoalan global.


Realitas tersebut hendaknya dijadikan renungan untuk merekonstruksi
konsep wajib belajar 9 tahun agar sesuai dengan UUD 1945.

Pioneer Pendidikan

Tragisnya permasalahan pendidikan sering dikesampingkan. Tidak


hanya pernerintah melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
juga enggan menyikapinya. Mereka lebih tertarik permasalahan sosial
politik yang bisa mendapatkan materi sekaligus kredibilitas institusi di
mata publik. Tak ayal jika permasalahan pendidikan yang sangat
kompleks saat ini hanya dijadikan selingan untuk meraih simpati semata.

Pelajar Islam Indonesia (PII) salah satu organisasi yang berbasis pelajar
hendaknya bisa menjadi pionir untuk mengatasi persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan pendidikan. Hari jadi yang ke – 58, 4 Mei,
merupakan saat yang tepat bagi PII untuk memberikan kontribusi nyata
terhadap dunia pendidikan. Seringnya PII hanya terjebak pada persoalan
intern organisasi.
Jika kita merunut pada tujuan organisasi yaitu “kesempurnaan
pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap
rakyat Indonesia dan umat manusia”, maka yang harus dilakukan PII
adalah menyempurnakan konsep pendidikan baik dari segi fisik maupun
nonfisik.

Bisa dikatakan saat ini PII hanya berkutik pada permasalahan pelajar
yang sifatnya praktis. Seharusnya PII juga mempertimbangkan hal yang
bersifat teoritis seperti konsep pendidikan yang berlaku di Indonesia.
Apakah sudah sesuai atau belum, sehingga persoalan pendidikan juga
bisa teratasi dengan sempurna.

Maka dari itu, hendaknya PII mampu menjadi penggerak dalam rangka
menentukan arah pendidikan ke depan yang sesuai dengan UUD 1945.
Kesan “ikut arus ” harus diubah. Dalam artian PII dituntut mampu
mengkritisi segala kebijakan pemrintah yang dirasa kurang sesuai
dengan kondisi riil di lapangan.

Memberi Kontribusi Nyata

Menyusun satu konsep bukanlah hal yang mudah. Terlebih pada


persoalan yang sifatnya urgen. Satu contoh kebijakan wajib belajar 9
tahun yang bertolak belakang dengan konsep UUD 1945. Namun semua
itu bisa disiasati dengan metode-metode tersendiri.

PII yang berbasis pelajar tentunya lebih berkompeten dalam


menginventarisasi permasalahan pelajar. Dari sinilah sumbangsih pikir
bisa diberikan dalam upaya menyusun konsep pendidikan yang
sempurna.
Acapkali pro dan kontra muncul ketika konsep tersebut tengah menjadi
rancangan. Hal ini terjadi karena pada proses pembuatan kurang
sernpurna. Wajar jika banyak kegagalan yang bermunculan.

Konsep pendidikan yang ideal adalah konsep yang dirasa mampu


mengakomodasi segala persoalan baik yang bersifat urgen maupun
tidak. Maka dari itu PII harus bisa memberikan kontribusi nyata sebagai
wujud pengabdiannya di bidang pendidikan.

Dengan begitu akan terwujud satu konsep pendidikan yang ideal yang
mampu mengakomodasi segala persoalan pendidikan. Pemerintah tidak
akan mampu menciptakan satu konsep yang ideal tanpa kontribusi dari
pihak mana pun.

Penerapan kebijakan wajib belajar 9 tahun tidak selamanya kesalahan


dari pihak pemerintah. Melainkan kurangnya kontribus dari lembaga
yang berkompeten terhadap dunia pendidikan.

Berdasarkan segala permasalahan yang ditemui diatas maka pemerintah


harus mengambil langkah tegas, cepat dan tangkas dalam mengentas
kemiskinan pendidikan di semua lini, termasuk nasib pendidikan anak
TKI yang berada di luar negeri. Ini sebagai tanggung jawab politik
pemerintah Indonesia demi penyelenggaraan pemerataan pendidikan.
Anak-anak negeri, termasuk mereka yang tinggal di luar negeri
merupakan aset bangsa yang harus diselamatkan. Sebab mereka adalah
calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa di masa
mendatang.

Meningkatkan kepekaan dan kesadaran pengayoman terhadap setiap


warga negaranya di luar negeri, tidak hanya dalam negeri adalah sebuah
keniscayaan. Memberikan ruang hak politik yang sama kepada setiap
warga negara Indonesia guna mendapat akses pendidikan secara adil
serta merata harus dijunjung dengan sedemikian tinggi. Sebab berbicara
hak sangat lekat dengan hak dasar hidup setiap warga negara Indonesia
yang mendapat pengakuan dan perlindungan hukum dari konstitusi dasar
1945.

Oleh karenanya, pemerintah Indonesia pun harus berani menjalankan


amanat konstitusi dasar 1945 secara kongkrit, harus menjalankannya
dengan sedemikian konsisten. Supaya program pengentasan kemiskinan
pendidikan bagi anak-anak Indonesia di luar negeri kemudian bisa
berjalan secara maksimal dan optimal, maka ada beberapa hal yang
harus dilaksanakan pemerintah di bawah kendali langsung Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Pertama, melakukan kerjasama
dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Malaysia
serta negara-negara lain yang juga dihuni oleh warga negara Indonesia
menjadi penting untuk dilakukan sebagai upaya memeroleh database
anak-anak Indonesia yang masih buta aksara.

Kedua, mengadakan kerjasama dengan pemerintah luar negeri, seperti


Malaysia dan lain seterusnya dimana masyarakat Indonesia berdomisili
serta beberapa Non-Governmental Organization (NGO)-nya sebagai
upaya mendapat database tambahan yang lebih dan semakin valid terkait
anak-anak Indonesia yang masih buta huruf pun harus digelar. Ketiga,
selanjutnya membangun sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga atas,
dilengkapi dengan segala infrastruktur maupun suprastruktur lainnya di
setiap negara asing yang ditujukan untuk menampung setiap anak
Indonesia supaya memeroleh pendidikan 12 tahun perlu segera
dipraksiskan. Keempat, mengirimkan guru-guru berkualitas pun sangat
penting untuk dilakukan.
Salah satu usaha pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan di
Negara kita adalah dengan membuat Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berintikan :

Pasal 5

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,


intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat


adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus.

(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan


pendidikan sepanjang hayat.

Pasal 6

(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan


penyelenggaraan pendidikan

Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

Pasal 11

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan


kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana


guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Pasal 12

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :

o mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya


dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

o mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan


kemampuannya;

o mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak


mampu membiayai pendidikannya;

o mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak


mampu membiayai pendidikannya;
o pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain
yang setara;

o menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar


masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang
ditetapkan.

Pasal 15

[…] Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk


peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 32

(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang


memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.

(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik


di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil,
dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu
dari segi ekonomi. […]

Pasal 34

(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program
wajib belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang


diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat. […]

Pasal 35

(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,


kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala.

(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan


pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan.
Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan
pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan
standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.

Pasal 54

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta


perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu pelayanan pendidikan.

(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan


pengguna hasil pendidikan.
Tetapi memang lebih penting realisasinya dalam kehidupan sehari-hari
daripada hanya sekedar pembuatan UUD baru. Ini merupakan pekerjaan
besar pemerintah dan juga tanggung jawab semua warga Negara.

Pasal-pasal Lain dalam UUD 1945 yang Mengatur Hak dan Kewajiban
Warga Negara.

Wujud hubungan anatara warga negara dengan negara adalah pada


umumnya adalah berupa peranan(role). Peranan pada dasarnya adalah
tugas apa yang dilakukan sesuaidengan status yang dimiliki, dalam hal
ini sebagai warga negara.

Hak dan kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam Pasal 27


sampai pasal 34 UUD 1945. Bebarapa hak warga negara Indonesia
antara lain sebagai berikut :

a. Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak warganegara yang sama dalam


hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan
pemerintahan.

b. Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warganegara atas pekerjaan dan


penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

c. Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menetapkan hak
dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam upaya pembelajaran
negara.

d. Pasal 28 menetapkan hak dan kemerdekaan warganegara untuk


berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
e. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk
memeluk agamanya masing – masing dan beribadat menurut agamanya.

f. Pasal 30 ayat (1) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan


hak dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.

g. Pasal 31 ayat 1-5 mengatur tentang Hak untuk mendapat pendidikan


yang layak , kewajiban belajar ,Sistem pendidikan Nasional ,dan Peran
pemerintah dalam bidang Pendidikan dan kebudayaan

h. Pasal 33 ayat 1-5 mengatur tentang pengertian perekonomian


,Pemanfaatan SDA , dan Prinsip Perekonomian Nasional.

i. Pasal 34 ayat 1-4 mengatur tentang Perlindungan terhadap fakir miskin


dan anak terlantar sebagai tanggung jawab negara.

Jika kita kelompokkan, hak dan kewajiban warga negara yang diatur
dalam UUD 1945 meliputi bidang-bidang :

a.

Hak dan kewajiban dalam bidang politik

Pasal 27 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara


bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban,


yaitu:
1. Hak untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan
pemerintahan.
2. Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan.

Pasal 28 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,


mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang”.

Arti pesannya adalah:

· Hak berserikat dan berkumpul.

· Hak mengeluarkan pikiran (berpendapat).

· Kewajiban untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan


melaksanakan aturan-aturan lainnya, di antaranya: Semua organisasi
harus berdasarkan Pancasila sebagai azasnya, semua media pers dalam
mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain bebas harus pula
bertanggung jawab dan sebagainya)

d.
b.

Hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya

Pasal 31 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak


mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan
undang-undang”.

Pasal 32 menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan


nasional Indonesia”.
Arti pesan yang terkandung adalah:

· Hak memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik


umum maupun kejuruan.

· Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah.

· Kewajiban mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.

· Kewajiban memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.

· Kewajiban ikut menanggung biaya pendidikan.

· Kewajiban memelihara kebudayaan nasional dan daerah.

Hak dan kewajiban dalam bidang agama

Pasal 29

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk


agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu
dari bunyi pasal 29 ayat 1 telah di jelaskan bahwa ideologi awal dasar
Negara Indonesia ini adalah Ketuhanan yang Maha Esa, akan tetapi ayat
ini menjadi berkontraski ketika bunyi pasal 29 ayat 2 amat bertentangan
dengan ayat sebelumnya, keterkaitan antara ayat di pasal ini menjadi
terputus dan subtansi dari masing- masing ayat menjadi kabur. Prinsip
ketuhanan yang ditanamkan dalam UUD 1945 oleh the founding parents
merupakan suatu perwujudan akan pengakuan keagamaan. Dalam
perspektif Islam, hal ini memberikan pengakuan terhadap eksistensi
Agama Islam Sebagai agama resmi dan Hukum Islam sebagai hukum
yang berlaku di Indonesia.
sistem yang di anut Indonesia dalam perundang-undanganya merupakan
Mix Law sistem mengapa indonesia menganut sistem tersebut dan pada
pasal 29 ayat 1 dan 2 bertentangan ? Karena pada dasarnya sistem
yuridis konstitusional indonesia terbuka lebar terhadap penerapan syariat
islam dan hal yang berkaitan pada pasal 29 ayat 2 merupakan bentuk
implementasi dari suatu sistem negara yang demokratis yang mana
setiap warga negara bebas menentukan jalurnya dalam beragama.
Membahas mengenai kehidupan beragama dalam perspektif konstitusi
dapat dijelaskan bahwa setiap warga negara wajib untuk memeluk dan
menjalankan agama, termasuk Agama Islam. Hal ini menjadi suatu
konsekuensi bagi pemeluk agama yang bersangkutan wajib menjalankan
syariat agama. Apabila seseorang beragama Islam atau menyatakan diri
beragama Islam, maka dia harus tunduk pada aturan Islam, bukan justru
dia hanya mengaku beragama Islam tanpa melaksanakan kewajibannya
sebagai umat Islam dengan sungguh-sungguh. Pengertian hak beragama
hanya mengenai hak untuk menjalankan salah satu agama yang berlaku
di Indonesia. Sehingga dalam tataran implementasi mengenai kehidupan
beragama perlu adanya aktualisasi mengenai nilai-nilai kebebasan yang
ada untuk memberikan pencerahan makna yang terkandung di dalam
UUD 1945.
Penekanan kewajiban untuk menjalankan agama yang diyakini
dbuktikan dengan menjalankan rukun- rukun dari setiap aturan agama
yang berlaku di Indonesia Sehingga apabila prinsip beragama dalam
perspektif konstitusi diartikan secara seimbang antara hak dan
kewajiban, maka akan mudah bisa mewujudkan ketertiban hukum,
kehidupan yang saling toleransi, dan ketentraman.

Pada intinaya, Indonesia merupakan negara yang kaya dalam hal kultur
dan alamnya, termasuk agama yang di akui di negara yang berdasarkan
hukum ini. Ketuhanan yang Maha Esa merupakan bentuk dari terbuka
lebarnya Indonesia terhadap syari’ah Islam sehingga hal tersebut di
masukkan dalam tatanan negara yang di gunakan untuk menegaskan
kerangka dasar negara indonesia, dan bunyi ayat 2 merupakan suatu
implementasi demokrasi dari sistem yang dianut Indonesia. dari semua
itu jika di jalankan pada koridor yang tepat dan seimbang antara hak dan
kewajiban maka hal yang terlihat kontras dalam mix law system ini
dalam terlihat akur dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari.

d.

Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi

Pasal 33 ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai


usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”.

Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang


penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara”.
Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pasal 34 menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar


dipelihara oleh negara”.
Arti pesannya adalah:

· Hak memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan


tersedianya barang dan jasa keperluan hidup yang terjangkau oleh daya
beli rakyat.

· Hak dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.

· Kewajiban bekerja keras dan terarah untuk menggali dan mengolah


berbagai sumber daya alam.

· Kewajiban dalam mengembangkan kehidupan ekonomi yang


berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan kepentingan orang lain.

· Kewajiban membantu negara dalam pembangunan misalnya membayar


pajak tepat waktu.

e. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 dalam Bidang Usaha dan
Pertahanan Negara.

Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan
keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara


Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat –syarat
keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan
Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan
diatur dengan undang –undang.

Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30

Ayat (1) : menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Ayat (2) : menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat,

Ayat (3) : menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan,


melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”.

Ayat (4) : menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi,


melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”.

Ayat (5) : menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan


kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain
yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-
undang (UU).

Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan
Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan
tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling
mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara
(hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata
ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an”
yang baik dan benar.

Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3


Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari
Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan
Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan
Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal 30
UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam” serta “ra” dan
“ta” . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan
Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-
undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan
Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg,
UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada
UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu
sistem dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk
membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU
tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali
tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”
sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara
fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.

Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2),
yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta,
perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang
lebih bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan
pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih
sebagai peristilahan baku, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan
Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU
Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang
TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan
sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI
menyebutkan, “di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen
Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi
sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI.
UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak
mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya,
Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi
yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.

Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang :

1) Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara dan


keamanan negara;

2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam


departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan

3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di
lapangan; diharapkan “merapikan” dan “menyelaraskan” pasal-pasal
yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang
TNI.

Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak


sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak
sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan
negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait
pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang” adalah
bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen,
UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU
Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang
Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan
negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta”.

Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden


Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang
“konstitusionalis” ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan
penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.

Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal
30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa


“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur
dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut
serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan,
tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :

1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan


Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan
Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam
Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.

7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa
harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara.

Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan
dengan cara lain seperti :

1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti


siskamling).

2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri.

3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan.

4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan


Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta
dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam
ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI /
Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela
berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.

Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan


keamanan negara :

1. Terorisme Internasional dan Nasional.

2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.

3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar


angkasa.

4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.

5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.

6. Pengerusakan lingkungan.

Pada intinya, semua hak dan kewajiban haruslah dilakukan secara


seimbang dan berdasarkan atas dasar Negara kita, yaitu Undang-undang
Dasar tahun 1945. Begitu juga dengan hak dan kewajiban dalam bidang
pendidikan, warga Negara memang berhak menerima pendidikan yang
layak yang juga harus disediakan oleh pemerintah. Tetapi, sebagai
balasannya warga Negara juga berkewajiban meningkatkan kualitas
pendidikan Negara dengan menorehkan prestasi-prestasi yang membuat
harum nama Negara Indonesia dan mendidik generasi penerus bangsa.

Anda mungkin juga menyukai