Bidang Pendidikan
Posted: March 21, 2013 in Pelajaran
0
Sesuai dengan Pasal 31 Undang Undang Dasar 1945 dalam
perubahannya yang ke-empat yang membahas mengenai pendidikan di
indonesia, tertulis dan tercantum bahwa
(3) kewenangan,
(5) kekuasaan untuk berbuat sesuatu atatu untuk menuntut sesuatu, dan
Meskipun hak dan kewajiban ini adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan, akan tetapi sering terjadi pertentangan karena hak dan
kewajiban tidak seimbang. Sudah sangat jelas bahwa setiap warga
negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan
yang layak, akan tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang
belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua
itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak
mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang
pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka
berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini,
maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika
keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang
berkepanjangan. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan
kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai
seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat
atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti
yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku.
Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan
masyarakat akan aman sejahtera.
Akan tetapi, hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah
seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya.
Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat
banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana
mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat. Para pejabat dan
pemerintah hanya mengobar janji manis kepada rakyat untuk
mendapatkan haknya. Akan tetapi, sampai saat ini masih banyak rakyat
yang belum mendapatkan haknya.
Olek karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus
bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk
mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai
rakyat Indonesia. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada
pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk
untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam
undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia
bersifat demokrasi.Mari kita katakan pada para pejabat dan pemerintah
untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Mari kita menjunjung
bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu
dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan
memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat
kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro :
Tak banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anak-
anak di daerah perbatasan. Banyak anak di perbatasan Nusantara yang
bernasib malang karena tak dapat memperoleh pendidikan yang
bermutu. Di beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan
Kalimantan misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh
hingga 6 Km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk mendapatkan
pendidikan di sekolah setiap hari.
UUD 1945.
Dijelaskan dalam UUD 1945, pendidikan merupakan hak setiap warga
negara. Dengan kata lain pendidikan merupakan tanggung jawab
pemerintah yang diberikan kepada
Hal ini terlepas dari mampu dan tidak mampu seseorang dalam
melaksanakan. Dalam
Namun begitu, kita tidak bisa menjustifikasi apa yang telah ditetapkan
pemerintah adalah salah total. Bagaimanapun konsep wajib belajar 9
tahun juga memiliki sisi positif yang cukup signifikan. Setidaknya
konsep tersebut mampu mendorong etos belajar masyarakat saat ini.
Hanya saja kerancuan muncul seiring perkembangan dan perubahan
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Sayangnya konsep yang bisa dikatakan rancu (wajib belajar 9 tahun) ini
jarang terpikirkan oleh kita semua. Kembali lagi, pendidikan yang
seharusnya menjadi hak setiap warga dan sekaligus tanggung jawab
pemerintah berakhir menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan
warga Negara.
Pioneer Pendidikan
Pelajar Islam Indonesia (PII) salah satu organisasi yang berbasis pelajar
hendaknya bisa menjadi pionir untuk mengatasi persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan pendidikan. Hari jadi yang ke – 58, 4 Mei,
merupakan saat yang tepat bagi PII untuk memberikan kontribusi nyata
terhadap dunia pendidikan. Seringnya PII hanya terjebak pada persoalan
intern organisasi.
Jika kita merunut pada tujuan organisasi yaitu “kesempurnaan
pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap
rakyat Indonesia dan umat manusia”, maka yang harus dilakukan PII
adalah menyempurnakan konsep pendidikan baik dari segi fisik maupun
nonfisik.
Bisa dikatakan saat ini PII hanya berkutik pada permasalahan pelajar
yang sifatnya praktis. Seharusnya PII juga mempertimbangkan hal yang
bersifat teoritis seperti konsep pendidikan yang berlaku di Indonesia.
Apakah sudah sesuai atau belum, sehingga persoalan pendidikan juga
bisa teratasi dengan sempurna.
Maka dari itu, hendaknya PII mampu menjadi penggerak dalam rangka
menentukan arah pendidikan ke depan yang sesuai dengan UUD 1945.
Kesan “ikut arus ” harus diubah. Dalam artian PII dituntut mampu
mengkritisi segala kebijakan pemrintah yang dirasa kurang sesuai
dengan kondisi riil di lapangan.
Dengan begitu akan terwujud satu konsep pendidikan yang ideal yang
mampu mengakomodasi segala persoalan pendidikan. Pemerintah tidak
akan mampu menciptakan satu konsep yang ideal tanpa kontribusi dari
pihak mana pun.
Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 6
(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 15
Pasal 32
Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program
wajib belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pasal 35
Pasal 54
Pasal-pasal Lain dalam UUD 1945 yang Mengatur Hak dan Kewajiban
Warga Negara.
c. Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menetapkan hak
dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam upaya pembelajaran
negara.
Jika kita kelompokkan, hak dan kewajiban warga negara yang diatur
dalam UUD 1945 meliputi bidang-bidang :
a.
d.
b.
Pasal 29
Pada intinaya, Indonesia merupakan negara yang kaya dalam hal kultur
dan alamnya, termasuk agama yang di akui di negara yang berdasarkan
hukum ini. Ketuhanan yang Maha Esa merupakan bentuk dari terbuka
lebarnya Indonesia terhadap syari’ah Islam sehingga hal tersebut di
masukkan dalam tatanan negara yang di gunakan untuk menegaskan
kerangka dasar negara indonesia, dan bunyi ayat 2 merupakan suatu
implementasi demokrasi dari sistem yang dianut Indonesia. dari semua
itu jika di jalankan pada koridor yang tepat dan seimbang antara hak dan
kewajiban maka hal yang terlihat kontras dalam mix law system ini
dalam terlihat akur dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari.
d.
· Hak dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
e. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 dalam Bidang Usaha dan
Pertahanan Negara.
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan
keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan
rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Ayat (1) : menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan
Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan
tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling
mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara
(hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata
ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an”
yang baik dan benar.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg,
UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada
UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu
sistem dengan “Hannneg” (kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk
membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU
tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali
tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”
sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara
fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2),
yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta,
perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang
lebih bermuatan semangat dan kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan
pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih
sebagai peristilahan baku, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan
Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU
Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang
TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan
sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI
menyebutkan, “di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen
Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi
sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI.
UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak
mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya,
Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi
yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di
lapangan; diharapkan “merapikan” dan “menyelaraskan” pasal-pasal
yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang
TNI.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal
30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa
harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara.
Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan
dengan cara lain seperti :
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta
dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam
ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI /
Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela
berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
6. Pengerusakan lingkungan.