Email : nradlmyuvina@gmail.com
Abstract
This paper is aimed to discussing of liberalism and human rights in which freedom, justice,
and peace exist. When discussing the concept of human rights, various dimension can be
related in it. In Indonesia, human rights issues are often associated with freedom of
expression, freedom of religion, to the issue of past human rights abuses. The importance of
fulfilling human rights can be seen from a number of actions and demands directed to the
state by civil society groups. When a number of human rights issues occur in this country, it
is not uncommon for the phrase ‘’State not present’’ to be an important argument and
demand.
Dikursus tulisan ini untuk membahas liberalisme dan hak-hak asasi manusia yang di
dalamnya ada kebebasan, keadilan dan perdamaian. Ketika membicarakan konsep HAM,
berbagai dimensi dapat terkait di dalamnya. Di indonesia, permasalahn HAM seringkali
dikaitkan dengan kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, hingga persoalan pelanggaran
HAM di masa lampau. Pentingnya pemenuhan dapat terlihat dari sejumlah aksi maupun
tuntutan yang ditujukan kepada negara oleh kelompok masyarakat sipil. Ketika sejumah
persoalan HAM terjadi di negara ini, tidak jarang kalimat ‘’Negara tidak hadir’’ menjadi
argumen sekaligus tuntutan penting.
Isu mengenai Hak Asasi Manusia dan implementasinya di berbagai negara memang
sering sekali menjadi perhatian. Namun, terlepas dari berkembangannya gagasan demokrasi
di banyak negara, konsep ini masih terus saja diperdebatkan. Apakah HAM merupakan
sesuatu yang hakiki yang melekat dalam diri manusia, ataukah HAM selalu berkaitan dengan
peraturan, kepemilikan dan tanggung jawab negara. Berbagai perbedaan pandangan ini
mengulik arti penting mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan HAM, seluas mana
cakupannya dan siapa yang seharusnya memikul tanggung jawab menyelenggarakannya.
Pembahasan
Demokrasi dan kebebasan merupakan dua konsep yang amat penting dalam politik.
Kebebasan atau hak-hak sipil bisa dikatakan suatu pengandain bahwa negara punya peran
positif dalam menjamin perlindungan hukum dan kesempatan yang setara bagi semua warga
negara tanpa memandang ras, agama, serta jenis kelamin. Kebebasan sipil meliputi kebebasan
beripikir, kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan beragama,
dan serta kebebasan pers. Kalau semuanya tidak diakui dan tidak ditegakkan oleh hukum di
suatu negara, maka negara itu tidak bisa disebut demokratis.
Kebebasan sipil itu sendiri perlu dijamin karena hak-hak itu adalah sesuatu yang
sangat penting bagi dirinya sendiri, misalnya hak untuk beragama atau tidak beragama.
Kebebasan sipil itu bisa dijadikan parameter penting untuk mengukur apakah suatu negara
demokratis atau tidak. Demokrasi sendiri memerlukan Liberalisme dalam pengertian hak-hak
sipil. Kalau hak-hak itu tidak ada, tidak ada demokrasi.
Liberalisme berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Membicarakan HAM
pijakan yang paling tepat adalah hukum HAM internasional. Hukum ini dibuat di PBB
dengan partisipasi internasional dan aspirasi universal. Hukum ini menentang partikularisme
lokal dan tradisi yang berbeda dengan standar HAM (UDHR [The Universal Declaration of
Human Rights] yang dirumuskan pada tahun 1948, selanjutnya DUHAM) baik di Barat
maupun non Barat. Nilai-nilai yang terkandung dalam DUHAM dinyatakan dalam standar
umum kemajuan bangsa-bangsa yang diharapkan dijunjung tinggi oleh rakyat negara-negara
anggota maupun rakyat daerah di bawah kekuasaan mereka.
Secara umum DUHAM mengandung empat hak pokok. Pertama, hak individual, atau
hak-hak yang dimiliki setiap orang. Kedua, hak kolektif atau hak masyarakat yang hanya
dapat dinikmati bersama orang lain, seperti hak akan perdamaian, hak akan pembangunan,
dan hak akan lingkungan hidup yang bersih. Ketiga, hak sipil dan politik, antara lain: hak atas
penentuan nasib sendiri, hak memperoleh ganti rugi bagi mereka yang kebebasannya
dilanggar, hak atas kehidupan, hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, hak
yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk menikmati hak sipil dan politik, hak seorang
untuk diberi tahu alasan-alasan pada saat penangkapan, persamaan hak dan tanggung jawab
antara suami-istri, hak atas kebebasan berekspresi. Keempat, hak ekonomi, sosial, dan
budaya, antara lain memuat hak untuk menikmati kebebasan dari rasa ketakutan dan
kemiskinan, larangan atas diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, gender, dan agama,
persamaan antara hak laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ekonomi, sosial dan
budaya, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk memperoleh upah yang adil bagi buruh
laki-laki dan perempuan, hak untuk membentuk serikat buruh dan hak untuk mogok, hak atas
pendidikan, hak untuk bebas dari kelaparan.
Kesimpulan
Dengan adanya kebebasan, adanya sikap menghargai orang untuk bersikap dan
berpikir, kemungkinan masyarakat itu untuk berkembang, berdialog, untuk mencari hal yang
lebih baik, terbuka lebih lebar. Dalam masyarakat di mana kebebasan telah menjadi institusi,
artinya telah terlembagakan menjadi perilaku, menjadi kitab hukum, sistem politik dan
sebagainya.
Hak Asasi Manusia yang paling mendasar dan dikategorikan sebagai hak yang paling
penting untuk diprioritaskan di dalam berbagai hukum dan kebijakan, baik di tingkat nasional
maupun di tingkat internasional. Hak-hak asasi manusia dasar itu adalah serangkaian hak
yang memastikan kebutuhan primer material dan non material manusia dalam rangka
mewujudkan eksistensi kemanusiaan manusia yang utuh, yaitu manusia yang berharga dan
bermartabat.
Daftar Pustaka
Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008
Budhy Munawar Rachman, Islam dan Liberalisme, Friederich Naumann Stiftung, Jakarta,
2011
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tsaqafah/article/viewFile/22/18