KELOMPOK IV
DI SUSUN OLEH :
1. DEWI RAHMAYANI
2. DYAN ARISCA
3. NOVICHA SARI
4. RISA FATMASARI
5. VERONIKA JUNELIN KRISTINA
TAMPUBOLON
6. YULI EKA PANGESTUTI
i
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR
Dengan adanya laporan ini, kami berharap materi yang kami sampaikan dapat
membatu dalam pembelajaran. Untuk berbagi ilmu kami senantiasa mengharapkan saran
dan masukan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampuh
telah memberikan kami kesempatan untuk membuat makalah ini.
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKAN
Begitu besar dampak dari korupsi baik di pusat maupun daerah menjadi
tantangan bagi KPK untuk memberantasnya, dimana tujuan utama KPK adalah
menciptakan sistem good and clean government (pemerintahan yang baik dan bersih)
dari tindakan korupsi di Indonesia. Untuk itu KPK sebagai lembaga yang menangani
kasus korupsi bekerjasama dengan berbagai organisasi baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. Karena tanpa kerjasama dengan berbagai organisasi dalam
pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK tidak akan berjalan dengan maksimal.
Dengan demikian dukungan dan kerjasama KPK dengan berbagai pihak akan
banyak membantu dalam menyelesaikan dan memberantas korupsi. Seperti halnya
KPK menjalin kerjasama dengan Konvensi Anti Korupsi(United Nation Convention
Against Corruption/UNCAC) yang bertujuan untuk mencegah korupsi secara global
1
dengan melakukan kerjasama internasional untuk bersama-sama melakukan langkah-
langkah menghapuskan korupsi di seluruh dunia. Konvensi ini di adopsi dalam
Sidang Umum PBB pada Okotber 2003 dan telah ditandatangai oleh 140 negara
dengan 38 negara di antaranya telah meratifikasinya.
Pada 14 Desember 2005 konvensi ini mengikat secara hukum setelah Negara
Ekuador sebagai Negara ke-30 meretifikasinya menjadi United Nations Office on
Drugs and Crime (UNODC) adalah salah satu departemen dari dewan ekonomi dan
social Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menangani masalah internasional
mengenai kejahatan terorganisir, terorisme, perdagangan manusia dan obat-obatan
terlarang.
2
B. RUMUSAN MASLAH
Bagaimana cara pencegahan korupsi dan gerakan kerjasama antar Negara dalam
mengatasi korupsi.
C. TUJUAN MASALAH
1. Mendeskripsikan pengertian dari Gerakan dan Kerjasama Internasional
Pencegahan Korupsi,
2. Mendeskripsikan Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi,
3. Mendeskripsikan Pencegahan Korupsi : Belajar dari Negara Lain,
4. Mendeskripsikan Arti Penting Ratifikasi Konvensi Anti-Korupsi Bagi Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- undang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Diundangkannya Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 sebagai perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemberantas korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini bahwa tugas pemberantasan
korupsi harus dijalankan melalui sinergi dengan berbagai pihak, baik di tingkat
eksekutif, legislatif, maupun masyarakat di dalam dan luar negeri. Lembaga anti
korupsi dari negara lain juga harus dilibatkan dalam meningkatkan kerjasama dalam
upaya pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, KPK telah menjalin sinergi dengan 26
lembaga anti korupsi dari sejumlah negara, baik di tingkat Asia maupun Eropa.
Ke-26 lembaga itu di antaranya MACC Malaysia, SFO Inggris, AGD Australia,
ACB Brunei Darussalam, CPIB Singapura, NACC Thailand, dan MOS Tiongkok.
Upaya ini di lakukan mengingat bahwa korupsi tergolong kejahatan luar biasa
(extraordinary crime) yang bisa terjadi melintasi batas-batas suatu negara. Karenanya,
penanganannya juga harus dilakukan secara luar biasa dan melibatkan banyak
lembaga anti korupsi di berbagai negara. Menurut Wakil Ketua KPK Laode M.
Syarief (masa jabatan tahun 2015-2019) kerjasama tersebut tidak hanya pada lingkup
peningkatan kapasitas dan berbagi praktik terbaik dari kedua lembaga negara,
melainkan juga meliputi bidang pencegahan dan penindakan. Dari berbagai praktik
sejumlah negara tercatat pernah belajar dan meniru strategi KPK dalam upaya di
bidang pencegahan maupun penindakan tindak pidana korupsi.
Pemberantas korupsi membutuhkan kesamaan pemahaman mengenai tindakan
pidana korupsi itu sendiri, dengan adanya persepsi yang sama. Pemberantasan korupsi
bisa dilakukan secara tepat dan terarah agar pemberantasan berjalan lebih efektif,
maka adanya strategi yang harus dilakukan (KPK RI 2012).
1. Represif
Strategi represi adalah upaya tindakan hukum untuk menyeret koruptor
kepengadilan. Hampir sebagian besar terungkapnya korupsi adanya pengaduan
5
masyarakat yang menjadi sumber sangat penting untuk diteruskan oleh KPK
dengan tahapan sebagai berikut :
1) Penanganan laporan pengaduan masyarakat, (KPK melakukan proses
verifikasi dan penelaahan),
2) Penyelidikan kasus korupsi yang akan di telusuri oleh KPK,
3) Penyidikan barang barang bukti yang ditemukan oleh KPK,
4) Penuntutan terhadap orang yang melakukan korupsi yang merugikan Negara.
2. Perbaikan Sistem
Sistem yang baik bisa meminimalisir terjadinya tindakan pidana korupsi, maka
perlu adanya perbaikan sistem, misalnya :
1) Medorong transparansi penyelenggaraan negara seperti yang dilakukan oleh
KPK menerima laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dan juga
Gratifikasi,
2) Memberikan rekomendasi kepada kementrian dan lembaga terkait untuk
melakukan langkah-langkah perbaikan,
3) Memfasilitasi pelayanan publik dengan online dan sistem pengawasan yang
lebih terintegrasi agar lebih transparan dan efektif.
6
B. INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI
Instrument hukum adalah istilah seni hukum yang digunakan untuk setiap
dokumen tertulis atau sebagai alat sarana yang digunakan untuk sebagai bukti,
seperti sertifikat, akta, obligasi kontrak dan sebagainya, yang akan digunakan badan
yang kompeten seperti badan legislatif di kota (domestik) atau hukum internasional.
Instrumen internasional merupakan proses penegakan hukum dengan2 cara yaitu :
1. Konvensional
Merupakan cara yang biasa di lakukan dengan melewati proses dari kepolisian
kemudian masuk ke dalam kejaksaan sebelum di limpahkan kepengadilan umum.
2. Cara Luar Biasa
Dilakukan dengan melibatkan KPK yang langsung melimpahkan kasus
kepengadilan khusus untuk tindak pidana korupsi.
Adapun perjanjian antar negara yang telah di sepakati yaitu United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) merupakan salah satu instrumen
internasional yang sangat penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
korupsi. United Nations Convention Against Corruption yang telah ditandatangai
oleh lebih dari 140 negara. Penandatanganan pertama kali dilakukan di konvensi
internasional yang diselenggarakan di Mérida, Yucatán, Mexico, pada tanggal 31
Oktober 2003. Beberapa hal penting yang diatur dalam konvensi adalah :
1. Masalah Pencegahan
Tindak pidana korupsi dapat diberantas melalui Badan Peradilan. Namun menurut
konvensi ini, salah satu hal yang terpenting dan utama adalah masalah
pencegahan korupsi. Yang terpenting dalam konvensi di dedikasikan untuk
pencegahan korupsi dengan mempertimbangkan sektor publik maupun sektor
7
privat (swasta). Salah satunya dengan mengembangkan model kebijakan
preventif, seperti :
1) Pembentukan badan anti korupsi;
2) Peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye untuk pemilu dan
partai politik;
3) Promosi terhadap efisiensi dan transparansi pelayanan publik;
4) Rekrutmen atau penerimaan pelayanan publik (pegawai negeri) dilakukan
berdasarkan prestasi;
5) Adanya kode etik yang ditujukan bagi pelayan publik (pegawai negeri) dan
mereka harus tunduk pada kode etik tersebut;
6) Transparansi dan akuntabilitas keuangan publik;
7) Penerapan tindakan indisipliner dan pidana bagi pegawai negeri yang korup;
8) Dibuatnya persyaratan-persyaratan khusus terutama pada sektor publik yang
sangat rawan seperti badan peradilan dan sektor pengadaan publik;
9) Promosi dan pemberlakuan standar pelayanan publik;
10) Untuk pencegahan korupsi yang efektif, perlu upaya dan keikutsertaan dari
seluruh komponen masyarakat;
11) Seruan kepada negara-negara untuk secara aktif mempromosikan keterlibatan
organisasi non-pemerintah (LSM/NGOs) yang berbasis masyarakat, serta
unsur-unsur lain dari civil society;
12) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) terhadap korupsi
termasuk dampak buruk korupsi serta hal-hal yang dapat dilakukan oleh
masyarakat yang mengetahui telah terjadi tindak pidana korupsi.
2. Kriminalisasi
Hal penting lain yang diatur dalam konvensi adalah mengenai kewajiban
negara untuk mengkriminalisasi berbagai perbuatan yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana korupsi termasuk mengembangkan peraturan perundang-
undangan yang dapat memberikan hukuman (pidana) untuk berbagai tindak
pidana korupsi. Hal ini ditujukan untuk negara-negara yang belum
mengembangkan aturan ini dalam hukum domestik di negaranya
8
3. Kerjasama Internasional
Kerjasama internasional dalam rangka pemberantasan korupsi adalah salah satu
hal yang diatur dalam konvensi. Negara-negara yang menandatangani konvensi
ini bersepakat untuk bekerja sama dengan satu sama lain dalam setiap langkah
pemberantasan korupsi, termasuk melakukan pencegahan, investigasi dan
melakukan penuntutan terhadap pelaku korupsi. Negara-negara yang
menandatangani konvensi juga bersepakat untuk memberikan bantuan hukum
timbal balik dalam mengumpulkan bukti untuk digunakan di pengadilan serta
untuk mengekstradisi pelanggar. Negara-negara juga diharuskan untuk melakukan
langkah-langkah yang akan mendukung penelusuran, penyitaan dan pembekuan
hasil tindak pidana korupsi.
Adapun beberapa instrumen hukum tingkat nasional terkini yang penting dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah sebagai berikut :
1. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
2. Undang - Undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
3. Undang – Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi.
4. Undang – Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Undang – Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
6. Undang – Undang No. 7 tahun 2006 tentang pengesahan United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) 2003.
9
7. Undang – Undang No. 1 tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam
Masalah Pidana.
8. Undang – Undang No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang.
9. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang peran serta masyarakat dan
pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
10. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, dan lain sebagainya.
Terhitung per 6 Febuari 2020, 187 negara termasuk Indonesia, telah menjadi
Negara Pihak pada UNCAC. Negara Pihak memiliki makna negara tersebut
berkomitmen dengan meratifikasi UNCAC ke dalam peraturan domestiknya.
Indonesia telah menunjukkan komitmennya kepada Konvensi Anti-Korupsi PBB ini
dengan meratifikasi UNCAC melalui UU nomor 7 tahun 2006. Dengan ratifikasi
tersebut, maka Indonesia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan pasal-
pasal UNCAC. Untuk memastikan implementasi UNCAC di Negara-Negara Pihak,
dilaksanakan mekanisme review dalam 2 putaran yang masing-masing berdurasi 5
tahun.
10
C. PENCEGAHAN KORUPSI : BELAJAR DARI NEGARA LAIN
2) Penegakan hukum
Penegakan hukum yang konsisten dan tegas. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh (Johnston, 1998; Rose-Ackerman, 1999). Rose-Ackerman
(1999),13 menunujukan bahwa penegakan hukum merupakan komplementer
dari upaya reformasi birokrasi. Perilaku koruptif dapat terjadi karena adanya
kesempatan untuk meerima suap dan lemahnya deteksi dini. Jika
kemungkinan untuk ketahuan lemah maka pejabat publik akan leluasa
menerima suap untuk kepentingan pribadinya.
11
3) Modal sosial
Yaitu usaha pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerakan
pembaharuan masyarakat sipil. Pentingnya modal sosial di dalam
penanggulangan korupsi adalah untuk mencegah dan menandingi kekuatan
kelompok kecil yang memiliki kekuatan monopoli untuk memaksakan
kehendaknya pada parlemen atau pejabat eksekutif demi kepentingan dan
keuntungan pribadi dan biasanya tidak memiliki kepedulian dalam upaya
penanggulangan korupsi.
Peringatan Anti Corruption Day atau Hari Anti Korupsi Sedunia, masih
jadi momen penting di Indonesia. Meresolusi dari kesepakatan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memerangi tindak pidana korupsi. Selama konvensi
itu berlangsung, baru ada tiga negara yang bisa dibilang paling 'bersih' dari
korupsi. Merujuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2018 yang dikeluarkan
Transparancy International, ketiga negara itu berasal dari negeri Skandinavia
yakni Denmark, Selandia Baru dan Finlandia.
Secara berturut-turut ketiganya menerima skor 88, 87, dan 85. Artinya,
praktik korupsi hampir tidak pernah terjadi di negara tersebut. Hal ini tentu
berbanding terbalik dengan IPK Indonesia yang masih rendah, sampai harus
menempati peringkat 89 dari 180 negara.
12
Mungkin Indonesia perlu belajar dari ketiga negara yang IPK-nya paling tinggi.
Meskipun tidak ada cara tunggal, tapi kita bisa menambah referensi bagaimana
cara ketiga negara tersebut mempertahankan IPKnya.
1. Denmark
2. Selandia Baru
13
Menurut Pengajar Politeknik Keuangan Negara STAN yang menerima
beasiswa "The New Zealand Asean Scholarship Award 2014", Rudy M
Harahap, ada beberapa hal yang bisa diperhatikan mengapa Selandia Baru
bisa menjaga negara tersebut dari tindak korupsi. Pertama adalah karena
negara itu menganut sistem parlementer. Dengan demikian, menteri otomatis
menjadi anggota parlemen.
3. Finlandia
14
oleh badan yang dipilih secara langsung melalui pemilu, disebut Municipal
Councils, yang kemudian menunjuk seorang Mayor.
15
D. ARTI PENTING RATIFIKASI KONVENSI ANTI-KORUPSI BAGI
INDONESIA
16
2. Meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan tata pemerintahan
yang baik
3. Meningkatkan kerja sama internasional dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi,
bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana, pengalihan proses pidana,
dan kerja sama penegakan hukum
4. Mendorong terjalinnya kerja sama teknis dan pertukaran informasi dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di bawah payung kerja
sama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup bilateral, regional,
dan multilateral
5. Perlunya harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dalam pencegahan
dan pemberantasan korupsi.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari materi yang kelompok kami sampaikan, bahwa tindakan korupsi
merupakan permasalahan universal, dimana diperlukan upaya pemerintah
untuk memberantasnya, baik korupsi lingkup besar maupun kecil. Apapun
alasannya korupsi tidak dibenarkan karena akan berdampak buruk bagi
kehidupan bernegara dan tatanan kehidupan bangsa. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk memberantas korupsi, namun sampai saat ini tindak pidana
korupsi masih terus dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab untuk mencapai kepentingan dirinya maupun golongan. Maka dari itu
diperlukan strategi pemberantasan korupsi, serta instrumen Internasional
pencegahan korupsi mengingat Indonesia menempati peringkat ke-89 dari 180
negara diseluruh dunia. Oleh karena itu, perlu dilakukan ratifikasi konvensi
anti-korupsi agar masalah korupsi di Indonesia bisa berkurang dan masyarakat
Indonesia menjadi sejahtera dan bebas dari korupsi. Mungkin Indonesia perlu
belajar dari ketiga negara yang bisa dibilang paling “bersih” dari korupsi yaitu
Denmark, Selandia Baru, dan Finlandia yang bebas dari korupsi.
B. SARAN
1. Sebaiknya pemerintah Indonesia terus memberantas korupsi dan
menangkap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk
kepentingan pribadi maupun golongan dan dihukum sesuai undang-
undang yang berlaku di Indonesia.
2. Sebaiknya pemerintah Indonesia melakukan gerakan dan kerjasama
Internasional guna membrantas korupsi.
3. Sebaiknya pemerintahan Indonesia mau belajar dari negara lain mengenai
upaya pencegahan korupsi.
18
Daftar Pustaka
KPK,2012, leafled yang di keluarkan oleh divisi kerjasama internasional kpk pada
pertemuan internassional SEA_PAC, Yogyakarta.
https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/67133/kpk-perkuat-kerja-sama-
internasional
https://voi.id/analisis/695/belajar-mengentaskan-korupsi-dari-3-negara-paling-bersih
19